• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Audit Disclaimer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Audit Disclaimer"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN

ATAS

LAPORAN KEUANGAN

PT. PERUSAHAAN AIR MINUM (PT. PAM)

KOTA BITUNG

Untuk tahun yang berakhir pada

31 Desember 2004

Nomor : Tanggal :

PERWAKILAN VII BPK RI

DI MAKASSAR

(2)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN….…..……….. 1

BAB II LAPORAN KEUANGAN……….……… 3

2.1 Neraca ...…………..……….. 3

2.2 Laporan Laba Rugi………..……….……… 4

2.3 Laporan Perubahan Ekuitas …....…...………...……….. 5

2.4 Laporan Arus Kas………. 6

2.5 Sejarah Singkat PT. PAM Kota Bitung ...…….. 7

2.6 Struktur Organisasi PT. PAM Kota Bitung ………... ……… 8

2.7 Kebijakan Akuntansi………... ………...……. 9

2.8 Kelangsungan Hidup Perusahaan ...……….………. 14

2.9 Penjelasan Pos-pos Neraca dan Laba/Rugi ... 15

(3)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN VII DI MAKASSAR

Jl. A. P. Pettarani Telp (0411) 854977 Fax (0411) 854995 Makassar 90222 Kepada Yth.

1. Komisaris PT. Perusahaan Air Minum (PT. PAM) Bitung 2. Direksi PT. Perusahaan Air Minum (PT. PAM) Bitung di

Bitung

LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN

Kami telah mengaudit laporan keuangan PT. PAM Bitung tanggal 31 Desember 2004 serta laporan laba-rugi, laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut. Laporan keuangan adalah tanggung jawab manajemen perusahaan. Tanggung jawab kami terletak pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan audit kami. Laporan keuangan PT. PAM Bitung tanggal 31 Desember 2003 diaudit oleh auditor independen lain yang laporannya bertanggal 1 November 2004 berisi pendapat wajar dengan dengan pengecualian atas laporan keuangan tersebut.

Kami melaksanakan audit berdasarkan Standar Audit Pemerintahan yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan dan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami merencanakan dan melaksanakan audit agar kami memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Suatu audit meliputi pemeriksaan, atas dasar pengujian, bukti-bukti yang mendukung jumlah-jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Audit juga meliputi penilaian atas prinsip akuntansi yang digunakan dan estimasi signifikan yang dibuat oleh manajemen, serta penilaian terhadap penyajian laporan keuangan secara keseluruhan. Kami yakin bahwa audit kami memberikan dasar memadai untuk menyatakan pendapat.

(4)

Komposisi modal pada Neraca per 31 Desember 2004 tidak sesuai dengan yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan dan terdapat selisih nilai modal yang signifikan antara Neraca dan akta pendirian sebesar Rp 74.063.883.489,59 yang tidak bisa ditelusuri sebagai akibat tidak tersedianya bukti-bukti penyetoran dan kepemilikan saham.

Dalam tahun 2004, terjadi pemakaian persediaan dan bahan instalasi hanya menggunakan bon sementara yang belum dipertanggungjawabkan tidak mengikuti pedoman akuntansi perusahaan air minum dan terdapat selisih pada akun persediaan antara catatan pembukuan, gudang dan ahsil stock opname.

Selain itu, nilai aktiva tetap senilai Rp12.143.379.893,61 tidak didukung dengan Daftar Aktiva Tetap yang merinci jenis aktiva tetap, harga perolehan, tanggal perolehan, penyusutan dan sumber dana yang dapat mendukung saldo aktiva tetap dan akumulasi penyusutan dalam Neraca.

Adanya selisih nilai modal yang signifikan pada neraca dan akta pendirian dan tidak tersedianya bukti-bukti pendukung yang cukup, serta lemahnya pengendalian intern atas akun persediaan dan aktiva tetap mengakibatkan kami tidak tidak dapat menerapkan prosedur audit untuk meyakinkan kami atas akun-akun tersebut, lingkup audit kami tidak cukup memungkinkan kami menyatakan dan kami tidak menyatakan pendapat atas

laporan keuangan.

Kepatuhan PT. PAM Bitung atas peraturan perundang-undangan dan pengendalian intern kami sajikan dalam Laporan Nomor: ………yang bertanggal … Maret 2005 dan terpisah dari laporan ini.

Kepala Perwakilan VII di Makassar u.b. Pemimpin Tim Audit

Harliani Mustafa.

Reg.Negara No. D-16.468 Makassar, 23 Februari 2005

(5)
(6)

BAB II

LAPORAN KEUANGAN PT. PAM BITUNG

PT. Perusahaan Air Minum (PT. PAM) Kota Bitung

Neraca

Per 31 Desember 2004 dan 2003

Ref. Per 31 Desember 2004 Per 31 Desember 2003 PASIVA Ref.

Per 31 Desember 2004 Pe KEWAJIBAN LANCAR 2.9.1.1 194,325,741.48 205,610,216.10 Hutang Usaha 2.9.1.12 575,136,124.25 1,30 2.9.1.2 8,264,165,970.15 6,462,985,305.33 Hutang Non Usaha 2.9.1.13 2,283,252,776.00

1,78 2.9.1.3

(2,707,821,083.00) (2,707,821,083.00)

Bagian Hutang Jangka Panjang

yg telah dan akan jatuh tempo 2.9.1.14 6,678,357,050.29 6,67 2.9.1.4 16,022,948.00 16,663,809.00 Bunga Pinjaman Ymh dibayar 2.9.1.15 8,212,227,485.84

7,5 2.9.1.5 323,148,923.17 367,344,923.17 Hutang Pajak 2.9.1.16 23,176,381.12 2.9.1.6 202,254,329.50 47,500,429.50 Komitmen Fee 2.9.1.17 232,149,061.20 2.9.1.7 197,435,945.00 127,560,945.00 Titipan Retribusi 2.9.1.18 28,162,500.00 6,489,532,774.30 4,519,844,545.10 Kewajiban Lancar lainnya 2.9.1.19 7,907,091,761.93

7,6 25,939,553,140.63 25, 2.9.1.8 224,478,175.00 224,478,175.00 KEWAJIBAN JANGKA PANJANG

2.9.1.8 3,406,796,843.58 3,221,472,064.58 DAN KEWAJIBAN LAINNYA

2.9.1.8 333,911,856.46 316,358,856.46 Hutang Jangka Panjang 2.9.1.20 1,614,806,400.00 1,6 2.9.1.8 2,731,281,315.00 2,730,287,315.00 Jaminan Langganan 2.9.1.21 207,077,670.00 2.9.1.8 15,087,805,300.92 14,736,821,653.83 Cadangan Dana 2.9.1.22 28,239,550.00 2.9.1.8 3,669,043,714.80 3,632,134,464.80 Cadangan Dana Meter 2.9.1.23 1,387,329,500.00 25,453,317,205.76 24,861,552,529.67 3,237,453,120.00 2,80 2.9.1.8 (13,309,937,312.15) (12,417,565,121.68) 2.9.1.8 12,143,379,893.61 12,443,987,407.99 M O D A L

Kekayaan Pemda yang

(7)

4

2.2. Laporan Laba Rugi

PT. Perusahaan Air Minum (PT. PAM) Kota Bitung Laporan Laba Rugi

Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2004 dan 2003

U R A I A N Ref. Per 31 Desember 2004 Per 31 Desember 2003 PENDAPATAN USAHA * Penjualan Air 2.9.2.1 7,608,759,844.00 6,505,235,847.00 * Pendapatan Non Air 2.9.2.2 510,438,725.00 358,745,825.00 Jumlah Pendapatan Operasi

8,119,198,569.00 6,863,981,672.00

BIAYA LANGSUNG USAHA * Biaya Produksi 2.9.2.3 900,670,812.42 1,112,056,961.80 * Biaya Perencana 2.9.2.4 142,219,497.00 119,820,606.00 * Biaya Transmisi dan Distribusi 2.9.2.5

1,538,578,364.11

1,617,636,231.50 * Biaya Perawatan 2.9.2.6 225,619,514.00 210,203,223.00 Jumlah Biaya Langsung Usaha

2,807,088,187.53 3,059,717,022.30 LABA/(RUGI) KOTOR 5,312,110,381.47 3,804,264,649.70 BIAYA USAHA * Biaya Keuangan 2.9.2.7 1,269,102,107.00 4,400,812,134.10 * Biaya Langganan 2.9.2.8 441,960,756.00 418,167,260.20 * BIaya Pembukuan 2.9.2.9 239,167,115.00 229,558,983.00 * Biaya Administrasi Umum 2.9.2.10

3,020,924,078.11 3,429,786,671.41

Jumlah Biaya Usaha

4,971,154,056.11 8,478,325,048.71 LABA/(RUGI) USAHA 340,956,325.36 (4,674,060,399.01) PENDAPATAN/BIAYA LAIN-LAIN - Pendapatan lain-lain 2.9.2.11 32,152,894.20 90,586,885.11

(8)

- Biaya lain-lain 2.9.2.11 - 4,708,333.33 Jumlah Pendapatan/Biaya lain-lain

32,152,894.20 85,878,551.78 LABA/(RUGI) SEBELUM PAJAK 373,109,219.56 (4,588,181,847.23)

PAJAK PENGHASILAN - -

LABA/(RUGI) SETELAH PAJAK

373,109,219.56

(4,588,181,847.23) Catatan atas laporan laba rugi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan

keuangan pokok

(9)

2.3. Laporan Perubahan Ekuitas

PT. Perusahaan Air Minum (PT. PAM) Kota Bitung Laporan Perubahan Ekuitas

Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2004 dan 2003

U R A I A N MODAL LABA/(RUGI) SALDO EKUITAS JUMLAH

(Rp) (Rp) (Rp)

Saldo per 31 Desember 2003 9,052,139,520.41 (13,514,174,543.94) (4,462,035,023.53) Laba/(Rugi) bersih (4,588,181,847.23) (4,588,181,847.23) 9,052,139,520.41 (18,102,356,391.17) (9,050,216,870.76)

