ABSTRAK
TASAWUF DAN PERUPAAN PADA WAYANG KULIT
PURWA CIREBON DAN SURAKARTA
Oleh
Moh. Isa Pramana
NIM : 27005011
Wayang Kulit Purwa yang mengacu pada epik India dan mitos asli Jawa adalah media penghubung antara kesenian tradisional Indonesia masa Hindu-Buddha (Kabudan) dengan masa Islam (Kewalen), yang tentunya bisa ditelaah bagaimana ia bisa menjembatani kedua kepercayaan tersebut. Penjembatanan ini hanya dimungkinkan oleh konsep ajaran Tasawuf yang dianut para Wali yang banyak berkontribusi pada penggubahan Wayang Kulit Purwa.
Seiring perjalanannya yang paralel dengan bergulirnya pusat-pusat kekuasaan di Pulau Jawa seperti Majapahit, Demak, Cirebon, Pajang, Mataram, Surakarta dan Yogyakarta, wayang kulit kemudian berkembang menjadi berbagai macam gagrak, sesuai dengan daerah tempat di mana ia berada.
Penulis mengkaji dua gagrak wayang kulit sebagai sampel yang ternyata pada perupaannya didasari banyak perbedaan dalam berbagai aspek, yaitu perbedaan historis, perbedaan geografis, perbedaan kultur dan terutama perbedaan dalam memahami dan menerapkan ajaran Islam dan Tasawuf ke dalamnya, yakni wayang kulit gagrak Cirebon dan gagrak Surakarta.
Dalam kajian ini digunakan pendekatan Kritik Seni dengan metode analisis komparatif-deskriptif yang bersifat kualitatif yang memperbandingkan aspek visual pada kedua gagrak wayang tersebut. Pendekatan Kritik Seni terdiri dari beberapa tahapan, yaitu tahapan deskripsi dan analisis formal yang menganalisis perupaan pada postur, bentuk, ukuran, detail anatomi, pewarnaan, ragam hias dan sebagainya. Kemudian pada tahapan berikutnya dilakukan interpretasi dan tahapan terakhir dilakukan penilaian yang merujuk pada studi kebudayaan Jawa dan ilmu Tasawuf. Memang jelas terdapat makna Tasawuf pada perupaan figur Wayang Kulit Purwa, dengan dimensi dan intensitas manifestasi yang berbeda-beda pula, baik antara detail perupaan pada beberapa figur yang berbeda dari satu tokoh tertentu yang sama yang disebut wanda, antara figur-figur tokoh-tokoh tertentu yang berbeda, ataupun lebih jelas lagi yaitu antara wayang kulit gagrak Cirebon dengan gagrak Surakarta.
Analisis ini dilakukan pada figur wayang tokoh Bima, Mintaraga, Semar, Buto Cakil, Rahwana, Duryudhana dan Dursasana dari kedua gagrak wayang kulit.
Secara keseluruhan bisa disimpulkan bahwa pada sampel figur wayang dari populasi gagrak Cirebon terlihat kesan visual yang lebih sederhana, lugas, ekspresif dan kuna, dibandingkan dengan kesan visual sampel yang didapat dari populasi gagrak Surakarta yang lebih mewah, halus, mendetail dan tersofistikasi. Gagrak Cirebon memperlihatkan suatu pemahaman Tasawuf yang tak mempermasalahkan media, sangat lugas dan egaliter, fokus pada tujuan. Sedangkan gagrak Surakarta memperlihatkan suatu pemahaman Tasawuf Jawa yang sangat mementingkan kehalusan budi dan batin, yang harus dituangkan dalam perupaan sebagai bukti adanya keselarasan antara lahir dan batin.
Kata kunci: Tasawuf, perupaan, perwatakan, nafsu
ABSTRACT
SUFISM AND VISUALIZATION OF WAYANG KULIT PURWA
IN CIREBON AND SURAKARTA
by
Moh. Isa Pramana
27005011
Wayang Kulit Purwa is based on Indian epics and original Javanese myths. it is considered as the media link between the Hindi-Buddhism era (Kabudan) and the Islamic era (Kewalen) of the Indonesian traditional arts. Therefore Wayang Kulit can be analyzed to show the relationship between these two era. An understanding of this relationship can only be explained through Sufism that was practiced by the Nine Apostles of Java who has contributed a great deal to the Wayang Kulit Purwa adaptations.
Subsequent to the development of political power centers on Java Island, such as kingdoms of Majapahit, Demak, Cirebon, Pajang, Mataram, Surakarta and Yogyakarta, Wayang Kulit has proliferated into varieties of gagraks, in accordance to it's geographical locations.
