• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata kunci : Autisme, Kepatuhan Orang tua, Diet GFCF. Keywords : Autisme, Compliance of Parent, Diet GFCF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata kunci : Autisme, Kepatuhan Orang tua, Diet GFCF. Keywords : Autisme, Compliance of Parent, Diet GFCF"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

KEPATUHAN ORANG TUA DALAM MENERAPKAN TERAPI DIET

GLUTEN FREE CASEIN FREE PADA ANAK PENYANDANG AUTISME DI YAYASAN PELITA HAFIZH DAN

SLBN CILEUNYI BANDUNG

Amilia Destiani Sofia1 Hj. Helwiyah Ropi1 Ai Mardhiyah1 1

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung Jawa Barat

ABSTRAK

Autisme merupakan gangguan pervasive yang mencakup gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, dan emosi. Diet GFCF adalah diet yang dilakukan dengan menghilangkan sumber bahan makanan/minuman yang mengandung kasein dan gluten. Penerapan diet GFCF akan memberikan hasil yang maksimal apabila dilakukan sesuai dengan aturannya, secara konsisten, serta dibarengi oleh pengawasan yang ketat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF. Desain penelitian adalah deskriptif kuantitatif, jumlah responden 40 orang tua di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung. Variabel dalam penelitian ini adalah kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF. Analisis univariat menunjukkan hanya sebagian kecil responden (15%) yang patuh dalam menerapkan diet GFCF. Saran pada penelitian ini adalah perlu dikembangkannya penelitian mengenai pengaruh dari diet GFCF terhadap perkembangan anak autisme sebagai salah satu intervensi yang diberikan oleh tenaga kesehatan.

Kata kunci : Autisme, Kepatuhan Orang tua, Diet GFCF

ABSTRACT

Autism is a pervasive disorder that involves disturbance in verbal and non verbal communication, social interaction and emotional behavior. GFCF diet is a diet that is done by removing any material source of food/drink which contains protein casein and gluten. The application of GFCF diet will give a maximal result if it is done according to rules, consistently, and strictly. This research is conducted to identify the parents compliance of diet GFCF. With descriptive design, this research involves 40 respondent of parents in Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung. Variabels of this research is parents compliance of diet GFCF. Univariat analysis indicates that most of respondents (85%) are not compliance in applying GFCF diet. Suggestion of this research is that it is important to develop a research about influences of GFCF diet for autism child development as one of the interventions provided by health professionals.

(2)

PENDAHULUAN

Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai adanya gangguan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan perkembangan pada fungsi otak yang kompleks ini disertai dengan kurangnya intelektual dan perilaku dalam rentang dan keparahan yang luas (Wong, 2009).

Autisme dapat terjadi pada seluruh anak dari berbagai tingkat sosial dan kultur. Hasil survei yang diambil dari beberapa negara menunjukkan bahwa 2-4 anak per 10.000 anak berpeluang menyandang autime dengan rasio 3 : 1 untuk anak laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain, anak laki-laki lebih rentan menyandang autisme dibandingkan anak perempuan (Wijayakusuma, 2004).

Di Indonesia hingga kini belum ada data resmi berapa jumlah penyandang autisme. Sumber yang penulis dapatkan dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat tercatat ada sekitar 559 anak autisme tersebar di seluruh SLB yang ada di Provinsi Jawa Barat, dengan jumlah tertinggi anak autisme terdapat di kota Bandung yaitu 126 orang. Badan pusat statistik kota Bandung tahun 2010 mencatat komposisi penduduk untuk usia 0-14 tahun yaitu 600.414 orang. Bila dihitung dari perbandingan jumlah tersebut, maka didapatkan angka kejadian autis pada anak usia 0-14 tahun di kota Bandung sekitar 0,02 % dengan perbandingan 1 : 4765 anak.

