• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biodiesel yang diperoleh dari reaksi transesterifikasi minyak Chlorella menggunakan katalis padat dianalisa dengan beberapa pengukuran untuk mengetahui kadar dan kualitas.

a) Yield Minyak mikroalga

Yield = Massa minyak mikroalga×100 % KOH padat 5,6

gram, aquadest Pencampuran Asam oksalat 0,1

N 15 ml, Indikaotr PP

Standarisasi

Volume KOH

Biodiesel 1 gram, etanol 96% 2,5 ml

Pemanasan &

Penggojogan (Suhu 800C)

Indikator PP Titrasi

Volume KOH

b) Yield biodiesel

Yield = Massabiodiesel

Massa bubuk mikroalga×100 % c) Berat massa biodiesel

ρ = Massa Volume

d) Standarisasi KOH

NKOH x VKOH = NH2C2O4 x VH2C2O4

e) Penentuan Angka Asam

Angka asam (Mg KOH/Minyak) = ml KOH x N . KOH x56 w(g)

f) GC-MS (Gas Chromatography-Mass Spectrophotometry)

Uji analisa GC-MS dilakukan untuk mengetahui kandungan dan komposisi dari hasil ekstraksi minyak mikroalga dan biodiesel yang dihasilkan.

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Mikroalga

Pada penelitian ini dilakukan kultivasi dengan cara menambahkan aquadest dengan perbandingan mikroalga : aquadest sebesar 1:4 dan ditambahkan pupuk NPK setiap minggunya. Nutrien mampu meningkatkan laju produktivitas mikroalga, karena mikroalga memanfaatkan nutrien sebagai sumber metabolisme tubuhnya (Chiu et al., 2014). Chlorella dapat mengonsumsi TN (Total Nitrogen), Fosfor, dan COD (Chemical Oxygen Demand) secara berturut-turut sebesar 68.4%, 83.2%, dan 50.9%

secara berturut-turut (Wang et al., 2010). Nitrogen merupakan salah satu nutrien esensial yang digunakan oleh mikroalga sebagai komponen utama dalam pembentukan protein dalam sel. Namun penambahan kadar nutrien berlebih justru dapat menghambat pertumbuhan mikroalga (Sayedin et al., 2020). Dalam proses pertumbuhan mikroalga yang dilakukan didapatkan data sebagai berikut :

Tabel 6 Data Absorbansi Mikroalga

Hari ke Absorbansi

1 0,712

4 0,719

5 0,727

6 0,765

7 0,780

8 0,790

11 0,793

12 0,795

13 0,794

14 0,795

Pada tabel 7 terlihat bahwa adanya kenaikan absorbansi pada mikroalga setiap harinya dan pada hari ke-11 sampai hari ke-14 absorbansi sudah mulai stabil dalam artian sudah tidak ada lagi pertumbuhan atau mikroalga sudah dalam fase stasioner dimana fase pertumbuhan dan kematian mikroalga sudah seimbang. Pada fase ini, mikroalga sudah siap dipanen.

Pemanenan mikroalga dilakukan dengan cara menambahkan tawas sebagai flokulan agar mikroalga mengendap, lalu mikroalga tersebut disaring menggunakan kanebo. Setelah penyaringan tersebut, dilakukan pengeringan menggunakan oven pada suhu 60 oC.

Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan mikroalga kering seberat 2 gram dari 15 liter mikroalga yang telah di kultivasi.

4.2 Pengaruh Variasi Daya Ekstraksi terhadap Yield Minyak Mikroalga yang Dihasilkan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, menunjukakan bahwa variasi daya ekstraksi berpengaruh terhadap persentase yield minyak mikroalga yang dihasilkan.

Tabel 7 Hasil Penelitian Pengaruh Daya Ekstraksi terhadap Persentase Yield Minyak yang dihasilkan

No Daya Ekstraksi (Watt)

Jumlah Minyak Mikroalga

(Gram) Yield (%)

1 136 0,718 7,18

2 264 2,265 22,65

3 440 3,796 37,96

4 616 2,441 24,41

5 800 2,335 23,35

100 200 300 400 500 600 700 800 900

0 5 10 15 20 25 30 35 40

f(x) = 0.02 x + 14.77 R² = 0.2

Daya Ekstraksi

% Yield Minyak MIkroalga

Gambar 8 Grafik Hubungan Antara Daya Ekstraksi terhadap Persentase Yield Minyak Yang Dihasilkan

Dari gambar 8, menunjukkan bahwa hasil dari proses hasil ekstraksi pada berbagai variasi daya yaitu 136 watt, 264 watt, 440 watt, 616 watt, dan 800 watt.

