BAB III METODOLOGI PENELITIAN
E. Analisis Data
4. Lebar daun diukur dalam satuan cm. Jarak antar pinggir daun terlebar.
Tabel 3. Tabulasi Data Hasil Pengamatan N
o Perlakuan (t) Ulangan (r)
∑
T RataanPerlakuan
1 2 3
1 K0 X1 X2 X3 Xi1
2 K1 X4 X5 X6 Xi2
3 K2 X7 X8 X9 Xi3
4 K3 X10 X11 X12 Xi4
∑
G Xj1 Xj2 Xj3 XijRataan Umum
Tabel 4. Analisis Keragaman (Sidik Ragam) RAL
SK DB JK KT F Hitung F tabel 5 %
Perlakuan (t-1) JK P JKP
(t−1)=KTP KTP
KTG
Galat t (r-1) JK G JKP
t(r−1)=KTG
Umum (r.t – 1) JK U
kk = … %
e. Koefisien Keragaman (kk) Rataanumum=G
n
kk=
√
KTGRataan Umumx100 %
Keterangan:
SK = Sumber Keragaman DB = Derajat Bebas JK = Jumlah Kuadrat KT = Kuadrat Tengah G = Jumlah Umum T = Jumlah Perlakuan
Xi= Pengukuran Petak ke-I Ti = Jumlah Perlakuan ke-I n = Banyaknya petak percobaan dimana n = (r) (t)
r = ulangan t = perlakuan
Untuk menentukan pengaruh di antara perlakuan dilakukan dengan menggunakan Uji F, yaitu dengan membandingkan F hitung dengan F tabel dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Bila F hitung > F tabel 5 % maka H1 diterima pada taraf uji 5 % artinya berbeda nyata (significant difference). Hal ini ditunjukkan dengan menempatkan satu bintang (*) pada nilai F hitung dalam sidik ragam.
2. Bila F hitung ≤ F tabel 5 % maka H0 diterima pada taraf uji 5 % artinya tidak berbeda nyata (not significant difference). Hal ini ditunjukkan dengan menempatkan tanda (tn) pada nilai F hitung dalam sidik ragam.
Dimana:
H0 = Hipotesis perlakuan tidak berbeda nyata H1 = Hipotesis perlakuan berbeda nyata 2. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Setelah H0 ditolak, maka selanjutnya ingin diketahui antar perlakuan (rata-rata) mana yang berbeda nyata, maka untuk mengetahui hal tersebut dalam hal ini dilakukan uji nilai tengah (rata-rata) antar perlakuan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan rumus:
BNT α=t α
√
2KTGr (Gomez ,1995) Keterangan: α = Taraf nyata yang dikehendakit α = nilai t tabel pada taraf yang dikehendaki KTG = Kuadrat Tengah Galat
r = ulangan
Tabel 5. Analisis Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Perlakuan Rataan a K3 K2 K1 K0
K0
K1
K2
K3
BNT 0.05 =
Keterangan: a = Rata-rata dari tiga ulangan tn = tidak berbeda nyata
* = berbeda nyata Kesimpulan dari Uji BNT:
1. Jika perbedaan rataan antar perlakuan < nilai BNT 0.05 maka H0 diterima pada taraf uji 5 % artinya pengaruh kedua perlakuan yang dibandingkan tidak berbeda nyata
2. Jika perbedaan rataan antar perlakuan ≥ nilai BNT 0.05 maka H0 ditolak pada taraf uji 5 % berarti pengaruh kedua perlakuan yang dibandingkan berbeda nyata
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang pengaruh pemberian kompos limbah teh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jagung dapat diperoleh hasil berupa analisis kandungan kompos limbah teh dan pertumbuhan vegetatif tanaman jagung sebagai berikut:
1. Kompos Limbah Teh
Tabel 6. Data Hasil Analisis Kandungan Kimiawi Unsur Makro Kompos Limbah Teh per 100 gr kompos *
No Analisis Kandungan
1 N-total (%) 2.54
2 C-org (%) 26.95
3 C/N 11
4 P-total (%) 0.24
5 K-total (%) 2.00
*) Analisis dilaksanakan di Laboratorium Kimia, Biologi dan Kesuburan Tanah, Universitas Sriwijaya (2013)
2. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung
Hasil pengamatan pertumbuhan vegetatif tanaman jagung dalam hal ini sesuai dengan parameter penelitian meliputi tinggi batang, jumlah daun, panjang daun dan lebar daun antara lain:
a) Tinggi Batang
Data hasil penelitian tinggi tanaman jagung berdasarkan perlakuan dan ulangan dari pengamatan yang dilakukan pada 1 – 6 MST dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 7. Data Hasil Penelitian Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Teh terhadap Tinggi Batang (cm) Tanaman Jagung
Perlakuan Rata-rata Tinggi Batang (cm)
1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST
K0 3.6 5.5 12.03 12.6 17.67 21.97
K1 4.63 13.27 20.1 32.33 47.33 80.7
K2 2.77 12.4 20.8 36.1 55.83 84.97
K3 4.93 11.4 19.8 35.17 57.33 89.33
Rata-rata 3.98 10.64 18.18 29.05 44.54 69.24
Dari hasil penelitian seperti tertera pada Tabel 7, pemberian kompos limbah teh memberikan tinggi tanaman yang cukup bervariasi (Gambar 2).
34
Grafik laju pertambahan tinggi tanaman dari awal hingga akhir pengamatan adalah sebagai berikut:
1 2 3 4 5 6
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
K0 = 0 gr/polybag K1 = 53 gr/polybag K3 = 79 gr/polybag K4 = 105 gr/polybag
Minggu Setelah Tanam (MST)
Tinggi Tanaman (cm)
Grafik 1. Rata-rata Tinggi Tanaman Jagung pada 1 - 6 MST
Selain itu, disajikan juga histogram untuk rata-rata tinggi tanaman pada akhir penelitian seperti pada grafik berikut:
K0 K1 K2 K3
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
21.97
0 0 0
0
80.7
0 0
0 0
84.97
0
0 0 0
89.33
0 gr/polybag 53 gr/polybag 79 gr/polybag 105 gr/polybag
Perlakuan
Tinggi Tanaman (cm)
Grafik 2. Rata-rata Tinggi Tanaman Jagung pada 6 MST
Dari hasil pengamatan yang telah diperoleh, kemudian dilakukan analisis sidik ragam dengan pola RAL dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Adapun hasil analisis tersebut adalah sebagai berikut: (Lampiran 3) Tabel 8. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Teh
terhadap Tinggi Batang (cm) Tanaman Jagung
SK DB JK KT F Hitung F tabel 5%
Kadar 3 9051.51 3017.17 63.95 * 4.07
Galat 8 377.44 47.18
Umum 11 9428.95
kk = 9.9 %
Keterangan:
* = berbeda nyata
(a) Perlakuan K0 (b) Perlakuan K1
(c) Perlakuan K2 (d) Perlakuan K3
Gambar 2. Tinggi Tanaman Jagung pada 6 MST (a, b, c, dan d) (Sumber: Dok. Pribadi, 2013)
Berdasarkan hasil analisis seperti tertera pada Tabel 8, kompos limbah teh memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman sehingga selanjutnya untuk mengetahui perbedaan pengaruh dari masing-masing perlakuan dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5 % seperti pada tabel berikut:
Tabel 9. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Teh terhadap Tinggi Batang (cm) Tanaman Jagung
Perlakuan Rataan K3 K2 K1 K0
K0 21.97 67.36* 63* 58.73*
K1 80.7 8.63tn 4.27tn
K2 84.97 4.63tn
K3 89.33
BNT 0.05 = 12.93 Keterangan:
* = berbeda nyata tn = tidak berbeda nyata
b) Jumlah Daun
Data hasil penelitian jumlah daun tanaman jagung dari pengamatan pada 1 – 6 MST dapat dilihat seperti pada tabel berikut:
Tabel 10. Data Hasil Penelitian Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Teh terhadap Jumlah Daun (helai) Tanaman Jagung
Perlakuan Rata-rata Jumlah Daun (helai)