Dengan adanya metode diagnosis yang makin berkembang hampir berbagai jenis terapi telah dilakukan untuk mengembangkan kemampuan anak autisme agar dapat hidup mendekati normal. Dengan terapi dini, terpadu, dan intensif gejala–

(3)

gejala autisme dapat dihilangkan sehingga anak bisa bergaul secara normal, tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat, berkarya bahkan membina keluarga. Jika anak autisme tidak atau terlambat mendapat intervensi hingga dewasa, maka gejala autisme bisa menjadi semakin parah, bahkan tidak tertanggulangi. Melalui beberapa terapi anak autisme akan mengalami kemajuan seperti anak normal lainnya (Danuatmaja, 2003). Salah satu jenis terapi untuk anak autisme adalah melalui makanan atau yang disebut dengan terapi diet. Dari beberapa jenis diet untuk anak autisme, diet yang umum dilakukan adalah Diet Gluten Free Casein Free (GFCF). Pada umumnya, orangtua mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein.

Reichelt (1970), dalam penelitiannya menemukan kandungan peptida yang tidak normal dalam urine penderita autisme. Sebagian besar dari peptida yang terkandung dalam urine tersebut terbentuk karena penderita mengonsumsi gluten atau kasein, atau keduanya. Gluten adalah protein yang terkandung dalam gandum, sedangkan kasein adalah protein yang ditemukan di semua susu hewan dan produk-produk olahannya. Bagian yang tidak dapat terpisah dari peptida, yang disebut beta-casomorphin dan gliadinomorphin, adalah zat yang mirip dengan opioid. Zat ini memiliki efek sama seperti heroin atau morfin dan akan menimbulkan gejala sama seperti pecandu heroin. Maka dari penelitian tersebut disimpulkan anak-anak dan orang dewasa yang urinenya banyak mengandung peptida dari gluten dan kasein kondisinya hanya akan membaik jika setiap sumber kasein dan gluten dihilangkan dari diet makanan dan lingkungan mereka (Kessick, 2009).

(4)

Diet GFCF dilaksanakan pada anak autisme dengan cara menghindari sumber makanan yang mengandung protein gluten dan kasein. Susu sapi mengandung protein kasein sedangkan terigu mengandung protein gluten. Diet GFCF adalah terapi yang dilaksanakan dari dalam tubuh dan apabila dilaksanakan dengan terapi lain, seperti terapi perilaku, terapi wicara, dan terapi okupasi yang bersifat fisik akan lebih baik. Setelah mengikuti dan menjalani diet GFCF banyak anak autisme mengalami perkembangan pesat dalam kemampuan bersosialisasi dan mengejar ketinggalan dari anak-anak lain (Danuatmaja, 2003).

Menurut Washnieski (2009), ada beberapa rintangan / hambatan dalam upaya menerapkan diet GFCF diantaranya adanya perlawanan dari anak, pembatasan diet yang membuat anak sulit untuk makan, masalah lingkungan sekolah, orang tua tidak tahu bagaimana menyiapkan makanan yang bebas kasein dan gluten, tidak tahu dimana harus menemukan sumber yang dapat membantu untuk mengimplementasikan diet, dsb. Hal-hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor yang tidak mendukung orang tua dalam menerapkan diet GFCF.

Orang tua merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penerapan diet GFCF pada anak autisme, karena pola makan pada anak autisme tidak terlepas dari peran seorang ibu dalam menyediakan makanan yang baik serta bergizi dan sesuai dengan kebutuhannya. Hasil dari penelitian Koka (2011), menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap dan tindakan ibu dalam pemberian makan pada anak autisme berada dalam kategori cukup yaitu 68,8% untuk pengetahuan, 59,4% untuk sikap, dan 43,8% untuk tindakan.