The author has studied two Wayang Kulit's gagraks as samples which reveals the considerable differences in background of their visual aspects. These differences reflect history, geography, culture and especially the way how the Wayang Kulit gagraks of Cirebon and Surakarta interprete and manifest Islamic and Sufistic teachings through visualizations.
In this study, the author uses an Art Criticism approach using a qualitative comparative-descriptive analysis method comparing the visual aspects of both gagraks of Wayang Kulit. The Art Criticism approach consists of several steps. The first step is the description and formal analysis in which analyze the visualization that includes posture, shape, color, anatomical details, ornaments etc. The next step is interpretation and the final step is to pass judgement in referrences to the study of Javanese culture and Sufism.
It is obvious there are Sufistic meanings in the visualizations of the Wayang Kulit Purwa figures with different dimensions and intensities in its manifestations, even within the same local area (gagrak). These differences range from the visual details among different figure appearances of the same one particular character, called
wanda, to the differences in the different figure appearances of different characters. This is particularly more obvious in the differences between the gagrak of Cirebon and Surakarta. These analysis is being conducted on various characters' figures such Bima, Mintaraga, Semar, Cakil, Rahwana, Duryudhana and Dursasana from both gagraks of wayang kulit.
In general it can be concluded that the sample of Cirebon gagrak population shows a much more simple, straight, expressive and archaic visualization compared to that of Surakarta gagrak population which shows a much more luxurious, delicate, detailed and sophisticated visualization. The Cirebon gagrak shows a Sufistic understanding which does not take the medium as a serious matter, more straight forward, egalitarian and more focussed. On the other hand, Surakarta gagrak shows an understanding of Javanese Sufism that put elegance and graceness of manners and spirituality in such importance, that has to be visualized in order to proof the harmony between physical and spirituality.
Keywords: Sufism, visualizations, personality, Nafs
TASAWUF DAN PERUPAAN PADA
WAYANG KULIT PURWA
CIREBON DAN SURAKARTA
SM 720 TESIS
Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari
Insitut Teknologi Bandung
Oleh :
MOH. ISA PRAMANA
NIM: 27005011
Program Studi Seni Murni
Program Pascasarjana Seni Rupa
Fakultas Seni Rupa dan Desain
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2 0 0 7
TASAWUF DAN PERUPAAN PADA WAYANG KULIT
PURWA CIREBON DAN SURAKARTA
Oleh
Moh. Isa Pramana
NIM : 27005011
Program Studi Seni Murni Institut Teknologi Bandung
Menyetujui Tim Pembimbing
Tanggal ...
Pembimbing I Pembimbing II
______________ __________________________
(Dr. Yustiono) (Prof. M. Wiyoso Yudoseputro)
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Insitiut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin Direktur Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung.
Si Tiada yang berusaha Mengada Akankah menjadi benar-benar Ada Ataukah hanya merasa dirinya Ada Dan mengingkari Ketiadaannya?
Untuk kedua orang tua yang telah membawaku Ada
Untuk kedua sahabat yang meyakinkan diriku Ada
Untuk diriku sendiri yang tetap merasa Tiada
(Bandung, Akhir Juni 2007)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas selesainya penulisan Karya Tesis untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Magister dari Program Pascasarjana Seni Rupa FSRD ITB yang berjudul "Tasawuf dan Perupaan pada Wayang Kulit Purwa Cirebon dan Surakarta".
Adapun ketertarikan pada tema ini dikarenakan pada dasarnya penulis memang sangat menggemari kisah-kisah Pewayangan dalam berbagai versi, baik India, Jawa dan Sunda. Selain itu selama ini penulis selalu mendengar banyak pendapat, teori sejarah dan mitos yang memaparkan keterlibatan Wali Songo terutama Susuhunan Kalijaga dengan kesenian wayang kulit dalam rangka penyebaran Agama Islam di Tanah Jawa. Para wali yang tentunya pengamal ajaran Tasawuf tentunya akan mencoba menerapkan ajaran yang mereka anut ke dalam karya-karya mereka, salah satunya rupa wayang kulit, dan dugaan ini juga memancing rasa ingin tahu penulis untuk memastikan bagaimana dan seperti apakah manifestasi muatan Tasawuf yang mereka anut dalam perupaan Wayang Kulit Purwa.
Maka melalui penelitian ilmiah ini penulis bertujuan mencoba membuktikan adanya nilai ajaran Tasawuf yang diterapkan dalam perupaan figur-figur Wayang Kulit Purwa melalui wayang kulit gagrak Cirebon dan Surakarta sebagai sampel yang akan diperbandingkan, dengan berbagai alasan yang akan dijelaskan kemudian di dalam bagian tubuh tesis.