Penentuan daya optimum microwave oven untuk ekstraksi minyak dari Chlorella sorokiniana diperlukan untuk mengetahui daya maksimal yang digunakan sehingga menghasilkan rendemen minyak yang tinggi. Lalu daya optimum yang diperoleh yaitu pada daya 440 watt.

Dan berdasarkan data yang diperoleh, daya 800 watt memberikan temperatur yang lebih tinggi dibandingkan pada daya yang lainnya. Daya memiliki hubungan dengan temperatur, sesuai dengan rumus :

P .t=m . c . ∆ T ...(1) Keterangan

P = Daya listrik (Watt)

t = banyak waktu yang diperlukan (s) m = massa (s)

c = kalor jenis (J kg-1oC-1)

∆ T = perubahan suhu (oC)

Berdasarkan rumus 1 dapat dilihat hubungan antara daya dengan temperatur adalah berbanding lurus yang berarti bahwa ketika ada kenaikan daya maka perubahan temperatur sebelum terjadinya pemanasan dalam microwave dan setelah terjadinya pemanasan semakin besar.

Temperatur yang tinggi dapat membantu pemecahan dinding sel dan membuat kontak antara metanol dan minyak lebih mudah dan menghasilkan yield yang lebih tinggi. Tetapi, sesuai dengan rumus 1 maka apabila daya terus dinaikkan maka akan terjadinya peningkatan suhu yang terjadi semakin besar. Efek dari panas karena temperatur yang tinggi akan menyebabkan biomassa akan rusak karena biomassa akan kering dan gosong (Bintari, 2018).

4.3 Pengaruh Variabel Rasio Pelarut terhadap Yield Biodiesel yang dihasilkan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, menunjukan bahwa variasi rasio mikroalga : pelarut berpengaruh terhadap persentase yield biodiesel yang dihasilkan.

Tabel 8 Hasil Penelitian Pengaruh Rasio Pelarut Ekstraksi terhadap Persentase Yield Biodiesel yang dihasilkan

No Rasio Mikroalga :

Pelarut (w/v) Jumlah Biodiesel (Gram) Yield (%)

1 1 : 5 1,995 19,95

2 1 : 10 4,387 43,87

3 1 : 15 7,839 78,39

4 1 : 20 6,351 63,51

5 1 : 25 6,037 60,37

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

f(x) = 10.05 x + 22.5 R² = 0.51

% Yield Biodiesel

Gambar 9 Grafik hubungan antara rasio mikroalga : pelarut terhadap persentase yield biodiesel yang dihasilkan

Dari gambar yang 9 telah dilakukan percobaan pada rasio mikroalga : pelarut sebesar 1:5, 1:10, 1:15, 1:20, dan 1:25. Dari grafik tersebut menunjukan bahwa kondisi optimum yang dihasilkan berada pada sampel ke-3 yaitu dimana rasio pelarut:mikroalga adalah 1:15.

Sesuai penelitian yang dilakukan oleh (Panjaitan, 2017), kondisi daya yang optimum untuk reaksi transesterifikasi adalah 450 watt. Berdasarkan hal tersebut, dalam proses transesterifikasi in-situ ini menggunakan pendekatan watt yang tersedia di laboratorium yaitu sebesar 440 watt.

Hal ini dikarenakan excess metanol akan meningkatkan produksi biodiesel, sedangkan excess metanol akan menurunkan produksi biodiesel pada rasio 1:20 atau lebih. Hal ini dapat terjadi ketika gliserin terdapat dalam campuran reaksi, yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan ekuilibrium beralih ke kiri sesuai dengan reaksi reversible, dan yield biodiesel tidak akan mengalami peningkatan ketika reaksi telah mencapai kondisi equilibrium (Tang et al., 2016).