(5)

Melalui wawancara yang penulis lakukan saat studi pendahuluan di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung, didapatkan informasi bahwa orang tua tahu dan awalnya menerapkan diet GFCF dengan ketat. Namun pada pelaksanaannya, mereka tidak tetap/ teratur dalam menjalankan diet sesuai dengan aturannya, bahkan hanya beberapa yang masih menerapkan diet GFCF pada anaknya. Dari 15 orang tua yang diwawancara, 10 orang diantaranya mengaku tidak melakukan diet secara konsisten. Berbagai macam alasan yang menjadi hambatan ataupun keluhan orang tua diantaranya karena tidak mau repot, kesulitan menghadapi anaknya ketika menolak/ mengamuk, anak hanya mau makan makanan yang itu-itu saja, semakin besar anak semakin susah dilarang, dan pengaruh lingkungan yaitu ketika anak sedang berada bersama orang lain baik dirumah maupun diluar rumah. Akibatnya berpengaruh pada perilaku anak yang setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung kasein/ gluten, emosinya menjadi meningkat.

Hal ini dibenarkan oleh pengajar disekolah, hasil wawancara para guru mengatakan bahwa jangka pendek dampak dari mengonsumsi kasein/ gluten akan terlihat jelas saat anak berada dikelas ia akan mengamuk, melempar benda-benda yang ada disekitarnya, memukul-mukul, berteriak-teriak, emosinya menjadi tidak terkendali, dan dalam jangka waktu yang panjang tidak terlihat kemajuan perkembangan terutama pada perilaku autistiknya. Berbeda dengan orang tua yang melakukan diet GFCF, mereka mengatakan terdapat perbaikan pada perilaku anaknya menjadi lebih baik, anak jadi lebih tenang, dapat berinteraksi, dan dapat

(6)

mengendalikan emosinya dengan baik. Pada saat berada dikelaspun kosentrasi belajarnya lebih fokus.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut, penulis mengidentifikasi bahwa beberapa hal dapat mempengaruhi kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF pada anak penyandang autisme. Pentingnya informasi yang berhubungan dengan kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF sebagai landasan penyusunan program promosi kesehatan mengenai pentingnya penerapan diet GFCF sesuai dengan aturannya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mencari tahu tentang kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF pada anak penyandang autisme.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, menjadi dasar bagi peneliti untuk merumuskan masalah yaitu “Bagaimana kepatuhan orang tua dalam menerapkan terapi diet GFCF pada anak penyandang autis di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung ?’’.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang terjadi di dalam masyarakat. Pada umumnya penelitian deskriptif digunakan untuk membuat penelitian terhadap suatu kondisi dan penyelenggaraan suatu program di masa sekarang, kemudian hasilnya digunakan untuk menyusun perencanaan perbaikan program tersebut (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk

(7)

mengetahui gambaran kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF di SLBN Cileunyi dan Yayaan Pelita Hafizh Bandung.

Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua dari siswa penyandang autisme yang masih aktif bersekolah di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi yang berjumlah 40 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik ” Total Sampling” yaitu mengambil semua anggota populasi menjadi sampel yang berjumlah 40 orang responden.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket. Peneliti menggunakan angket dengan jenis checklist atau daftar cek, dimana daftar ini berisi pernyataan atau pertanyaan dan responden memberikan jawaban dengan memberikan tanda cek (√) sesuai dengan hasil yang diinginkan (Hidayat, 2003). Analisa data deskriptif kuantitatif dalam bentuk analisa presentasi berdasarkan hasil angket, setelah data terkumpul kemudian diproses dengan bantuan software.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data mengenai karakteristik pekerjaan orang tua autisme di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN 1 Cileunyi yang ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berikut.

Tabel Distribusi Frekuensi Pekerjaan Orang tua Anak Autisme di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN 1 Cileunyi Bandung Tahun 2012, n = 40

Pekerjaan Jumlah Persentase

Bekerja 22 55 %

(8)

Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian (55%) dari orang tua anak autisme di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN 1 Cileunyi Bandung bekerja.

Tabel Distribusi Frekuensi Kepatuhan Orang Tua Anak Autisme di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN 1 Cileunyi Bandung dalam menerapkan diet GFCF

Berdasarkan hasil penelitian dalam tabel 4.2 diatas dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar (85%) responden tidak patuh dalam menerapkan diet GFCF.