Hambatan dan kendala yang ditemui dalam penelitian adalah tak banyak literatur yang diketahui membahas tentang perupaan Wayang Kulit Purwa yang dikaitkan dengan Tasawuf, atau yang membahas mengenai Wayang Kulit Purwa Cirebon dan narasumber yang kebanyakan memiliki pengetahuan parsial antara Pewayangan dengan Tasawuf, dan kurangnya pengetahuan yang lebih mendetail juga keterbukaan akses dari pihak instansi terkait yang memilikinya. Ini sangat disayangkan mengingat
jumlah figur wayang kulit baik gagrak Cirebon dan gagrak Surakarta yang begitu banyak jumlahnya dan sama-sama potensial dan menarik untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut.
Karya Tesis ini tak akan dapat terselesaikan tanpa berbagai macam bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, di mana dalam kesempatan ini penulis hendak menyatakan rasa terima kasih atas peranan dan keterlibatan mereka semua.
Rasa terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada Bapak Dr. Yustiono selaku Pembimbing I, yang meskipun di sela-sela perawatan dan kondisi yang kurang sehat namun senantiasa memberikan saran dan koreksi kepada penulis dalam penelitian dan penulisan tesis ini.
Kepada Bapak Prof. M. Wiyoso Yudoseputro selaku Pembimbing II, penulis menghaturkan juga rasa terima kasih sebesar-besarnya atas segala petunjuk, arahan dan sarannya juga atas kesediaannya untuk membimbing penulis.
Kepada Ibu Ira Adriati M.Sn. selaku koordinator tesis saya haturkan terima kasih, atas perhatian yang diberikan sehubungan penjadwalan dan motivasi terus diberikan tiada henti kepada penulis.
Kepada Bapak Drs. Haryadi Suadi yang selama ini menjadi konsultan sekaligus rekan diskusi yang banyak dan selalu memberi konsultasi, informasi dan berbagi pikiran kepada penulis sehubungan perihal Tasawuf dan Pewayangan, juga bersama-sama melaksanakan penelitian lapangan ke Cirebon, penulis tak mampu membalas semua jasa dan budi baik beliau.
Ibu Dra. Nuning YD., Dipl. Art selain sebagai Reader, juga sebagai rekan diskusi yang banyak memberikan masukan dan turut melibatkan penulis dalam penelitian wayang kulit Cirebon yang banyak memberikan kontribusi pada penulisan Tesis ini.
Terima kasih juga kepada Ibu Irma Damayanti, M.Sn. yang bersama-sama Ibu Ira keduanya telah bersedia untuk menjadi penguji bagi penyidangan penulisan Tesis penulis.
Kepada Bapak Rafan S. Hasyim yang banyak membantu dan mendampingi tim penulis saat melaksanakan penelitian di Cirebon juga berbagai informasinya sehubungan budaya dan sejarah Cirebon, wawasan mengenai Ketarekatan dan Pewayangan Cirebon.
PRA. Maulana Pakuningrat atau Sultan Sepuh XIII dari Keraton Kasepuhan Cirebon yang begitu terbuka menyambut kedatangan tim penulis dan bersedia memberikan keterangan seputar sejarah pusaka wayang Keraton.
Pangeran Abdul Ghani atau Rama Sultan IX dari Keraton Kacirebonan yang begitu terbuka dan memberikan izin kepada tim penulis untuk melakukan pemotretan terhadap seluruh koleksi pusaka wayang jimat dan anggen, juga Bapak Kurnadi alias Ki Yuddhaprawa selaku Dalang Keraton yang telah turut memberikan informasi.
Ki A. Purjadi di Kerandon, Ki H. Mansyur, Bapak Rastika dan Ki Suryono di Gegesik dan Ki Bahani di Sumber, Cirebon yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan informasi seputar pewayangan Cirebon dan kesediaannya untuk mengizinkan penulis mengambil gambar dari koleksi wayang kulit masing-masing.
Bapak Haryono H. Guritno bersama segenap asisten di Sanggar Sedayu Jakarta yang telah bersedia untuk "kembali" mengungkit-ungkit persoalan wayang kulit Surakarta, banyak memberikan gambaran mengenai Pewayangan Jawa, salah satunya mengenai wanda.
Pihak Museum Wayang Jakarta yaitu Bapak Suyatno, Bapak Katimo, Bapak Suparyono dan Bapak Wasikun yang banyak membantu penulis dalam rangka pemotretan berbagai koleksi wayang kulit milik Museum.
