• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan avifauna Taman Nasional Baluran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "laporan avifauna Taman Nasional Baluran"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Keanekaragaman Spesies Avifauna di Kawasan Taman Nasional Baluran,

Jawa Timur

Titi Rindi ANTIKA 1, Rizka RAHMAWATI1, Ika Puspita SARI1, Kufah Nur AFIFAH1,Yohanes DANIAR1,Khoirun NISAK1

Ekologi Project 2014, Laboratorium Ekologi 1

Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember

ABSTRAK

Burung merupakan salah satu kelompok vertebrata terbesar yang banyak dikenal, Bentuk tubuh burung umumnya seperti gelendong benang yang kedua ujungnya melancip. Kelebihan bentuk tersebut adalah untuk memudahkan burung ketika menembus udara saat terbang, atau ketika menembus air pada waktu berenang. Warna bulu burungbermacam-macam. Burung-burung dari daerah yang kering warnanya cenderung warnanya pucat, sedangkan pada daerah yang lembab warnanya lebih gelap. Sayap pada burung digunakan untuk terbang, tapi pada beberapa burung air dimodifikasi untuk menggerakan badannya di dalam air, sayapnya telah berdegenerasi sehingga tidakdapat terbang, ekornya digunakan untuk mengemudi dan keseimbangan badan.Dalam penelitian ini dilakukan pengamatan pada keanekaragaman spesies avifauna dengan tujuan untuk memahami cara identifikasi jenis burung di suatu komunitas serta mampu membandingkan dan memberikan argumentasi jenis burung pada suatu komunitas dengan dikaitkan habitatnya. Penelitian dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 04 April 2014 pada pukul 09.00-11.00 WIB di kawasan Taman Nasional Baluran serta penelitian kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 05 April 2014 pada pukul 07.00-10.00 WIB. Tiap kelompok melakukan pengamatan dengan kombinasi, gabungan dari metode line transect dan teknik hitung (point count). Ditentukan empat titik,dengan setiap titik waktu pengamatan 20menit, pada setiap titik diidentifikasi tiap jenis burung yang terdapat pada titik tersebut.

Kata Kunci : Avifauna, Keanekaragaman, Line transect, Point count 1. PENDAHULUAN

Burung merupakan satwa liar yang hidup di alam dan mempunyai peranan penting dalam menjaga kelestarian lingkungan contohnya sebagai pengontrol hama, pemencar biji dan sebagai pollinator (Purwantoro, 2005). Lingkungan yang dianggap sesuai sebagai habitat bagi burung akan menyediakan makanan, tempat berlindung maupun tempat berbiak yang sesuai bagi burung (Whitten, 1996).

Setiap jenis burung mempunyai cara tersendiri untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, penyesuaian yang dilakukan dapat berupa perubahan perilaku maupun pergerakan untuk menghindar (Purwantoro, 2005). Burung memiliki persebaran merata secara vertical maupun horizontal. Persebaran dan keanekaragaman burung pada setiap wilayah berbeda, hal tersebut dipengaruhi oleh luasan habitat, struktur vegetasi, serta kualitas habitat di masing-masing wilayah

(2)

(Bibby, 1998). Burung dapat digunakan sebagai indikator perubahan ekosistem pada suatu lingkungan, hal ini dikarenakan burung adalah satwa dengan mobilisasi tinggi dan dinamis sehingga dapat dengan cepat merespon perubahan yang terjadi di lingkungan (Whitten, 1996). Menurut McKinnon (2000) burung dapat dibedakan menjadi beberapa kategori sesuai dengan fungsi dan peranannya masing-masing. Berdasarkan habitatnya dikategorikan menjadi burung air dan burung non-air. Menurut Setyawan (1999) burung air merupakan jenis burung yang seluruh maupun sebagian aktifitas hidupnya berkaitan dengan daerah perairan atau lahan basah sedangkan burung non-air merupakan jenis burung yang aktifitas hidupnya berada di daratan terrestrial (tanah) dan arboreal (pohon). Burung merupakan komponen penting dalam siklus rantai makanan di sebuah kawasan. Burung berperan dalam membantu proses penyebaran biji-bijian, membantu proses penyerbukan pada bunga, dan sebagai indikator pencemaran lingkungan. Untuk kepentingan konservasi burung perlu adanya pendataan keragaman dan kemelimpahan burung di kawasan tertentu, terutama di Taman nasional baluran Jawa Timur.

Burung merupakan salah satu satwa yang dapat dijadikan sebagai bio indikator bagi lingkungan (mcKinnon et al, 2000). Di Jawa dan Bali memiliki kekayaan avifauna sebanyak 494 spesies. Jumlah tersebut mencakup setengah dari famili burung di dunia. Jenis avifauna yang dijumpai tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu burung penetap (368 spesies, 24 endemik) dan 126 spesies burung migran (Whitten et al, 1996). Menurut Peterson (1971) salah satu faktor yang mendukung suatu persebaran dan

kemampuan bertahan suatu jenis burung pada satu area adalah variasi karakter morfologi. Dimana terdapat variasi pada ukuran, lapisan bulu, bentuk paruh, bentuk kaki, pada tiap spesies. Faktor lain yang menentukan keanekaragaman jenis burung pada suatu habitat adalah kerapatan kanopi. Habitat yang mempunyai kanopi yang relatif terbuka akan digunakan oleh banyak jenis burung untuk melakukan aktivitasnya, dibandingkan dengan habitat yang rapat dan tertutup (Zakaria, 2009). Taman Nasional sebagai kawasan konservasi adalah sebuah strategi pelestarian. Kelestarian ekosistem, habitat, flora dan satwanya. Avifauna Jawa dan Bali telah menjadi contoh betapa pentingnya kondisi habitat terhadap kelangsungan hidup fauna yang menghuninya (McKinnon, dkk., 2000). Dari tujuh bioregion yang memiliki sejumlah burung terancam punah di Indonesia, pulau Jawa dan Bali berada pada urutan tertinggi setelah Sumatera dengan kondisi habitat endemiknya berstatus sangat kritis (McKinnon, dkk., 2000). Pada penelitian ini akan dibahas tentang bagaimana mengetahui keanekaragaman spesies avifauna di kawasan Taman Nasional Baluran.