1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST
K0 1.67 3 3.33 4 5 6.67
K1 2 4.33 6 7.67 9 11
K2 2 4.33 6.67 8.67 9.33 11
K3 2.33 4.33 6 8.67 10.33 12
Rata-rata 2 4 5.5 7.25 8.42 10.17
Grafik laju pertambahan jumlah daun tanaman dari awal hingga akhir pengamatan sebagai berikut:
1 2 3 4 5 6
0 2 4 6 8 10 12 14
K0 = 0 gr/polybag K1 = 53 gr/polybag K3 = 79 gr/polybag K4 = 105
gr/polybag
Minggu Setelah Tanam (MST)
Jumlah Daun (helai)
Grafik 3. Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Jagung pada 1-6 MST
Selain itu, disajikan juga histogram untuk rata-rata jumlah daun pada akhir penelitian seperti pada grafik berikut:
K0 K1 K2 K3 0
2 4 6 8 10 12 14
6.67
0 0 0
0
11
0 0
0 0
11
0
0 0 0
12
0 gr/polybag 53 gr/polybag 79 gr/polybag 105 gr/polybag
Perlakuan
Jumlah daun (helai)
Grafik 4. Rata-rata Jumlah Daun pada 6 MST
(a) Perlakuan K0 (b) Perlakuan K1
(c) Perlakuan K2 (d) Perlakuan K3
Gambar 3. Jumlah Daun Tanaman pada 6 MST (a, b, c, dan d) (Sumber: Dok. Pribadi, 2013)
Dari hasil pengamatan yang telah diperoleh, kemudian dilakukan analisis sidik ragam dengan pola RAL dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Adapun hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
(Lampiran 4)
Tabel 11. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Teh terhadap Jumlah Daun (helai) Tanaman Jagung
SK DB JK KT F Hitung F tabel 5%
Kadar 3 51 17 15.74* 4.07
Galat 8 8.67 1.08
Umum 11 59.67
kk = 10.2 % Keterangan:
* = berbeda nyata
Berdasarkan hasil analisis seperti tertera pada Tabel 11, kompos limbah teh memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun tanaman jagung
(Gambar 3), sehingga selanjutnya untuk mengetahui perbedaan pengaruh dari masing-masing perlakuan dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5 % seperti pada tabel berikut:
Tabel 12. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Teh terhadap Jumlah Daun (helai) Tanaman Jagung
Perlakuan Rataan K3 K2 K1 K0
K0 6.67 5.33* 4.33* 4.33*
K1 11 1tn 0
K2 11 1tn
K3 12
BNT 0.05= 1.96 Keterangan:
* = berbeda nyata tn = tidak berbeda nyata
c) Panjang Daun
Data hasil penelitian panjang daun tanaman jagung dari pengamatan pada 6 MST dapat dilihat seperti pada tabel berikut:
Tabel 13. Data Hasil Penelitian Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Teh terhadap Panjang Daun (cm) Tanaman Jagung
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rata-rata
1 2 3
K0 45 39 11.8 95.8 31.93
K1 71 84 70 225 75
K2 71 65 76.2 212.2 70.73
K3 79 77.2 81 237.2 79.07
Jumlah 266 265.2 239 770.2 -
Rata-rata 66.5 66.3 59.75 - 64.18
Adapun histogram untuk rata-rata panjang daun tanaman tersebut dapat dilihat pada grafik berikut:
K0 K1 K2 K3 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90
31.93
0 0 0
0
75
0 0
0 0
70.73
0
0 0 0
79.07
0 gr/polybag 53 gr/polybag 79 gr/polybag 105 gr/polybag
Perlakuan
Panjang Daun (cm)
Grafik 5. Rata-rata Panjang Daun Tanaman Jagung pada 6 MST
Dari hasil pengamatan yang telah diperoleh, kemudian dilakukan analisis sidik ragam dengan pola RAL dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Adapun hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
(Lampiran 5)
Tabel 14. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Teh terhadap Panjang Daun (cm) Tanaman Jagung