Bapak Suyanto yang banyak memberikan informasi seputar pedalangan Jawa Tengah dan berbagai filosofi tiap-tiap lakonan, Bapak Bambang Suwarno yang selain mengizinkan penulis mengambil gambar koleksi-koleksinya juga banyak memberi informasi seputar perupaan dan wanda wayang kulit Surakarta, Bapak Sugeng Toekio, Bapak Agus Ahmadi dari STSI Surakarta yang meminjamkan banyak sumber tulisan, dan Bapak Sukasdi di Sukoharjo yang telah mengizinkan penulis untuk mengambil gambar koleksi dan kreasi beliau sekaligus banyak memberikan informasi mengenai detail perupaan wayang kulit.
GPH. Puger, BKPH. Prabuwinoto, KPH. Winarno dari pihak Keraton Kasunanan Surakarta yang telah mengizinkan penulis untuk masuk meneliti dan mengambil gambar koleksi wayang pusaka Keraton, dan Bapak Sihhanto dari Kerajinan Alun-alun Lor atas segala informasinya mengenai wayang kulit keraton Surakarta.
Bapak Mas Ng. Supriyanto Waluyo dari pihak Pura Mangkunegaran atas segala keramahannya, Bapak Hali Sujarwo dan Bapak Edy Sulistyono dari Sekolah Pasinaon Dalang Mangkunegaran atas segala informasinya mengenai sejarah perupaan wayang kulit dan berbagai pemaknaannya.
Bapak Jakob Soemardjo, atas kesediaannya berdiskusi, Ibu Ika Ismoerdyahwati atas keterangannya mengenai struktur pakeliran dan data-data visual wayang kulit, Bapak Andi Suwirta dari Jurusan Sejarah UPI dan Bapak Samsoe Basaruddin dari Lembaga Pengkajian Masjid Salman ITB yang telah berkenan meminjamkan berbagai literatur yang berhubungan dengan ilmu Tasawuf, juga tak lupa pada Ki Dalang Otong Rasta di Gunung Batu yang telah memberikan gambaran mengenai pemaknaan Tasawuf pada karawitan wayang.
Dan yang terpenting untuk kedua orang tua penulis, Bapak R.P. Koesoemadinata dan Ibu Aisjah Abdulkadir, yang tak henti-hentinya memberikan dukungan spiritual, moral dan materil demi terselesaikannya penulisan Tesis ini, sungguh tak akan dan tak mungkin dilupakan.
Penulis sadar betul akan banyaknya kekurangan dan kelemahan dalan karya Tesis ini dikarenakan keterbatasan kemampuan dalam menganalisis lebih lanjut dan dalam, sesuai dengan pepatah "tiada gading yang tak retak". Namun penulis juga tetap memilki harapan dan keyakinan bahwa tulisan Tesis ini dapat mengilhami munculnya tulisan-tulisan hasil penelitian lainnya yang jauh lebih mendalam dan komprehensif.
Bandung, Juni 2007
Penulis
DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
DAFTAR GAMBAR... xviii
DAFTAR TABEL... xxiii
DAFTAR LAMPIRAN... xxv
Bab I Pendahuluan ABSTRACT... iii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... xiv
I.1. Latar Belakang... 1
I.2. Rumusan Masalah... 6
I.3. Batasan Masalah... 6
I.4. Tujuan Penelitian... 6
I.5. Manfaat Penelitian... 7
I.6. Hipotesis... 7
I.7. Metodologi Penelitian... 8
I.8. Sistematika Penulisan... 12
I.9. Alur Kerja... 14
Bab II Kajian Pustaka II.1. Pengertian II.1.1. Tasawuf... 17
II.1.2. Perupaan... 18
II.1.3. Wayang Kulit... 19
II.2. Pembahasan Penelitian Tentang Visual Wayang Kulit Sebelumnya... 20
II.3. Latar Belakang Sosial Budaya: Cirebon dan Surakarta... 22
II.3.1. Cirebon... 23
II.3.2. Surakarta... 27
II.3.3. Perbedaan dan Persamaan Antara Cirebon dan Surakarta... 31
Bab III Tasawuf di Jawa III.1. Perkembangan Tasawuf... 35
