Tugas : Individu
Mata Kuliah : Manajemen Pengetahuan dan Inovasi (MPI)
Dosen : Dr.Ir. Arif Imam Suroso, MSc (CS)
Analisis
Hubungan
Trust
dan
Knowledge
Self
Efficacy
terhadap
Knowledge
Sharing
dan
Dampaknya
terhadap
Kinerja
di
Institut
Pertanian
Bogor
Oleh : Agustina Widi
PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
DAFTAR ISI 1. PENDAHULUAN. ... 2 1.1. LATAR BELAKANG. ... 2 1.2. PERUMUSAN MASALAH……….………….….……… ... 3 1.3. TUJUAN PENELITIAN……….………….….……… ... 4 1.4. MANFAAT PENELITIAN……….………….….……… ... 4 2. TINJAUAN PUSTAKA. ... 5 2.1. MANAJEMEN PENGETAHUAN……….……….……… ... 5 2.2. KNOWLEDGE SHARING ... 6
2.2.1. Definisi Knowledge sharing ... 6
2.2.2. Tujuan Knowldege sharing ... 7
2.3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KNOWLEDGE SHARING ... 8
2.3.1. Pengukuran Knowledge Sharing ... 8
2.3.2. Trust ... 9
2.3.3. Knowledge Self Efficacy ... 9
2.4. KINERJA IN‐ROLE ... 9
2.5. TRUST, KNOWLEDGE SELF EFFICACY, KNOWLEDGE SHARING DAN KINERJA ... 9
2.6. PENELITIAN TERDAHULU ... 10
2.7. MODEL PENELITIAN ... 13
3. METODE PENELITIAN. ... 14
3.1. PENDEKATAN PENELITIAN……….……….……… ... 14
3.2. TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 14
3.3. INSTRUMEN PENELITIAN……….……….……… ... 14 3.4. ANALISIS DATA ... 14 DAFTAR PUSTAKA
1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Saat ini pengetahuan telah dianggap sebagai kunci dari keunggulan organisasi (Lopez P dan
Ordas 2004, Nonaka 2002) karena kinerja organisasi akan dipengaruhi oleh pemanfaatan
sumberdaya intelektual dari para karyawan di dalamnya (Baumol dan Loasby 2002).
Pengetahuan akan menjadi sumberdaya yang merupakan keunggulan kompetitif organisasi
yang jika digunakan secara efektif dan digunakan sebagai dasar untuk menghasilkan
pengetahuan baru (Hussi 2004). Untuk itu organisasi harus menyadari bahwa pengelolaan
pengetahuan adalah kunci dari keberhasilan kinerja organisasi (Leonard dan Swap 2004).
Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai perguruan tinggi merupakan organisasi yang menawarkan
jasa pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat juga mengalami tekanan perubahan.
Perguruan tinggi mengalami berbagai perubahan dengan berbagai pendekatan baru baik dari
segi akademik yaitu kurikulum, pengajaran, proses pembelajaran (Hallinger dan Lu, 2013)
perubahan lingkungan dan strategi bisnis untuk meraih pasar yang pada akhirnya menyebabkan
perubahan pada budaya organisasi (Pither, 2013) serta teknologi dan informasi (Smith, 2010).
IPB dituntut untuk berperan penting dan strategis dalam menjawab permasalahan dan
kebutuhan masyarakat. Perubahan yang terjadi di perguruan tinggi sejalan dengan jumlah
perguruan tinggi yang semakin meningkat, serta perubahan misi perguruan tinggi dari misi awal
sebagai gudang pengetahuan menjadi pusat pengembangan pengetahuan (Altmann dan
Ebersberger, 2013). Agar IPB mampu bersaing, maka diperlukan adaptasi dan strategi untuk
menghadapi perubahan tersebut.
Untuk menghasilkan keunggulan yang kompetitif IPB tidak cukup hanya bergantung pada
sistem personalia dan pelatihan yang berfokus pada pemilihan karyawan yang terampil, mampu
dan kompeten. IPB harus mempertimbangkan bagaimana agar keahlian dan pengetahuan dari
para ahli yang dimiliki dapat ditransfer kepada anggota organisasi perguruan tinggi yang lain
dan baru. Dengan kata lain IPB sebagai organisasi harus mampu memanfaatkan asep
pengetahuan yang dimilikinya (Damodaran dan Olphert 2000). Untuk itu diperlukan suatu
proses pembagian pengetahuan antara karyawan di dalam IPB yang disebut sebagai knowledge
sharing.
Knowledge sharing merupakan kunci organisasi untuk menjadi sukses. Knowledge sharing
adalah hal mendasar yang harus dilakukan para pegawai dalam organisasi untuk dapat
berkontribusi pada aplikasi pengetahuan dan inovasi yang pada akhirnya menuju keunggulan
kompetitif (Wang S dan Noe R A, 2010; Noor NM dan Salim J, 2011; Aslani F, et al, 2012;
Okyere‐Kwakye E dan Nor KM, 2011). Knowledge sharing yang merupakan bagian dari
knowledge manajemen merupakan transfer pengetahuan baik antara individu, dari individu ke
grup, dalam suatu kelompok, antara kelompok‐kelompok, bagian atau departemen untuk saling
membantu dalam menyelesaikan tugas‐tugas yang berbeda dan fungsi dalam organisasi yang
memanfaatkan pengetahuan yang telah ada (Damodaran dan Olephert 2000). Knowledge
Sharing merupakan dasar untuk menghasilkan ide‐ide baru dan mengembangkan peluang bisnis
baru melalui sosialisasi dan pembelajaran proses pekerja pengetahuan yang akan
mempengaruhi kinerja jangka panjang organisasi dan daya saing.