Penambahan Modal Kerja - - Saldo setelah koreksi 9,052,139,520.41 (18,102,356,391.17) (9,050,216,870.76)

Laba/(Rugi) bersih 373,109,219.56 373,109,219.56

Saldo per 31 Desember 2004 9,052,139,520.41 (17,729,247,171.61) (8,677,107,651.20)

(10)

6

2.4. Laporan Arus Kas

PT. Perusahaan Air Minum (PT. PAM) Kota Bitung Laporan Arus Kas

Untuk Tahun Yang Berakhir 31 Desember 2004 dan 2003 U R A I A N

Per 31 Desember

2004 Per 31 Desember 2003

ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI - Laba (Rugi) Bersih 373,109,219.56

(4,588,181,847.23) - Biaya Penyusutan Aktiva Tetap 892,372,190.47 1,437,852,489.58 - Koreksi Tahun Lalu - - - Kenaikan/(Penurunan) Penyisihan Piutang - 1,452,330,359.10

1,265,481,410.03 (1,697,998,998.55)

(Kenaikan)/Penurunan Dalam Aktiva Operasi

- Piutang Usaha (1,801,180,664.82) (1,418,791,120.00) - Piutang Pegawai 640,861.00 12,197,322.00 - Piutang Lain-lain 44,196,000.00 (152,679,761.36) - Persediaan (154,753,900.00) (13,614,220.00) - Pembayaran Dimuka (69,875,000.00) 196,096,620.00 (1,980,972,703.82) (1,376,791,159.36)

(Kenaikan)/Penurunan Dalam Hutang Operasi - Hutang Usaha

(729,547,123.00)

(788,849,078.10) - Hutang Non Usaha 497,086,928.00 900,156,231.00

- Bag Hutang jk Pj yg akan jatuh tempo -

722,796,600.00 - Bunga pinjaman yg harus dibayar 700,557,840.00 908,037,170.15 - Hutang Pajak

(4,791,140.00) 5,146,472.66 - Hutang Komitmen Fee 32,866,623.00 199,282,438.20

- Titipan Retribusi 1,301,500.00 9,006,500.00 - Kewajiban lancar lainnya 256,569,375.00 1,770,509,038.35 754,044,003.00 3,726,085,372.26 Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi 38,552,709.21 651,295,214.35

(11)

ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI

- Aktiva Tetap (591,764,676.09) (198,748,049.95) - Pekerjaan Dalam Pelaksanaan (81,201,061.55) (995,212.16) ;- Bahan Instalasi 194,345,593.81 (48,329,042.19)

- Uang Muka Pemda - - - Aktiva Lain-lain - -

Arus Kas dari Aktivitas Investasi (478,620,143.83) (248,072,304.30)

ARUS KAS DARI AKTIVITAS PENDANAAN

- Kekayaan Pemda Yg dipisahkan - - - Penyertaan Pem. Pusat yg belum ditetapkan 1,324,000.00 -

statusnya

- Kewajiban Jangka Panjang - (722,796,600.00) - Jaminan Langganan 19,800,000.00 8,115,000.00 - Cadangan Dana

(17,805,540.00) 12,324,630.00 - Cadangan Dana Meter 425,464,500.00 341,142,000.00

Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan 428,782,960.00

(361,214,970.00) Kenaikan (Penurunan) bersih Kas dan setara

Kas

(11,284,474.62) 42,007,940.05 Kas dan setara Kas awal periode 205,610,216.10 163,602,276.05

(12)

2.5. Sejarah Singkat Perusahaan

Dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat didaerah, maka

Departeman Pekerjaan Umum membangun sarana dan prasarana air bersih melalui proyek air

bersih. Untuk mengelola sarana dan prasarana air tersebut dibentuklah Badan Pengelola Air

Minum (BPAM) berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan

Umum No. 053/KPTS/CK/1978 tanggal 12 Mei 1978 dengan tujuan untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan pengelolaan sarana penyediaan air bersih sesuai dengan prinsip-prinsip

ekonomi perusahaan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam hal penyediaan

air bersih yang sehat.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1978 tentang Penyerahan Sebagian

Urusan Pemerintah di Bidang Pekerjaan Umum kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat

II, maka Direktur Jenderal Cipta Karya menyerahkan pengelolaan sarana dan prasarana air

bersih di Bitung yang berstatus BPAM kepada Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Utara

sesuai dengan Berita Acara Serah Terima Pengelolaan Sarana dan Prasarana Air Bersih

Nomor : 03/BA/CK/1988 tanggal 26 Januari 1988. Selanjutnya Gubernur KDH Tingkat I

Sulawesi Utara menyerahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II untuk dijadikan

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).

Secara resmi PDAM Kota Bitung didirikan berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya

Tingkat II Bitung Nomor : 17 Tahun 1993 tanggal 27 September 2003.

Dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat dan untuk

menyesuaikan dengan perkembangan perekonomian dan dunia usaha, maka berdasarkan

Peraturan Daerah Kota Bitung No. 17 Tahun 2003 tanggal 5 September 2003, status bentuk

badan hukum PDAM Kota Bitung diadakan perubahan, dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi

Perseroan Terbatas (PT).

Pendirian PT. Perusahaan Air Minum Kota Bitung (PT. PAM Bitung) tersebut telah

dimuat dalam Akta Pendirian Nomor 9 tanggal 3 Oktober 2003 yang dibuat oleh Notaris

Mintje Waani, S.H., berkedudukan di Bitung.

Akta Pendirian PT. PAM Bitung telah disahkan, sesuai Surat Keputusan Menteri Kehakiman

dan Hak Asasi Manusia No. C-22795 HT.01.01.TH.2004 tanggal 10 September

2004 tentang Pengesahan Akta Pendirian Perseroan Terbatas Perusahaan Air Minum Kota

Bitung (PT. PAM Bitung).

(13)

2.6. Susunan Organisasi

Struktur Organisasi dan Tata Kerja PT. PAM Bitung ditetapkan sesuai Keputusan

Dewan Komisaris PT. PAM Bitung No. 2 Tahun 2004, terdiri dari:

1. Dewan Komisaris

2. Direksi, sebagai unsur pimpinan perusahaan, yang terdiri dari:

a. Direktur Utama

b. Direktur Umum

c. Direktur Teknik

3. Manager dan Supervisor sebagai unsur pelaksana.

Direktur Umum membawahi Manajer Umum, Manajer Keuangan, Manajer

Akuntansi, Manajer Penagihan, Manajer Customer dan Manajer Personalia. Sedangkan

Direktur Teknik membawahi Manajer Produksi, Manajer Distribusi, Manajer Perencanaan dan

Manajer Pemeliharaan. Tiap manajer masing-masing membawahi Supervisor-supervisor.

Selain itu, terdapat Manajer Auditor Intern yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur

Umum.

Berdasarkan Berita Acara Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham tanggal 4

Nopember 2004, susunan pengurus PT. PAM Bitung terdiri dari:

− Komisaris

: Dr. (HC) Milton Kansil, S.E., selaku Walikota Bitung

− Direktur Utama : Johnson Manawan, S.E.

− Direktur Umum : Hengki G. L. Sampouw, S.E.

− Direktur Teknik : Maxi Zepenhart Rumuat, M.P.S.A.

2.7. Kebijakan Akuntansi

Kebijakan Akuntansi yang diterapkan di PT. PAM Bitung didasarkan pada Pedoman

Sistem Akuntansi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang ditetapkan oleh Menteri

Negara Otonomi Daerah dengan Surat Keputusan Menteri Negara Otonomi Daerah RI No. 8

Tahun 2000.

(14)

2.7.1. Periode Akuntansi

Dalam menyelenggarakan pembukuan, PT. PAM Bitung melaksanakan periode

pembukuan sesuai tahun takwim yaitu mulai tanggal 1 Januari dan berakhir tanggal 31

Desember tahun yang sama.

2.7.2. Asumsi Dasar Akuntansi

Asumsi dasar Akuntansi sesuai Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku

adalah :

a. Kelangsungan Usaha

Suatu entitas ekonomi diasumsikan terus melakukan usahanya secara

berkesinambungan tanpa maksud untuk dibubarkan

b. Akrual

Dasar akuntansi yang digunakan dalam perhitungan hasil usaha (Laporan Laba

Rugi) periodik dan penentuan posisi keuangan (Neraca) dilakukan dengan metode

akrual, yaitu pembukuan tidak hanya mencatat transaksi penerimaan dan

pengeluaran uang, tetapi pencatatan terhadap setiap perubahan aktiva dan

kewajiban, demikian juga pendapatan dan biaya, pada saat terjadinya atau

diakuinya perubahan yang dimaksud.

2.7.3. Pengakuan Pendapatan

Seluruh pendapatan, baik pendapatan usaha maupun pendapatan non usaha diakui pada

saat timbulnya transaksi dan atau pada saat masa prestasi dinikmati, yaitu :

a. Pendapatan penjualan air diakui, dicatat dan dilaporkan tiap-tiap bulan berdasarkan

rekening tagihan air yang diterbitkan pada bulan yang bersangkutan, walaupun

penerimaan uang baru terjadi kemudian atau pada saat penerimaan uang untuk

penjualan tunai.

b. Pendapatan sambungan baru dan pendapatan non air lainnya diakui dan dicatat

seluruhnya sebagai pendapatan non air lainnya diakui dan dicatat seluruhnya

sebagai pendapatan tahun berjalan dengan memperhatiukan ketentuan sebagai

berikut :

(15)

- Jika menurut prosedur berlaku pelanggan/calon pelanggan disyaratkan

membayar kewajibannya secara tunai, maka pendapatan dicatat dan diakui pada

saat pembayarannya.

- Jika pelanggan/calon pelanggan disyaratkan dapat membayar kewajibannya

dengan cara mengangsur, maka pengakuan serta pencatatan pendapatan dan

piutang dilakukan pada saat dokumen tagihan diterbitkan sesuai dengan jatuh

temponya tiap-tiap angsuran. Untuk pemasangan sambungan baru yang masih

dalam proses dibukukan sebagai sambungan baru yang belum diterima.