SK DB JK KT F Hitung Ftabel 5%
Kadar 3 4264.44 1421.48 13.9
* 4.07
Galat 8 818.08 102.26
Umum 11 5082.52
kk = 15.7 % Keterangan:
* = berbeda nyata
Berdasarkan hasil analisis seperti tertera pada Tabel 14, kompos limbah teh memberikan pengaruh nyata terhadap panjang daun tanaman jagung (Gambar 4). Selanjutnya dilakukan uji lanjut dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 15. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Teh terhadap Panjang Daun (cm) Tanaman Jagung
Perlakuan Rataan K3 K2 K1 K0
K0 31.93 47.14* 38.8* 43.07*
K1 75 4.07tn 4.27tn
K2 70.73 8.34tn
K3 79.07
BNT 0.05 = 19.04 Keterangan:
* = berbeda nyata tn = tidak berbeda nyata
(a) Perlakuan K0 (b) Perlakuan K1
(c) Perlakuan K2 (d) Perlakuan K3
Gambar 4. Panjang Daun Tanaman pada 6 MST (a, b, c, dan d) (Sumber: Dok. Pribadi, 2013)
d) Lebar Daun
Selain jumlah daun dan panjang daun, juga dilakukan pengamatan pada lebar daun tanaman jagung. Adapun data hasil penelitian lebar daun tanaman jagung berdasarkan pengamatan pada 6 MST dapat dilihat seperti pada tabel berikut:
Tabel 16. Data Hasil Penelitian Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Teh terhadap Lebar Daun (cm) Tanaman Jagung
Perlakuan Ulangan
Jumlah Rata-rata
1 2 3
K0 3 2.4 1.1 6.5 2.17
K1 6.7 7.5 7 21.2 7.07
K2 8.1 8 7.7 23.8 7.93
K3 8.6 8.5 8.8 25.9 8.63
Jumlah 26.4 26.4 24.6 77.4 -
Rata-rata 6.6 6.6 6.15 - 6.45
Histogram untuk rata-rata lebar daun tanaman tersebut dapat dilihat pada grafik berikut:
K0 K1 K2 K3 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2.17
0 0 0
0
7.07
0 0
0 0
7.93
0
0 0 0
8.63
0 gr/polybag 53 gr/polybag 79 gr/polybag 105 gr/polybag
Perlakuan
Lebar Daun (cm)
Grafik 6. Rata-rata Lebar Daun Tanaman Jagung pada 6 MST
(a) Perlakuan K0 (b) Perlakuan K1
(c) Perlakuan K2 (d) Perlakuan K3
Gambar 5. Lebar Daun Tanaman pada 6 MST (a, b, c, dan d) (Sumber: Dok. Pribadi, 2013)
Dari hasil pengamatan yang telah diperoleh, kemudian dilakukan analisis sidik ragam dengan pola RAL dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Adapun hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
(Lampiran 6)
Tabel 17. Analisis Sidik Ragam Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Teh terhadap Lebar Daun (cm) Tanaman Jagung
SK DB JK KT F Hitung Ftabel 5%
Kadar 3 77.08 25.68 88.59 * 4.07
Galat 8 2.35 0.29
Umum 11 79.43
kk = 8.3 % Keterangan:
* = berbeda nyata
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam seperti tertera pada Tabel 17, kompos limbah teh memberikan pengaruh nyata terhadap lebar daun tanaman
jagung (Gambar 5). Selanjutnya dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji BNT taraf 5 % seperti pada tabel berikut:
Tabel 18. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pengaruh Pemberian Kompos Limbah Teh terhadap Lebar Daun (cm) Tanaman Jagung
Perlakuan Rataan K3 K2 K1 K0
K0 2.17 6.46* 5.76* 4.9*
K1 7.07 1.56* 0.86tn
K2 7.93 0.7tn
K3 8.63
BNT 0.05 = 1.01 Keterangan:
* = berbeda nyata tn = tidak berbeda nyata
B. Pembahasan