RASIO MIKROALGA : PELARUT

1 : 25 1 : 20

1 : 15 1 : 10

1 : 5

4.4 Penentuan Massa Jenis Biodiesel

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 9 Data Massa Jenis Biodiesel No Rasio Mikroalga :

Pelarut (w/v) Berat (gram) Volume (ml) Massa Jenis (g/ml)

1 1 : 5 1,937 2,1 0,95

2 1 : 10 4,329 5 0,887

3 1 : 15 7,781 9 0,871

4 1 : 20 6,293 7,3 0,87

5 1 : 25 5,979 6,7 0,901

Dari tabel 9, diperoleh bahwa massa jenis setiap sampel. Terlihat bahwa sampel dengan rasio mikroalga : pelarut sebesar 1 : 5 dan 1 : 25 tidak sesuai ke dalam range biodiesel yang ada dalam standar SNI. Hal tersebut dikarenakan beberapa hal, seperti masih adanya pelarut metanol yang terkandung dalam sampel karena proses evaporasi yang masih belum sempurna.

Selain karena adanya pelarut yang terkandung, massa jenis biodiesel di atas bukanlah massa jenis murni dari biodiesel yang terbentuk melainkan masih adanya senyawa lain yang terbentuk dari proses transesterifikasi dan dapat mempengaruhi massa jenis yang terhitung.

Pengukuran massa jenis ini tidak menggunakan piknometer, karena adanya kendala dalam penelitian ini yaitu biodiesel yang terbentuk dalam jumlah yang relatif sedikit sehingga kami hanya mengukur berat menggunakan botol sampel dan mengukur volumenya sehingga pengukuran massa jenis ini sangatlah mungkin untuk tidak sesuai dengan massa jenis sebenarnya dari biodiesel yang terbentuk.

4.5 Standarisasi KOH

Standarisasi KOH dilakukan karena larutan ini merupakan larutan standar sekunder yang harus dititrasi menggunakan larutan standar primer untuk mengetahui konsentrasi dari larutan yang sebenarnya.

Dari standarisasi yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 10 Data Standarisasi KOH menggunakan Asam Oksalat No Volume KOH (ml) Volume Asam Oksalat

(ml)

Normalitas KOH (N)

1 8,5 15 0,17

2 7,7 15 0,19

3 7,8 15 0,19

Normalitas KOH rata-rata 0,18

4.6 Penentuan Angka Asam

Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut : Tabel 11 Data Penentuan Angka Asam

No Rasio Mikroalga :

Pelarut (w/v) Volume KOH (ml) Angka Asam (Mg

KOH/minyak)

1 1 : 5 0,1 1,008

2 1 : 10 0,3 3,024

3 1 : 15 0,2 2,016

4 1 : 20 0,1 1,008

5 1 : 25 0,1 1,008

Angka asam menunjukkan banyaknya KOH yang dipakai untuk menetralkan kandungan asam lemak bebas dalam 1 gram biodiesel. Kandungan utama dari asam bebas adalah asam lemak bebas dan asam mineral. Angka asam yang tinggi merupakan indikator biodiesel yang mengandung asam lemak bebas (Jauhari, 2018).

Penggunaan etanol dalam percobaan ini adalah untuk melarutkan asam lemak yang masih terkandung dalam biodiesel.

Tabel menunjukkan bahwa angka asam dari sampel tidak memenuhi standar mutu biodiesel yang berada pada angka 0,8 mg KOH/minyak. Hal tersebut dikarenakan sampel yang kami dapatkan dibawah berat yang seharusnya dimasukkan ke dalam percobaan. Disini, kami memasukkan hanya 1 gram sampel, sehingga hasil yang didapatkan tidak akurat.

4.7 Hasil Analisis GC-MS

Analisis GC-MS ini kami lakukan di laboratorium Universitas Islam

Tabel 12 Hasil Analisis GC-MS Biodiesel

Peak Senyawa Teranalisa Jumlah (%)

1 trans-Caryophyllene 1,63

2 Caryophyllene oxide 1,91

3 Caryophyllene oxide 63,87

4 HUMULENE OXIDE 4,76

5 LONGIPINOCARVEOL 5,95

6 METHYL 5,8-

OCTADECADIENOATE 6,36

7 2,5-Furandione 10,5

8 3-Cyclohexene-1-methanol 5,03

JUMLAH 100

Dari tabel 12, terlihat bahwa jumlah metil ester yang terbentuk sebanyak 6,36%. Senyawa lain yang banyak terkandung pada biodiesel adalah kariofilen.

Kariofilen merupakan senyawa aromatik yang banyak terkandung dalam minyak atsiri seperti minyak cengkeh.