III.2. Kecenderungan dalam Tasawuf... 36
III.3. Perkembangan Tasawuf di Indonesia... 40
III.3.1. Doktrin Tasawuf di Indonesia... 40
III.3.2. Konsep Nafsu dalam Tasawuf... 43
III.3.3. Tasawuf Jawa... 45
III.4. Estetika dalam Tasawuf... 49
Bab IV Perkembangan Wayang Kulit IV.1. Wayang Kulit Sebagai Bentuk Seni Rupa Tradisional... 54
IV.2. Asal Muasal Pertunjukan Wayang... 56
IV.2.1. Perkembangan Pewayangan pada Masa Kerajaan Hindu (Kabudan)... 57
IV.2.2. Adaptasi Kisah Pewayangan pada Masa Islam (Kewalen)... 59
IV.2.3. Sejarah Perkembangan Perupaan Wayang Kulit pada Masa Islam (Kewalen)... 62
a. Perkembangan di Jawa Tengah... 64
b. Perkembangan di wilayah Cirebon... 68
IV.3. Gagrak Wayang Kulit Jawa... 70
a. Kekhasan Gagrak Surakarta... 71
b. Kekhasan Gagrak Cirebonan... 73
IV.4. Aspek Praktis-Estetis pada Perupaan Wayang Kulit... 77
IV.5. Aspek Rupa-Kriya sebagai Penanda Figur Wayang Kulit... 78
IV.6. Penggolongan Figur Wayang Kulit... 88
IV.6.1. Penggolongan Figur Wayang yang Diddasarkan Aspek Perupaan………... 88
IV.6.2. Penggolongan Figur Wayang yang Didasarkan Aspek Penceritaan/Periwayatan... 104
IV.6.3. Kaitan Perupaan Tokoh dengan Aspek Penceritaan dan Lakonan... 106
IV.6.4. Kaitan Perupaan Tokoh dengan Perwatakan... 109
IV.7. Unsur-unsur Pertunjukan Wayang Kulit... 111
IV.8. Filosofi Pertunjukan Wayang Kulit... 113
IV.9. Estetika dalam Pewayangan... 119
IV.10. Aspek Penceritaan dan Periwayatan dalam Pewayangan... 121
IV.10.1. Tentang Penceritaan dan Periwayatan Wayang Surakarta... 122
IV.10.2. Tentang Penceritaan dan Periwayatan Wayang Cirebon... 122
IV.11. Perkembangan Wayang Kulit Terakhir... 124
IV.11.1. Perkembangan di Surakarta... 124
IV.11.2. Perkembangan di Cirebon... 127
Bab V Tasawuf dalam Pewayangan V.I. Pendahuluan... 128
V.1.1. Penjabaran Hipotesis Sebagai Strategi dan Pijakan Tahapan Analisis... 128
V.1.2. Tentang Populasi dan Sampel Artefak Wayang Kulit yang Dikaji... 131
V.2. Kecocokan Konsep Tasawuf dengan Pewayangan………. 133
V.2.1. Konsep Nafsu Menurut Tasawuf dan Kaitannya dengan Pewayangan... 138
V.2.2. Pembaharuan Sistem Perupaan Wayang Kulit Jawa... 141
V.2.3. Lakonan dan Adegan yang Berkaitan dengan Ajaran Tasawuf... 145
V.3.Analisis Perupaan Figur Wayang Tokoh-tokoh Pewayangan yang Berkaitan dengan Ajaran Tasawuf... 151
V.3.1. Pandawa Lima... 152
a. Yudhistira... 154
b. Bima... 156
c. Arjuna... 174
d. Nakula dan Sadewa... 189
V.3.2. Tokoh-tokoh Panakawan pada Adegan Goro-goro atau Karang Tumaritis... 190
a. Semar... 193
b. Gareng/Nalagareng... 211
c. Petruk... 212
d. Bagong... 213
e. Sekarpandan atau Cenguris/Curis... 214
f. Bitarota... 215
g. Ceblok... 216
h. Bagalbuntung... 216
i. Cungkring... 216
j. Dewala atau Duwala... 217
V.3.3. Tokoh-tokoh Buto Prepat pada Adegan Perang Kembang... 220
a. Buto Cakil... 220
b. Buto Rambut Geni... 231
c. Buto Terong... 232
d. Buto Kopis/Galiyuk... 233
V.3.4. Tokoh-tokoh Angkara Murka a. Rahwana ... 236
b. Duryudhana/Suyudana... 248
c. Dursasana... 259
d. Tokoh Kurawa Lainnya... 266
V.6. Hasil Analisis Visual... 270
V.6.1. Hasil Analisis Visual Wayang Kulit Gagrak Cirebon... 272
V.6.2. Hasil Analisis Visual Wayang Kulit Gagrak Surakarta... 273
V.6.3. Perbedaan Perwujudan Ajaran Tasawuf dlm Perupaan Wayang Kulit... 275
