BAB III GAMBARAN UMUM
B. AAOIFI
1. Financial Accounting Standard (FASs) 2. Sharia Standards ( SSs)
3. Interpretasi standar yang dikeluarkan
4. Exposure Drafts atas berbagai standar yang akan dikeluarkan
66 Sofyan, Syarif Harahap. Teori Akuntansi edisi ke 10. (Jakarta; Rajawali Pers, 2008) h. 521
67 Sofyan, Syarif Harahap. Teori Akuntansi edisi ke 11.(Jakarta; Rajawali Pers, 2015) h. 503
68 Sofyan, Syafri Harahap. Teori Akuntansi edisi…, h. 505
Berbagai standar yang dikeluarkan oleh AAOIFI dijadikan sebagai acuan oleh lembaga regulator diberbagai Negara. Beberapa negara bahkan menjadikan standar AAOIFI bersifat wajib (mandatory) untuk diikuti. Untuk Indonesia, Bank Indonesia (BI) sebagai regulator bank syari‟ah bersama Ikatan Akuntan Indonesia sebagai organisasi profesi berwenang mengeluarkan standar akuntansi, telah menjadikan berbagai standar yang dikeluarkan oleh AAOIFI sebagai acuan dalam membuat standar akuntansi bagi bank syari‟ah di Indonesia. Adapun ketika belum ada standar akuntansi yang khusus bagi bank syari‟ah, Bank Muamallat Indonesia banyak mengacu pada standar yang digunakan oleh AAOIFI dan dalam hal ini dibolehkan oleh BI.69
Saat ini, AAOIFI sedang mendorong dikembangkannya audit syari‟ah bagi perbankan syari‟ah. Upaya mendorong ini diwujudkan dengan program sertifikasi akuntan public syari‟ah atau Certified Islamic Public Accountant (CIPA). Hal lain yang terus dikembangkan oleh AAOIFI adalah bekerja sama dengan berbagai lembaga internasional dan penyusun standar lain bagi pengembangan industri perbankan syari‟ah.70
69 Rizal, Airlangga, Ahim. Akuntansi Perbankan Syari’ah Teori dan Praktik Kontemporer.
(Jakarta; Salemba Empat, 2014) h. 17
70 Rizal, Airlangga, Ahim. Akuntansi Perbankan Syari’ah …, h. 16
3. PSAK SYARI’AH a. Pengertian
Penyusunan standar akuntansi keuangan syari‟ah dilakukan sesuai dengan perkembangan fatwa DSN MUI dan dengan mempertimbangkan dinamika aktivitas ekonomi berbasis syari‟ah, terutama aktivitas bisnis keuangan syari‟ah. Standar akuntansi keuangan syari‟ah mengatur transaksi berbasis syari‟ah yang belum diakomodasi dalam standar akuntansi keuangan umum. Standar akuntansi keuangan syari‟ah melengkapi standar keuangan umum dengan mengatur akuntansi untuk transaksi syari‟ah. 71
Standar akuntansi keuangan syari‟ah berbasis pada konsep-konsep akuntansi umum yang telah disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari‟ah.
Konsep ini tercermin dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari‟ah sebagai dasar pengembangan standar akuntansi keuangan syari‟ah. Hal yang diatur dalam standar akuntansi keuangan syar‟ah adalah transaksi-transaksi syari‟ah yang berlaku untuk para pihak yang melakukan transaksi tersebut.72
71 Dewan Standar Akuntansi Syari‟ah IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) efektif per 1 Januari 2017
72 Dewan Standar Akuntansi Syari‟ah IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) efektif per 1 Januari 2017
b. Sejarah Akuntansi dalam PSAK Syari‟ah Tabel 3.2
Sejarah Akuntansi Syari‟ah73
(Sumber Ikatan Akuntan Indonesia, 2017)
PSAK
TANGGAL PENGESAHAN
TANGGAL EFEKTIF
KETERANGAN
PSAK 59 (2002) Akuntansi
Perbankan Syari‟ah
1 Mei 2002 1 Jan 2003
Sebagian Psak 59 digantikan dengan PSAK 101-107
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari‟ah.