Kariofilen terbentuk karena selama proses transesterifikasi terjadi beberapa transformasi seperti reaksi hidrolisis dan reaksi dehidrasi. Selain itu, terdapat reaksi siklisasi dalam transesterifikasi yang dapat mengubah olefin menjadi senyawa aromatik (Mahfud et al, 2024).

`

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Kondisi optimum daya microwave terhadap yield minyak mikroalga

yang dihasilkan terdapat pada saat daya berada di angka 440 watt (medium).

2. Perbandingan mikroalga:metanol 1:15 merupakan kondisi optimum dalam mendapatkan yield biodiesel pada proses reaksi transesterifikasi in-situ dengan metode Microwave-assited pada daya 440 watt.

5.2 Saran

Saran dari peneliti untuk selanjutnya yaitu mencari alternatif untuk proses pembentukan yang lebih optimum karena adanya senyawa lain yang terbentuk yang menyebabkan kemurnian biodiesel berkurang .

DAFTAR PUSTAKA

Abed, K.A., M. S. Gad, A. K. El Morsi, M. M.Sayed, and S. A. Elyazeed. 2019. Effect of Biodiesel Fuels On Diesel EngineEmissions. Egyptian Journal of Petroleum.

28: 183-188

Ariyanti, Dessy dan Hardayani, Noor Abyor. 2012. Potensi Mikroalga sebagai Sumber Biomasa dan Pengembangan Prosuk Turunannya. Teknik, 33 (2).

Barqi, Wildan Syaeful. 2015. Pengambilan Minyak Mikroalga Chlorella sp. dengan Metode Microwave Assisted Extraction. Jurnal Bahan Alam Terbarukan. 4 (1) : 34-41

Basmal, Jamal, 2008. Produksi Mikroalga sebagai Biofuel. Squalen Bulletin of Marine and Fisheries Postharvest and Biotechnology, 3(1), 34-39.

Bintari, Yoni Rina et, al. 2018. Ekstraksi Minyaka dengan Metode Microwave Assited Extraction dari Mikroalga yang Potensial sebagai Biodiesel. Jurnal Ketahanan Pangan. 2(2) : 180-189.

Brennan, L. and Owende, P. (2010) Biofuels from Microalgae—A Review of Technologies for Production, Processing, and Extractions of Biofuels and Co- Products. Natural Science, 7(7)

Chisti,Y. 2007. Biodiesel from Microalgae. Biotechnology Advances., 11:294–306.

Chiu S, Kao C, Chen T, Chang Y, Kuo C, Lin C. 2014. Cultivation of microalgal chlorella for biomass and lipid production using wastewater as nutrient resource. Bioresource Technology. 184: 179-189. doi:

https://doi.org/10.1016/j.biortech.2014.11.080.

Elystia, Shinta. et,al. 2019. Pemanfaatan Mikroalga Chlorella sp. untuk Produksi Minyak dalam Media Limbah Cair Hotel dengan Variasi Rasio C:N dan Panjang Gelombang Cahaya. Jurnal Sains & Teknologi Lingkungan. 11(1) Enamala et al., 2018. Production of biofuels from microalgae - A review on

cultivation, harvesting, minyak extraction, and numerous applications of microalgae. Diakses di https://www.researchgate.net

Ernes, A., R. S. Hartati, P.D. Sari, dan I.N.S. Winaya 2019. Biodiesel: Minyak BekasPenggorengan Tepung Ikan Sardin:Pemanfaatan Limbah Rumah Tangga sebagai Energi Terbarukan. Pasuruan:CV. Penerbit Qiara Media.

Feddern, Vivian. 2015. Animal Fat Wastes for Biodiesel Production. Embrapa Swine and Poultry,Brazil.

Georgianni K.G., Kontominas M.G., Pomonis, P.J., Avlonitis D., Gergis, V., 2008, Alkaline conventional and in situ transesterification of cottonseed oil for the production of biodiesel, Energy & Fuels, 22, 2110-2015

Khan, Adam Karl. 2002. Research Into Biodiesel Kinetics and Development. The University of Queensland, Queensland.

Jauhari, Muhammad Firdaus et al. 2018. Analisa Perbandingan Kualitas Biodiesel dari Minyak Jelatah Berdasarkan Perbedaan Penggunaan Jenis Reaktor. Jurnal Intekna, 18 (1) : 1-66

Kumar, K., Dasgupta, C. N., & Das, D. (2014). Bioresource Technology Cell growthkinetics of Chlorella sorokiniana and nutritional values of its biomass.