Bab VI Simpulan dan Saran VI.1. Simpulan... 281 VI.2. Saran... 285 DAFTAR PUSTAKA... 287 DAFTAR ISTILAH... 294 LAMPIRAN... 303 xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Skema Proses Analisis pada Artefak... 15
Gambar I.2. Kerangka Pemikiran... 16
Gambar II.1. Peta letak wilayah Cirebon dan Surakarta di Pulau Jawa... 22
Gambar II.2. Contoh lukisan kaca Cirebon karya Rastika... 25
Gambar II.3. Upacara isis ringgit koleksi wayang pusaka Kyai Kadung yang dilakukan di Keraton Kasunanan Surakarta yang dilakukan setiap Selasa Kliwon... 33
Gambar II.4 Pengisisan koleksi wayang jimat yang dilakukan di Keraton Kacirebonan yang dilakukan setiap Jumat Kliwon... 33
Gambar III.1 Skema Pengaruh Tasawuf di Cirebon dan Surakarta... 53
Gambar IV.1 Pandawa Lima gagrak Cirebon sebagai simbol Rukun Islam.. 61
Gambar IV.2 Perbedaan proporsi dan penerapan sunggingan motif hias pada wayang Gatotkaca Surakarta danYogyakarta... 72
Gambar IV.3. Ciri khas bagian kepala wayang gagrak Cirebonan... 74
Gambar IV.4. Perbedaan gelang wayang gagrak Cirebonan dan Surakarta... 74
Gambar IV.5. Jemari kaki belakang yang tidak ditatah seluruhnya sebagai khas gagrak Cirebon luar Keraton... 75
Gambar IV.6. Tokoh wayang khas gagrak Cirebon... 75
Gambar IV.7 Skema Hubungan Antar Gagrak Wayang Kulit di Jawa... 76
Gambar IV.8 Bagan istilah aksesoris figur Wayang Kulit gagrak Surakarta dengan contoh tokoh Prabu Baladewa... 79
Gambar IV.9. Berbagai bentuk mata wayang kulit... 82
Gambar IV.10. Macam bentuk hidung wayang kulit... 83
Gambar IV.11. Berbagai bentuk mulut wayang kulit... 84
Gambar IV.12. Berbagai bentuk genggaman tangan wayang kulit... 84
Gambar IV.13. Gambar IV.14. Gambar IV.15. Gambar IV.16. Gambar IV.17. Gambar IV.18 Gambar IV.19. Gambar IV.20 Gambar IV.21. Gambar IV.22. Gambar IV.23 Gambar IV.24. Gambar IV.25. Gambar IV.26 Ganbar IV.27. Gambar IV.28 Gambar IV.29 Gambar IV.30. Gambar V.1.
Perwujudan sunggingan motif megamendung atau wadasan di bagian palemahan pada wayang koleksi Keraton
Kacirebonan………. 86
Contoh golongan Denawa ... 90
Contoh golongan Ponggawa... 91
Contoh wayang Sanggan/Gagahan... 93
Contoh golongan Satria Lanyap/Ladak dan Satria Lenyep/Lungguh... 94
Tokoh Putran/bambangan atau satria muda atau belum menikah... 95
Figur golongan Putren gagrak Surakarta... 97
Figur golongan Putren gagrak Cirebonan dengan postur togok yang lebih sangkuk... 97
Golongan Jabangan... 98
Golongan Raksesi... 99
Aneka wayang Setanan yang berbentuk ganjil dan telanjang bulat... 100
Figur wayang Ketek Grebeg gagrak Cirebon... 100
Wayang Kewanan/Buron... 101
Siluet wayang Rampogan dan senjata... 102
Contoh sebagian simpingan figur wayang gaya pedalangan Surakarta... 103
Skema deretan golongan figur tokoh wayang menurut ukuran diurutkan dari yang paling besar hingga yang paling kecil, sesuai simpingan atau janturan... 103
Skema Kaitan Perwatakan Dengan Perupaan Wayang Kulit... 110
Figur Balasrewu gagrak Surakarta koleksi Museum Wayang Jakarta yang dikreasi Sanggar Sedayu Jakarta... 126 Skema Tahapan Analisis Perupaan pada Artefak dengan
Gambar V.2. Gambar V.3. Gambar V.4 Gambar V.5 Gambar V.6. Gambar V.7 Gambar V.8. Gambar V.9. Gambar V.10. Gambar V.11. Gambar.V.12 Gambar V.13. Gambar V.14. Gambar V.15. Gambar.V.16.