2. METODOLOGI

Pengamatan avifauna dilakukan di kawasan Taman Nasional Baluran. Pengamatan avifauna ini dilakukan pada dua hari, yaitu hari Jumat dan Sabtu yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Baluran Banyuwangi, Jawa Timur. Untuk pengamatan hari pertama dilaksanakan pada hari Jumat pada pukul 09.00-11.00 WIB, sedangkan pengamatan kedua dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 05 April 2014 pada pukul 07.00-10.00 WIB.

(3)

Gambar 1. Lokasi Pengamatan Avifauna

Pengamatan avifauna dilakukan pada titik koordinat Elev 52ft S=07°50'.743" E= 114°27'.483". pengamatan dilakukan dengan kombinasi, teknik yang dilakukan yaitu dengan menggabungkan dua teknik. Pertama digunakan metode line transect dan metode teknik hitung (point count). Metode line transect, transek yang digunakan sepanjang 30 meter dan lebar kiri-kanan 10 meter atau pandangan mata pengamat. Selanjutnya metode point count, digunakan lingkaran dengan radius 50 meter pada empat titik yaitu 0 m, 100 m, 200 m, dan 300 m. dengan metode point count diutamakan pengamatan pada burung yang sedang makan atau bertengger pada pohon-pohon sepanjang lokasi pengamatan. Selain itu dilakukan pula analisis vegetasi, hal itu dimungkingkan ada kaitan antara burung yang ditemukan dengan vegetasi tempat dia ditemukan, hal ini dapat dikaitkan dengan pola makan, jenis makanan ataupun perilaku “nesting”. Dilakukan

pengamatan sekitar 20 menit pada setiap titik. Diidentifikasi serta dihitung semua jenis burung yang teramati mau pun hanya suaranya yang terdengar. Dicatat pula perilaku (terbang atau bertengger), serta kategori tegakan apabila burung bertengger. Dimasukkan data yang diperoleh pada table data. Selanjutnya dicari nilai indeks-indeks ekologi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Metode pengamatan avifauna a. Metode Transek (Jalur)

Untuk vegetasi padang rumput penggunaan metode plot kurang praktis. Oleh karena itu digunakan metode transek, yang terdiri dari :

- Line Intercept (Line Transect), yaitu suatu metode dengan cara menentukan dua titik sebagai pusat garis transek. Panjang garis transek dapat 10 m, 25 m, 50 m atau 100 m. Tebal garis transek biasanya 1 cm. Garis transek kemudian dibuat segmen-segmen yang

(4)

panjangnya 1 m, 5 m atau 10 m. Selanjutnya dilakukan pencatatan, penghitungan dan pengukuran panjang penutupan semua spesies tumbuhan pada segmen-segmen tersebut.

-Belt Transect, yaitu suatu metode dengan cara mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi. Transek dibuat memotong garis topografi dari tepi laut ke pedalaman, memotong sungai atau menaiki dan menuruni lereng pegunungan. Lebar transek 10 – 20 m dengan jarak antar transek 200 – 1000 m (tergantung intensitas yang dikehendaki). Untuk kelompok hutan yang luasnya 10.000 ha, intensitas yang digunakan 2 % dan hutan yang luasnya 1.000 Ha atau kurang intensitasnya 10 %.

- Strip Sensus, yaitu pada dasarnya sama dengan line transect hanya saja penerapannya ekologi vertebrata terestrial (daratan). Metode ini meliputi berjalan sepanjang garis transek dan mencatat spesies-spesies yang diamati di sepanjang garis transek tersebut. Data yang dicatat berupa indeks populasi (indeks kepadatan). Metode Point count adalah metode sensus satwa dengan konsep dan teori yang sama dengan line transects, namun petak contoh yang dipergunakan berbentuk lingkaran dengan radius tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan (Krebs,1989). b. Metode Kuadran

pada umumnya dilakukan jika hanya vegetasi tingkat pohon saja yang menjadi bahan penelitian. Metode ini mudah dan lebih cepat digunakan untuk mengetahui komposisi, dominansi pohon dan menaksir volumenya. Ada dua macam metode yang umum digunakan : - Point-quarter, yaitu metode yang penentuan titik-titik terlebih dahulu

ditentukan disepanjang garis transek. Jarak satu titik dengan lainnya dapat ditentukan secara acak atau sistematis. Masing-masing titik dianggap sebagai pusat dari arah kompas, sehingga setiap titik didapat empat buah kuadran. Pada masing-masing kuadran inilah dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan satu pohon yang terdekat dengan pusat titik kuadran. Selain itu diukur pula jarak antara pohon terdekat dengan titik pusat kuadran. - Wandering-quarter, yaitu suatu metode dengan cara membuat suatu garis transek dan menetapkan titik sebagai titik awal pengukuran. Dengan menggunakan kompas ditentukan satu kuadran (sudut 90°) yang berpusat pada titik awal tersebut dan membelah garis transek dengan dua sudut sama besar. Kemudian dilakukan pendaftaran dan pengukuran luas penutupan dan jarak satu pohon terdekat dengan titik pusat kuadran (Soegianto, 1994). Penarikan contoh sampling dengan metode-metode diatas umumnya digunakan pada penelitian-penelitian yang bersifat kuantitatif.

3.1.1Macam-macam metode pengamatan avifauna.