Menurut Danuatmaja (2003), melalui beberapa terapi anak autisme akan mengalami kemajuan seperti anak normal lainnya. Terapi perlu diberikan untuk membangun kondisi yang lebih baik. Terapi juga harus rutin dilakukan agar apa yang menjadi kekurangan anak dapat terpenuhi secara bertahap. Salah satu jenis terapi untuk anak autisme adalah melalui makanan atau yang disebut dengan terapi diet. Berbagai diet sering direkomendasikan untuk anak dengan gangguan autisme. Pada umumnya, orang tua mulai dengan diet tanpa gluten dan kasein, yang berarti menghindari makanan dan minuman yang mengandung gluten dan kasein (Nora, 2010). Diet GFCF dilaksanakan pada anak autisme dengan cara menghindari sumber makanan yang mengandung protein gluten dan kasein.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kepatuhan orang tua dalam menerapkan terapi diet GFCF di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN

Kepatuhan Jumah Persentase

Patuh 6 15%

Tidak Patuh 34 85%

(9)

Cileunyi Bandung. Berdasarkan hasil penelitian Washnieski (2009) ada beberapa hal yang menjadi hambatan untuk memulai dan menerapkan diet GFCF. Keberhasilan diet juga ditentukan oleh faktor-faktor yang berpengaruh didalamnya. Hasil penelitian diperoleh sebagian kecil (15%) orang tua yang patuh dalam menerapkan diet GFCF. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak orang tua yang belum/ tidak menerapkan diet GFCF sesuai dengan aturannya, karena mereka tidak menghilangkan seluruh sumber makanan/ minuman yang mengandung kasein dan gluten, dan masih membuat/ menyajikan makanan yang mengandung kasein dan gluten dalam menu makan anaknya. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena adanya beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menerapkan diet GFCF sehingga menyebabkan orang tua tidak patuh.

Indikator kepatuhan orang tua dalam penelitian ini dilihat dari bagaimana perilaku orang tua tersebut dalam mengimplementasikan diet yang meliputi kemampuannya dalam memilih makanan untuk anak, pengawasannya terhadap asupan makan anak, dan konsisten dalam menerapkan diet GFCF. Dalam hal ini, seorang ibu sangat dituntut untuk dapat bersikap selektif dalam mengatur pola makan anak dan juga harus bisa memilah-milah jenis makanan yang diolahnya, tidak hanya kualitas yang diutamakan tetapi juga kandungan zat gizi yang ada didalam bahan makanan itu (Koka, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian, rendahnya kepatuhan orang tua mungkin disebabkan karena kurangnya pengawasan dan diet yang tidak dilakukan terus menerus. Mungkin orang tua tidak mengingatkan orang-orang dirumah /lingkungan sekitar untuk ikut terlibat dan membantu dalam menerapkan diet pada anak. Hal ini

(10)

akan berdampak pada penerapan diet yang tidak konsisten dan tidak didukung oleh orang-orang sekitar.

Menurut Elder (2006), peran orang tua pada terapi yang sangat dibutuhkan yaitu pengawasan yang ketat pada pola makan anak. Penerapan diet harus dilakukan secara tetap, teratur dan terus menerus untuk melihat manfaat penuh dari diet. Dibutuhkan komitmen dalam menjalaninya, karena diet harus dilakukan dirumah, disekolah, dan dimanapun saat anak makan. Seorang ibu harus konsisten dan tegas dalam menerapkan diet GFCF pada anak agar hasil yang dicapainya pun maksimal. Ketika seseorang menerapkan diet ini, maka mereka harus mengikutinya dengan sangat ketat untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pengawasan yang ketat sangat diperlukan dalam mengatur pola makan anak, dan kurangnya pengawasan tersebut dapat berpengaruh terhadap penerapan diet GFCF (Thompson dalam Washnieski 2009).