Bagi karyawan di beberapa organisasi, knowledge sharing dinilai sebagai perilaku yang
diharapkan, dievaluasi dan dihargai oleh organisasi (Steven 2000). Knowledge sharing
diharapkand apat membantu karyawan dalam menyelesaikan tugas dan tanggungjawab yang
sesuai dengan uraian pekerjaan lebih cepat dan lebih baik. Dalam Dalam beberapa penelitian
sebelumnya Wasko dan Faraj (2005) mengatakan bahwa knowledge sharing ditingkat organisasi
dipengaruhi oleh budaya organisasi, leadership, reward dan insentif. Selain itu juga dipengaruhi
oleh faktor teknologi. Pada tingkat individu, knowledge sharing dipengaruhi oleh personality,
knowledge self efficacy (Yang S dan Farn C 2009; Okyere‐Kwakye dan Nor KM 2001; Wang dan
lai 2006) dan trust (Noor NM dan Salim J 2011).
Pengetahuan diciptakan melalui berbagai interaksi antar karyawan pada berbagai level dalam
organisasi, demikian pula pada perguruan tinggi. Organisasi tidak dapat menciptakan atau
membagi pengetahuan tanpa partisipasi dari karyawan walaupun sudah ada teknologi atau
software terbaik yang disediakan organisasi. Organisasi dalam mengoptimalkan pengetahuan
bergantung pada diri karyawan yangs ecara actual dapat menciptakan, membagi dan
emnggunakan pengetahuan tersebut (Ipe, 2003). Untuk itulah penelitian ini akan lebih condong
meneliti faktor individu dalam knowledge sharing. Seperti diungkapkans ebelumnya bahwa
pada tingkat individu, faktor yang kemungkinan mempengaruhi knowledge sharing adalah
personality, knowledge self efficacy dan trust. Personality dalam hal ini merupakan variable
yang sulit untuk diubah karena merupakan bawaan individu. Untuk itu faktor yang penting
diteliti adalah trust dan knowledge self efficacy.
Trust menurut Mc Allister dibagi menjadi affect based trust dan cognitive based trust. Affect
based trust adalah kecenderungan untuk percaya akan ketulusan atau niat baik seseorang dan
yakin bahwa hubungan tersebut saling berbalas. Cognitive based trust yaitu kecenderungan
untuk percaya akan kemampuan dan kompetensi rekan kerja. Sedangkan knowledge self
efficacy adalah keyakinan seseorang abhwa kemampuan yang dimiliki dapat menyelesaikan
pekerjaaanya.
1.2. PERUMUSAN MASALAH
Sebagai organisasi yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat
dimana pengetahuan terus berkembang dan perubaha terus terjadi maka manajemen
pengetahuan di IPB menjadi suatu keharusan. Seperti diungkapkan di atas bahwa dalam
manajemen pengetahuan, faktor penentu kesuksesan daya saing adalah knowledge sharing
dimana karyawan di IPB dengan menggunakan pengetahuan organisasi, meningkatkan kinerja,
berinovasi dan menghasilkan keunggulan kompetitif bagi perguruan tinggi tersebut ditengah
berbagai persaiangan yang ada. Penelitian ini ingin menjawab faktor‐faktor individu apakah
role IPB. Dari berbagai latar belakang tersebut dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai
berikut :
1. Bagaimana hubungan antara trust dengan knowledge sharing yang terjadi di IPB?
2. Bagaimana hubungan antara self efficacy dengan knowledge sharing di IPB?
3. Bagaimana hubungan antara knowledge sharing dengan kinerja in‐role IPB ?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, dapat disusun tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Menganalisis hubungan antara trust dengan knowledge sharing yang terjadi di IPB.
2. Menganalisis hubungan antara self efficacy dengan knowledge sharing yang terjadi di
IPB.
3. Menganalisis hubungan antara knowledge sharing dengan kinerja in‐role IPB.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini merupakan kesempatan bagi penulis untuk mengaplikasikan teori dan
pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di MB‐IPB, khususnya mata kuliah
Manajemen Pengetahuan dan Inovasi dalam program kekhususan pendidikan tinggi, untuk
mengasah kemampuan penulis dalam menganalisis dan mensintesis sebuah permasalahan
secara ilmiah. Manfaat lain yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai sumbangan
pemikiran bagi manajemen pengetahuan di IPB mengenai strategi dalam melakukan knowledge
sharing.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. MANAJEMEN PENGETAHUAN
Nonaka (1991) menyatakan bahwa ada dua jenis knowledge yang terdapat dalam setiap
organisasi, yaitu tacit dan explicit knowledge. Tacit knowledge meliputi model mental,
kepercayaan (beliefs), dan persuasi dari setiap pekerja. tacit knowledge ini ada di dalam
individu dan sulit diekspresikan dengan kata‐kata. Dalam kebanyakan organisasi tacit
knowledge ini jarang disaling bagikan (shared) atau dikomunikasikan. Oleh karena itu knowledge ini akan hilang manakala individu yang memilikinya meninggalkan organisasi. Tacit
knowledge juga dapat dipandang sebagai knowledge yang terdapat didalam budaya organisasi,
misalnya motivasi dan kemampuan adaptasi yang ditunjukkan oleh pekerja yang bekerja pada
suatu budaya perusahaan tertentu, termasuk gagasan, persepsi, cara berpikir, wawasan,
keahlian/kemahiran, dan sebagainya.