Penerimaan Dana meter dari pelanggan yang dimaksudkan untuk pemeliharaan meter

air tidak diakui sebagai pandapatan tetapi diakui sebagai kewajiban dalam perkiraan

Cadangan Dana Meter.

2.7.4. Pengakuan Biaya

Pada dasarnya biaya harus diakui, dicatat dan dilaporkan dalam periode terjadinya

transaksi. Pembebanan biaya-biaya yang bersifat periodik seperti gaji, listrik, sewa,

asuransi dan sebagainya harus dikaitkan dengan periode dimana biaya tersebut menjadi

beban walaupun pembayarannya belum dilakukan atau telah dibayar dimuka.

Untuk keperluan pisah batas periode akuntansi, biaya-biaya yang telah terjadi sebelum

tanggal neraca walaupun belum dapat diakui secara pasti jumlahnya, harus dicatat dan

dilaporkan dengan cara estimasi yang wajar.

2.7.5. Penilaian Piutang

a. Piutang disajikan dalam laporan keuangan dengan nilai yang dapat direalisasikan.

Khusus untuk piutang usaha yang mempunyai kemungkinan tak tertagih dibuatkan

penyisihan dalam jumlah yang layak.

Untuk menentukan besarnya penyisihan piutang pada akhir tahun, piutang

dikelompokkan menurut umurnya yang dipakai sebagai dasar perhitungan

penyisihan piutang. Besarnya penyisihan piutang pada tiap akhir tahun ditentukan

sebagai berikut :

− Diatas 3 bulan s/d 6 bulan

: 30 %

− Diatas 6 bulan s/d 1 tahun : 50 %

(16)

− Diatas 1 tahun s/d 2 tahun : 75 %

− Diatas 2 tahun : 100 %

b. Piutang yang telah berumur 1 tahun s/d 2 tahun diklasifikasikan sebagai piutang

ragu-ragu, sedang yang berumur diatas 2 tahun diklasifikasikan sebagai piutang tak

tertagih dan diajukan ke Badan Pengawas untuk dihapusbukukan, tetapi dicatat

ekstrakomptabel dan tetap diusahakan penagihannya. Jika terdapat pembayaran

dibukukan sebagai pendapatan lain-lain tahun berjalan.

c. Penyisihan piutang dikecualikan bagi tagihan kepada instansi pemerintah dan

instansi TNI/Polri.

2.7.6. Persediaan

a. Persediaan dikelompokkan ke dalam 2 jenis yaitu :

- Persediaan bahan operasi yang terdiri dari bahan kimia dan bahan operasi

lainnya.

- Persediaan bahan instalasi yang terdiri dari pipa, aksesories dan meter air.

b. Metode pencatatan persediaan ditetapkan sebagai berikut :

- Untuk persediaan bahan kimia dan bahan instalasi digunakan metode perpetual

inventory

- Untuk persediaan bahan operasi lainnya digunakan metode physical inventory,

yaitu pembelian/penerimaan langsung dibukukan sebagai biaya sesuai harga

perolehannya, pada akhir tahun dibukukan kembali sebagai persediaan atas

persediaan yang masih ada berdasarkan hasil pemeriksaan fisik. Nilai

persediaan tersebut sekaligus digunakan sebagai koreksi pengurangan biaya.

c. Pembebanan pemakaian bahan instalasi dan bahan kimia dilaksanakan berdasarkan

metode First In First Out (FIFO). Dalam metode ini pemakaian bahan dibebankan

ke pos biaya dengan harga beli awal dari persediaan yang ada.

2.7.7. Pengeluaran Barang Modal

Barang-barang yang dikategorikan sebagai barang modal (aktiva tetap) adalah

pengeluaran-pengeluaran untuk pembelian barang-barang berwujud dalam bentuk siap

(17)

pakai, atau dibangun terlebih dahulu, yang masa manfaatnya lebih dari 1 tahun, tidak

dimaksudkan untuk dijual, dan bernilai lebih dari Rp.200.000,00.

Selain itu, bila terdapat pembelian barang-barang tertentu yang harga satuannya kurang

dari Rp.200.000,00 tetapi dibeli lebih dari 1 buah sehingga melampaui nilai

Rp.200.000,00 maka pembelian tersebut harus dibukukan sebagai pengeluaran barang

modal (aktiva tetap).

Pengeluaran-pengeluaran untuk perbaikan/penggantian komponen-komponen aktiva

yang bersifat pemeliharaan rutin, dibukukan sebagai biaya. Akan tetapi bila

perbaikan/penggantian tersebut memberi tambahan masa manfaat dari aktiva tetap

yang bersangkutan dan nilainya melebihi Rp.200.000,00, maka pengeluaran tersebut

dibukukan sebagai pengurang (debet) akumulasi penyusutan

2.7.8. Aktiva Tetap Dan Penyusutan

Aktiva tetap dicatat berdasarkan harga perolehan atau harga belinya termasuk semua

biaya yang dikeluarkan sampai aktiva tetap tersebut siap digunakan. Aktiva tetap yang

dibangun sendiri dicatat sebagai nilai barang/peralatan yang digunakan, biaya

pekerjaan serta biaya-biaya umum lainnya yang terkait dengan pembangunan aktiva

tersebut. Aktiva tetap disusutkan nilainya sesuai dengan Undang-Undang No. 17 tahun

2000 tentang Pajak Penghasilan. Secara garis besar metode penyusutan aktiva tetap

tersebut adalah sbb :

a. Bukan Bangunan

1) Kelompok 1, tarif penyusutan 50 % dari nilai buku.

Termasuk dalam golongan ini adalah harta yang dapat disusutkan dan tidak

termasuk golongan bagunan, yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 4

tahun.

2) Kelompok II, tarif penyusutan 25 % dari nilai buku

Termasuk dalam golongan ini adalah harta yang dapat disusutkan dan tidak

termasuk golongan bangunan, yang mempunyai masa manfaat lebih dari 4

tahun sampai 8 tahun.

(18)

3) Kelompok III, tarif penyusutan 12,5 % dari nilai buku

Termasuk dalam golongan ini adalah harta yang dapat disusutkan dan tidak

termasuk dalam golongan bangunan yang mempunyai masa manfaat lebih dari

8 tahun sampai 16 tahun.

4) Kelompok IV, tarif penyusutan 10 % dari nilai buku

Termasuk dalam golongan ini adalah harta yang dapat disusutkan dan tidak

termasuk dalam golongan bangunan yang mempunyai masa manfaat lebih 16

tahun.

b. Bangunan

1) Permanen, tarif penyusutan 5 % dari harga perolehan

Termasuk dalam golongan ini adalah bangunan dan harta tak bergerak lainnya

yang mempunyai masa manfaat 20 tahun.

2) Tidak permanen, tarif penyusutan 10 % dari harga perolehan

Termasuk dalam golongan ini adalah bangunan dan harta tak bergerak lainnya

yang mempunyai masa manfaat 10 tahun.

c. Tanah tidak disusutkan

Aktiva tetap yang sudah habis masa penyusutannya tetapi masih digunakan dalam

operasi perusahaan, tetap dicatat sebagai aktiva tetap dengan nilai buku Rp. 1,00.

Aktiva tetap dalam penyelesaian dilaporkan terpisah dalam kelompok aktiva lain-lain

dan belum disusutkan sampai aktiva tersebut beroperasi komersial. Aktiva tetap yang

tidak produktif, dilaporkan terpisah dalam kelompok aktiva lain-lain sebesar nilai

bukunya.

2.7.9. Aktiva Tidak Berwujud (Beban Ditanguhkan)

Beban ditangguhkan disajikan berdasarkan nilai bersihnya yaitu beban pokok

dikurangi akumulasi amortisasi. Beban ditangguhkan tersebut merupakan biaya

pendirian perusahaan yang ditangguhkan dan diamortisasikan selama 20 tahun dengan

menggunakan metode garis lurus.

(19)

2.7.10. Hutang Jangka Panjang

Hutang jangka panjang dicatat berdasarkan realisasi penarikan dana pokok pinjaman,

ditambah dengan biaya administrasi yang dikapitalisasi, yang tidak akan jatuh tempo

dalam waktu satu tahun setelah tanggal neraca.

Bagian Hutang jangka panjang yang telah jatuh tempo atau akan jatuh tempo dalam

waktu satu tahun setelah tanggal neraca, dipisahkan dari kelompok hutang jangka

panjang dan disajikan sebagai kewajiban jangka pendek dalam perkiraan Bagian

hutang jangka panjang yang telah/akan jatuh tempo.

2.7.11. Pengelolaan Kas Kecil

Pengelolaan Kas Kecil dilakukan dengan menggunakan sistem imprest fund atau

jumlah tetap sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

2.7.12. Koreksi Tahun Lalu

Sehubungan dengan kesalahan pembukuan atau kesalahan penerapan kebijakan

akuntansi periode lalu, maka dilakukan koreksi-koreksi terhadap laporan keuangan

yang bersangkutan yang disajikan sebagai penyesuaian atas saldo awal laba (rugi)

tahun lalu.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam penyajian laporan keuangan komparatif,

angka-angka laporan keuangan tahunan harus disajikan kembali, (restated) dengan

memperhatikan pengaruh dari koreksi-koreksi yang dimaksud.