Selain itu, ada beberapa faktor yang mungkin dapat mempengaruhi perilaku orang tua dalam menerapkan diet GFCF pada anaknya. Salah satunya perilaku anak autisme yang mungkin dapat menjadi hambatan orang tua seperti perilaku tantrum dan picky eaters yang muncul pada anak yang cenderung membuat orang tua mengalah sehingga mempengaruhi perilaku orang tua itu sendiri dalam menerapkan diet GFCF pada anaknya (Reilly, 2008). Pada anak autisme biasa ditemukan picky eater, susah makan, dan sulit menerima makanan baru (Provost, 2010). Bila terdapat perilaku tantum dan picky eaters maka akan sangat mempengaruhi dalam penerapan diet. Perilaku tersebut akan muncul dan

(11)

menimbulkan kesulitan bagi orang tua, apabila mereka tidak patuh dalam menerapkan diet GFCF.

Sesuai dengan hasil penelitian yaitu sebanyak 85% orang tua yang tidak patuh dalam menerapkan diet GFC, hal ini menunjukkan adanya ketidaktepatan orang tua dalam penerapan diet GFCF pada anak autisme. Tidak semua makanan/ minuman yang mengandung kasein dan gluten dihilangkan dalam menu makan anaknya. Protein kasein dan glutein yang terkandung dalam makanan/ minuman yang dikonsumsi anak autisme masuk kedalam tubuh dan akan berpengaruh pada sistem tubuh, termasuk fungsi otak yang akhirnya mempengaruhi emosi anak, sehingga munculah perilaku tantrum yang akan semakin menyulitkan orang tua dalam menerapkan diet GFCF.

Penyandang autisme dianjurkan untuk berdiet GFCF. Selain dapat memperbaiki gangguan pencernaan, glutein dan kasein juga bisa mengurangi gejala atau tingkah laku autistik. Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan diet makanan, hindari pemberian makanan yang mengandung glutein dan kasein (Lewis, 2011). Menurut Washnieski (2009), sebagian besar orang tua mengakui bahwa makanan yang dilarang kadang-kadang diberikan kepada anak-anak secara sengaja, dan beberapa anak benar-benar mengalami kemunduran dalam perilaku ketika makanan tersebut diberikan. Thompson (dalam Washnieksi 2009) menyatakan bahwa ketika seseorang menerapkan diet ini, maka mereka harus mengikutinya dengan sangat ketat untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Melalui terapi ini dapat membantu meringankan beberapa perilaku autistik yang diperlihatkan anak dengan menerapkan diet GFCF.

(12)

Berdasakan karakteristik responden diketahui bahwa sebagian (55%) dari orang tua yang bekerja. Hal ini mungkin juga dapat berpengaruh dalam pelaksanaan diet, karena ketika orang tua tidak bersama anak/ berada di luar rumah menyebabkan pengawasan yang dilakukannya pun terbatas. Menurut Scaglioni (2008), kebiasaan / kegiatan yang dilakukan oleh orang tua merupakan hal yang ikut mempengaruhi perilaku mereka dalam pemberian makan pada anak. Orang tua yang bekerja khususnya, ada waktu dimana orang tua tidak bersama anak. Pada saat inilah orang tua tidak mengetahui/ melihat langsung apa yang dikerjakan anaknya dirumah, sehingga menyebabkan rendahnya pengawasan yang dilakukan. Bila tidak diawasi ada kemungkinan anak untuk bebas melakukan apa yang ia inginkan termasuk dalam hal makan. Rendahnya pengasawaan dalam hal makan tentu akan memengaruhi pola makan anak autisme itu sendiri (Mashabi & Tajudin, 2009).

Orang tua yang tidak patuh pada diet GFCF mungkin juga disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang tidak mendukung. Rendahnya keterlibatan orang-orang dirumah dalam penerapan diet, seperti anggota keluarga bebas memberikan makanan pada anak mengakibatkan anak akan sering melihat dan terbiasa dengan kebiasan-kebiasaan buruk tersebut yang akan berpengaruh pada penerapan diet yang dijalaninya (Dawson & Osterling dalam Washnieski 2009).