Penelitian ini diawali dengan proses pembuatan kompos yang dilakukan pada tanggal 8 April 2013. Kompos limbah teh menunjukkan tanda-tanda kompos yang siap digunakan pada hari ke 10 setelah pembuatan. Setelah itu dilakukan analisis kompos yang berlangsung dari tanggal 25 April – 16 Mei 2013 dimana selama proses analisis berlangsung, peneliti melakukan prosedur yang lain mulai dari penetapan kadar kompos hingga pembuatan media tanam yaitu pada tanggal 22 April – 18 Mei 2013. Penanaman tanaman jagung dilakukan pada tanggal 19 Mei 2013. Kemudian tanaman dipelihara sesuai dengan tata cara pemeliharaan dan diamati hingga 6 MST sesuai dengan parameter penelitian mulai dari tanggal 26 Mei – 30 Juni 2013 (Lampiran 8).
Hasil analisis rasio C/N kompos limbah teh dalam penelitian ini adalah 11 (Tabel 6). Miller (1959) “dalam” Yuwono (2004) menyebutkan bahwa rasio C/N 9 – 12 dapat dianggap sebagai acuan dalam pembuatan kompos yang baik, karena pada rentang rasio tersebut proses dekomposisi sudah selesai dan aktivitas mikroorganisme menurun sehingga unsur-unsur menjadi lebih tersedia. Menurut Syafrudin (2007) rasio C/N menentukan keberhasilan proses pengomposan karena prinsip pengomposan adalah menurunkan rasio C/N bahan organik menjadi sama dengan rasio C/N tanah yaitu berkisar 10 – 20.
Demikian nilai C/N yang ditunjukkan dari hasil analisis kompos yang menunjukkan unsur hara untuk kebutuhan tanaman sudah tersedia dalam jumlah banyak karena banyaknya mikroorganisme yang mengkonsumsi C organik akibat kadar air bahan dasar yang cukup sehingga memberikan kesempatan mikroorganisme untuk berkembang biak pada awal pengomposan.
Ditinjau dari proses yang terjadi selama pengolahan kompos dalam hal ini dibuat dengan bantuan mikroorganisme. Berkaitan dengan proses tersebut Allah SWT berfirman dalam Q.S Az Zumar, 39 : 21 yang berbunyi:
Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, Maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya
hancur berderai-derai. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal”.
Dari ayat di atas dapat kita ketahui bahwa Allah SWT telah menciptakan apa saja yang Dia inginkan dari segala sesuatu yang Allah kehendaki atas makhluk-makhluk Nya.
Kemudian dijadikan dari masing-masing penciptaan-Nya itu sesuatu yang bermakna. Dalam proses pembusukan bahan organik dari limbah teh ini terjadi akibat aktivitas dari makhluk berupa mikroorganisme yang tidak kasat mata yang mampu mengubah hal yang tidak bermanfaat menjadi bermanfaat bagi kehidupan manusia khususnya dalam bidang pertanian yaitu membantu dalam meningkatkan kesuburan tanah sehingga mampu mempercepat pertumbuhan tanaman dimana dalam penelitian ini adalah tanaman jagung.
Pada awal pengamatan semua perlakuan masih menunjukkan pertumbuhan yang relatif sama (Grafik 1). Hal ini diduga karena pada rentang waktu tersebut, tanaman masih dalam masa adaptasi sehingga masih memiliki respon yang sama terhadap lingkungan tumbuh maupun dalam pemenuhan kebutuhan unsur hara. Namun seiring bertambahnya waktu pengamatan, tinggi tanaman dan jumlah daun umumnya semakin meningkat dimana peningkatan jumlah daun dalam hal ini berbanding lurus dengan tinggi tanaman yaitu semakin tinggi batang tanaman jagung maka jumlah daun semakin banyak sehingga perbedaan antar perlakuan mulai terlihat jelas khususnya jika
dibandingkan dengan K0 (perlakuan tanpa kompos limbah teh) (Grafik 3). Hasil pengamatan selama 1 – 6 MST ini dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 10.