Explicit Knowledge adalah knowledge yang dapat dikodifikasi, dapat dibagikan dan
dikomunikasikan kepada orang lain. knowledge eksplisit dapat diungkapkan dengan kata‐kata
dan angka, disebarkan dalam bentuk data, spesifikasi, dan buku petunjuk. Sebagian besar
organisasi telah melakukan proses pengelolaan knowledge melalui pengambilan (capturing),
penyimpanan (storing), diolah dalam suatu sistem, atau teknologi operasi tertentu sehingga
tersedia dan dapat digunakan oleh semua anggota organisasi. Contoh dari knowledge eksplisit
ini adalah manual, buku, laporan, dokumen, surat dan sebagainya.
Pada tahun 1995, Nonaka dan Takeuchi menyatakan suatu organisasi menciptakan
pengetahuan melalui interaksi antara tacit knowledge dengan explicit knowledge. Mereka
menyebut interaksi antara kedua jenis pengetahuan tersebut sebagai ‘konversi pengetahuan’
(knowledge conversion). Pemahaman terhadap hubungan timbal balik ini adalah kunci untuk
memahami proses penciptaan pengetahuan. Pengetahuan diciptakan melalui interaksi antar
individu dengan muatan dan jenis pengetahuan yang berbeda. Melalui proses ‘konversi sosial’
ini, tacit knowledge dan explicit knowledge akan semakin berkembang, baik dalam hal kuantitas
maupun kualitas.
Salah satu teori yang paling terkenal dari pembentukan pengetahuan organisasi adalah Spiral
Pengetahuan Nonaka (Nonaka’s Spiral of Knowledge). Sejak artikel dasar pertamanya pada
tahun 1991, Nonaka telah mengembangkan teori ini lebih lanjut bekerja sama dengan beberapa
penulis lain. Tujuan utama dalam mengembangkan model ini adalah untuk memberikan
pemahaman tentang bagaimana membuat pengetahuan organisasi sehingga organisasi dapat
mengerti bagaimana mereka dapat memaksimalkan manajemen, aplikasi, dan transfer
pengetahuan ini.
Pengetahuan diciptakan melalui interaksi antara manusia dan struktur lembaga sosial. Tindakan
kita dan interaksi dengan lingkungan membentuk dan membangun pengetahuan melalui proses
konversi pengetahuan tacit dan explicit (Nonaka, 1991, Nonaka & Takeuchi, 1995). Argumen
dasar adalah bahwa penciptaan pengetahuan merupakan proses sintesis melalui organisasi
yang muncul. Hal ini merupakan interkoneksi antara agen dan struktur yang membuat proses
pengetahuan terjadi sebagai interaksi dinamis antar‐link dari tingkat individu‐ke‐masyarakat.
Nonaka (1991) menyatakan bahwa organisasi belajar bermula dari proses interaktif,
internalisasi dan eksternalisasi knowledge. Organisasi belajar tersebut terjadi pada bagian
interseksi dari tacit dan explicit knowledge selama berlangsungnya interaksi antar pekerja,
departemen, atau tim di dalam organisasi. Di dalam perusahaan yang senantiasa menciptakan‐
pengetahuan, pengetahuan diciptakan melalui spiral SECI, yaitu empat modus konversi antara
tacit knowledge dan explicit knowledge sebagai berikut:
Gambar 1. Proses SECI
2.2. KNOWLEDGE SHARING
2.2.1. Definisi Knowledge Sharing
Knowledge sharing didefinisikan sebagai sebuah proses dimana individu‐individu yang sering
terlibat saling bertukar knowledge baik berupa tacit maupun eksplisit dan digunakan untuk
menemukan knowledge baru. Berdasarkan definisi tersebut knowledge sharing adalah proses
mengkomunikasikan pengetahuan dalam sebuah grup. Grup ini dapat terdiri dari anggota
institusi formal, misalnya antar kolega di tempat kerja. Setidaknya dua orang yang berinteraksi.
Tujuan mendasar adalah memanfaatkan pengetahuan yang tersedia untuk meningkatkan
kinerja kelompok. Dengan kata lain, individu membagi apa yang telah mereka pelajari dan
mentransfer apa yang telah mereka ketahui, kepada mereka yang memiliki kepentingan
bersama dan telah menemukan pengetahuan yang bermanfaat.
Knowledge sharing merupakan proses penyebaran pengetahuan dari seseorang kepada orang
lain dalam suatu organisasi, dan merupakan satu dari proses manajemen pengetahuan
(knowledge management). Fokus dari knowledge management adalah sejauhmana knowledge
sharing dapat menciptakan manfaat nilai tambah bagi organisasi (Liebowitz, 2001). Dalam
pengetahuan organisasi dan berfungsi sebagai isu utama dalam organisasi (Nonaka dan
Takeuchi, 1995).