Metode pengamatan avifauna yang digunakan dalam praktikum ini ada 2 yaitu metode point count dan line transect. Metode Point count adalah metode sensus satwa dengan konsep dan teori yang sama dengan line transects, namun petak contoh yang dipergunakan berbentuk lingkaran dengan radius tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan. Sedangkan Untuk metode line transect adalah metode yang umumnya digunakan untuk sensus primata, burung dan herbivora besar. Garis transek merupakan suatu petak contoh, dimana seorang pengamat/pencatat berjalan sepanjang garis transek dan

(5)

mencatat setiap jenis satwa liar yang dilihat baik jumlah maupun jaraknya dari pencatat (Krebs,1989).

3.1.2 Kelebihan dan Kekurangan

Metode Point count adalah metode sensus satwa dengan konsep dan teori yang sama dengan line transects, namun petak contoh yang dipergunakan berbentuk lingkaran dengan radius tertentu dan tidak tergantung pada kecepatan (Krebs,1989). Keuntungan dari metode point count ini adalah lebih efisien, dimana peneliti dapat meletakkan beberapa titik pengamatan yang terdistribusi secara random di lokasi pengamatan. Metode point count ini digunakan dengan cara mengamati keberadaan satwa secara langsung dan dengan mendengarkan suaranya, di dalam lingkaran dengan radius yang telah ditetapkan. Jarak antar titik tidak boleh kurang dari 200 m di seluruh lokasi penelitian, jika titik terlalu dekat akan ada invidu yang terhitung lebih pada beberapa titik. Periode waktu yang dipergunakan adalah 10 menit untuk tiap titik, dengan menunggu 2 menit saat kedatang pada titik pengamatan. Setiap titik yang dibuat dilakukan pencatatan koordinat dengan menggunakan Global Positioning System (GPS). Asumsi yang dipergunakan dalam metode ini yaitu bahwa Burung tidak mendekati pengamat atau terbang, Burung yang ada dalam sample dapat terdeteksi 100%, Burung tidak bergerak selama perhitungan, Burung berperilaku bebas (tidak tergantung satu sama lain), Pelanggaran terhadap asumsi tersebut tidak berpengaruh terhadap habitat atau desain studi, Estimasi jarak akurat, Burung dapat teridentifikasi dengan baik seluruhnya (Bolen,1995).

Point count ini memiliki kelebihan jika digunakan pada topografi yang sulit

dan juga metode point count ini lebih efisien, dimana peneliti dapat meletakkan beberapa titik pengamatan yang terdistribusi secara random di lokasi pengamatan (Buckland, 1993). Metode point count lebih mengutamakan burung yang sedang bertengger pada pohon-pohon dilokasi pengamatan sehingga kekurangan dari metode ini adalah fokusan pengamatannya terbagi menjadi dua yaitu antara spesies burung itu dan cara makan serta pengamatan terhadap pohon yang digunakan untuk bertengger (Buckland, 1993).

Untuk metode line transect yaitu adalah metode yang umumnya digunakan untuk sensus primata, burung dan herbivora besar. Garis transek merupakan suatu petak contoh, dimana seorang pengamat/pencatat berjalan sepanjang garis transek dan mencatat setiap jenis satwa liar yang dilihat baik jumlah maupun jaraknya dari pencatat (Krebs,1989).

Pada pengamatan ini metode line transek menggunakan transek sepanjang 300 meter dan lebar kiri-kanan 10 meter atau sejauh pandangan mata. Keuntungan dari metode ini adalah Metode transek ini dapat dipergunakan untuk mencatat data dari beberapa jenis satwa secara bersamaan. Asumsi-asumsi yang dipergunakan dalam metode ini adalah satwa dan garis transek terletak secara random, Satwa tidak bergerak/pindah sebelum terdeteksi, Tidak ada satwa yang terhitung dua kali (double account), Seekor satwa atau kelompok satwa berbeda satu sama lainnya. Seekor satwa yang terbang tidak mempengaruhi kegiatan satwa yang lainnya, Respon tingkah laku satwa terhadap kedatangan pengamat tidak berubah selama dilakukan sensus, Habitat homogen, bila tidak homogen dapat dipergunakan stratifikasi . kerugian dari

(6)

metode line transect ini adalah kurange terfolusnya pengamat pada burung yang teramati katena jarak kiri dan kanan nya yang relatif dekat yaitu hanya 10 meter saja sehingga kurang banyak spesies yang mungkin akan ditemukan atau terodentifikasi sedangkan jarak transek 300 meter dan pengamatan sejauh pandangan mata akan lebih menyulitkan dan menyempitkan ruang pengamatan (Buckland, 1993).

3.1.3 Alasan Pengguaan Metode Kombinasi

Metode point count lebih efisien, dimana peneliti dapat meletakkan beberapa

titik pengamatan yang terdistribusi secara random di lokasi pengamatan Dalam pengamatan avifauna digunakan pengkombinasian metode untuk mendapatkan data yang lebih representatif. Sedangkan Metode transek ini dapat dipergunakan untuk mencatat data dari beberapa jenis satwa secara bersamaan. Sehingga pengkombinasian metode pengamatan memungkinkan untuk mendapatkan data yang lebih valid untuk membandingkan habitat, keragaman, serta kelimpahan suatu spesies dalam area tertentu.

3.2 Analis Data

3.2.1 Dominansi Spesies Avifauna di daerah Savana Bekol

Gambar 2. Diagram Pie Dominansi Spesies Avifauna di Savana Bekol (Transek 5)

Diagram pie diatas merupakan diagram dominansi spesies avifauna yang ada di transek 5 yaitu di savana bekol. Pada tansek 5 terdapat spesies 11 spesies yaitu Collocalia linchi, Orthotomus surtorius, Anthracoceros albirostris, Pycnonotus goiavier, Dicaeum trochileum, Cynnyris jugularis, Pycnonotus aurigaster,

Halchyon chloris, Lonchura punctulata, Streptopelia chinensis, Dendrocopus macei. Selanjutnya dalah penentuan spesies yang mendominasi pada transek tersebut. Berdasarkan diagram pie diatas, spesies dikatakan mendominasi apabila lebih dari 5%. Pada daerah ini avifauna yang paling mendominansi adalah

(7)