2.8. Kelangsungan Hidup Perusahaan

Perusahaan telah mengalami kerugian yang berulang kali sehingga akumulasi

kerugian sampai dengan 31 Desember 2004 sebesar Rp 14.729.247.171,61 yang

mengakibatkan posisi ekuitas mengalami defisit sebesar Rp 8.677.107.651,20

(20)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN

ATAS

KEPATUHAN TERHADAP

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAN

PENGENDALIAN INTERN

TAHUN BUKU 2004

PADA

PT. PERUSAHAAN AIR MINUM (PT. PAM)

KOTA BITUNG

Nomor : Tanggal :

PERWAKILAN VII BPK RI

DI MAKASSAR

(21)

DAFTAR ISI

Halaman I. LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN ATAS KEPATUHAN TERHADAP

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ……… 1

A. Laporan Auditor Independen ……….. 1

B. Lampiran A ………. 4

1. Penyajian Modal dalam Neraca tidak sesuai ketentuan ... 4

2. PT. PAM Bitung belum menyetor pajak yang telah dipungut sebesar Rp107.723.430,00 ke kas negara dan belum memungut Pajak Penghasilan atas pembayaran honorarium komisaris sebesar Rp 5.000.000,00 ... 7

3. PT. PAM Bitung belum menyelesaikan kewajiban membayar iuran pensiun kepada DAPENMA PAMSI seluruhnya sebesar Rp 1.452.039.179,00 ... 10

4. PT. PAM Bitung belum melunasi hutang jangka panjang dan biaya administrasi yang telah jatuh tempo seluruhnya sebesar Rp15.655.657.919,43 ... 13

II LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN ATAS KEPATUHAN TERHADAP PENGENDALIAN INTERN ……… 20

A. Laporan Auditor Independen ……….. 20

B. Lampiran B ……….. 23

1. Aktiva tetap yang disajikan dalam Neraca PT. PAM Bitung Tahun Buku 2004 belum didukung dengan Daftar Aktiva Tetap ... 23

2. Prosedur pencatatan Piutang Usaha dilaksanakan tidak tertib ... 26

3. Terdapat sambungan langganan yang telah dicabut namun rekening air masih diterbitkan ... 27

4. Penatausahaan dan pencatatan Persediaan belum dilaksanakan secara tertib ... 29

5. Terdapat kendaraan dinas milik PT. PAM Bitung yang dimanfaatkan oleh Pemerintah Kota Bitung tanpa didukung dengan perjanjian... 32

6. Penerimaan upah pungut retribusi kebersihan sebesar Rp 24.361.600,00 tidak disetor ke kas PT. PAM Bitung dan penggunaannya tidak jelas... 33

(22)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN VII DI MAKASSAR

Jl. A. P. Pettarani Telp. (0411) 854977 Fax (0411) 854995 Makassar 90222 Kepada Yth.

1. Komisaris PT. Perusahaan Air Minum (PT. PAM) Bitung 2. Direksi PT. Perusahaan Air Minum (PT. PAM) Bitung di

Bitung

LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN

Kami telah mengaudit laporan keuangan PT. PAM Bitung tanggal 31 Desember 2004 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, dan telah menerbitkan laporan kami Nomor: ….. tanggal ………… 2005.

Kami melaksanakan audit berdasarkan Standar Audit Pemerintahan yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan dan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material.

Kepatuhan terhadap hukum, peraturan, kontrak, dan bantuan yang berlaku bagi PT. PAM Bitung merupakan tanggung jawab manajemen. Sebagai bagian dari pemerolehan keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, kami melaksanakan pengujian terhadap kepatuhan PT. PAM Bitung terhadap pasal-pasal tertentu hukum, peraturan, kontrak, dan bantuan. Namun, tujuan audit kami atas laporan keuangan adalah tidak untuk menyatakan pendapat atas keseluruhan kepatuhan terhadap pasal-pasal tersebut. Oleh karena itu, kami tidak menyatakan suatu pendapat seperti itu.

(23)

Hal material dari ketidakpatuhan adalah kegagalan untuk mematuhi persyaratan, atau pelanggaran terhadap larangan, yang terdapat dalam peraturan, kontrak, atau bantuan yang menyebabkan kami mengambil kesimpulan bahwa kumpulan salah saji sebagai akibat dari kegagalan atau pelanggaran adalah material terhadap laporan keuangan. Hasil pengujian kepatuhan kami mengungkapkan hal material dari ketidakpatuhan berikut ini, yang dampaknya telah dikoreksi dalam laporan keuangan PT. PAM Bitung tahun 2004 (atau berdampak material terhadap kewajaran laporan keuangan).

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bitung No. 17 Tahun 2003, bentuk hukum PDAM Bitung telah berubah dari perusahaan daerah menjadi perseroan terbatas dan akta pendiriannya telah disahkan sesuai Surat Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia No. C-22795 HT . 01.01. TH. 2004 tanggal 10 September 2004.

PT. PAM Bitung dalam menyajikan komposisi modal pada Neraca per 31 Desember 2004 tidak sesuai dengan komposisi modal yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan dan terdapat selisih yang signifikan yaitu sebesar Rp 74.063.883.489,59 antara nilai modal yang ada di Neraca dengan nilai dalam akta pendirian, yang tidak bisa ditelusuri sebagai akibat tidak adanya bukti-bukti penyetoran dan kepemilikan saham sebagaimana diatur dalam akta pendirian.

Selain itu, PT. PAM Bitung tidak dapat melaksanakan kewajiban pembayaran angsuran pokok dan biaya administrasi pinjaman yang telah jatuh tempo seluruhnya sebesar Rp15.655.657.919,43, sebagaimana dipersyaratkan dalam perjanjian dengan Pemerintah Republik Indonesia, masing-masing perjanjian No. RDI-216/DDI/1989 tanggal 28 Maret 1989, perjanjian No. RDA-75/DDI/1992, tanggal 6 Januari 1992 dan perjanjian No. RDA.P5-137/DP3/1993 tanggal 5 Oktober 1993.

Untuk lebih jelasnya, masalah ini kami kemukakan dalam temuan no. 1 dan no. 4 pada Lampiran A

Kami mempertimbangkan hal material dari ketidakpatuhan tersebut dalam merumuskan pendapat kami apakah laporan keuangan PT. PAM Bitung menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, dan laporan ini mempengaruhi laporan kami Nomor: ……… tanggal ……….. atas laporan keuangan.

(24)

Kecuali sebagaimana dijelaskan di atas, hasil pengujian kepatuhan kami menunjukkan bahwa, berkaitan dengan unsur yang diuji, PT. PAM Bitung mematuhi, dalam semua hal yang material, pasal-pasal sebagaimana disebutkan dalam paragraf ketiga laporan ini, dan berkaitan dengan unsur yang diuji, tidak ada satu pun yang kami ketahui yang menyebabkan kami percaya bahwa PT. PAM Bitung tidak mematuhi, dalam semua hal yang material, pasal-pasal tersebut.

Namun, kami mencatat masalah-masalah tertentu berkaitan dengan kepatuhan PT. PAM Bitung terhadap pasal-pasal tertentu hukum, peraturan, kontrak, dan persyaratan bantuan disertai saran perbaikannya yang kami kemukakan dalam temuan no. 2 sampai dengan no. 4 pada Lampiran A.

Kepala Perwakilan VII BPK RI di Makassar

u.b. Pemimpin Tim Audit

Harliani Mustafa.

Reg. Negara D-16.468 Makassar, 23 Februari 2005

(25)

Lampiran A 1. Penyajian Modal dalam Neraca tidak sesuai ketentuan

Dalam rangka memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat Bitung, maka di bentuk Badan Pengelola Air Minum (BPAM) Kodya Bitung yang dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum. Selanjutnya pengelolaan tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah Kota Bitung untuk dijadikan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pendirian Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bitung ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Bitung No. 27 Tahun 1993 tanggal 27 September 2003.

Untuk meningkatkan dan mengutamakan mutu pelayanan penyediaan jasa air minum bagi masyarakat serta memperluas unit-unit usaha, maka pada Tahun 2003 dilakukan perubahan bentuk badan hukum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bitung dari Perusahaan Daerah menjadi Perseroan Terbatas Perusahaan Air Minum Bitung (PT.PAM Bitung). Perubahan status tersebut telah mendapat persetujuan dari DPRD Bitung dan telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kota Bitung Nomor 17 Tahun 2003 tanggal 5 September 2003.

Menindaklanjuti Perda tersebut, maka disusunlah Akta Pendirian PT. PAM Bitung yang dituangkan dalam Akta No. 9, tanggal 3 Oktober 2003 yang dibuat dihadapan Notaris Mintje Waani, S.H. Akta pendirian tersebut telah mendapat pengesahan sesuai Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Nomor C-22795 HT . 01.01. TH. 2004 tanggal 10 September 2004.

Sejak tanggal pengesahan tersebut, maka status hukum PDAM Kota Bitung secara sah telah berubah menjadi PT. PAM Bitung dan tunduk pada peraturan perundang-undangan yang mengatur perseroan terbatas.

Pemeriksaan atas Bagian Modal yang tercantum dalam Akta Pendirian, diketahui hal-hal berikut:

a. Modal dasar perusahaan sebesar Rp 83.116.023.000,00 yang terbagi atas 83.116,023 lembar saham;

b. Dari modal dasar tersebut, telah ditempatkan oleh para pendiri seluruhnya sebesar Rp83.116.023.000,00;

c. Seratus persen dari nilai nominal saham setiap saham yang telah ditempatkan atau seluruhnya berjumlah Rp83.116.023.000,00 telah disetor penuh dengan uang tunai kepada perseroan.

Selain itu, dalam Berita Acara Rapat Umum Luar Biasa yang dilakukan oleh para pemegang saham dan direksi pada tanggal 4 Nopember 2004 dinyatakan bahwa

(26)

hingga pada tanggal tersebut perseroan telah mengeluarkan 81.939 saham, yang tiap-tiap saham tersebut dengan nilai Rp1.000.000,00. Berdasarkan berita acara tersebut, maka jumlah modal PT. PAM Bitung sebesar Rp 81.939.000.000,00.

Dari kedua data yang diperoleh tersebut menunjukkan bahwa jumlah modal yang disetor dan lembar jumlah sahamnya tidak sama antara yang dituangkan dalam Akta Pendirian dan berita acara hasil Rapat Umum Luar Biasa atau terdapat selisih sebesar Rp1.177.023.000,00. Untuk menelusuri perbedaan itu, Tim telah melakukan upaya untuk memperoleh penjelasan terhadap Notaris dan Direksi, namun sampai saat pemeriksaan ber-akhir hal tersebut tidak dapat dijelaskan. Selain itu, Tim juga telah menyampaikan perminta-an dokumen kepada Direksi, berupa bukti penyetoran dan bukti kepemilikan saham, dengan Surat No. 04/PS/GA-PT. PAM/02/2005 tanggal 17 Februari 2005, namun sampai dengan pemeriksaan berakhir pihak Direksi tidak dapat menunjukkan dokumen-dokumen dimaksud.