Inti dari knowledge management adalah knowledge sharing karena melalui knowledge sharing
terjadi peningkatan value dari knowledge yang dimiliki organisasi. Seseorang yang melakukan
knowledge sharing tidak akan kehilangan knowledge yang dimilikinya tetapi justru melipat
gandakan nilai dari knowledge tersebut apabila sudah dimiliki dan dimanfaatkan oleh banyak
orang.
Berbagi pengetahuan (knowledge sharing) merupakan konsep dasar dari manajemen
pengetahuan dan telah menjadi fokus penting dalam manajemen pengetahuan karena
pengetahuan dipandang sebagai sumber daya yang paling bernilai stratejik yang dimiliki
organisasi (Cumming, 2003), sumber utama bagi penciptaan nilai (Nonaka & Takeuchi, 1995),
dan merupakan cara penting bagi keunggulan kompetitif (Liao, 2007; Lin,2007)
Prosesnya terdiri dari mengumpulkan, mengatur dan bercakap‐cakap dari satu orang ke yang
lain tentang pengetahuan. Proses berbagi tidak sekedar mengumpulkan data dan informasi
tetapi lebih kepada nilai pengetahuan. Oleh karena itu, jika dikelola dengan baik, berbagi
pengetahuan dapat meningkatkan kualitas kerja dan keterampilan membuat keputusan,
pemecahan masalah secara efisiensi serta kompetensi yang akan menguntungkan organisasi.
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Jacobson (2006) dalam Prayitno (2010), yang
menyatakan knowledge sharing adalah sebuah pertukaran pengetahuan antar dua individu;
satu orang yang mengkomunikasikan pengetahuan, seorang lainnya mengasimilasi
pengetahuan tersebut.
2.2.2. Tujuan Knowledge sharing
Tujuan adanya knowledge sharing antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai wadah berbagi pengetahuan dan kolaborasi dalam rangka membantu pekerjaan
sehari‐hari
2. Untuk menggali potensi pengetahuan yang ada di masing‐masing pegawai demi
membangun pengetahuan perusahaan/organisasi (corporate knowledge) yang relevan
terhadap strategi bisnis perusahaan.
3. Sebagai wadah untuk mengembangkan continuous improvement dan membangun
disiplin perencanaan dan pendokumentasian sesuai dengan implementasi ISO.
4. Sebagai wadah utama untuk menumbuhkembangkan inovasi‐inovasi yang berasal dari
pegawai.
Didalam semua kegiatan perusahaan knowledge sharing (KS) harus dapat memberikan peranan
penting dalam perusahaan dengan tujuan agar semua komponen diperusahaan merasa
bertanggung jawab terhadap kehidupan perusahaan Knowledge sharing juga akan
menimbulkan learning organization, untuk memberikan knowledge kepada orang lain, dan
tentunya ini merupakan suatu proses belajar dari pengalaman orng lain. Namun, kegiatan
sharing ini juga tidak semudah itu dilaksanakan oleh perusahaan, ada beberapa hal yang dapat
• Knowledge is power : Knowledge yang dimiliki oleh seseorang menjadi sebuah kekuatan
tersendiri, dan jika harus dibagikan kepada orang lain, justru akan merugikan dirinya,
karena akan akan merasa tersaingi
• Not Incented Here : Setiap orang memiliki cara belajar tersendiri, sehingga jika ia
merasa bukan cara belajar yang ia ciptakan, maka ia tidak mau belajar
• Lack of support from management : Banyak oraganisasi yang tidak memfasilitasi pada
karyawannya untuk belajar. Perusahaan tersebut menganggap bahwa dengan belajar
justru akan mengurangi produktifitas kerja karena mengurangi jam kerja para
karyawannya
Organisasi yang ingin menjadi sebuah learning organization harus mengetahui komponen‐
komponen yang terdiri dari :
a. System thinking : Kita harus melihat segala sesuatu yang ada diperusahaan sebagai
sebuah kesatuan, bukan sesuatu yang bersifat individual
b. Shared vision :Sebagai pemimpin, pasti memiliki visi tersendiri yang belum tentu dimiliki
oleh para anak buahnya, oleh sebab itu, perusahaan memfasilitasi dan mengatur agar
terjadi sinergi antara visi yang dimiliki oleh sang pemimpin dengan para anak buahnya
c. Personal Mastery : Komponen ini meliputi keinginan atau komitmen yang muncul dari
seseorang untuk melakukan pembelajaran. Biasanya, seseorang tumbuh dan belajar
dibidang yang ia minati dan menjadi bidang inti (core) dalam proses pembelajaran
d. Mental methode : Secara mental, jika da nilai‐nilai yang tidak sesuai dengan proses
pembelajaran dalam sebuah organisasi, maka harus ada nilai‐nilai baru yang sesuai
untuk dimasukkan kedalamnya
e. Team learning : Setiap individu memiliki knowledge dan pengalaman tersendiri, dan hal
ini haruslah dibagikan kepada orang lain agar menjadi sebuah tim yang dapat
menghasilkan knowledge bersama disebuah organisasi
2.3. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KNOWLEDGE SHARING
Terdapat ebebrapa faktor yang dapat mendorong atau melatarbelakangi perilaku knowledge
sharing. Menurut Gagne (2009) dan Ipe (2003) beberapa faktor yang mempengaruhi knowledge
sharing yaitu 1) faktor individu 2) faktor organisasi 3) faktor teknologi. Selain itu Cumming dan
Worley (2009) menyebutkan bahwa beberapa elemen yang mendukung terbentuknya
knowledge sharing antara lain 1) struktur organisasi dengan lapisan yang lebih sedikit dan lebih
menekankan pada teamwork 2)reward sisyem dan training 3) budaya organisasi tyang
mendukung trial and error, keterbukaan dan kreatifitas karyawan.