Collocalia linchi dengan persentase tertinggi yaitu 35%. Kemudian, spesies yang mendominasi kedua adalah Orthotomus surtoris dengan persentase 13%, ketiga adalah Anthrococeros albinostris dengan persentase 10%, keempat adalah Pycnonotus goiavier dengan persentase 10%, Kelima adalah Dicaeum trochileum dengan persentase 9%, Keenam adalah, Cynnyris jugularis dengan persentase 7%. Selanjutnya adalah spesies yang kurang mendominasi pada transek ini ataudisebut dengan semi dominansi. Dikatakan subdominansi jika persentasenya berkisar antara 2% - 5%. Pertama adalah Pycnonotus aurigaser dengan persentase 4%. Kedua Halchyon chloris dengan persentase 3%, Keempat adalah Lonchura punctulata dengan persentase 3%, Kelima adalah Streptopelia chinensis dengan persentase 3%. Kemudian spesies yang tidak mendominasi, dikatakan tidak dominan jika persentase kurang dari 2% di transek ini adalah Dendrocopus macei dengan persentase 1%( Winnasis, 2009).

Dominansi yang ditunujukkan pada diaram pie tersebut mengenai dominansi sesuai dengan buku “Burung - Burung Taman Nasional Baluran”. Dalam buku “ Burung - Burung Taman Nasional Baluran” Walet Linchi (Collocalia linchi) familia Apodidae merupakan burung yang sangat umum di Taman Nasional Baluran. Aktif sepanjang hari, terbang tanpa lelah. Tipe vegetasi yang relatif terbuka yang ada di Taman Nasional Baluran membuat burung ini mudah teramati. Sering terlihat bersama kelompok kapinis terbang di atas kubangan air di savana. Merupakan walet paling kecil dengan ukuran 10 cm. Tubuh atas berwarna hitam kebiruan buram dan tubuh bawah berwarna abu-abu jelaga, perut keputih-putihan. Ekornya sedikit

bertakik. Sesekali terdengar suaranya, nada tinggi “ciir-ciir”. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah (Winnasis, 2009).

Dominansi Kedua adalah Orthotomus surtorius, menurut buku “Burung - Burung Taman Nasional Baluran” Orthotomus surtorius atau nama indonesianya Cinenen Pisang merupakan burung yang sangat umum di Taman Nasional Baluran. Meskipun mungkin agak susah dilihat karena tubuhnya yang kecil (10 cm) dan perilakunya yang suka bersembunyi di semak-semak, tapi dari suaranya masih bisa dikenali. Bersuara sangat keras dan berulang-ulang mirip suara anak ayam. Pada burung jantan bisa dikenali melalui ekor yang panjang yang suka ditegakkan ke atas dan ujung ekor yang terdapat “bonus” lancip. Memiliki kalung hitam dan mahkota merah karat. Tersebar hampir merata di kawasan Taman Nasional Baluran, sering berbaur dengan burung lain, termasuk sesama cinenen. Burung ini muah ditemukan di hutan musim dan hutan jati, biasanya berpasangan atau kelompok kecil (Winnasis, 2009).

Dominansi ketiga adalah Anthracoceros albirostris, menurut buku “Burung - Burung Taman Nasional Baluran” burung ini sangat umum di Taman Nasional Baluran. Tersebar di hutan pantai, hutan musim dataran tinggi di Gunung Baluran dan hutan musim dataran rendah. Mudah ditemukan di Blok Bama, Manting, Kelor, Ketokan Kendal, Evergreen, Kali Kepuh, Sambi Kerep, dan Pondok Mantri. Ukurannya yang besar (45 cm) dan suaranya yang ribut keras

(8)

“ayak-yak-yak-yak” tidak terputus akan semakin mudah menemukan burung ini. Suka berkelompok dalam jumlah tidak lebih dari 10 ekor dalam satu kelompok. Sama dengan saudaranya yang lain, warna dominannya adalah hitam dengan tanduk besar berwarna kuning sampai ke paruh, ujung tanduk terdapat noda hitam besar. Perut dan ekor berwarna putih bersih (Winnasis, 2009).

Dominansi keempat adalah Pycnonotus goiavier, menurut buku “Burung - Burung Taman Nasional Baluran” burung ini sangat mudah dijumpai di seluruh kawasan Taman Nasional Baluran. Persis sama dengan Cucak Kutilang burung ini sangat aktif sepanjang hari. Berkelompok dan sering terlihat berbaur dengan burung jenis lainnya Suaranya berulang “cukk cukkk cukk, crook crook crook”. Memiliki ukuran tubuh sedang dengan panjang tubuhnya 20 cm, tubuh bagian atas dan mahkota coklat, kekang, iris dan paruh hitam, alis putih, tubuh bagian bawah putih kusam, tungging kuning dan kaki abu–abu (Winnasis, 2009).

Dominansi kelima adalah Dicaeum trochileum, menurut buku “Burung - Burung Taman Nasional Baluran” burung ini memiliki ukuran tubuhnya yang kecil 8 cm, burung ini sangat lincah, agresif, tidak pernah diam, selalu melompat-lompat diantara cabang dan ranting pohon yang rimbun kemudian pindah lagi ke pohon lainnya sambil mengeluarkan suara “ci-tt ci-tt”. Biasanya hidup berpasangan. Warna tubuhnya merah dan hitam. Warna merah pada jantan akan terlihat dengan jelas mulai kepala, punggung dan tunggir. Sedangkan pada betina warna merah hanya terdapat pada tunggirnya. Penyebarannya hampir merata di seluruh kawasan Taman Nasional Baluran, terutamanya di hutan

musim dataran rendah dan pinggiran hutan pantai. Sering terlihat bersama burung madu atau cinenen (Winnasis, 2009).