27 Juni 2007 1 Jan 2008
Menggantikan Kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari‟ah
PSAK 101 (2007) Penyajian laporan keuangan syari‟ah
27 Juni 2007 1 Jan 2008
Menggantikan PSAK 59 yang terkait dengan penyajian dan pengungkapan laporan keuangan (paragrap 152-200) PSAK 101 (2011)
Penyajian Laporan Keuangan Syari‟ah
15 Desember 2011 1 Jan 2012
PSAK 101 (2011) telah diselaraskan dengan PSAK 1 (2009)
PSAK 101 (2014) Penyajian Laporan Keuangan Syari‟ah
15 Okt 2014 1 Jan 2015
PSAK 101 (2014) telah diselaraskan dengan PSAK 1 ( 2013)
PSAK 101(2016) Penyajian Laporan Keuangan Syari‟ah
25 Mei 2016 1 Jan 2017
Lampiran B PSAK 101 (2017) telah mengakomodir revisi atas PSAK 108 (2016)
PSAK 102 (2007) Akuntansi Murabahah
27 Juni 2007 1 Jan 2008
Menggantikan PSAK 59 yang terkait dengan pengakuan dan pengukuran murabahah (paragraph ke 52-68) serta penyajian dan pengungkapan yang terkait akad murabahah
73 Dewan Standar Akuntansi Syari‟ah IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) efektif per 1 Januari 2017
PSAK 102 (2013) Akuntansi Murabahah
13 Nov 2014 1 Jan 2014
Menambahkan pengaturan untukpembiayaan murabahah.
PSAK 102 (2016) Akuntansi Murabahah
25 mei 2016 1 Jan 2017
Penyesuian atas defenisi nilai wajar selaras dengan PSAK 68 : Pengukuran Nilai Wajar
PSAK 103 (2007) Akuntansi Salam
27 Jun 2007 1 Jan 2008
Menggantikan PSAK 59 (paragraph 69-80) serta penyajian dan pengungkapan yang terkait akad salam.
PSAK 103 (2016) Akuntansi Salam
25 Mei 2016 1 Jan 2017 Penyesuian atas defenisi nilai wajar selaras dengan PSAK 68 : Pengukuran Nilai Wajar PSAK 104 (2007)
Akuntansi Istishna‟
27 Jun 2007 1 Jan 2007
Menggantikan PSAK 59 (paragraph 81-104) serta penyajian dan pengungkapan yang terkait akad istishna‟
PSAK 104 (2016) Akuntansi Istishna
25 Mei 2016 1 Jan 2017 Penyesuaian atas defenisi nilai wajar selaras dengan PSAK 68 : Pengukuran nilai wajar PSAK 105 (2007)
Akuntansi Mudharabah
27 Jun 2007 1 Jan 2008
Menggantikan PSAK 59 (paragraph 6-34) serta penyajian dan pengungkapan yang terkait akad mudharabah PSAK 106 (2007)
Akuntansi Musyarakah
27 Jun 2007 1 Jan 2008
Menggantikan PSAK 59 (paragraph 35-51) serta penyajian dan pengungkapan yang terkait akad musyarakah PSAK 107 (2009)
Akuntansi Ijarah
21 April 2009 1 Jan 2010
Menggantikan PSAK 59 (paragraph 105-129) serta penyajian dan pengungkapan yang terkait akad Ijarah PSAK 107 (2016)
Akuntansi Ijarah
25 Mei 2016 1 Jan 2017 Penyesuian atas defenisi nilai wajar selaras dengan PSAK 68 : Pengukuran Nilai Wajar PSAK 108 (2009)
Akuntansi
Transaksi Asuransi Syari‟ah
21 April 2009 1 Jan 2010 -
PSAK 108(2016) Akuntansi
Transaksi Asuransi Syari‟ah
25 Mei 2016 1 Jan 2017
Revisi atas pengaturan kontribusi peserta, dana investasi wakalah, dan penyisihan teknis
PSAK 109 (2010) Akuntansi zakat dan
6 April 2010 1 Jan 2012 -
Infak/Sedekah PSAK 110 (2011) Akuntansi Sukuk
26 Oktober 2011 1 Jan 2012 -
PSAK 110 (2014) Akuntansi Sukuk
24 Februari 2015 1 Jan 2016
Menambah klasifikasi diukur pada nilai wajar melalui penghasilan komprehensif lain.