Penerapan terapi secara tidak langsung mengharapkan orang-orang yang berada dekat dengan anak autisme untuk ikut terlibat dan membantu dalam memberikan terapi. Hasil dari studi pendahuluan banyak orang tua yang mengatakan kesulitan ketika melakukan diet untuk anak autisme didalam dan

(13)

diluar rumah, karena anak sulit dikendalikan oleh orang tua disaat ada kerabat yang memberikan makanan dan minuman yang mengandung glutein dan kasein. Ketika anak berada dirumah, orang-orang disekitarnya akan menjadi role model bagi si anak, karena ia akan mengamati, meniru dari apa yang dilihatnya. Disinilah peran orang tua dan keluarga untuk mengawasi sangat dibutuhkan.

Keberhasilan diet dipengaruhi oleh lingkungan yang sangat mendukung. Keterlibatan orang – orang dirumah pada pelaksanaan terapi akan menyita perhatian dan memberi pengaruh kepada seluruh keluarga dirumah yang secara tidak langsung menimbulkan tuntutan-tuntutan/ penyesuaian dari anggota keluarga tersebut. Anak autisme akan menjadikan orang tua dan saudara kandungnya sebagai contoh (Dawson & Osterling dalam Washnieski, 2009).

Beberapa upaya diperlukan agar orang tua dapat menerapkan diet GFCF dengan tepat pada anaknya. Informasi yang terpercaya, tepat, dan mudah diperoleh sangat dibutuhkan orang tua yang berharap untuk mengikuti diet ini, karena keterbatasan sifat dari diet dan pentingnya kepatuhan yang tepat pada diet. Membantu orang tua mengerti tentang mekanisme fisiologi dibalik penerapan diet mungkin dapat membantu mereka merasa lebih nyaman dalam menerapkan diet. Kemudahan untuk mendapatkan informasi yang tepat dan mengetahui dasar ilmu dibalik diet mungkin dapat membantu orang tua mengerti prosesnya lebih baik karena tanpa 100% kepatuhan terhadap diet, kekuatan dari diet tersebut tidak akan terlihat (Washnieski, 2009).

(14)

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 40 responden penelitian tentang kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF di Yayasan Pelita Hafizh dan SLBN Cileunyi Bandung dapat disimpulkan bahwa dari 40 responden, sebagian besar tidak patuh dalam menerapkan diet GFCF karena tidak semua sumber makanan/minuman yang mengandung kasein dan gluten dihilangkan dari menu makan anak, masih rendahnya pengawasan dan diet yang tidak dilakukan secara konsisten. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya faktor-faktor yang ikut berpengaruh/ menghambat sehingga orang tua kesulitan dalam menerapkan diet GFCF pada anaknya.

SARAN

Hasil penelitian ini memberikan informasi kepada perawat mengenai kepatuhan orang tua dalam menerapkan diet GFCF, sehingga dengan hasil tersebut perawat dapat berkolaborasi dengan pihak sekolah untuk memberikan pendidikan kesehatan atau mengadakan diskusi bersama orang tua (perenting class) mengenai pentingnya menerapkan diet GFCF pada anak secara konsisten, membantu orang tua mengerti tentang diet GFCF meliputi tujuan, manfaat, efek dari diet agar orang tua paham mekanisme fisiologi dibalik penerapan diet pada anaknya. Selain itu diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi sebagai data awal bagi penelitian selanjutnya mengenai pengaruh diet GFCF terhadap perkembangan perilaku pada anak autisme.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Danuatmaja, B. 2003. Terapi Anak Autis Di Rumah. Jakarta : Puspa Swara.

Elder, J.H., Shankar, M., Shuster, J., Theriaque, D., Burns, S., Sherrill, L. 2006. The gluten free casein free diet in autism : results of a preliminary double blind clinical trial. Available at : http://web.ebscohost.com (Diakses pada 3 Juni 2012).

Hidayat,A.A.A. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.