Penelusuran nilai modal ke Neraca PT. PAM Bitung per 31 Desember 2004 diketahui bahwa nilai ekuitas adalah sebesar minus Rp8.677.107.651,20 (saldo debet) terdiri dari :

a. Kekayaan Pemda yang dipisahkan sebesar Rp 290.000.000,00,;

b. Penyertaan Pemerintah yang belum ditetapkan statusnya sebesar Rp 8.762.139.520,41

c. Laba/rugi tahun lalu sebesar minus Rp 18.102.356.391,17 (saldo debet) d. Laba/rugi tahun berjalan sebesar Rp 373.109.219,56.

Dari data di atas, diketahui bahwa nilai modal diluar pengaruh laba/rugi tahun lalu dan tahun berjalan sebesar Rp 9.052.139.510,41.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

a. Struktur dan nilai modal yang disajikan di Neraca per 31 Desember 2004 tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Akta Pendirian yang telah disahkan oleh Menteri Kehakiman. Dalam Neraca tidak nampak nilai modal dasarr, modal ditempatkan dan modal disetor sebagaimana pada akta pendirian.

b. Terdapat perbedaan nilai modal yang signifikan yaitu sebesar Rp 74.063.883.489,59 yang disajikan pada akta pendirian dan neraca. Nilai modal pada akta pendirian sebesar Rp 83.116.023.000,00 dan pada neraca (di luar pengaruh akumulasi laba/rugi) sebesar Rp 9.052.139.510,41.

c. Nilai modal dalam akta pendirian sebesar Rp 83.116.023.000,00 tidak didukung dengan bukti-bukti penyetoran maupun bukti kepemilikan saham sehingga nilai tersebut tidak dapat diyakini kewajarannya.

(27)

Adanya ketidaksesuaian penyajian struktur dan nilai modal dalam Neraca dan Akta Pendirian serta tidak adanya bukti-bukti penyetoran saham dan kepemilikan saham yang sah menyebabkan Tim tidak dapat melakukan pengujian yang cukup terhadap akun tersebut, sehingga Tim tidak memperoleh keyakinan yang memadai atas akun tersebut.

Perbedaan penyajian dan pengungkapan nilai modal dalam Neraca dan Akta Pendirian tersebut tidak sesuai dengan:

a. Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas:

1) Pasal 56 : Dalam waktu lima bulan setelah tahun buku perseroaan ditutup, Direksi menyusun laporan tahunan untuk diajukan kepada RUPS, yang memuat sekurang-kurangnya perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun

buku yang baru lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang

bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut.

2) Pasal 58 : Perhitungan tahunan dibuat sesuai dengan Standar Akuntansi

Keuangan.

b. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 21 tentang Akuntansi Ekuitas bagian Penyajian dan Pengungkapan, sub bagian Penyajian Modal,

1) paragraf 25 : Penyajian modal dalam neraca harus dilakukan sesuai dengan

ketentuan pada akta pendirian perusahaan dan peraturan yang berlaku serta

menggambarkan hubungan keuangan yang ada.

2) paragraf 26 : Modal dasar, modal yang ditempatkan dan modal yang disetor, nilai nominal dan banyaknya saham untuk setiap jenis saham harus dinyatakan dalam neraca.

3) paragraf 29 : Perubahan atas modal yang ditanam dalam tahun berjalan harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.

4) paragraf 30: Modal disajikan dalam neraca setelah kewajiban. Bentuk

penyajiannya sesuai akta pendirian Badan usaha tersebut, misalnya : saham

adalah penyertaan modal dalam kepemilikan perseroan terbatas.

Hal tersebut mengakibatkan modal yang disajikan dalam Laporan Keuangan tidak dapat diyakini kewajarannya.

Masalah tersebut disebabkan karena :

a. Pihak Direksi lalai tidak melakukan penyesuaian atas perubahan modal dalam laporan keuangan sesuai dengan akta pendirian.

b. Pihak Direksi tidak memelihara bukti-bukti penyetoran dan kepemilikan modal dengan tertib.

(28)

Dalam penjelasannya, Direksi PT. PAM Bitung menyatakan akan melakukan koordinasi dengan Notaris dalam mencari catatan dan bukti-bukti yang terkait.

Sehubungan dengan hal tersebut, BPK RI merekomendasikan Direksi PT. PAM Bitung untuk menyesuaikan komposisi modal yang disajikan di Neraca sesuai status yang telah ditetapkan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau jika tidak mampu, Direksi melakukan pengajuan perubahan status PT. PAM Bitung menjadi perusahaan daerah.

2. PT. PAM Bitung belum menyetor pajak yang telah dipungut sebesar Rp107.723.430,00 ke kas negara dan belum memungut Pajak Penghasilan atas pembayaran honorarium komisaris sebesar Rp 5.000.000,00.

PT. PAM Bitung selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan wajib pungut pajak, baik Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 maupun Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

Selama Tahun Buku 2004, PT. PAM Bitung telah melakukan pengadaan berbagai jenis barang dengan pihak ketiga (supplier) sebesar Rp 888.244.240,00. Pemeriksaan atas bukti pengeluaran berupa voucher dan bukti pendukungnya diketahui bahwa barang-barang tersebut telah diterima dan PT. PAM Bitung telah melakukan pemungutan pajak atas transaksi tersebut.

Adapun nilai pengadaan barang dan pajak yang telah dipungut atas transaksi selama Tahun Buku 2004 adalah sebagai berikut (dalam rupiah):

Pajak Yang Dipungut No. Bulan Nilai pengadaan (termasuk PPN)

PPN PPh Pasal 22 Jumlah 1 Januari 3.500.000,00 318.182,00 47.728,00 365.910,00 2 Pebruari 74.301.755,00 6.754.705,00 1.013.206,00 7.767.911,00 3 Maret 26.510.110,00 2.410.009,00 361.500,00 2.771.509,00 4 April 89.205.500,00 8.727.314,00 1.302.344,00 10.029.658,00 5 Mei 7.613.000,00 692.090,00 103.813,00 795.903,00 6 Juni 19.141.565,00 1.730.909,00 260.279,00 1.991.188,00 7 Juli 35.277.750,00 3.133.885,00 480.447,00 3.614.332,00 8 Agustus 100.948.010,00 9.177.090,00 1.376.558,00 10.553.648,00 9 September 26.777.500,00 2.434.316,00 365.146,00 2.99.462,00 10 Oktober 93.159.245,00 8.597.383,00 1.289.606,00 9.886.989,00 11 Nopember 152.049.335,00 13.951.028,00 2.092.652,00 16.043.680,00 12 Desember 259.760.470,00 23.614.578, 3.492.137,00 27.106.715,00 Jumlah 888.244.240,00 81.541.489,00 12.185.416,00 93.726.905,00

(29)

Data tersebut di atas menunjukkan bahwa pajak yang telah dipungut seluruhnya sebesar Rp93.726.905,00 terdiri dari PPN sebesar Rp81.541.489,00 dan PPh Pasal 22 sebesar Rp12.185.416,00. Pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa sampai dengan 31 Desember 2004, PT. PAM Bitung belum pernah melakukan penyetoran pajak yang telah dipungut tersebut ke Kas Negara, sehingga PT. PAM Bitung masih mempunyai kewajiban melakukan penyetoran PPN dan PPh Pasal 22 seluruhnya sebesar Rp93.726.905,00.

Selain itu, PT. PAM Bitung juga telah melakukan pemungutan PPh Pasal 21 atas Honor yang diberikan kepada direksi, konsultan dan pegawai seluruhnya sebesar Rp13.996.525,00, dengan rincian sebagai berikut:

N0. Bulan Besarnya Honor (Rp) PPh Yang Dipungut (Rp)

1 Januari 14.615.000,00 730.750,00 2 Pebruari 14.615.000,00 730.750,00 3 Maret 17.700.000,00 885.000,00 4 April 17.700.000,00 885.000,00 5 Mei 17.700.000,00 885.000,00 6 Juni 17.700.000,00 885.000,00 7 Juli 17.700.000,00 885.000,00 8 Agustus 17.700.000,00 885.000,00 9 September 17.700.000,00 885.000,00 10 Oktober 29.803.500,00 1.490.175,00 11 Nopember 35.400.000,00 1.770.000,00 12 Desember 17.700.000,00 885.000,00 Jumlah 279.930.500,00 13.996.525,00

Pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa PPh Pasal 21 yang dipungut sebesar Rp13.996.525,00 tersebut belum disetor ke Kas Negara.

Selain itu, selama Tahun Buku 2004, telah direalisasikan pembayaran honor komisaris seluruhnya sebesar Rp 100.000.000,00. Pemeriksaan lebih lanjut atas bukti voucher dan pendukungnya diketahui bahwa PT. PAM Bitung tidak melakukan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 atas pembayaran tersebut. Adapun besarnya PPh yang seharusnya dipungut adalah senilai 5% dari pembayaran honor atau 5% x Rp100.000.000,00 = Rp 5.000.000,00.

Dari uraian di atas, disimpulkan bahwa PT. PAM Bitung belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakan yaitu:

(30)

a. Belum menyetorkan pajak yang telah dipungutnya seluruhnya sebesar Rp107.723.430,00 terdiri dari PPN sebesar Rp81.541.489,00, PPh Pasal 22 sebesar Rp12.185.416,00 dan PPh Pasal 21 sebesar Rp13.996.525,00.

b. Belum memungut Pajak Penghasilan atas honor komisaris sebesar Rp5.000.000,00. Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan:

a. Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 17 Tahun 2000, pasal 21 yang menyatakan bahwa pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan pegawai dan bukan pegawai;

b. Undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-undang No. 18 Tahun 2000 pasal 3A ayat (3) yang menyatakan bahwa orang pribadi atau badan yang memanfaatkan barang kena pajak dan atau jasa kena pajak wajib

memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang yang

penghitungan dan tata caranya diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

c. Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-545/PJ/2000, antara lain mengatur yang menjadi pemotong PPh Pasal 21 antara lain Badan yang membayar honorarium dan pembayaran lain dan PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif umum Pasal 17a UU Tahun 2000 dikalikan dengan dengan penghasilan bruto, diantaranya untuk Honorarium yang diterima anggota Dewan Komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.