JurnalBioresurce Technology, 167, 358–366.

Kussuryani, Yanni., Chairil Anwar. 2009. Bahan Bakar Nabati Biodiesel dan Jaminan Mutu Biodiesel. Jurnal Lemigas. 43 (3) : 247-255.

Liu, J., Sun, Z., Gerken, H. 2016. Recent Advances in Microalgal Biotechnology.

USA :OMICS Group eBooks.

Mahfud et al. 2024. Optimization bio-oil production from Chlorella sp. through microwave-assisted pyrolysis using response surface methodology. Green Energy and Resources. 2 : 2-8.

Mursandi, H. (2021). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Mikroalga Chlorellasorokiniana Hasil Kultur pada Media Limbah Cair Tahu. Skripsi Universitas Nusa Bangsa.

Nakashima et,al. The Multicenter Study of a New Assay for Simultaneous Detection of Multiple Anti-Aminoacyl-tRNA Synthetases in Myositis and Interstitial Pneumonia. PLOS ONE 9(1):

Nurachman, Zeily, et. Al. 2015. Tropical marine Chlorella sp. PP1 as a source of photosynthetic pigments for dye-sensitized solar cells. Algal Research, 20. 25- 32

Panjaitan, Renova, Wa Ode Maryani Asrim. 2017. Pembuatan Biodiesel dari Mikrolalga Chlorella sp. Denga Metode Microwave-assisted Transesterification secara In-situ. Skripsi. Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya

Ramanna, L., Guldhe, A., Rawat, I., & Bux, F. (2014). Bioresource Technology The optimization of biomass and minyak yields of Chlorella sorokiniana when using wastewater supplemented with different nitrogen sources. Bioresourc Technology.

Risris, N., Sastro, Y., Bakrie,B. 2011. Karakteristik Fisik, Kimia dan Biologi dari Tepung Limbah Rumah Potong Ayam sebagai Bahan Baku untuk Pakan Ternak. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jakarta.

Rodolfi L, Chini Zittelli G, Bassi N, Padovani G, Biondi N, Bonini G, Tredici MR.

Microalgae for oil: strain selection, induction of minyak synthesis and outdoor mass cultivation in a low-cost photobioreactor. Biotechnol Bioeng 2009;102(1):100e12.

Santos, T., Valente,M.A., Monteiro, J., Costa, L.C. 2011. Electromagnetic and Thermal History During Microwave Heating. The Journal of Applied Thermal Engineering., Vol. 31, 3255-3261.

Shin, Hee-Young et al, 2018. Minyak Extraction form Tetraselmis sp. Microalgae for Biodiesel Production using Hexane-based Solvent Mixtures. Biotechnology and Bioprocess Engineering. 3(1), 16-22.

Singh, D., D. Sharma, S.L. Soni, S. Sharma and D.Kumari. 2019. Chemical Composition,Properties, and Standards for Different Generation Biodiesel: A Riview. Fuel.253: 60-71.

Syamsidar, HS. 2013. Pembuatan dan Uji Kualitas Biodiesel dari Minyak Jelantah.

Jurnal Teknosains. 7 (2) : 209-218.

Tang, Yuti., Zhang,Yue., Rosenberg, Julian., Betenbaugh, Michael., Wang,Fei. 2016.

Optimization of One-Step In Situ Transesterification Method for Accurate

Quantification of EPA in Nannochloropsis gadinata. Chemical Engineering, Nanjing Forestry University, China.

Thostenson, E.T. and Chou, T.W. (1999) Microwave Processing: Fundamentals and Applications. Composites Part A: Applied Science and Manufacturing, 30, 1055-1071.

Triyastuti, Meilya Suzan (2023) Metode Pengeringan Minyak dari Mikroalgae Berpotensi Sebagai Biodesel. Science, Technology and Management Journal.

3(2), 43-52.

Wang L, Min M, Li Y, Chen P, Chen Y, Liu Y, Wang Y, Ruan R. 2010. Cultivation of green algae Chlorella sp. in different wastewaters from municipal wastewater treatment plant. Appl Biochem Biotechnol. 162: 1174-1186. doi:

https://doi.org/10.1007/s12010-009-8866-7.