Berkaitan dengan lingkungan tempat penelitian berlangsung dimana berdasarkan pengukuran faktor lingkungan yang dilakukan diperoleh hasil berupa pH tanah, suhu dan kelembapan udara (Lampiran 8). Adapun pH tanah yang digunakan sebagai media tanam yaitu 6.2. Hal ini sesuai dengan penelitian F.A.O “dalam” Sutejo (1987) bahwa tanaman jagung cocok tumbuh pada reaksi tanah yang memiliki pH berkisar 5.5–7.5. Menurut BPTP Sumatera Selatan (2010) tanaman jagung membutuhkan iklim dengan suhu optimal berkisar 21–34oC, hal ini sesuai dengan hasil pengukuran suhu selama proses penelitian yaitu berkisar 29–35oC sedangkan kelembapan udara berkisar 72–77
%. Berdasarkan hasil tersebut, lingkungan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria lingkungan yang diperlukan selama pertumbuhan tanaman jagung.
Selain faktor lingkungan di atas, faktor yang tidak kalah penting dalam menunjang pertumbuhan tanaman adalah nutrisi (unsur hara). Sebagaimana proses yang berlangsung pada tanaman pada umumnya, pada fase vegetatif perkembangan pada tanaman berhubungan dengan 3 proses yaitu pembelahan sel, perpanjangan sel dan tahap pertama diferensiasi (Quida, 2011). Unsur yang paling dominan berperan selama tahap tersebut adalah unsur N. Berdasarkan SNI 19-7030-2004 “dalam” Syafrudin (2007) nilai unsur makro yang dihasilkan dari proses pengomposan untuk N total kompos yaitu lebih dari 0.4
%. Dari hasil analisis yang dilakukan, kandungan unsur N dalam kompos adalah 2.54 % (Tabel 6). Hal ini berarti kompos yang digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi standar karena proses dekomposisi selama
proses pengomposan menghasilkan amonia dan nitrogen yang terperangkap di dalam tumpukan kompos akibat pori-pori tumpukan kompos yang sangat kecil sehingga amonia dan nitrogen terlepas ke udara dalam jumlah sedikit.
Nilai P total yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebesar 0.24 % Mengacu pada standar yang sama jumlah kandungan P total yang dihasilkan berdasarkan SNI 19-7030-2004 adalah lebih dari 0.1 %. Nilai P total mengikuti nilai N total, dimana jika N tersedia dalam jumlah yang cukup dalam bahan organik awal, maka unsur hara lainnya termasuk P total biasanya juga akan tersedia dalam jumlah cukup. Pada bahan organik segar nutrien P biasanya terdapat dalam bentuk organik kompleks yang sulit dimanfaatkan langsung oleh tanaman untuk pertumbuhan. Tetapi setelah proses pengomposan berlangsung aktivitas mikroorganisme akan mengubah nutrien ini menjadi bentuk PO42- (P tersedia) yang mudah diserap oleh tanaman (Syafrudin, 2007).
Hal ini diduga karena bertambahnya mikroorganisme perombak sehingga proses perombakan bahan organik menjadi semakin intensif.