Dominansi keenam adalah Cynnyris jugularis, menurut buku “Burung - Burung Taman Nasional Baluran” merupakan bururng yang persebarannya di Taman Nasional Baluran sangat luas. Burung ini dapat ditemukan di pinggir-pinggir hutan yang terbuka di hutan musim, hutan pantai dan hutan mangrove. Sering terlihat berpasangan atau kelompok kecil. Satu kelompok biasanya hanya ada satu jantan. Ukuran tubuhnya kecil (10 cm). Saat terbang mengeluarkan suara “cwhiit - cwhiit - cwhiit” yang nyaring, biasanya sering berkejar kejaran antara betina dengan jantan. Warna tubuh kuning matang, dan warna hitam keungu-unguan pada jantan cukup mencolok untuk mengenalinya.

Selanjutnya adalah subdominansi, spesies pertama Pycnonotus aurigaster, menurut buku “Burung - Burung Taman Nasional Baluran” merupakan burung yang sangat umum di Taman Nasional Baluran, meskipun populasinya tidak sebanyak Merbah Cerukcuk. Burung yang aktif sepanjang hari, ribut dan hidup dalam kelompok, mengunjungi savana atau daerah terbuka dan tepi hutan musim. Suaranya berulang dengan cepat dan bernada nyaring “cuk-cuk” dan “cang-kur”. Berukuran sedang 20 cm, bertopi hitam membentuk jambul pendek. Tunggir putih dan tungging jingga kuning, sayap dan ekor coklat, perut putih, paruh dan kaki hitam. Hampir menempati semua relung, dari dasar tanah sampai pucuk-pucuk pohon tinggi.

Subdominansi kedua adalah Halcyon chloris famili Alcedinidae, menurut buku “Burung - Burung Taman Nasional Baluran” merupakan burung

(9)

yang sangat mudah ditemui di Taman Nasional Baluran. Sering ditemukan bertengger pada ranting pohon baik sendirian atau berpasangan. Memiliki suara yang sangat ribut, agresif, dan keras parau “ciuw ciuw ciuw ciuw ciuw” atau nada ganda “ngek, ngek, ges-ngek”. Menempati semua tipe habitat, hutan mangrove, hutan pantai, dan hutan musim. Sangat jarang ditemukan di savana. Saat air laut surut, sering terlihat di atas batu karang di padang lamun sambil mengawasi mangsa. Berukuran sedang dengan pajang tubuh 24 cm. Berwarna dominan hijau kebiruan dan putih. Hampir sama dengan H. sancta kecuali warna perutnya yang putih bersih. Meskipun sangat mudah diamati tapi sangat susah didekati (Winnasis, 2009).

Subdominansi ketiga adalah Lonchura punctulat, menurut buku “Burung - Burung Taman Nasional Baluran” merupakan salah satu burung yang umum dijumpai di dekat areal persawahan, ladang atau daerah terbuka di tepi hutan. Hidupnya dalam kelompok yang berjumlah belasan ekor dalam satu kelompok dan biasanya bergabung dengan jenis bondol lainnya seperti Bondol Jawa dan Bondol Haji. Bersuara ribut ketika hinggap dan terbang dari rerumputan. Mudah diamati Bondol Peking pada saat musim kemarau, saat rumput mulai mengering dan terdapat banyak biji rumput. Burung ini berukuran agak kecil dengan panjang tubuh 11 cm, tubuh bagian atas berwarna coklat, tubuh bagian bawah berwarna putih kotor dan bersisik coklat, tenggorokan coklat kemerahan, paruh abu-abu dan kaki hitam.

Subdominansi keempat adalah Streptopelia chinensis, menurut buku “Burung - Burung Taman Nasional Baluran” merupakan burung yang tersebar

merata hampir di seluruh kawasan Taman Nasional Baluran meskipun dengan jumlah populasi yang lebih sedikit. Perilakunya tidak jauh berbeda dengan Dederuk Jawa, menyukai daerah terbuka dan pohon-pohon dengan tajuk ringan untuk bertengger, tidak jarang turun ke atas atas untuk mencari makan berpasangan atau sendiri. Secara umum memiliki ciri-ciri yang hampir sama pula, kecuali bintik-bintik hitam-putih di tengkuk dan penutup sayap yang dipenuhi coretan hitam. Warna dominan abu-abu muda agak kecoklatan.

Kemudian spesies yang kurang mendominasi didaerah savana bekol (Transek 5) adalah Dendrocopus macei, menurut buku “Burung - Burung Taman Nasional Baluran” merupakan burung yang sekilas hampir sama dengan Caladi Tilik. Namun jika diamati lebih seksama dia memiliki perbedaan pada perutnya yang agak kemerahan, penutup ekor bawah merah dan tidak memiliki garis pada mata setebal saudaranya tadi. Sangat lincah ketika berjalan di batang atau ranting pohon. Berjalan berputar, mengitari batang dan ranting sambil mematukinya. Suara patukan tidak terlalu keras. Mudah ditemukan di hutan musim mulai dari Bama, Bekol, sepanjang jalan Batangan-Bekol sampai sekitar kantor Batangan. 3.2.2 Keanekaragaman Spesies pada setiap

Transek

Burung di kawasan Taman Nasional Baluran terdiri dari banyak spesies dengan tingkat keanekaragaman jenis burung yang banyak, diantaranya dapat dilihat dari beberapa transek. Pada transek satu, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Collocalia linchi atau Walet Linci dari family Apodidae dengan jumlah 13 spesies. Nilai dominansi (D) adalah 24.52830189 % dan termasuk dalam

(10)

kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Nilai dominansi tersebut diperoleh dengan cara perhitungan rumus berikut:

D = (ni/N) x 100%

Dimana, D merupakan dominansi spesies, ni merupakan jumlah individu spesies, dan N merupakan jumlah total individu keseluruhan spesies. Sedangkan nilai diversitas Shannon-Wiener dari spesies ini adalah 0.344706665 yang diperoleh dari rumus berikut:

H’ = - [(ni/N) x ln (ni/N)]

Dimana H’ merupakan indeks diversitas Shannon-Wiener, ni merupakan jumlah individu spesies, dan N merupakan jumlah total individu semua spesies.