LAMPIRAN 1. Perhitungan Yield Minyak Mikroalga

 Sampel 1

Jumlah bubuk mikroalga : 10 gram Jumlah pelarut : 20 ml Jumlah Co-solven : 30 ml

Jumlah minyak : 0,718 gram

%Yield=massa minyak mikroalga(gram)

massa bubuk mikroalga(gram) ×100 %

%Yield=0,718gram

10gram ×100 %

%Yield=7,18 %

 Sampel 2

Jumlah bubuk mikroalga : 10 gram Jumlah pelarut : 20 ml Jumlah Co-solven : 30 ml

Jumlah minyak : 2,265 gram

%Yield=massa minyak mikroalga(gram)

massa bubuk mikroalga(gram) ×100 %

%Yield=2.265gram

10gram ×100 %

%Yield=22,65 %

 Sampel 3

Jumlah bubuk mikroalga : 10 gram Jumlah pelarut : 20 ml Jumlah Co-solven : 30 ml

Jumlah minyak : 3,763 gram

%Yield=massa minyak mikroalga(gram)

massa bubuk mikroalga(gram) ×100 %

%Yield=3,763gram

10gram ×100 %

%Yield=37,63 %

 Sampel 4

Jumlah bubuk mikroalga : 10 gram Jumlah pelarut : 20 ml Jumlah Co-solven : 30 ml

Jumlah minyak : 2,441 gram

%Yield=massa minyak mikroalga(gram)

massa bubuk mikroalga(gram) ×100 %

%Yield=2.441gram

10gram ×100 %

%Yield=24,41 %

 Sampel 5

Jumlah bubuk mikroalga : 10 gram Jumlah pelarut : 20 ml Jumlah Co-solven : 30 ml

Jumlah minyak : 2,335 gram

%Yield=massa minyak mikroalga(gram)

massa bubuk mikroalga(gram) ×100 %

%Yield=2.335gram

10gram ×100 %

%Yield=23,35 %

2. Perhitungan Yield Biodiesel

 Sampel 1

Jumlah bubuk mikroalga : 10 gram Jumlah pelarut : 50 ml Jumlah biodiesel : 1,995 gram

%Yield= massa biodiesel(gram)

massa bubuk mikroalga(gram)×100 %

%Yield=1,995gram

10gram ×100 %

%Yield=19,95 %

 Sampel 2

Jumlah bubuk mikroalga : 10 gram Jumlah pelarut : 100 ml Jumlah biodiesel : 4,387 gram

%Yield= massa biodiesel(gram)

massa bubuk mikroalga(gram)×100 %

%Yield=4,387gram

10gram ×100 %

%Yield=43,87 %

 Sampel 3

Jumlah bubuk mikroalga : 10 gram Jumlah pelarut : 150 ml Jumlah biodiesel : 7,839 gram

%Yield= massa biodiesel(gram)

massa bubuk mikroalga(gram)×100 %

%Yield=7,839gram

10gram ×100 %

%Yield=78,39 %

 Sampel 4

Jumlah bubuk mikroalga : 10 gram Jumlah pelarut : 200 ml Jumlah biodiesel : 6,351 gram

%Yield= massa biodiesel(gram)

massa bubuk mikroalga(gram)×100 %

%Yield=6,351gram

10gram ×100 %

%Yield=63,51 %

 Sampel 5

Jumlah bubuk mikroalga : 10 gram Jumlah pelarut : 250 ml Jumlah biodiesel 6,037 gram

%Yield= massa biodiesel(gram)

massa bubuk mikroalga(gram)×100 %

%Yield=6,037gram

10gram ×100 %

%Yield=60,37 %

3. Perhitungan Massa Jenis

 Sampel 1

Jumlah biodiesel : 1,937 gram Volume biodiesel : 2,1 ml

Massa jenis=massa biodeisel(gram) volume biodiesel(ml)

Massa jenis=1,937gram 2,1ml

Massa jenis=0,95 g ml

 Sampel 2

Jumlah biodiesel : 4,329 gram Volume biodiesel : 5 ml

Massa jenis=massa biodeisel(gram) volume biodiesel(ml)

Massa jenis=4,329gram 5ml

Massa jenis=0,877 g ml

 Sampel 3

Jumlah biodiesel : 7,781 gram Volume biodiesel : 9 ml

Massa jenis=massa biodeisel(gram) volume biodiesel(ml)