Kondisi tersebut mengakibatkan :

a. Penerimaan negara dari Pajak sebesar Rp 112.723.430,00 (Rp81.541.489,00 + Rp12.185.416,00 + Rp13.996.525,00 + Rp5.000.000,00) tidak dapat dimanfaatkan tepat waktu.

b. PT. PAM Bitung dapat dikenakan sanksi perpajakan berupa denda yang dapat membebani keuangan perusahaan.

(31)

a. Manajer Keuangan lalai tidak segera melakukan penyetoran pajak yang telah dipungut ke Kas Negara;

b. Manajer Keuangan lalai tidak memotong pajak penghasilan atas pembayaran honor komisaris.

Menanggapi permasalahan di atas, pihak Direksi akan menjadwalkan pembayaran dengan disesuaikan dengan kondisi keuangan dan akan melakukan pemotongan PPh dengan memperhitungkan dengan pembayaran bulan Februari dan Maret 2005.

Sehubungan hal tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Direksi PT. PAM Bitung agar memerintahkan Manajer Keuangan untuk:

a. Menyetor pajak yang telah dipungut seluruhnya sebesar Rp 107.723.430,00 ke kas negara;

b. Memungut pajak penghasilan atas pembayaran honor komisaris sebesar Rp5.000.000,00 dan menyetorkannya ke kas negara.

3. PT. PAM Bitung belum menyelesaikan kewajiban membayar iuran pensiun kepada DAPENMA PAMSI seluruhnya sebesar Rp 1.452.039.179,00

Dalam rangka memelihara kesinambungan penghasilan para pegawai setelah mereka memasuki masa pensiun dan meningkatkan motivasi dan ketenteraman bekerja bagi para pegawainya, PT. PAM Bitung bergabung sebagai Mitra Pendiri dan mendaftarkan pegawainya sebagai peserta pada Dana Pensiun Bersama Perusahaan Daerah Air Minum Seluruh Indonesia (DAPENMA PAMSI).

Sebagai Mitra Pendiri, PT. PAM Bitung mempunyai tanggung jawab atas kecukupan dana untuk memenuhi kewajiban membayar manfaat pensiun kepada peserta yang berhak, yaitu dengan membayar iuran yang besarnya telah ditetapkan oleh DAPENMA PAMSI. Iuran tersebut terdiri dari Iuran Pemberi Kerja yang dibayarkan oleh PT. PAM dan Iuran Peserta yang dipotong dari penghasilan pegawai PT. PAM sebesar 5% dari Penghasilan Dasar Pensiun.

Pada tahun 2004, berdasarkan Perhitungan Aktuaria yang ditunjuk oleh DAPENMA PAMSI, PT. PAM Bitung sebagai Mitra Pendiri mempunyai kewajiban membayar iuran pensiun sebesar Rp49.366.743,00 setiap bulan sehingga kewajiban selama tahun 2004 adalah sebesar Rp592.400.916,00.

Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa selama Tahun 2004, PT. PAM Bitung hanya menyetor iuran pensiun berupa iuran peserta yang dipotong dari gaji pegawai seluruhnya

(32)

sebesar Rp73.134.500,00 sedangkan Iuran Pemberi Kerja yang harus disetor PT. PAM Bitung sebesar Rp519.266.416,00 belum dibayar.

PT. PAM Bitung telah melakukan pembayaran sebesar Rp229.000.000,00 masing-masing pada bulan Agustus sebesar Rp 20.000.000,00, pada bulan September sebesar Rp60.000.000,00 dan pada bulan Oktober sebesar Rp 149.000.000,00. Namun pembayaran tersebut bukan merupakan pembayaran Iuran Pemberi Kerja, melainkan pelunasan atas tunggakan iuran pensiun tahun-tahun sebelumnya yang mencapai Rp1.161.772.763,00.

Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa PT. PAM Bitung tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai Mitra Pendiri DAPENMA PAMSI membayar iuran secara tertib. Sampai dengan 31 Desember 2004, PT. PAM Bitung mempunyai tunggakan iuran pensiun seluruhnya sebesar Rp 1.452.039.179,00 terdiri dari tunggakan Tahun 2004 sebesar Rp519.266.416,00 dan tunggakan tahun-tahun sebelumnya sebesar Rp.932.772.763,00 (Rp1.161.772.763,00 – Rp229.000.000,00)

Kondisi tersebut diatas, tidak sesuai dengan:

a. Undang-Undang No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun pasal 17:

1) Ayat (1) : Dalam hal peraturan Dana Pensiun menetapkan adanya iuran peserta, maka pemberi kerja merupakan wajib pungut iuran peserta yang dipungut setiap bulan.

2) Ayat (2) : Pemberi kerja wajib menyetor seluruh iuran peserta yang dipungutnya dan iurannya sendiri kepada Dana Pensiun selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.

b. Keputusan Menteri Keuangan No. KEP-195/KM.6/2004 tentang Pengesahan atas Peraturan Dana Pensiun Dari Dana Pensiun Bersama Perusahaan Daerah Air Minum Seluruh Indonesia:

1) Pasal 9 :

(a) Ayat (2) : Mitra Pendiri wajib membayar iuran Mitra Pendiri. (b) Ayat (3) : Mitra Pendiri wajib membayar iuran peserta Mitra Pendiri

(c) Ayat (4) : Mitra Pendiri wajib menyetor seluruh iuran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) kepada Dana Pensiun.

2) Pasal 30 Ayat (3) : Pemberi kerja wajib membayar iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan perhitungan aktuaria.

(33)

Adanya tunggakan iuran pensiun mengakibatkan proses permohonan pembayaran pensiun bagi pegawai yang memasuki masa pensiun bisa terhambat.

Masalah tersebut terjadi disebabkan Direksi PT. PAM Bitung lalai dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar iuran pensiun.

Dalam tanggapannya, pihak Direksi akan mengupayakan penyetoran kewajiban secara rutin pada tahun 2005.

Sehubungan dengan hal tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Direksi PT. PAM Bitung memerintahkan Manajer Keuangan untuk melakukan pembayaran kewajiban tunggakan iuran pensiun kepada DAPENMA PAMSI seluruhnya sebesar Rp1.452.039.179,00.

4. PT. PAM Bitung belum melunasi hutang jangka panjang dan biaya administrasi yang telah jatuh tempo seluruhnya sebesar Rp15.655.657.919,43.

Dalam rangka pengembangan perusahaan, PT. PAM Bitung telah melakukan investasi antara lain peningkatan kapasitas produksi dan penambahan instalasi jaringan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pihak PT. PAM Bitung telah menandatangani perjanjian pinjaman dengan Pemerintah Pusat, dengan nilai maksimumnya sebesar Rp.8.333.382.000,00, yang masing-masing dituangkan dalam perjanjian berikut :

1. Perjanjian Pinjaman Nomor : RDI – 216/DDI/1989, tanggal 28 Maret 1989 dengan plafond pinjaman sebesar Rp.3.489.600.000,00.

2. Perjanjian Pinjaman Nomor : RDA – 75/DDI/1992, tanggal 6 Januari 1992 dengan plafond pinjaman sebesar Rp.3.648.782.000,00.

3. Perjanjian Pinjaman Nomor : RDA.P5 – 137/DP3/1993, tanggal 5 Oktober 1993 dengan plafond pinjaman sebesar Rp.1.200.000.000,00.

Penelitian atas pelaksanaan perjanjian-perjanjian tersebut, dikemukakan sebagai berikut:

1. Perjanjian Pinjaman Nomor : RDI – 216/DDI/1989

Dalam perjanjian ini, Pemerintah Republik Indonesia memberikan pinjaman dengan jumlah setinggi-tingginya Rp.3.489.600.000,00 untuk membiayai proyek peningkatan kapasitas produksi air minum dari 120 liter/detik menjadi 225 liter/detik, penanggulangan tingkat kebocoran, dan pembuatan instalasi. Pinjaman sebesar Rp.3.489.600.000,00 tersebut telah dicairkan sesuai plafond yang disetujui.

(34)

Dalam perjanjian itu, PT. PAM Bitung disyaratkan untuk mengembalikan selama 20 tahun dengan masa tenggang selama 5 tahun. Pengembalian dilakukan dengan cara mengangsur sebanyak 30 kali angsuran pokok setiap enam bulan (per semester) yaitu setiap tanggal 15 April dan 15 Oktober dengan angsuran pertama tanggal 15 April 1994 dan berakhir tanggal 15 Oktober 2008. Selama masa peminjaman, pihak PT. PAM Bitung dikenakan Biaya Administrasi sebesar 8% pertahun dari dana pinjaman yang telah ditarik termasuk pada masa tenggang. Jumlah Biaya Administrasi selama masa tenggang akan dibayar secara angsuran sebanyak 30 kali yang dibagi secara prorata.

Pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan bahwa sampai dengan 31 Desember 2004, total kewajiban yang telah jatuh tempo berupa hutang pokok dan biaya administrasi dan belum terbayar adalah sebesar Rp5.563.106.969,08 dengan rincian pada tabel berikut :

Kewajiban yang telah jatuh tempo (rp.) No Uraian

Jumlah Pembayaran Sisa

1 Biaya Administrasi Berjalan 3.620.405.605,50 383.698.636,42 3.236.706.969,08 2 Hutang Pokok 2.675.360.000,00 348.960.000,00 2.326.400.000,00 3 Denda Biaya Administrasi 2.739.293.165,74 16.846.459,79 2.722.446.705,95 4 Denda Hutang Pokok 1.169.480.604,28 3.134.177,78 1.166.346.426,50 Jumlah 10.204.539.375,52 752.639.273,99 9.451.900.101,53 Penyelesaian hutang yang berlarut-larut mengakibatkan PT. PAM Bitung dikenakan Denda biaya administrasi dan denda hutang pokok seluruhnya sebesar Rp3.888.793.132,45.