Kessick, R. 2009. Autisme dan Pola Makan Yang Penting Untuk Anda Ketahui. Penerjemah Savitri, I.D. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Koka, E.M. 2011. Perilaku ibu tentang pemberian makan dan status gizi anak autism di kota Binjai tahun 2011. Available at : http://repository.usu.ac.id. Lewis, L. 2011. Special Diet for Special Kids. Canada : Publisher Cataloging.

Available at : http://books.google.co.id/books (Diakses pada 3 Juni 2012). Mashabi, N & Tajudin, N. R. 2009. Hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan

pola makan anak. Available at : http://journal.ui.ac.id/upload/artikel (Diakses pada 5 Oktober 2011).

Nora, H. 2010. The positive impact of a specialized diet. The exceptional parent; ProQuest Nursing & Allied Health Source pg. 46. Available at : http://search.proquest.com/docview (Diakses pada 5 Oktober 2011).

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kessehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Provost, B., Crowe, T.K., Osbourn, P.L., McClain, C., Skipper, B.J. 2010.

Mealtime behaviors of preeshcool children. USA : Informa Healthcare. Available at : http://search.proquest.com (Diakses pada 3 Juni 2012).

Reilly, J.T., Amaral, S.C., Zebrowski, P.P. 2008. Addressing feeding disorders in children on the autism spectrum in school-based settings. Available at : http://web.ebscohost.com (Diakses pada 3 Juni 2012).

Scaglioni, S., Salvioni, M., Galimberti, C. 2008. Influences of parental attitudes in the development of children eatiang behavior. England : British Journal of Mutrition. Available at : http://scholar.google.co.id/scholar (Diakses pada 3 Juni 2012).

Suherlan, D. 2011. Memori Jabatan Kepala Bidang PLB. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat : Bandung.

Washnieski, G. 2009. Gluten-free and casein-free diets as a form of alternative treatment for autism spectrum disorders. Available at : http://www2.uwstout.edu/content (Diakses pada 30 Desember 2011).

Widodo, R. 2010. Pemberian Makanan, Suplemen, dan Obat pada Anak. Jakarta : EGC.

Wijayakusuma, H. 2004. Psikoterapi Untuk Anak Autism. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Wong, D.L. 1989. Whaley and Wong’s Essentials of Pediatric Nursing 4th ed. USA : Mosby.

Gambar

Tabel  Distribusi    Frekuensi  Pekerjaan  Orang  tua  Anak  Autisme  di  Yayasan  Pelita Hafizh dan SLBN 1 Cileunyi Bandung Tahun 2012, n = 40
Tabel Distribusi  Frekuensi Kepatuhan Orang Tua Anak Autisme di Yayasan  Pelita Hafizh dan SLBN 1 Cileunyi Bandung dalam menerapkan diet GFCF

Referensi

Dokumen terkait

Keselamatan kerja adalah upaya untuk mewujudkan kondisi aman bagi pekerja dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan instalasi milik Perseroan, dengan jalan

Kedua, untuk menyediakan fakta-fakta sejarah yang sahih dan dapat dibuktikan kesahihannya bagi menunjukkan tindakan UMNO mengusulkan pemaktuban Islam dalam Perlembagaan

pukulan tersangka sehingga kena pada kedua tangan saksi korban, lalu tersangka menampar saksi korban menggunakan telapak tangan kiri sebanyak 1 (satu) kali kena pada

3) Pendidikan anak yang kurang perhatian. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku penyalahgunaan psikotropika umumnya berasal dari keluarga tidak harmonis

Dari hasil analisis data yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kepemimpinan kepala keluarga dan minat belajar dengan

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi keuangan mengenai suatu perusahaan kepada

Ayon sa mga T'boli, ang pista ng Lem-lunay ay nag-ugat sa kanilang paniniwala sa pagkakaroon ng isang Lem-lunay, isang paraiso noong panahon ng kanilang ninuno na nais nilang

Suhu optimal proses SFS adalah 38°C, yang merupakan perpaduan suhu optimal hidrolisis (45–50°C) dan suhu optimal fermentasi (30°C). Proses SFS memiliki keunggulan