Massa jenis=7,839gram 9ml

Massa jenis=0,871 g ml

 Sampel 4

Jumlah biodiesel : 6,293 gram Volume biodiesel : 7,3 ml

Massa jenis=massa biodeisel(gram) volume biodiesel(ml)

Massa jenis=6,351gram 7,3ml

Massa jenis=0,87 g ml

 Sampel 5

Jumlah biodiesel : 5,979 gram Volume biodiesel : 36,7 ml

Massa jenis=massa biodeisel(gram) volume biodiesel(ml) Massa jenis=6,037gram

6,7ml

Massa jenis=0,901 g ml 4. Standarisasi KOH

 Percobaan ke 1

Konsentrasi H2C2O4 = 0,1 N

Volume KOH = 8,5 ml

Volume H2C2O4 = 15 ml NKOH x VKOH = NH2C2O4 x VH2C2O4

NKOH x 8,5 ml = 0,1 N x 15 ml NKOH = 0,1N x15ml

8,5ml

NKOH = 0,17 N

 Percobaan ke 2

Konsentrasi H2C2O4 = 0,1 N

Volume KOH = 7,7 ml

Volume H2C2O4 = 15 ml NKOH x VKOH = NH2C2O4 x VH2C2O4

NKOH x 7,7 ml = 0,1 N x 15 ml NKOH = 0,1N x15ml

7,7ml

NKOH = 0,19 N

 Percobaan ke 3

Konsentrasi H2C2O4 = 0,1 N

Volume KOH = 7,8 ml

Volume H2C2O4 = 15 ml NKOH x VKOH = NH2C2O4 x VH2C2O4

NKOH x 7,8 ml = 0,1 N x 15 ml NKOH = 0,1N x15ml

7,8ml

NKOH = 0,19 N

 N rata – rata

NKOH rata – rata = NKOH1+NKOH2+NKOH3 Jumlah percobaan

= 0,17N+0,19N+0,19N 3

= 0,18 N 5. Penentuan Angka Asam

 Sampel 1

Volume KOH = 0,1

Mr KOH = 56 g/mol

Konsentrasi KOH = 0,18

Berat Sampel = 1 gram

Rasio mikroalga : pelarut = 1 : 5

Etanol = 2,5 ml

Angka asam (Mg KOH/Minyak) = ml KOH x N . KOH x56 w(g)

= 0,1ml x0,18N x56 g mol 1gram

= 1,008

 Sampel 2

Volume KOH = 0,3

Mr KOH = 56 g/mol

Konsentrasi KOH = 0,18

Berat Sampel = 1 gram

Rasio mikroalga : pelarut = 1 : 10

Etanol = 2,5 ml

Angka asam (Mg KOH/Minyak) = ml KOH x N . KOH x56 w(g)

= 0,3ml x0,18N x56 g mol 1gram

= 3,024

 Sampel 3

Volume KOH = 0,2

Mr KOH = 56 g/mol

Konsentrasi KOH = 0,18

Berat Sampel = 1 gram

Rasio mikroalga : pelarut = 1 : 15

Etanol = 2,5 ml

Angka asam (Mg KOH/Minyak) = ml KOH x N . KOH x56 w(g)

= 0,2ml x0,18N x56 g mol 1gram

= 2,016

 Sampel 4

Volume KOH = 0,1

Mr KOH = 56 g/mol

Konsentrasi KOH = 0,18

Berat Sampel = 1 gram

Rasio mikroalga : pelarut = 1 : 20

Etanol = 2,5 ml

Angka asam (Mg KOH/Minyak) = ml KOH x N . KOH x56 w(g)

= 0,1ml x0,18N x56 g mol 1gram

= 1,008

 Sampel 5

Volume KOH = 0,1

Mr KOH = 56 g/mol

Konsentrasi KOH = 0,18

Berat Sampel = 1 gram

Rasio mikroalga : pelarut = 1 : 25

Etanol = 2,5 ml

Angka asam (Mg KOH/Minyak) = ml KOH x N . KOH x56 w(g)

= 0,1ml x0,18N x56 g mol 1gram

= 1,008

DOKUMENTASI KEGIATAN DI LABORATORIUM Tabel 13 Dokumentasi di Laboratorium

Dokumentasi Keterangan

Pengadukan Chlorella sorokiniana dengan pengaduk

Ekstraksi dan transesterifikasi menggunakan microwave

Evaporasi larutan

Dokumen terkait