Tabel 1. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 1 No Nama Spesies H’ 1 Orthotomus sepium 3,773584906 2 Spizaetus cirrhatus 7,547169811 3 Dicrurus macrocercus 3,773584906 4 Cacomantis sepulcralis 3,773584906 5 Microhierax fringillarius 1,886792453 6 Corvus enca 1,886792453 7 Spilornis cheela 1,886792453 8 Collocalia linchi 24,52830189 9 Elanus caeruleus 3,773584906 10 Aegithina tiphia 1,886792453 13 Streptopelia bitorquata 1,886792453 12 Hirundo rustica 1,886792453 13 Pericrocotus flammeus 1,886792453 14 Ducula aenea 11,32075472 15 Pycnonotus aurigaster 18,86792453 16 Pycnonotus goiavier 5,660377358 17 Streptopelia chinensis 3,773584906

Burung Collocalia linchi banyak ditemukan di transek satu yang berlokasi di daerah savana Bekol. Hal ini dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan terbang di atas kubangan air di savana.

Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif terbuka membuat burung ini mudah teramati. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah (Winnasis, 2009).

Tabel 2. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 2 No Nama Spesies H’ 1 Collocalia linchi 59,64912281 2 Corvus enca 5,263157895 3 Zosterop palpebrosus 3,50877193 4 Parus major 10,52631579 5 Pycnonotus aurigaster 5,263157895 6 Dicrurus macrocercus 1,754385965 7 Treron vernans 1,754385965 8 Treron griseicauda 1,754385965 9 Spizaetus cirrhatus 1,754385965 10 Picus puniceus 1,754385965 11 Spilornis cheela 3,50877193 12 Pavo muticus 1,754385965 13 Halcyon chloris 1,754385965

Pada transek dua yang berlokasi di savana , burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Collocalia linchi atau Walet Linci dari family Apodidae dengan jumlah 34 spesies. Nilai dominansi (D) adalah 59.64912281% dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi pada transek dua adalah 0.308201496. Burung Collocalia linchi banyak ditemukan di transek dua yang berlokasi di sekitar daerah savana Bekol. Hal ini dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan terbang di atas kubangan air di savana. Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif

(11)

terbuka membuat burung ini mudah teramati. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah (Winnasis, 2009).

Tabel 3. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 3 No Nama Spesies H’ 1 Ducula aenea 42,85714286 2 Collocalia linchi 14,28571429 3 Halcyon chloris 1,785714286 4 Anthracoceros albirostris 8,928571429 5 Pavo muticus 1,785714286 6 Spilornis cheela 1,785714286 7 Pycnonotus goiavier 3,571428571 8 Pycnonotus goiavier 1,785714286 9 Dryocopus javensis 1,785714286 10 Convus enca 5,357142857 11 Collocalia linchi 16,07142857

Pada transek tiga yang berlokasi di sepanjang jalanan Bekol, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Ducula aenea atau Pergam Hijau dari family Columbidae dengan jumlah 24 spesies. Nilai dominansi (D) adalah 42.85714286% dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi pada transek dua adalah 0.363127654. Burung Ducula aenea banyak ditemukan di transek tiga dan memiliki persebaran sangat luas di seluruh kawasan Taman Nasional Baluran, diantaranya sepanjang jalan Batangan-Bekol, Pondok Mantri, Sambi Kerep, Alas Malang dan Merak. Burung ini mempunyai kebiasaan bertengger di atas tajuk pohon yang tinggi dan menyukai pohon yang sedang berbuah (Winnasis, 2009).

Tabel 4. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 4 No Nama Spesies H’ 1 Halcyon cyanoventris 3,846153846 2 Collocalia linchi 13,46153846 3 Spilornis cheela 1,923076923 4 Ducula aenea 15,38461538 5 Zosterops palpebrosus 5,769230769 6 Crypsirina temia 1,923076923 7 Geopelia striata 1,923076923 8 Streptopelia chinensis 11,53846154 9 Pericrocotus cinnamomeus 3,846153846 10 Aegithina tiphia 5,769230769 11 Pycnonotus goiavier 9,615384615 12 Anthracoceros albirostris 3,846153846 13 Artamus leucorynchus 1,923076923 14 Lonchura punctulata 3,846153846 15 Lonchura leucogastroides 1,923076923 16 Pycnonotus aurigaster 5,769230769 17 Lalage nigra 1,923076923 18 Ictinaetus malayensis 3,846153846 19 Dendrocopus sp. 1,923076923

Pada transek empat yang berlokasi di daerah sekitar savana , burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Collocalia linchi atau Walet Linci dari family Apodidae dengan jumlah 7 spesies. Nilai dominansi (D) adalah 13.46153846% dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi pada transek dua adalah 0.26994875. Burung Collocalia linchi banyak ditemukan di transek dua yang berlokasi di sekitar daerah savana Bekol. Hal ini dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan terbang di atas kubangan air di savana. Selain itu, tipe vegetasi savana

(12)

yang relatif terbuka membuat burung ini mudah teramati. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah (Winnasis, 2009).

Tabel 5. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 5 No Nama Spesies H’ 1 Pycnonotus goiavier 10,14492754 2 Cinnyris jugularis 7,246376812 3 Dicaeum trochileum 8,695652174 4 Anthrococeros albinostris 5,797101449 5 Orthotomus surtoris 13,04347826 6 Dendrocopus macei 1,449275362 7 Halchyon chloris 2,898550725 8 Anthracoceros albirostris 5,797101449 9 Collocalia linchi 34,7826087 10 Pycnonotus aurigaster 4,347826087 11 Lonchura punctulata 2,898550725 12 Streptopelia chinensis 2,898550725

Pada transek lima yang berlokasi di daerah sekitar savana , burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Collocalia linchi atau Walet Linci dari family Apodidae dengan jumlah 24 spesies. Nilai dominansi (D) adalah 34.7826087% dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi pada transek dua adalah 0.367322669. Burung Collocalia linchi banyak ditemukan di transek lima yang berlokasi di sekitar daerah savana Bekol. Hal ini dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan terbang di atas kubangan air di savana. Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif terbuka membuat burung ini

mudah teramati. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah (Winnasis, 2009).