4. DEWAN SYARI‟AH NASIONAL DAN FATWA DSN MUDHARABAH a. DSN MUI
Dewan Syari‟ah Nasional (DSN) merupakan bagian dari MUI yang membuat Fatwa terkait produk keuangan syari‟ah. DSN MUI memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:74
1. Memberikan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai anggota DPS pada suatu lembaga keuangan syari‟ah.
2. Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan 3. Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syari‟ah 4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah diterapkan.
b. Alasan dikeluarkannya Fatwa DSN MUI Tentang Mudharabah
Bahwa dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan dana lembaga keuangan syari‟ah (LKS), pihak LKS dapat menyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan
74 Rizal, Airlangga, Ahim. Akuntansi Perbankan Syari’ah …, h. 25
seluruh modal, sedang pihak kedua („amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak;75
c. Fatwa DSN MUI Tentang Pembiayaan Mudharabah dan Mudharabah Musytarakah
Dasar yang digunakan DSN MUI tentang kebolehan mudharabah ini adalah:76
1. Firman Allah Qs. An-Nisa (4): 29
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
75 Ichwan, Hasanudin, Cecep, Maskanul, Setiawan, Endy. Himpunan Fatwa Keuangan Syari’ah Dewan Syari’ah Nasional (DSN) MUI. (Jakarta; Erlangga, 2014) h. 77
76 Nurhasanah, Neneng. Mudharabah dalam Teori dan Praktik. (Bandung; Refika Aditama, 2015) h. 106
Ketentuan hukum dalam FATWA DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang PEMBIAYAAN MUDHARABAH (QIRADH) ini adalah sebagai berikut :77
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif
2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.
3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).
4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari‟ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan
5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.78
77 Nurhasanah, Neneng. Mudharabah…,h. 108
78 Nurhasanah, Neneng. Mudharabah…,h. 108
7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN MUI.
9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.
10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.
11. Penyedia dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.
12. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memerhatikan hal-hal berikut:79
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
79 Nurhasanah, Neneng. Mudharabah…,h. 109
13. Modal ialah sejumlah uang dan/asset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:80
a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk asset, maka asset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan akad.
14. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
a. Harus diperuntukkkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.
b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk presentase (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
80 Nurhasanah, Neneng. Mudharabah…,h. 109
15. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana harus memerhatikan hal-hal berikut:81
a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedian dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.
b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengellola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.
c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syari‟ah islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
16. Mudharabah boleh dibatasi periode tertentu.
17. Kontrak tidak boleh dikaitkan (muallaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.
18. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
19. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
81 Nurhasanah, Neneng. Mudharabah…,h. 109
melalaui Badan Arbitrase Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.82
Fatwa Dewan Syari‟ah nasional No.50/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad mudharabah musyatarakah
Mudharabah Musyatarakah adalah bentuk akad mudharabah dimana pengelola (mudharib) menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.
Mudharabah Musytarakah boleh dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syari‟ah (LKS) karena merupakan bagian dari hukum mudharabah.
Ketentuan Akadnya adalah:83
1. Akad yang digunakan adalah Mudharabah Musytarakah, yaitu perpaduan dari akad mudharabah dan akad musyatrakah
2. LKS sebagai mudharib meyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama nasabah.
3. LKS sebagai pihak yang menyertakan dananya (musytarik) memperoleh bagian keuntungan berdasarkan porsi modal atau yang disertakan.
4. Nagian keuntungan sesudah diambil oleh LKS sebagai musytarik dibagi antara LKS sebagai mudharib dengan nasabah dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.
82 Nurhasanah, Neneng. Mudharabah…,h. 110
83 Nurhasanah, Neneng. Mudharabah…,h. 110
5. Apabila terjadi kerugian maka LKS sebagai musytarik menanggung kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan.
Ketentuan Lainnya adalah :
1. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syari‟ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.84
84 Nurhasanah, Neneng. Mudharabah…,h. 111
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Adapun hasil penelitian yang dilakukan dalam penulis menganalisa adalah sebagai berikut:
1. Kesesuaian PSAK 105 dengan Fatwa DSN MUI
Penjelasan DSN MUI PSAK 105 Keterangan
Pengukuran Modal Modal ialah sejumlah uang dan/ asset yang diberikan oleh pemilik dana kepada mudharib dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk asset, maka asset tersebut harus dinilai pada waktu akad
Dana
mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset nonkas kepada pengelola dana.