2.3.1. Pengukuran Knowledge sharing
Menurut Hoff dan Weenan (2004) untuk mengukur knowledge sharing ada dua dimensi yaitu
donating knowledge dan collecting knowledge. Donating knowledge adalah perilaku
mengkomunikasikan modal intelektual yang dimiliki kepada orang lain, sedangkan collecting
knowledge adalah perilaku individu untuk berkonsultasi dan meminta dari orang lain modal
intelektualnya. Alat ukur terdiri dari 6 (enam) item dengan menggunakan skala likert 1 sampai
dengan 6 yaitu 1=sangat tidak setuju, 2 = tidak setuju, 3 = agak tidaks etuju, 4 = agak setuju, 5 =
2.3.2. Trust
Menurut Chowdury (2005) trust dapat didefinisikan sebagai keinginan seseorang untuk
mempercayai individu lain didasarkan atas tindakan yang menguntungkan dari individu
tersebut. Mayer (1995) mendefinisikan trust sebagai keinginan seseorang (trustor) untuk
melakukan suatu tindakan yang didasarkan atas ekspektasi pada individu lain. Banyak peneliti
menyetujui bahwa trust merupakan konsep yang sifatnya multi dimensional. McAllister
mengembangkan dan menguji secara empiris dua bentuk yang berebda dari interpersonal trust
yaitu a) affect based trust yaitu kecenderungan untuk percaya akan ketulusan atau niat baik
seseorang. Didasarkan atas ketulusan, kepercayaan dari hati, ikatan berdasarkan empati,
perasaan dan kedekatan emosional. B) cognitive based trust adalah ekcenderungan untuk
percaya dan menghormati orang lain karena adanya alasan dan bukti dari kompetensi,
tanggungjawab, kehandalan sebagai kriteria yang digunakan untuk menilai kepercayaan.
2.3.3. Knowledge Self Efficacy
Self Efficacy adalah persepsi seseorang terhadap kemampuannya dalam mengatur dan
melaksanakan tugas. Hal ini tidak hanya menyangkut keterampilan yang dimiliki tetapi juga
penilaian tentang apa yang dapat dilakukan dengan keterampilan yang dimiliki tersebut
(Bandura, 1997). Self efficacy menentukan kesediaan seseorang untuk melakukan aktivitas
tertentu. Sedangkan Endres et al (2007) menunjukkan bahwa lingkungan individu berkontribusi
pada self efficacy yang mengarah pada knowledge sharing.
2.4. KINERJA IN‐ROLE
Kinerja menurut Jex dan Britt (2008) adalah perilaku yang berkaitan dengan tugas dan
tanggungjawab masing‐masing karyawan yangs ejalan dengan tujuan yang akand icapai
organisasi, sehingga dapat dievaluasi secara formal oleh organisasi. Karyawan harus mampu
menampilkan kinerjanya untuk mencapai tujuannya. Van Dyne, Cumming dan McLean‐Park
(1995) membedakan dua jenis perilaku yang dikategorikan sebagai kinerja yang disebut role
behavior yaitu in‐role behavior dan extra role behavior. Penelitian ini membatasi pada
penilaian kinerja yang didasarkan atas job description yang telah disusun yaitu pada kinerja in‐
role. Dengan demikian baik atau buruknya kinerja karyawan dilihat dari kemampuannya dalam
melaksanakan tugas‐tugas sesuai dengan pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya sesuai job
description.
2.5. TRUST, KNOWLEDGE SELF EFFICACY, KNOWLEDGE SHARING DAN KINERJA
Trust adalah faktor penting dalam organisasi untuk menciptakan suasana yang nyaman untuk
melakukan knowledge sharing. Hal yang mendasari hubungan trust dan knowledge sharing
adalah ikatan kuat diantara karyawan. Kepercayaan seorang individu dalam perilaku knowledge
sharing dibangun melalui lingkungannya. Ketika dalam organisasi karyawan mulai dapat saling
percaya satu sama lain. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa trust mempengaruhi
knowledge sharing.
H1 : Trust berhubungan positif dengan knowledge sharing
Knowledge self efficacy dapat membantu memotivasi karyawan untuk berbagi pengetahuan
dengan rekan kerjanya (Wasko dan Faraj 2005). Para peneliti juga menemukan bahwa
karyawan yang berkeyakinan tinggi dengan kemampuan yang dimiliki untuk memberikan
pengetahuan yang berharga lebih mungkin menyelsaikan tugas‐tugas tertentu. Karyawan yang
percaya bahwa mereka dapat memberikan kontribusi pada kinerja organisasi dengan berbagi
pengetahuan maka akan mengembangkan sikap yang lebih positif terhadap berbagi
pengetahuan.
H2 : Knowldege sharing efficacy berhubungan positif dengan knowledge sharing
Knowledge sharing adalah faktor terpenting yang mempengaruhi perkembangan organisasi,
kinerja organisasi dan kinerja individu (Beckmen TJ 1997). Dengan adanya knowledge sharing
maka knowledge baru dan inovasi akan meningkatkan kinerja individu yang pada akhirnya akan
meningkatkan kinerja organisasi (Al‐Hamawamdah 2005).
