• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biaya pencetakan kompos (Rp/Kg).

Pengukuran Biaya pencetakan kompos dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya pokok).

Biaya pokok BTT C

x

BT 

 +

=

………...(11) dimana:

BT = total biaya tetap (Rp/tahun) BTT = total biaya tidak tetap (Rp/jam) x = total jam kerja pertahun (jam/tahun) C = kapasitas alat (jam/satuan produksi)

a. Biaya tetap

Menurut Darun (2002), biaya tetap terdiri dari : - Biaya penyusutan (metode garis lurus)

( )

n S D= P

………...………(12) dimana :

D = biaya penyusutan (Rp/tahun)

P = nilai awal (harga beli/pembuatan) alsin (Rp) S = nilai akhir alsin (10% dari P) (Rp)

n = umur ekonomi (tahun)

- Biaya bunga modal dan asuransi, perhitungannya digabungkan, besarnya:

( )( )

n n P I i

2 +1

=

...………...(13) dimana :

i = total persentase bunga modal dan asuransi (17% pertahun) - Biaya pajak

Di negara kita belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk mesin-mesin dan peralatan pertanian, namun biaya pajak alsin pertanian diperkirakan sebesar 2% pertahun dari nilai awalnya.

- Biaya gudang/gedung

Biaya gudang atau gedung diperkirakan berkisar antara 0,5-1%, rata- rata diperhitungkan 1% nilai awal (P) pertahun.

b. Biaya tidak tetap

Menurut Darun (2002), biaya tidak tetap terdiri dari : - Biaya perbaikan

Biaya perbaikan ini dapat dihitung dengan persamaan :

( )

jam S reperasi P

Biaya

1495

% 2 ,

1 −

=

….….………..(14) - Biaya karyawan/operator yaitu biaya untuk gaji operator.

Biaya ini tergantung kepada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya.

4. Break Event Point (perhitungan titik impas)

Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan.

Untuk menentukan produksi titik impas (BEP) maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:

……….(15)

dimana:

N : jumlah produksi minimal untuk mencapai titik impas (Kg) F : biaya tetap per tahun (rupiah)

R : penerimaan dari tiap unit produksi (harga jual) (rupiah) V : biaya tidak tetap per unit produksi. VN = total biaya tidak tetap per tahun (rupiah/unit)

5. Net Present Value (NPV)

Identifikasi masalah kelayakan financial dianalisis dengan menggunakan metode analisis financial dengan kriteria investasi. Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Perhitungan net present value merupakan net benefit yang telah didiskon dengan discount factor. Secara singkat rumusnya :

CIF – COF ≥ 0………(16)

dimana : CIF = cash inflow COF = cash outflow

Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan (dalam %) bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan –

perhitungan

Penerimaan (CIF) = pendapatan x (P/A, i, n) + Nilai ahir x (P/F, i, n).(17) Pengeluaran (COF) = Investasi + pembiayaan (P/A, i, n)………...(18)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilihan bahan dan spesifikasinya mempengaruhi kinerja alat yang dirancang. Bahan-bahan teknik yang digunakan dalam perancangan alat diusahakan kokoh dan mampu mendukung kinerja alat, namun juga diusahakan mudah diperoleh untuk menjaga kesinambungan bahan baku apabila ada usaha untuk memproduksi dalam jumlah besar. Pemilihan bahan yang berkualitas namun murah juga sangat mempengaruhi biaya produksi alat.

Penggunaan dongkrak sebagai sumber tenaga penekan selain mudah pengaplikasiannya dan mudah perawatannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Galih (2008) cara penggunaan dongkrak itu sangat mudah yaitu dengan cara memutar atau menggerakkan ke atas dan ke bawah tuas yang menjadi pemicu dongkrak itu bergerak, dongkrak akan naik dan akan mengangkat benda yang di atasnya ataupun menekan benda yang ada di bawahnya.

Dalam pembuatan alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan ini banyak sekali menggunakan mesin-mesin perkakas baik berupa : mesin bubut untuk membuat boss pada plat penekan agar roller mudah dalam pergerakannya dan tidak lari dari jalurnya dan mengikis plat penekan selain itu mesin gergaji mutlak digunakan pada pemotongan plat profil “L” yang akan digunakan sebagai rangka alat. Hal ini merujuk pada pernyataan Daryanto (1984) dalam pekerjaan bengkel alat dan mesin, benda kerja yang akan dijadikan dalam bentuk tertentu sehingga menjadi barang siap pakai dalam kehidupan sehari-hari, maka dilakukan proses pengerjaan dengan mesin–mesin perkakas.