2. Perjanjian Pinjaman Nomor : RDA – 75/DDI/1992

Pinjaman ini dimaksudkan untuk membiayai peningkatan kapasita produksi air minum dari 120 liter/detik menjadi 180 liter perdetik serta perluasan jaringan pipa distribusi. Dari plafond pinjaman sebesar Rp.3.648.782.000,00, telah dicairkan sebesar Rp.3.646.804.000,00.

Berdasarkan perjanjian, pinjaman sebesar Rp.3.646.804.000,00 dikembalikan dalam jangka waktu tiga belas tahun, termasuk masa tenggang selama tiga tahun dengan 20 kali angsuran (per semester) masing-masing tanggal 6 Januari dan 6 Juli yang dimulai pada tanggal 6 Januari 1995 dan berakhir tanggal 6 Januari 2005.

Selain itu, Pihak PT. PAM Bitung dikenakan biaya administrasi sebesar 9% per tahun atas dana pinjaman yang telah ditarik dan biaya komitmen sebesar 0,75% pertahun atas jumlah pinjaman yang belum ditarik. Biaya administrasi selama masa tenggang

(35)

tetap dikenakan dan pembayarannya dilakukan setelah masa tenggang berakhir dan dibagi secara prorata dalam 20 (dua puluh) kali angsuran.

Sampai dengan 31 Desember 2004, sisa kewajiban PT. PAM Bitung dari Pemerintah Pusat atas Perjanjian Pinjaman Nomor : RDA-75/DDI/1992 seluruhnya sebesar Rp7.805.488.498,55 dengan rincian pada tabel berikut :

Kewajiban yang jatuh tempo (Rp) No Uraian

Jumlah Pembayaran S i s a 1 Biaya Komitmen 8.074.103,53 8.073.609,03 494,50 2 Denda Biaya Komitmen 1.273.462,05 1.272.498,19 963,86 3 Biaya Administrasi Grace Periode 828.240.251,05 0,00 828.240.251,05 4 Biaya Administrasi Berjalan 3.330.443.753,00 0,00 3.330.443.753,00 5 Hutang Pokok 3.646.804.000,00 0,00 3.646.804.000,00 6 Denda Hutang Pokok 1.582.714.672,00 0,00 1.582.714.672,00 7 Denda Biaya Administrasi 3.608.355.338,86 0,00 3.608.355.338,86 JUMLAH 13.005.905.580,50 9.346.107,22 12.996.559.473,28 Berlarut-larutnya, penyelesaian hutang tersebut, mengakibatkan PT. PAM Bitung harus menanggung denda sebesar Rp.5.191.070.974,72.

3. Perjanjian Pinjaman Nomor : RDA.P5 - 137/DP3/1993

Pinjaman tersebut untuk membiayai peningkatan pelayanan dari 50% penduduk Kota Bitung menjadi 80%, dengan cara menambah kapasitas produksi air sebanyak 50 liter/detik

Dalam perjanjian pinjaman, PT. PAM Bitung harus membayar angsuran pokok persetengah tahun selama lima belas tahun termasuk masa tenggang selama tiga tahun. Pengembalian pinjaman diangsur sebanyak dua puluh empat kali dan PT. PAM Bitung dikenakan biaya administrasi sebesar 10,5% per tahun atas dana pinjaman yang telah ditarik dan biaya komitmen sebesar 0,75% pertahun atas jumlah pinjaman yang belum ditarik. Biaya administrasi selama masa tenggang tetap dikenakan dan dikapitalisir menjadi pokok pinjaman pada setiap tanggal jatuh tempo yang terhitung sejak tanggal pertama kali dilakukan pemindahbukuan dana ke rekening Pihak PT. PAM Bitung.

Dari plafond pinjaman sebesar Rp.1.200.000.000,00 telah dicairkan sebesar Rp.1.197.579.000,00. Dari jumlah tersebut ditambah dengan bunga selama masa tenggang sebesar Rp.308.140.450,29 yang dikapitalisir kedalam pokok pinjaman menjadikan pokok pinjaman pada tanggal 15 Oktober 1996 (tanggal berakhirnya masa tenggang) sebesar Rp.1.505.719.450,29.

(36)

Sampai dengan 31 Desember 2004 jumlah keseluruhan kewajiban yang telah jatuh tempo berupa hutang pokok dan biaya administrasi seluruhnya sebesar Rp2.287.062.451,80 dengan rincian berikut :

Kewajiban yang telah jatuh tempo (Rp) No Uraian

Jumlah Pembayaran Sisa 1 Biaya Komitmen 6.617.815,71 6.617.815,71 0,00 2 Denda Biaya Komitmen 128.467,39 128.467,39 0,00 3 Biaya Administrasi 1.283.249.401,51 0,00 1.283.249.401,51 4 Hutang Pokok 1.003.813.050,29 0,00 1.003.813.050,29 5 Denda Hutang Pokok 878.824.920,60 0,00 878.824.920,60 6 Denda Biaya Administrasi 286.557.328,12 0,00 286.557.328,12 Jumlah 3.459.190.983,62 6.746.283,10 3.452.444.700,52 Penyelesaian pinjaman yang telah jatuh tempo yang berlarut-larut menyebabkan PT. PAM Bitung dikenai Denda Hutang Pokok dan Denda Biaya Administrasi masing-masing Rp878.824.920,60 dan Rp286.557.328,12 .

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa PT. PAM Bitung tidak mampu memenuhi kewajibannya membayar hutang pokok dan biaya administrasi seluruhnya sebesar Rp15.655.657.919,43 sebagaimana disyaratkan dalam 3 (tiga) buah perjanjian pinjaman kepada Pemerintah RI.

Hal tersebut diatas tidak sesuai dengan :

1. Perjanjian Pinjaman Nomor : RDI-216/DDI/1989 tanggal 28 Maret 1989 a. Pasal 7 Pembayaran Kembali Pinjaman dan Biaya Administrasi :

1). Ayat (1) yang menyatakan bahwa Pembayaran kembali pokok pinjaman dilakukan dalam 30 kali angsuran persetengah-tahunan yang sama besarnya pada setiap tanggal 15 April dan 15 Oktober, dengan angsuran pertama dilakukan pada tanggal 15 April 1994.

2). Ayat (2) yang antara lain menyatakan bahwa Pihak Kedua (PT. PAM Bitung) diwajibkan membayar biaya adminstrasi sebesar 8% pertahun dihitung sejak tanggal pertama kali dilakukan pemindahbukuan dana oleh Pihak Pertama ke rekening Pihak Kedua.

3). Ayat (3) yang menyatakan bahwa dalam hal terjadi tunggakan pembayaran biaya administrasi dan pokok pinjaman dari masing-masing tanggal jatuh tempo, maka setiap pembayaran yang berikutnya dilakukan terlebih dahulu akan dianggap dan diperhitungkan sebagai pelunasan tunggakan biaya administrasi.

(37)

b. Pasal 8 tentang pelanggaran dan sanksi :

1). Ayat (2) point b yang menyatakan bahwa terhitung sejak terjadinya tunggakan pembayaran/kelambatan pembayaran kembali pokok pinjaman, Pihak Kedua dikenakan denda sebesar 10% pertahun atas jimlah yang tertunggak.

2). Ayat (2) point c menyatakan bahwa terhitung sejak terjadinya tunggaka/kelambatan pembayaran biaya administrasi dan biaya commitment charge, maka biaya administasi dan commitment charge dikenakan denda 18% pertahun.

2. Perjanjian Pinjaman Nomor : RDA-75/DDI/1992 tanggal 6 Januari 1992 ;

a. Pasal 7 tentang pembayaran kembali pokok pinjaman dan biaya adminstrasi : 1). Ayat (1) menyatakan bahwa pembayaran kembali pokok pinjaman oleh Pihak

Kedua (Pihak PT. PAM Bitung) kepada Pihak Pertama dilakukan dalam 20 kali angsuran setiap setengah tahunan yang sama besarnya pada setiap tanggal 6 Januari dan 6 Juli dengan angsuran pertama dilakukan pada tanggal 6 Juli 1995 dan berakhir pada tanggal 6 Januari2005.

2). Ayat (2) yang menyatakan bahwa Pihak Kedua diwajibkan membayar biaya administrasi sebesar 9% terhitung sejak hari dan tanggal pemindahbukuan dana ke rekening Pihak Kedua.

3). Ayat (3) dalam hal terjadi tunggakan pembayaran biaya administrasi, pokok pinjaman dan denda dari masing-masing tanggal jatuh tempo, maka setiap pembayaran yang dilakukan oleh Pihak Kedua terlebih dahulu akan dianggap dan diperhitungkan sebagai pelunasan biaya administrasi.

4). Ayat (4) yang antara lain menyatakan bahwa Pihak Kedua diwajibkan membayar biaya administrasi serta seluruh pokok pinjaman tanpa menunggu surat tagihan dari Pihak Pertama.

b. Pasal 8 tentang pelanggaran dan sanksi :

1). Ayat (2) point b terhitung sejak terjadinya tunggakan/kelambatan pembayaran kembali pokok pinjaman, Pihak Kedua dikenakan denda sebesar 9% per tahun atas jumlah yang tertunggak.