H3 : Knowledge sharing berhubungan positif dengan kinerja in‐role
2.6. PENELITIAN TERDAHULU
Okyere‐Kwakye E dan Nor KM (2011) dalam artikelnya yang berjudul Individual Factors and
Knowledge Sharing menganalisis antara knowledge sharing. Sebelumnya seperti yang Nonaka
dan Tekeuchi (1995) sampaikan bahwa organisasi tidak akan berhasil dalam menciptakan
pengetahuan tanpa individu karena individu dianggap sebagai menjadi elemen kunci dalam
manajemen pengetahuan. Studi ini membuat suatu usaha untuk membahas beberapa faktor
individu yang dapat mempengaruhi knowledge sharing. Empat faktor individu yang dianggap
mempengaruhi perilaku individu untuk melakukan knowledge sharing terdiri dari altruism, self
efficacy, mutual reciprocity and trust Pengetahuan pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu
tacit knowledge dan explicit knowledge. Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang
melekat pada individu dan sulit untuk dikodifikasi. Sedangkan explicit knowledge adalah
pengetahuan yang mudah diakses, berkaitan dengan informasi, mudah dikodifikasi, dapat
disampaikan secara formal dan sistematis. Dalam manajemen pengetahuan, tacit knowledge
dan explicit knowledge saling dipertukarkan dan dibagi sehingga memungkinkan menghasilkan
pengetahuan baru. Faktor individu dalam knowledge sharing diantaranya adalah altruism, self
efficacy, mutual reciprocity and trust. Trust dinilai memiliki hubungan positif dengan knowledge
sharing, demikian juga dengan altruism. Altruism merupakan sikap untuk mau berbagi dan
mementingkan kebutuhan organisasi. Mutual reciprocity yang merupakan hubungan timbale
balik juga memiliki hubungan yang positif dengan knowledge sharing, semakin baik hubungan
antar pribadi untuk saling timbal balik dalam berbagi pengetahuan maka semakin baik perilaku
individu dalam knowledge sharing. Selain tiga factor yang disebutkan sebelumnya, factor self
efficacy yaitu penilaian masyarakat terhadap kemampuan mereka untuk mengatur dan
melaksanakan program aksi. individu dengan self efficacy yang lebih tinggi mungkin berbagi
pengetahuan dan pengalaman masa lalu lebih rela daripada individu dengan self efficacy
rendah karena individu dengan self efficacy yang lebih tinggi akan merumuskan penilaian positif
pada kemampuan mereka yang akan memotivasi mereka untuk berbagi pengetahuan mereka
Yang S dan Farn C (2009) dalam penelitian yang berjudul “Investigating Tacit Knowledge
Acquisition and Sharing from the Perspective of Social Relationships—A Multilevel Model”
menerangkan bahwa pengaruh sosial pada tacit akuisisi pengetahuan masyarakat dalam
berbagi di perusahaan yang berada di wilayah Timur berbeda dengan di perusahaan‐
perusahaan yang berada pada wilayah Barat. Dengan demikian , temuan tidak boleh ditafsirkan
berlaku untuk kelompok kerja dalam budaya nasional yang jelas berbeda . Studi masa depan
harus dilakukan dengan mereplikasi atau memperluas penelitian ini untuk kelompok budaya
lain untuk memahami efek dari faktor budaya berbagi pengetahuan tacit antara karyawan.
Dalam penelitian ini ada 2 implikasi yaitu implikasi teoritis dan implikasi manajerial. Ada
beberapa implikasi teoritis untuk literatur berbagi pengetahuan, yang dijelaskan sebagai
berikut. Pertama, studi ini menggunakan perspektif hubungan sosial untuk menyelidiki efek dari
relasional individu dan iklim kelompok dalam akuisisi pengetahuan tacit dan berbagi dalam
kelompok pekerjaannya. Beberapa literatur menyatakan bahwa pengetahuan tacit berbagi
antara karyawan didorong oleh rasa sosial, namun masih ada studi empiris pada faktor akuisisi
pengetahuan tacit dan berbagi di antara karyawan tidak banyak tersedia. Kedua, hubungan
antara akuisisi pengetahuan tacit dan berbagi di selidiki dalam penelitian ini untuk pertama
kalinya dalam literatur. Meskipun efek mediasi penuh inklusi sosial di tempat kerja tidak di
dukung. Selain itu, dalam lingkungan Asia, mungkin ada kebutuhan intrinsik yang lebih besar
untuk membalas, dengan demikian, hubungan antara inklusi sosial di tempat kerja dan niat
berbagi pengetahuan tacit dapat dimoderatori oleh motivator intrinsik tertentu. Ketiga, studi
ini menunjukkan bahwa kedua variabel individual dan tingkat grup akan mempengaruhi berbagi
pengetahuan tacit dalam kelompok kerja . Kerangka kerja ini kemudian diperiksa menggunakan
HLM analisis, dan hasilnya menunjukkan bahwa penyelidikan multilevel adalah menarik dalam
penelitian ini. Dengan demikian, pemahaman yang lebih kaya berbagi pengetahuan tacit
disediakan. Keempat, mungkin ada faktor lain yang dapat mempengaruhi perolehan
pengetahuan tacit dalam berbagi, seperti karakteristik proyek, atribut psikologis anggota, dan
persaingan dan konflik dalam kelompok kerja. Penelitian ini juga memiliki beberapa implikasi
manajerial berdasarkan hasil empiris. Pertama, hasilnya menunjukkan bahwa kepercayaan
berbasis mempengaruhi merupakan prasyarat penting untuk antarpribadi akuisisi pengetahuan
tacit yang efektif. Dengan demikian, manajer harus mendorong pembentukan jaringan sosial
informal di antara karyawan dalam rangka untuk mempromosikan akuisisi pengetahuan tacit
dalam kelompok kerja. Kedua, self efficacy merupakan faktor penentu penting dari tacit
pengetahuan niat berbagi karyawan. Self efficacy karyawan berkaitan dengan berbagi
pengetahuan tacit biasanya berasal dari karakteristik individu nya dan pengalaman organisasi .