Tabel 6. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 6 No Nama Spesies H’ 1 Pycnonotus aurigaster 6,666666667 2 Anthracoceros albirostris 28,33333333 3 Hirudo rustica 3,333333333 4 Prinia familiaris 5 5 Dicaeum trochileum 5 6 Hirundo tahitica 1,666666667 7 Streptopelia chinensis 1,666666667 8 Geopelia striata 13,33333333 9 Ducula aenea 1,666666667 10 Collocalia linchi 13,33333333 11 Pycnonotus goiavier 6,666666667 12 Halcyon chloris 6,666666667 13 Gerygone sulphurea 1,666666667 14 Alcedo coerulenscens 5

Pada transek enam yang berlokasi di daerah sehutan musim dataran rendah, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Anthracoceros albirostris atau Kangkareng dari family Bucerotidae dengan jumlah 17 spesies. Nilai dominansi (D) adalah 28.33333333% dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Anthracoceros albirostris pada transek dua adalah 0.357320512. Burung Anthracoceros albirostris banyak ditemukan di transek enam yang berlokasi di sekitar hutan musim. Burung ini sangat umum di Taman Nasional Baluran. Tersebar di hutan pantai, hutan musim dataran tinggi di Gunung Baluran, dan hutan musim dataran rendah, diantaranya blok Bama, Manting,

(13)

Kelor, Ketokan Kendal, Evergreen, Kali Kepuh, Sambi Kerep, dan Pondok Mantri (Winnasis, 2009).

Tabel 7. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 7 No Nama Spesies H’ 1 Alcedo coerulenscens 4,166666667 2 Bubulcus ibis 1,388888889 3 Buceros rhinoceros 2,777777778 4 Collocalia linchi 47,22222222 5 Dendrocopus moluccensis 2,777777778 6 Dicaeum trochileum 5,555555556 7 Gallus sp 5,555555556 8 Halcyon chloris 2,777777778 9 Hemipus hirundinaceus 2,777777778 10 Hirundo rustica 1,388888889 11 Orthotomus ruficeps 2,777777778 12 Pavo muticus 1,388888889 13 Pycnonotus aurigaster 2,777777778 14 Rhyticeros undulatus 4,166666667 15 Spizaetus cirrhatus 1,388888889 16 Streptopelia chinensis 6,944444444 17 Treron vernans 4,166666667

Pada transek tujuh yang berlokasi di savana, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Collocalia linchi atau Walet Linci dari family Apodidae dengan jumlah 34 spesies. Nilai dominansi (D) adalah 47.22222222% dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi pada transek dua adalah 0.354310975. Burung Collocalia linchi banyak ditemukan di transek tujuh yang berlokasi di sekitar daerah savana Bekol. Hal ini dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan terbang di atas kubangan air di savana. Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif terbuka membuat burung ini mudah teramati. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan

bergoa yang sering digunakan Walet Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah (Winnasis, 2009).

Tabel 8. Keanekaragaman Spesies Avifauna Transek 8 No Nama Spesies H’ 1 Collocalia linchi 52,94117647 2 Sturnus melanopterus 2,941176471 3 Streptopelia chinensis 2,941176471 4 Ducula aenea 2,941176471 5 Pycnonotus goiavier 2,941176471 6 Tephrodornis virgatus 2,941176471 7 Prinia familiaris 8,823529412 8 Lonchura punctulata 8,823529412 9 Lonchura leucogastroides 2,941176471 10 Spilornis cheela 2,941176471 11 Lanius schach 2,941176471 12 Geopelia striata 2,941176471 13 Cinnyris jugularis 2,941176471

Pada transek delapan yang berlokasi di savana, burung yang paling banyak dijumpai adalah spesies Collocalia linchi atau Walet Linci dari family Apodidae dengan jumlah 18 spesies. Nilai dominansi (D) adalah 52.94117647% dan termasuk dalam kategori dominan dikarenakan nilai dominansinya melebihi angka 5%. Sedangkan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener spesies Collocalia linchi pada transek dua adalah 0.336699935. Burung Collocalia linchi banyak ditemukan di transek delapan yang berlokasi di sekitar daerah savana Bekol. Hal ini dikarenakan burung ini memiliki kebiasaan terbang di atas kubangan air di savana. Selain itu, tipe vegetasi savana yang relatif terbuka membuat burung ini mudah teramati. Taman Nasional Baluran memiliki banyak daerah bertebing dan bergoa yang sering digunakan Walet

(14)

Linchi sebagai lokasi sarang. Sarang lumut, rumput atau bahan nabati lainnya yang direkatkan dengan air ludah (Winnasis, 2009).

Dari kedelapan transek tersebut, diperoleh nilai indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) seperti berikut:

Tabel 9. Indeks Keanekaragaman Spesies Avivauna Di Masing Masing Transek

Lokasi H' T1 2.406269 T2 1.586717 T3 1.785831 T4 2.684443 T5 2.10349 T6 2.271927 T7 2.09279 T8 1.802291

Sehingga apabila dimasukkan ke dalam perbandingan nilai indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) dapat diamati dari diagram berikut:

Gambar 3. Diagram Batang Keanekaragaman Setiap Transek

Dari diagram perbandingan indeks diversitas Shannon-Wiener (H’) di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat keanekaragaman spesies burung di transek empat lebih tinggi daripada tingkat keanekaragaman spesies di transek lain. Hal ini dikarenakan pada transek empat

memiliki keanekaragaman vegetasi yang tinggi. Keanekaragaman vegetasi memunginkan spesies burung yang memiliki keanekaragaman cara hidup, seperti cara terbang, jenis makanan, dan tempat sarang yang dapat menunjang perkembangan dari spesies burung tersebut.