2). Ayat (2) point c terhitung sejak terjadinya tunggakan/kelambatan pembayaran biaya administrasi dan biaya komitmen maka biaya administrasi dan biaya komitmen yang tertunggak tersebut dikenakan denda sebesar 18% per tahun. 3. Perjanjian Pinjaman Nomor : RDA.P5-137/DP3/1993 tanggal 15 Oktober 1993

a. Pasal 7 tentang pembayaran kembali pokok pinjaman dan biaya adminstrasi : 1). Ayat (1) menyatakan bahwa pembayaran kembali pokok pinjaman oleh Pihak

(38)

angsuran setiap setengah tahunan yang sama besarnya pada setiap tanggal 15 April dan 15 Oktober dengan 8angsuran pertama dilakukan pada tanggal 15 April 1997 dan berakhir pada tanggal 15 Oktober 2008.

2). Ayat (2) yang menyatakan bahwa Pihak Kedua diwajibkan membayar biaya administrasi sebesar 10,5% pertahun pada setiap tanggal 15 April dan 15 Oktober setiap tahunnya.

3). Ayat (4) dalam hal terjadi tunggakan pembayaran biaya administrasi, pokok pinjaman dan denda dari masing-masing tanggal jatuh tempo, maka setiap pembayaran yang berikutnya dilakukan oleh Pihak Kedua terlebih dahulu akan dianggap dan diperhitungkan sebagai pelunasan danda dan/atau biaya administrasi.

b. Pasal 8 tentang pelanggaran dan sanksi :

1). Ayat (2) point b terhitung sejak terjadinya tunggakan/kelambatan pembayaran kembali pokok pinjaman, Pihak Kedua dikenakan denda sebesar 7,5% per tahun atas jumlah yang tertunggak.

2). Ayat (2) point c terhitung sejak terjadinya tunggakan/kelambatan pembayaran biaya administrasi dan biaya komitmen maka biaya administrasi dan biaya komitmen yang tertunggak tersebut dikenakan denda sebesar 18% per tahun. Ketidakmampuan dalam melakukan pembayaran angsuran hutang pokok dan biaya administrasi mengakibatkan PT. PAM Kota Bitung dikenakan Denda Biaya Komitmen, Denda Biaya Administrasi dan Denda Hutang Pokok seluruhnya sebesar Rp10.245.246.355,89 yang akan membebani keuangan perusahaan

Hal tersebut diatas disebabkan tidak ada analisis yang memadai terutama pada analisis kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban pengembalian pinjaman.

Pihak manajemen menjelaskan bahwa PT. PAM Bitung telah mengajukan permohonan reschedulling pokok pinjaman dan pemutihan denda dan biaya administrasi lainnya dan telah diakomodir PERPAMSI untuk diteruskan ke Menteri Keuangan, namun hasilnya belum ada.

Sehubungan dengan hal tersebut, BPK RI merekomendasikan kepada Pihak Direksi untuk menganggarkan dan melakukan pembayaran pinjaman secara bertahap.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

(39)

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERWAKILAN VII DI MAKASSAR

Jl. A. P. Pettarani Telp. (0411) 854977 Fax (0411) 854995 Makassar 90222 Kepada Yth.

3. Komisaris PT. Perusahaan Air Minum (PT. PAM) Bitung 4. Direksi PT. Perusahaan Air Minum (PT. PAM) Bitung di

Bitung

LAPORAN AUDITOR INDEPENDEN

Kami telah mengaudit laporan keuangan PT. PAM Bitung tanggal 31 Desember 2004 dan untuk tahun yang berakhir pada tanggal tersebut, dan telah menerbitkan laporan kami Nomor: ………… tanggal ……Februari 2005.

Kami melaksanakan audit berdasarkan Standar Audit Pemerintahan yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan dan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Standar tersebut mengharuskan kami untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material.

Dalam perencanaan dan pelaksanaan audit kami atas laporan keuangan PT. PAM Bitung untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2004, kami mempertimbangkan pengendalian intern entitas tersebut untuk menentukan prosedur audit yang kami laksanakan untuk menyatakan pendapat kami atas laporan keuangan dan tidak dimaksudkan untuk memberikan keyakinan atas pengendalian intern tersebut.

Manajemen PT. PAM Bitung bertanggung jawab untuk menyusun dan memelihara suatu pengendalian intern. Dalam memenuhi tanggung jawabnya tersebut, diperlukan estimasi dan pertimbangan dari pihak manajemen tentang taksiran manfaat dan biaya yang berkaitan dengan pengendalian intern. Tujuan suatu pengendalian intern adalah untuk memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan absolut, kepada manajemen bahwa aktiva terjamin keamanannya dari kerugian sebagai akibat pemakaian atau pengeluaran yang tidak diotorisasi dan bahwa transaksi dilaksanakan dengan otorisasi manajemen dan

(40)

dicatat semestinya untuk memungkinkan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Karena adanya keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern, kekeliruan atau ketidakberesan dapat saja terjadi dan tidak terdeteksi. Begitu juga, proyeksi setiap evaluasi atas pengendalian intern ke periode yang akan datang mengandung risiko bahwa suatu prosedur menjadi tidak memadai lagi karena perubahan kondisi yang terjadi atau efektivitas desain dan operasi pengendalian intern tersebut telah berkurang.

Untuk tujuan laporan ini, kami menggolongkan pengendalian intern signifikan ke dalam kelompok berikut ini:

- Lingkungan Pengendalian - Penaksiran Risiko

- Aktivitas Pengendalian - Informasi dan Komunikasi - Pemantauan

Untuk semua golongan pengendalian intern tersebut di atas, kami memperoleh pemahaman tentang desain pengendalian intern yang relevan dan apakah pengendalian intern tersebut dioperasikan, serta kami menentukan risiko pengendalian.

Kami menemukan masalah-masalah tertentu berkaitan dengan pengendalian intern dan operasinya yang kami anggap sebagai kondisi yang dapat dilaporkan berdasarkan Standar Audit Pemerintahan yang ditetapkan Badan Pemeriksa Keuangan dan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. Kondisi yang dapat dilaporkan merupakan masalah-masalah yang kami ketahui berkaitan dengan kelemahan signifikan dalam desain atau operasi pengendalian intern yang, berdasarkan pertimbangan kami, dapat berakibat negatif terhadap kemampuan entitas dalam mencatat, mengolah, meringkas, dan melaporkan data keuangan konsisten dengan asersi manajemen dalam laporan keuangan. PT. PAM Bitung, dalam menyajikan nilai aktiva tetap dalam Neraca senilai Rp12.143.379.893,61 tidak didukung dengan Daftar Aktiva Tetap yang merinci jenis aktiva tetap, harga perolehan, tanggal perolehan, penyusutan dan sumber dana yang dapat mendukung saldo aktiva tetap dalam Neraca per 31 Desember 2004. Selain itu, buku inventaris tidak memuat aktiva tetap secara keseluruhan dan tidak dikerjakan secara lengkap dan mutakhir.

Pencatatan persediaan juga belum dilaksanakan secara tertib yang mengakibatkan terjadinya selisih saldo bahan operasi kimia dan bahan instalasi antara catatan pembukuan, catatan gudang dan hasil stock opname. Selain itu, terdapat pemakaian persediaan dan bahan instalasi hanya menggunakan bon sementara yang belum dipertanggungjawabkan tidak mengikuti pedoman akuntansi perusahaan air minum.

Untuk lebih jelasnya, masalah ini kami kemukakan dalam temuan no.1 pada Lampiran B. Suatu kelemahan material adalah kondisi yang dapat dilaporkan yang didalamnya desain dan operasi satu atau lebih komponen pengendalian intern tidak mengurangi risiko ke tingkat yang relatif rendah tentang terjadinya kekeliruan dan ketidakberesan dalam jumlah

(41)

yang material dalam hubungannya dengan laporan keuangan auditan dan tidak terdeteksi dalam waktu semestinya oleh karyawan dalam pelaksanaan normal fungsi yang ditugaskan kepadanya.

Pertimbangan kami atas pengendalian intern tidak perlu mengungkapkan semua masalah dalam pengendalian intern yang mungkin merupakan kondisi yang dapat dilaporkan, oleh karena itu, tidak perlu mengungkapkan semua kondisi yang dapat dilaporkan yang mungkin juga dianggap sebagai kelemahan material sebagaimana didefinisikan di atas. Namun, kami yakin bahwa tidak ada satu pun kondisi yang dapat dilaporkan di atas merupakan kelemahan material.

Kami juga menemukan masalah-masalah lain tentang pengendalian intern dan operasinya disertai saran perbaikannya yang kami kemukakan dalam temuan no. 2 sampai dengan no. 6 pada Lampiran B.

Laporan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi bagi Manajemen dan Dewan Komisaris. Namun apabila laporan ini merupakan catatan publik distribusinya tidak terbatas.

Kepala Perwakilan VII di Makassar u.b. Pemimpin Tim Audit

Harliani Mustafa.

Reg.Negara No. D-16.468 Makassar, 23 Februari 2005

Referensi

Dokumen terkait

Dibawah ini yang bukan merupakan cara beriman kepada Allah SWT adalah ……a. Allah SWT tidak pernah membutuhkan bantuan orang lain, karena SWT memiliki

Dalam rangka mewujudkan Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP) di sekitar bandar udara internasional di Kwala Namu yang dimaksudkan untuk menjamin keamanan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan berkaitan dengan pengaruh kompetensi, lingkungan kerja fisik dan motivasi terhadap kepuasan

Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2008) dan Kushartanti (2011) yang menyatakan bahwa kontribusi brain gym terhadap keseimbangan tubuh

#asta gigi yang baik adalah pasta gigi yang mengandung fluor, karena fluor  akan bereaksi dengan email gigi dan membuat email lebih tahan terhadap serangan asam. #asta

Mengatur tingkat listrik sinyal pengukuran Kalau ini dijadikan nilai lain yang berbeda dengan "off ", sinyal pengukuran akan keluar dari pembesar suara. Tekan

merupakan perkebunan PT Perkebunan Negara (PTPN) sedangkan 96% merupakan perkebunan rakyat. Kabupaten Brebes mempunyai komoditas andalan tanaman perkebunan yang bersifat

Kepuasan wisatawan tentunya dapat dihasilkan dari daya tarik wisata yang dimiliki oleh destinasi tersebut, aktifitas yang disediakan oleh destinasi, fasilitas yang