Ketika individu biasanya didorong untuk berbagi tacit pengetahuan dan pengalaman beberapa
frustrasi mereka, mereka akan yakin kemampuan mereka untuk berbagi pengetahuan tacit
dengan rekan kerja. Tampaknya agak penting bagi manajer untuk mendorong self efficacy
untuk mengurangi hambatan dan kesulitan dalam berbagi pengetahuan tacit antara karyawan.
Ketiga, norma deskriptif juga merupakan penentu penting dari tacit pengetahuan niat berbagi
karyawan. Artinya, kesediaan karyawan untuk berbagi pengetahuan tacit nya terutama
dipengaruhi oleh pengetahuan perilaku berbagi tacit sebenarnya orang lain yang penting dalam
kelompok kerja yang sama. Dengan demikian, studi ini menunjukkan bahwa manajer atau
pemimpin kelompok harus aktif berkontribusi pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh
motivasi anggota kelompok. Akhirnya, hasil juga menyiratkan bahwa iklim afiliasi diperlukan
untuk mendorong karyawan untuk berbagi pengetahuan tacit mereka dengan rekan kerja
mereka. Seorang karyawan yang merasakan bahwa hubungan antarpribadi antara anggota
kelompok yang harmonis akan cenderung untuk berbagi pengetahuan tacit dengan orang lain
demi bersama yang baik. Mengingat efek yang signifikan dari iklim afiliasi, studi ini
menunjukkan bahwa upaya‐upaya sistematis untuk meningkatkan iklim ini sangat penting bagi
para manajer yang ingin mendorong berbagi pengetahuan tacit antara karyawan.
IPE M (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Knowldege sharing in organizations : a
conceptual framework mengidentifikasi factor dan karakteristik yang mempengaruhi individu di
organisasi dalam berbagi pengetahuan. Organisasi mampu memperluas dan mengembangkan
pengetahuan tergantung pada factor sumberdaya manusia sebagai pemilik pengetahuan, yang
akan berbagi dan menggunakan pengetahuan itu sendiri. Dalam memperluas pengetahuan
terdapat factor yang mempengaruhi knowledge sharing yaitu sifat dari pengetahuan itu sendiri
apakah berupa tacit knowledge atau eksplisit knowledge, motivasi dalam berbagi pengetahuan,
kesempatan berbagi pengetahuan, serta budaya dan lingkungan kerja. Masing‐masing factor
tersebut tidak sama dalam mempengaruhi individu dalam knowledge sharing di organisasi
karena tergantung dari tujuan organisasi, struktur dna kebijakan organisasi, praktek bisnis
dalam organisasi, budaya dan reward yang diberikan oleh organisasi.
Lin H (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Knowledge sharing and firm innovation
capability: an empirical study menguji pengaruh faktor individual (enjoyment in helping others
and knowledge self‐efficacy), faktor organisasi (dukungan manajemen puncak dan penghargaan
organisasi ) dan faktor teknologi ( teknologi informasi dan komunikasi digunakan ) pada proses
berbagi pengetahuan dan apakah lebih mengarah ke kemampuan inovasi perusahaan unggul .
Pendekatan yang digunakan adalah survei kepada 172 karyawan dari 50 organisasi besar di
Taiwan, yang diolah menggunakan SEM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua faktor
individual (enjoyment in helping others and knowledge self‐efficacy) dan salah satu faktor
organisasi (dukungan manajemen puncak ) secara signifikan berpengaruh pada knowledge
sharing. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kesediaan karyawan untuk menyumbangkan
baik dan mengumpulkan pengetahuan memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan
kemampuan inovasi. Dari perspektif praktis , hubungan antara berbagi enabler pengetahuan,
proses, dan kemampuan inovasi perusahaan dapat memberikan petunjuk mengenai bagaimana
perusahaan dapat mempromosikan budaya knowledge sharing untuk mempertahankan kinerja
inovasi mereka .
2.7. MODEL PENELITIAN
Dari berbagai hipotesis di atas, model penelitian yangd apat digambarkan adalah : Trust Knowledge self efficacy Knowledge Sharing Kinerja H1 H3 H2
3. METODE PENELITIAN
3.1. PENDEKATAN PENELITIAN
Pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian dengan metode
kuantitatif yaitu metode yang digunakan untuk menggali informasi spesifik yang berkaitan
dengan permasalahan yang dipilih (Kumar, 2005). Penelitian kuantitatif berfokus pada perilaku
yang spesifik dan mudah diukur (Cozby dan Bates, 2011). Berdasarkan tujuannya, penelitian ini
termasuk dalam penelitian korelasional karena tujuan utamanya dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan antara trust, knowledge self efficacy dengan knowledge sharing
dan dampaknya terhadap kinerja in‐role.