Pendekatan Kritik Seni... 129 Skema Kaitan Antara Rupa Wayang dengan Konsep Nafsu
dalam Tasawuf Sebagai Pijakan Analisis... 130 Gunungan sebagai contoh kecocokan pemahaman dan
penanda kesinambungan antara kepercayaan asli,
Hindu-Buddha dan Tasawuf... 134 Figur Sang Hyang Wenang yang paling kecil dan tak
bersendi sebagai simbol spiritual semata... 137 Contoh gambar grafis wayang kulit Bali, yaitu figur Bima
(kiri), Arjuna dan seorang Panakawan... 141 Figur Dewa Ruci gagrak Surakarta sebagai simbol
mikrokosmos atau kehalusan batin tokoh Bima... 147 Figur Arjuna sebagai Mintaraga atau Cipta Ning dalam lakon Arjuna Wiwaha atau Cipta Ning... 150 Bagan Formasi Pemaknaan Pandawa Lima... 152 Figur wayang Yudhistira gagrak Surakarta... 155 Atribut pada wayang Bima wanda si Amuk gagrak Cirebonan yang wajah dan tubuh serba hitam... 163 Atribut pada wayang Bima wanda Mimis gagrak Surakarta
yang wajah dan tubuh serba hitam... 164 Perubahan figur Wayang Kulit Bima masa Kabudan ke masa Kewalen dengan mengambil Wayang Bali dan Jawa sebagai representamen... 170 Atribut pada wayang Arjuna wanda kinanthi atau sedih dari
gagrak Surakarta... 176 Atribut pada wayang Arjuna saat bertapa (Mintaraga) dari
gagrak Cirebonan... 180 Atribut pada wayang Arjuna saat bertapa (Mintaraga) dari
gagrak Surakarta... 181 Proses perubahan figur Wayang Kulit Arjuna masa Kabudan ke masa Kewalen dengan mengambil Wayang Bali dan Jawa sebagai representamen... 186
Gambar V.17 Figur wayang Nakula-Sadewa Surakarta... 190
Gambar V.18. Gambar grafis keempat Panakawan versi Jawa Tengah... 190
Gambar V.19. Bagan Formasi Pemaknaan Panakawan... 191
Gambar V.20 Perbedaan postur tubuh tokoh Semar antara gagrak Cirebon Koleksi A. Purjadi (kiri) dengan gagrak Surakarta koleksi Sukasdi... 198
Gambar V.21. Atribut pada wayang Semar wanda si Madukunan gagrak Cirebonan... 201
Gambar V.22. Atribut pada wayang Semar gagrak Surakarta... 202
Gambar.V.23. Proses Perubahan Figur Golongan Panakawan Wayang Kulit masa Kabudan ke masa Kewalen dengan Wayang Bali dan Jawa sebagai Representamen... 207
Gambar V.24. Figur tokoh Nalagareng... 212
Gambar V.25 Tokoh Petruk gagrak Surakarta... 213
Gambar V.26 Figur tokoh Bagong... 214
Gambar V.27. Curis alias Sekarpandan (kiri), Bitarota dan Ceblok, karakter Panakawan yang hanya ada di Cirebon... 215
Gambar V.28. Tokoh Dewala (kiri), Bagalbuntung dan Cungkring, tokoh Panakawan khas Cirebon... 217
Gambar V.29. Dua figur wayang Buto Cakil... 221
Gambar V.30. Detail pada figur Buto Cakil wanda Panji gagrak Surakarta... 223
Gambar V.31 Detail pada figur Buto Cakil gagrak Cirebonan... 224
Gambar V.32. Gambar grafis adegan Perang Kembang atau Bambangan- Cakil yang menampilkan Buto Cakil yang bertarung menghadapi Permadi atau Arjuna muda... 230
Gambar V.33. Dua figur wayang Buto Rambut Geni... 231
Gambar V.34. Buto Terong gagrak Surakarta... 232
Gambar V.35. Figur Buto Kopis (kiri) koleksi Sekolah PDMN dan Buto Galiyuk koleksi Museum Wayang Jakarta... 233
Gambar V.36. Gambar V.37. Gambar V.38 Gambar V.39. Gambar V.40. Gambar V.41. Gambar V.42. Gambar V.43. Gambar V.44. Gambar V.45. Gambar V.46
Figur Rahwana gagrak Cirebonan... 239
Figur Rahwana gagrak Surakarta koleksi STSI Surakarta... 240
Proses Perubahan Figur Wayang Kulit Rahwana dari masa Kabudan ke masa Kewalen dengan Wayang Bali dan Jawa sebagai Representamen... 245
Gambar grafis tokoh Duryudana gagrak Surakarta... 249
Figur tokoh Duryudhana gagrak Cirebonan... 251
Figur tokoh Duryudhana gagrak Surakarta... 252
Skema Proses Perubahan Figur Wayang Kulit Duryudhana masa Kabudan ke masa Kewalen dengan Wayang Bali dan Jawa sebagai Representasi... 256