Nilai K total yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah sebesar 2.00
%. Berdasarkan SNI 19-7030-2004 nilai K total yang baik dihasilkan dari proses pengomposan adalah sebesar 0.2 %. Nilai K total juga mengikuti N total, dimana ketersediaan N dalam jumlah yang cukup dalam bahan organik awal mengakibatkan unsur lain termasuk K total ikut meningkat karena adanya mikroorganisme perombak yang mengubah nutrien K menjadi K2O (K tersedia) yang mudah diserap oleh tanaman. Berbeda dengan N total dan P total yang memiliki kandungan masing-masing enam kali lipat dan dua kali lipat dari standar yang ditentukan, dalam penelitian ini untuk K total menghasilkan
sepuluh kali lipat dari standar yang ditentukan sehingga hampir setara dengan unsur N. Hal ini diduga karena banyak dari unsur K tidak termasuk dalam komposisi unsur-unsur struktural sel tetapi berperan sebagai agen pengatur atau katalis (Rahayu dan Nurhayati, 2005).
Selain nilai N, P, dan K, dalam penelitian ini juga diperoleh nilai C organik yaitu 26.95 %. C organik merupakan presentase kesuburan dalam tanah yang terdiri dari berbagai ikatan C yang terkandung di dalam maupun permukaan tanah yang berasal dari senyawa karbon di alam. Senyawa organik memiliki atom karbon pada senyawanya, sedangkan senyawa anorganik sebaliknya. Sehingga senyawa C umumnya disebut C organik. C organik juga merupakan semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus.
Dalam proses pengomposan mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein (Oktariana, 2011).
Menurut Quida (2011) selama fase vegetatif berlangsung diperlukan karbohidrat dalam jumlah yang besar untuk proses pembelahan sel. Pemberian air yang cukup, hormon dan ketersediaan gula untuk pemanjangan sel serta hasil asimilasi, temperatur menguntungkan dan sistem enzim yang tepat untuk diferensiasi sel. Campbell, Reece dan Mitchell (2002) menyatakan bahwa faktor pertumbuhan merupakan suatu protein yang dilepas oleh sel tubuh tertentu yang merangsang sel lain untuk membelah. Disini keperluan dalam proses tersebut berkaitan dengan faktor eksternal baik kimiawi maupun fisik dimana selain lingkungan tumbuh dan pemberian kadar air yang sesuai, nutrisi
menjadi salah satu pemicu berlangsungnya pembelahan sel. Jadi dengan adanya penambahan kompos, tentu unsur-unsur hara yang ada di dalamnya berperan aktif dalam merangsang aktivitas meristematis sehingga pembelahan sel berlangsung dengan cepat.
Rukmana (1997) menyatakan bahwa tinggi batang tanaman jagung biasanya berkisar antara 60 cm – 300 cm, tergantung dari tipe dan varietas jagung. Sejalan dengan penelitian Agustina (2007) tentang pengaruh kompos jerami padi dan kompos sampah kampus terhadap pertumbuhan tanaman jagung dimana pada 6 MST, diperoleh tinggi tanaman yang dihasilkan dari akibat pemberian kompos jerami padi adalah 72.52 cm sedangkan akibat pemberian kompos sampah kampus dihasilkan tinggi tanaman sebesar 75.11 cm dengan dosis kompos setara dengan 20 ton per hektar. Dalam hal ini dengan penyetaraan kadar kompos yang sama diperoleh tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan kedua kompos tersebut (Grafik 2).
Hasil tertinggi batang tanaman jagung dicapai pada perlakuan K3 diikuti oleh K2, K1 dan K0 masing-masing sebesar 89.33 cm, 84.97 cm, 80.7 cm dan 21.97 cm (Gambar 2). Berdasarkan hasil tersebut tentunya dapat diketahui semakin banyak N dari kompos limbah teh maka semakin baik kondisi tanaman tanpa mengganggu pertumbuhan dan proses metabolismenya. Hal tersebut disebabkan N yang tersedia di dalam tanah terlepas secara perlahan- lahan akibat pemberian kompos, sehingga konsentrasi N meningkat. Widyati (2005) menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi N menyebabkan proses metabolisme N di dalam jaringan berjalan dengan baik sehingga meningkatkan
jumlah klorofil yang berfungsi sebagai penangkap energi cahaya matahari yang akan diubah menjadi energi kimia sehingga meningkatkan proses fotosintesis.