3.2. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Populasi adalah sekelompok besar orang yang berpotensi untuk menjadi subjek observasi
dalam sebuh penelitian. Sebuah penelitian tidak mengambil seluruh individu dalam populasi
sebagai subjeknya. Akan tetapi hanya menggunakan sebagian dari populasi tersebutyang
diyakini dapat mewakili keseluruhan populasi tersebut.
Populasi penelitian ini adalah karyawan tenaga kependidikan di IPB. Karyawan IPB yang masuk
dalam penelitian ini memiliki kriteria sebagai berikut :
1. Karyawan (tenaga kependidikan ) di IPB dengan status Pegawai Negeri Sipil
2. Tidak terbatas pada satu divisi tertentu, tetapi berasal dari seluruh fakultas di IPB karena
penelitian ini ingin melihat perilaku knowledge sharing sehingga karyawan dari seluruh
fakultas dapat masuk dalam penelitian ini
3. Minimal bekerja 1 tahun agar evaluasi performa kerja dapat terlihat pada karyawan
yang telah bekerja lebih dari 1 tahun.
Dalam penelitiannya Kerlinger dan Lee (2000) menyatakan sampel harus dapat
merepresentasikan populasinya, penelitian ini memiliki target 180 orang responden dengan
pembagian kuesioner masing‐masing fakultas adalah 20 orang responden di 8 (delapan)
fakultas di IPB.
3.3. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrumen penelitian ini akan menggunakan skala likert 1‐6 yaitu 1=sangat tidak setuju, 2 =
tidak setuju, 3 = agak tidaks etuju, 4 = agak setuju, 5 = setuju, 6 = sangat setuju. Esensi dari skala
ini adalah untuk emngarahkan responden agar menggunakan opininya dan mengurangi
kecenderungan untuk berpusat pada nilai tengah.
3.4. ANALISIS DATA
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara statistic dengan menggunakan SPSS. Analsiis
jalur dengan menggunakan metode analisis regresi digunakan untuk menguji hubungan antar
beberapa variable yang emmiliki hubungan kausal, selain itu teknik ini digunakan untuk
mengetahui bagaimana variable dependent dapat diprediksi melalui variable independent.
DAFTAR PUSTAKA
Altmann A dan Ebersberger B. 2013. Universities in Change. Managing Higher Education
Institution in the Age of Globalization. Springer. New York
Aslani F, Mousakhani M dan Aslani A. 2012. Knowledge Sharing: A Survey, Assessment and
Directions for Future Research: Individual Behavior Perspective. World Academy of
Science, Engineering and Technology. PP : 310‐314
Baumol dan Loasby. 2002. The Evolution of Knowledge : Beyond the Biological Model. Research
Policy 31 (8‐9):1227‐39
Bandura A. 1997. Self Efficacy : Toward a unifying theory of behavioral change. Psychological
Review, 82 (2), 191.
Cozby PC dan Bates SC. 2011. Methods in behavioral research (11 th ed). New York : McGraw‐
Hill
Damodaran L dan Olphert W. 2000. Barriers and Facilitators to the use of knowledge
management system. Behaviour and Information Technology, 19 (6), 405‐413
Hallingger P and Lu J. 2013. Learner centered higher education in East Asia: Assessing the
effects on student engagement. International Journal of Educational Management.
Volume 27, Issue 6, August 2013, Pages 594‐612
IPE M (2003) Knowldege sharing in organizations : a conceptual framework. Human Resource
Development Review; Dec 2003; 2, 4; pg. 337
Kerlinger FN dan Lee HB. 2000. Foundation of behavioral research. USA : Earl McPeak
Lin H. 2007. Knowledge sharing and firm innovation capability: an empirical study. International
Journal of Manpower Vol. 28 No. 3/4 pp. 315‐332
Noor NM dan Salim J. 2011. Factors Influencing Employee Knowledge Sharing Capabilities in
Electronic Government Agencies in Malaysia. IJCSI International Journal of Computer
Science Issues, Vol. 8, Issue 4, No 2, July 2011 ISSN (Online): 1694‐0814
Okyere‐Kwakye E dan Nor KM (2001) Individual Factors and Knowledge Sharing.
Pither GS, 2013. Managing the tensions between maintaining academic standards and the
commercial imperative in a UK private sector higher education institution. Journal of Higher Education Policy and Management . Volume 35, Issue 4, August 2013, Pages
421‐431
Smith I. 2005. Achieving readiness for organizational change. Library Management. 26
(6/7):408.
Steven C. 2000. Incentives for sharing knowledge management. 54‐60
Wang S dan Noe R A (2010).Knowledge sharing: A review and directions for future research.
Human Resource Management Review 20 (2010) 115–131
Wasko MM dan Faraj S. 2005. Why Should I Share? Examining social capital and knowledge
contribution in electronic networks of practice. MIS Quarterly. 29(1) 35‐57
Yang S dan Farn C. 2009. Investigating Tacit Knowledge Acquisition and Sharing from the