Terdapat kesesuaian
dalam hal
pengukuran modal yakni pada PSAK 105 paragraf 12 dengan fatwa DSN no 3 poin b tentang rukun dan syarat pembiayaan.
Proses Penyaluran Pada prinsipnya, dalam
pembiayaan mudharabah
tidak ada
jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan,
LKS dapat
meminta jamnan dari mudharib
Pada prinsipnya dalam penyaluran mudaharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan
Terdapat kesesuaian dalam proses penyaluran dana ini terbukti pada PSAK 105 pada paragraph 8 dan
Fatwa DSN
MUI no 7
mengenai pembiayaan mudharabah
62
tidak atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib tebukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati
bersama dalam akad
dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti
melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.
Bagi Hasil Dalam
Pembiayaan mudharabah LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100%
kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan
penguasaha (nasabah)
bertindak sebagai mudharib.
Pembagian hasil usaha
mudharabah berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba.
Jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset).
Terdapat
kesesuaian di PSAK paragraph ke 11 dan fatwa DSN MUI no 2 mengenai
ketentuan pembiayaan mudharabah.
Keuntungan dan Kerugian
Mudharabah
Jika pengelolaan dana
mudharabah menghasilkan keuntungan, maka porsi berdasarkan nisbah disepakati, sebaliknya jika menimbulkan kerugian, maka kerugian
finansial menjadi tanggungan pemilik dana.
Keuntungan adalah kelebihan dari modal, Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh
menanggung kerugian apapun kecuali
diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan.
Terdapat
kesesuaian yakni pada paragraf 10 pada PSAK 105 terhadap fatwa DSN MUI ke 4 poin b dan c mengenai rukun dan syarat pembiayaan mudharabah.
Dana Pembiayaan Jumlah Dana Pembiayaan mudharabah harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang
Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang.
terdapat tidak ada kesesuaian antara fatwa DSN MUI No. 5 tentang
pembiayaan mudharabah dengan PSAK 105 paragraf 19.
Mudharabah musytarakah
Mudharabah musytarakah adalah bentuk akad
mudharabah dimana peneglola (mudharib) menyertakan modalnya dalam
Mudharabah musytarakah adalah bentuk akad
mudharabah dimana pengelola dana
menyertakan modal atau
Terdapat kesesuaian mengenai Mudharabah musytarakah pada fatwa DSN MUI Pertama mengenai
ketentuan umum
kerja sama investasi tersebut.
dananya dalam kerja sama investasi.
Mudharabah musytarakah dengan PSAK 105 paragraf ke 04.
2. Kesesuaian PSAK 105 dengan AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Iclamic Institutions)
PSAK 105 AAOIFI KETERANGAN
Standar akuntansi keuangan syari‟ah 105 berbasis pada konsep-konsep akuntansi umum yang telah
disesuaikan dengan prinsip-prinsip syari‟ah. Konsep ini tercermin dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syari‟ah sebagai dasar pengembangan standar akuntansi keuangan syari‟ah.
Accounting and Auditing Organization for Iclamic financial Institution (AAOIFI)
merupakan lembaga
internasional bersifat otonom dan non-profit yang menyiapkan berbagai standar akuntansi, audit, tata kelola (governance), etika, dan syari‟ah bagi lembaga- lembaga keuangan Islam.
Hubungan PSAK 105 syari‟ah dengan AAOIFI terdapat keseuaian dalam pelaksanaan akuntansi mudharabah
disebabkan keduanya relevan dengan lembaga keuangan syari‟ah.
3. URGENSI PSAK 105 PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
PSAK 105 ini bertujuan untuk mengatur pengakuan, pengukuran, dan pengungkapan transaksi mudharabah pada lembaga keuangan syari‟ah, sehingga aturan-aturan yang dibuat oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) harus ditaati dan tidak
boleh dilanggar oleh lembaga keuangan syari‟ah karena telah disepakati bersama beberapa akuntan dengan DSN (Dewan Syari‟ah Nasional) MUI. Dapat disimpulkan bahwa standar akuntansi mudharabah PSAK 105 ini sangat penting agar transaksi keuangan pada lembaga keuangan syari‟ah di Indonesia sesuai dengan prinsip syari‟ah.