Dalam kaitannya dengan bahan-bahan yang diperlukan dalam proses fotosintesis, unsur N bersama dengan unsur yang lain berperan aktif dalam pematangan sel pada rambut akar dan pembentukan jaringan pengangkut untuk adsorpsi unsur hara, air dan mineral di dalam tanah. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan berhasil tidaknya pengambilan suatu unsur tergantung pada kemudahan gerak unsur tersebut di dalam jaringan floem dan hal itu ditentukan oleh kelarutan bentuk kimia unsur di dalam jaringan. Unsur-unsur yang memiliki kategori tersebut adalah N, P, K, Mg, dan Cl. Sebagaimana telah diketahui banyaknya kandungan unsur tersebut di dalam kompos yang digunakan, tentunya efek yang ditimbulkan berkaitan dengan hasil pada bagian-bagian yang menjadi target hasil fotosintesis termasuk batang dan daun.
Subekti dkk (2003) menyatakan bahwa jumlah daun tanaman jagung umumnya berkisar antara 10-18 helai pada saat tanaman beumur 33 – 50 hari.
Dari semua rata-rata perlakuan yang diperoleh, perlakuan K0 memiliki jumlah daun terendah, hal ini diduga karena tidak adanya nutrisi tambahan selain nutrisi yang ada pada tanah sehingga proses metabolisme menjadi terhambat.
Lalu untuk perlakuan dengan tingkatan kadar kompos (perlakuan K1, K2 dan K3) umumnya menghasilkan jumlah daun yang tidak berbeda jauh namun secara keseluruhan hasil dari perlakuan tersebut telah memenuhi kisaran jumlah daun yang sesuai dengan umur jagung pada saat pengamatan terakhir dilakukan (Grafik 4). Sebanding dengan hasil penelitian Handayunik (2008) pada 6 MST dihasilkan jumlah daun tanaman jagung sebanyak 11.33 helai.
Sepertihalnya tinggi batang, jumlah daun tertinggi juga dihasilkan dari perlakuan K3 dimana diikuti oleh K2, K1 dan K0 masing-masing sebanyak 12, 11, 11, dan 6.67 helai (Gambar 3). Banyak sedikitnya jumlah daun disini tentunya sangat berpengaruh pada metabolisme tanaman jagung khususnya dalam proses fotosintesis. Semakin banyak kadar kompos yang diberikan secara jelas mampu merangsang proses pembelahan sel yang terjadi di dalam jaringan meristematis pada titik tumbuh daun. Komponen organik kompos yang cukup banyak mampu saling bekerja sama untuk merangsang pertumbuhan tanaman karena komponen tersebut terus dimineralisasi yang menyebabkan berbagai unsur yang ada dalam proses ini terlepas bebas secara berangsur-angsur sehingga mampu dimanfaatkan tanaman sebagai makanan.
Masih mengacu pada daun, dimana genotip tanaman jagung mempunyai keragaman dalam hal panjang, lebar, tebal, sudut, dan warna pigmentasi daun (Subekti dkk, 2003). Berbeda dengan tinggi batang dan jumlah daun, untuk panjang daun dan lebar daun ini diamati secara bersamaan yaitu pada 6 MST. Hal ini sesuai dengan aturan Deptan (2003) dimana untuk pengukuran panjang dan lebar tanaman jagung dilakukan pada saat tanaman sudah mengalami atau menjelang pembungaan dimana daun yang diamati adalah daun yang tumbuh di dekat dimana tongkol jagung biasa muncul yaitu di daerah ruas yang terletak setengah dari tinggi batang. Dari hasil yang diperoleh pemberian kompos umumnya menghasilkan rata-rata panjang daun dan lebar daun yang cukup bervariasi (Tabel 13 dan Tabel 16).
Pemberian pupuk organik dalam takaran tinggi (5-20 ton per hektar) dapat menggantikan 100-200 kg pupuk urea (Tani Mandiri, 2010). Sejalan