Figur tokoh Dursasana... 259
Figur tokoh Dursasana gagrak Cirebonan... 261
Figur tokoh Dursasana gagrak Surakarta... 262
Figur Bima gagrak Surakarta yang bertubuh hitam tanpa visualisasi janggut lebat, kalung Nagabanda... 273
DAFTAR TABEL
Tabel II.1. Konsep Pemaknaan pada Lukisan Kaca Wayang Cirebon... 26
Tabel II.2. Konsep Tasawuf pada Aneka Kesenian Cirebon... 27
Tabel II.3. Perbedaan dan Persamaan Latar Antara Cirebon dan Surakarta.. 34
Tabel III.1. Sifat-sifat tiap Tahapan Nafsu menurut Tasawuf al-Jilli... 44
Tabel III.2. Konsep Nafsu dalam Tasawuf Jawa... 46
Tabel IV.1. Kategori Figur Wayang Kulit Berdasarkan Bentuk atau Wujud dan Ukuran... 87
Tabel IV.2. Posisi adegan Perang Kembang dalam pakeliran wayang kulit gaya Jawa Tengah (Surakarta)... 118
Tabel V.1. Konsep Dualisme pada Tasawuf dan Pewayangan... 138
Tabel V.2. Konsep Nafsu menurut Tasawuf al-Jilli pada Karakter Wayang Ditinjau dari Aspek Periwayatan... 140
Tabel V.3. Konsep Nafsu menurut Tasawuf Jawa pada Karakter Wayang Ditinjau dari Aspek Periwayatan... 140
Tabel V.4. Aneka Pemaknaan Pandawa Lima... 154
Tabel V.5. Perbandingan wanda-wanda Bima gagrak Cirebon dan Surakarta... 161
Tabel V.6. Perbandingan Unsur Rupa Figur Bima Gagrak Cirebonan dengan Surakarta... 165
Tabel V.7. Perbandingan Wanda-wanda Arjuna Gagrak Cirebon dengan Surakarta... 178
Tabel V.8. Perbandingan Unsur Rupa Figur Arjuna (Mintaraga) Gagrak Cirebonan dan Surakarta... 182
Tabel V.9. Oposisi biner antara Semar dan Batara Guru... 195
Tabel V.10. Oposisi biner antara Semar dan Bagong... 196
Tabel V.11. Oposisi biner antara Semar dan Togog... 196
Tabel V.12. Oposisi biner antara Semar dan Bima... 196 Tabel V.13. Oposisi biner antara Semar dan Arjuna... 197 Tabel V.14. Oposisi biner antara Semar dan Kresna... 197 Tabel V.15. Perbandingan Wanda-wanda Semar pada Gagrak Cirebon dan
Surakarta... 199 Tabel V.16. Perbandingan Unsur Rupa Figur Semar pada Gagrak Cirebonan
dan Surakarta... 203 Tabel V.17. Perbandingan Pemaknaan Anggota Panakawan pada Wayang
Cirebon dengan Surakarta... 219 Tabel V.18 Perbandingan Unsur Rupa Figur Buto Cakil Gagrak Cirebonan
dan Surakarta... 225 Tabel V.19 Pemaknaan Tokoh Buto Prepat Menurut Tasawuf
Jawa... 235 Tabel V.20. Perbandingan Unsur Rupa Figur Rahwana Gagrak Cirebonan
dan Surakarta... 241 Tabel V.21. Perbandingan Unsur Rupa Figur Duryudhana Gagrak
Cirebonan dan Surakarta... 253 Tabel V.22. Perbandingan Unsur Rupa Figur Dursasana Gagrak Cirebonan
dan Surakarta... 263 Tabel V.23. Kaitan antara Golongan Figur Wayang Kulit dengan
Perwatakan... 267 Tabel V.24. Nafsu Menurut Tasawuf al-Jilli pada Karakter Wayang Ditinjau
dari Golongannya... 269 Tabel V.25. Perbandingan Manifestasi Pemaknaan Tasawuf pada Berbagai
Aspek Perupaan Antara Gagrak Cirebon dengan Surakarta... 278 Tabel V.26. Perbandingan Kesan Visual Figur Tokoh Antara Gagrak
Cirebon dengan Surakarta... 279 Tabel V.27. Perbandingan antara Wayang Cirebonan dan Surakarta... 280
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Strruktur Skenario Pakeliran Wayang Kulit
Tabel 1.1. Skenario Pakeliran dalam Pedalangan Gaya
Cirebon...303
Lampiran 2 Taraf/Derajat Simbolisasi dan Pemaknaan pada Aspek Rupa Figur Wayang Gagrak Surakarta
Tabel 2.1. Pemaknaan Tokoh-tokoh Lakonan Bimaruci Versi Surakarta...304 Tabel 2.2. Pemaknaan Tokoh-tokoh Adegan Goro-goro Versi
Surakarta...305 Tabel 2.3. Pemaknaan Tokoh-tokoh Lakon Wahyu
Makutharama Versi Surakarta...306
Lampiran 3 Tokoh-tokoh Kadang Bayu dalam Lakon Wahyu Makutharama…..307
Lampiran 4 Data-data Visual Figur Wayang Kulit Gagrak Cirebon dan
Surakarta……….310