3.3 Analisis Kecenderungan Habitat Dari hasil analisis kecenderungan habitat melalui software Canocoo diperoleh grafik berikut:

Gambar 4. Diagram Multivarian Kecenderungan Habitat Avifauna

Dari grafik analisis kecenderungan habitat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada kuadran satu spesies Ducula aenea dan Dryocopus javensis memiliki kecenderungan habitat pada transek tiga. Spesies Ducula aenea dan Dryocopus javensis. Spesies Dryocopus javensis banyak ditemukan bertengger di pohon-pohon tinggi dan Dryocopus javensis banyak ditemukan di hutan pantai yang memiliki banyak pohon tinggi (Winnasis, 2009). Pada kuadran dua, spesies Convus enca, Pavo muticus, dan Collocalia linchi memiliki kecenderungan habitat di transek dua. Ketiga spesies tersebut memiliki kecenderungan habitat di daerah savana atau tepi jalan, dikarenakan ketiganya menyukai daerah terbuka (Winnasis, 2009). Pada kuadran tiga, spesies Dicaeum trochileum dan Alcedo coerulenscens

(15)

memiliki kecenderungan habitat di transek lima. Kedua spesies tersebut memiliki kecenderungan habitat di daerah pinggiran hutan pantai dan suka bertengger ranting-ranting (Winnasis, 2009). Pada kuadran empat, spesies Anthracoceros albirostris, Geopelia striata, dan Orthotomus surtoris memiliki kecenderungan habitat di transek enam. Ketiga spesies tersebut memiliki kecenderungan habitat di daerah hutan musim dataran tinggi di gunung Baluran dan hutan musin di dataran rendah (Winnasis, 2009).

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa di daerah Savana Bekol Taman Nasional Baluran terdapat keanekaragaman spesies yang sangat tinggi. Dalam suatu wilayah terdapat satu spesies yang mendominasi daripada spesies lain. Pada Savana Bekol Spesies yang mendominasi adalah Collocalia linchi. Spesies akan cenderung berada dihabitat tertentu karena sumber daya akanan tersebut dan kondisi daerah tersebutyang terbuka.

5. DAFTAR PUSTAKA

Bibby dkk, 1998 Expedition Field Techniques“Bird Surveys”: London SW7 2AR.

Buckland et all.,1993, Distance Sampling, Estimating abundance of biological populations Bolen, EG., and Robinson, WL., 1995, Wildlife Ecology and Management, Third Edition,Prentice Hall, New Jersey, USA.

John MacKinnon. Phillips, K. and van Balen, B. 2000. Burung – Burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan (termasuk Sabah, Serawak, dan Brunei Darussalam). Jakarta: Puslitbang- LIPI.

Krebs,CJ., 1989, Ecological Methodology, University of British Colombia : United Kingdom

Peterson, R. T. 1971. The Birds. New York : Time Life Nature Library. Purwantoro, A., Erlina Ambarwati dan

Fitria Setyaningsih. 2005. Phylogenetic Of Orchids Based On Morphological Characters. Ilmu Pertanian. 12 (1) : 1 – 11.

Setyawan, A. D. 1999. Status Taksonomi Genus Alpinia Berdasarkan Sifat-Sifat Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Minyak Atsiri. BioSMART 1(1) : 31-40.

UGM.,2007 Buku Petunjuk Praktikum Pengelolaan Satwa Liar,Fakultas Kehutaan UniversitasGadjah Mada Yogjakarta.

Whitten, T, and R. E. Soeriatmadja, S, A. Afif. 1996. The Ecology of Java and Bali. Vol II. Singapore : Peripuls Edition (Hk) Ltd.

Zakaria, M., Rajpar, M. N., and Sajap, A. S. 2009. Spesies Diversity and Feeding Guilds of Birds in Paya IndahWetland Reserve, Peninsular Malaysia. Zoological Research 5 (3) : 86-100.

(16)

Lampiran

(17)

Gambar

Gambar 1. Lokasi Pengamatan Avifauna
Diagram  pie  diatas  merupakan  diagram  dominansi  spesies  avifauna  yang  ada  di  transek  5  yaitu  di  savana  bekol
Tabel 2. Keanekaragaman Spesies Avifauna  Transek 2  No  Nama Spesies  H’  1  Collocalia linchi  59,64912281  2  Corvus enca  5,263157895  3  Zosterop palpebrosus  3,50877193  4  Parus major  10,52631579  5  Pycnonotus aurigaster  5,263157895  6  Dicrurus
Tabel 4. Keanekaragaman Spesies Avifauna  Transek 4  No  Nama Spesies  H’  1  Halcyon cyanoventris  3,846153846  2  Collocalia linchi  13,46153846  3  Spilornis cheela  1,923076923  4  Ducula aenea  15,38461538  5  Zosterops palpebrosus  5,769230769  6  Cr
+4

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa permasalahan yang sering terjadi yaitu adanya kesalahan atau kekeliruan dalam pencatatan ketika proses peminjaman sehingga saat dilakukan

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan PT.Pertamina (Persero) Marketing Operation Region I telah membuat company profile yang sangat baik, sehingga

[r]

Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal ini mungkin terjadi sebagai akibat akhir

atau orang yang ditugaskan oleh direktur/pimpinan perusahaan dengan membawa surat tugas dari direktur/pimpinan perusahaan dan kartu pengenal. Demikian disampaikan, atas

Jika ketiga kesatuan ini telah dicapai, usaha mewujudkan visi-misi UNY bukan hal yang sulit (Rohmat Wahab, 2010: 10).. Pendidikan karakter dengan demikian perlu mendapat apresiasi

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu melaksanakan urusan pemerintahan dan pembangunan di bidang penanaman modal dan penyelenggaraan pelayanan

From the classroom observation, it can be concluded that the active teachers’ use of English gave most of the students positive influence on their activeness in the class, strong