B. PEMBAHASAN
1. Kesesuaian PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syari‟ah) dengan DSN (Dewan Syari‟ah Nasional) MUI
a. Pengukuran Modal
Adanya kesesuaian pada poin pengukuran modal pembiayaan mudharabah dalam lembaga keuangan syari‟ah, ini terbukti pada PSAK paragraf 12 yang berbunyi “Dana mudharabah yang disalurkan oleh pemilik dana diaukui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan asset nonkas kepada pengelola dana dan Fatwa DSN MUI no 3 poin b mengenai rukun dan syarat pembiayaan mudharabah yang berbunyi “modal adalah sejumlah uang dan/ asset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat salah satunya pada poin b adalah modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk asset, maka asset tersebut harus dinilai pada waktu akad.
Dengan demikian bahwa dalam hal tersebut terdapat kesesuaian antara PSAK 105 dengan Fatwa DSN MUI.
b. Proses Penyaluran
Adanya kesesuaian pada poin proses penyaluran dana pada PSAK paragraf ke 08 menyatakan bahwa “Pada prinsipnya dalam penyaluran mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad” dan Fatwa DSN MUI no 07 yang berbunyi ” Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS (lembaga Keuangan Syari‟ah) dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. Dengan demikian dalam hal tersebut antara PSAK 105 dengan Fatwa DSN MUI terdapat kesesuaian.
c. Bagi Hasil
Adanya kesesuaian pada poin Bagi hasil ini terbukti pada PSAK paragraph ke 11 yang berbunyi “Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Jika
berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset).
Sedangkan jika berdasarkan prinsip pembagian adalah laba neto (net profit) yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah.
Contoh
Uraian Jumlah Metode Bagi Hasil
Penjualan 100
Harga pokok Penjualan 65
Laba Bruto 35 Gross Profit Margin
Beban 25
Laba Rugi Neto 10 Profit Sharing
Sedangkan dalam fatwa DSN MUI mengenai bagi hasil dijelaskan dalam Fatwa no 2 dijelaskan bahwa “Dalam Pembiayaan mudharabah LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan penguasaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha” . dengan demikian dalam masalah Prinsip Bagi hasil antara PSAK 105 dengan Fatwa DSN MUI telah sesuai.
d. Keuntungan dan Kerugian mudharabah
Adanya kesesuaian pada poin kerugian mudharabah ini terbukti pada PSAK paragraf ke 10 yang berbunyi “ Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan, maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad.
Jika dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana”. Sedangkan di dalam Fatwa DSN mengenai keuntungan dan kerugian mudharabah dijelaskan pada Fatwa no 4, serta 4 poin c
Yang berbunyi “keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal”. Syarat keuntungan salah satunya poin b dan c yang menyatakan :
1. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan.
Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
2. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
Dengan demikian dalam hal keuntungan dan kerugian mudharabah antara PSAK 105 dengan Fatwa DSN MUI terdapat kesesuaian.
e. Dana Pembiayaan
Tidak Adanya kesesuaian pada poin Dana Pembiayaan karena dijelaskan di dalam PSAK pada paragaraf 19 yang menyatakan bahwa “Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang. Berbeda dengan Fatwa DSN MUI NO 5 yang berbunyi “ Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai bukan piutang”. Disini kita dapat melihat bahwa adanya perbedaan pandangan anatara PSAK 105 dengan Fatwa DSN MUI karena dalam PSAK 105 “diakui sebagai piutang” sedangakan dalam Fatwa DSN MUI
“bukan piutang”.
f. Mudharabah Musytarakah
Adanya kesesuaian pada poin Mudharabah Musytarakah ini terbukti di dalam PSAK 105 pararaf ke 04 yang berbunyi “Mudharabah Musytarakah adalah bentuk akad mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi, sedangkan dalam fatwa DSN MUI Mudharabah Musytarakah dijelaskan pada poin b yakni, Mudharabah Musytarakah adalah salah satu bentuk akad mudharabah dimana pengelola (mudharib) turut menyertakan modalnya