Kapasitas Efektif Alat

Besarnya kapasitas efektif alat dapat dihitung dengan membagikan berat kompos dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencetak kompos tersebut.

Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa kapasitas efektif alat pada alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan adalah sebesar 9,42 Kg (Lampiran 1).

Proses pencetakan yang dilakukan dengan menggunakan alat ini dapat menurunkan kadar air dan meningkatkan massa jenisnya, karena terjadi penekanan yang menyebabkan volume dari campuran bahan akan mengecil.

Selain itu, air yang berlebih dapat keluar melalui celah yang terdapat pada tuas pengungkit sehingga pemakaian pupuk dapat berkurang hal ini sesuai dengan pernyatmaan Musnamar (2008) Pupuk berbentuk tablet ataupun variasinya ini merupakan pupuk organik konsentrat dalam kondisi kering dengan kadar air 10 -20% sehingga dosis anjuran pemakaiannya pun lebih rendah daripada pemakaian pupuk organik serbuk atau konvensional.

Proses pengeluaran juga sangat mempengaruhi kapasitas efektif alat karena apabila terjadi kemacetan pada pengungkit dapat meningkatkan waktu produksi yang berakibat pada menurunnya kapasitas alat. Hal ini dapat disebabkan oleh kecilnya jarak lubang pengungkit dengan tuas pengungkitan sehingga dapat menyebabkan kemacetan apabila terjadi proses korosi akibat udara dan air dari bahan yang dimasukkan. Pemberian minyak gemuk bisa menjadi solusi masalah ini namun jangan sampai terlalu banyak karena dikhawatirkan akan masuk ke plat cetakan sehingga dapat merusak unsur hara pupuk yang akan dicetak.

Kapasitas alat dapat ditingkatkan dengan cara menurunkan ketebalan kompos yang akan dibentuk karena dapat mempercepat waktu untuk mencetak kompos tersebut dan mendapatkan komposisi yang sesuai dalam membuat adonan kompos yang akan dibentuk.

Persentase Kerusakan Hasil

Persentase kerusakan hasil diperoleh dengan membandingkan antara bahan yang masuk dengan berat isian kompos awal yang dinyatakan dalam persen. Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa persentase kerusakan hasil adalah sebesar 13,4 % (Lampiran 1).

Dalam penelitian ini kompos hasil cetakan yang dikatakan rusak dikategorikan dalam dua bentuk yaitu: kompos yang terbentuk sempurna namun patah pada salah satu ujungnya dan kompos yang hancur atau kompos yang tidak tebentuk secara sempurna. Hal ini diduga karena kurangnya isian kompos pada pada saat pengisian di plat cetakan ataupun terlalu banyaknya campuran air pada adonan yang dimasukkan, selain itu kurang bersihnya permukaan plat penekan dan plat cetakan pada proses sebelumnya juga dapat mempengaruhi hasil cetakan.

Pupuk kompos yang dicetak menggunakan alat ini memiliki kelebihan antaranya lebih lambat dalam melepaskan unsur hara daripada pupuk kompos yang berbentuk serbuk yang umumnya ada di pasaran sehingga hal ini menguntungkan petani ataupun konsumen yang menggunakannya karena dapat menekan biaya untuk tenaga kerja dan frekuensi pemupukan. Hal ini sesuai dengan pernayataan Musnamar (2008) Pelepasan unsur hara pupuk bentuk tablet dan variasinya lebih lambat (slow realese) dibandingkan dengan bentuk lainnya.

Pelepasan unsur haranya membutuhkan waktu sekitar 6 -12 bulan setelah aplikasi, tergantung diameter dan ukurannya.

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat diperhitungkan.

Dari analisis biaya (Lampiran 2), diperoleh biaya pencetakan kompos dengan variasi bentuk sebesar Rp. 565,37/Kg, yang merupakan hasil perhitungan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap terhadap kapasitas alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan. Untuk biaya tetap sebesar Rp. 464.035,71 dan biaya tidak tetap sebesar Rp. 5.012,82 maka biaya pencetakan kompos dapat dihitung berdasarkan persamaan 11, sebagai berikut:

Biaya Pokok = BTT C x

BT

 

 +

= Rp jam jam kg

jam

Rp .5.012,82 0,11 / 1495

464.035,71

. 

 

 +

= Rp. 563,37/kg.

Berdasarkan nilai di atas dapat diketahui bahwa biaya pokok yang harus dikeluarkan untuk mencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 563,37. Dengan biaya pencetakan sebesar Rp. 563,37/kg dan kapasitas 9,42 kg/jam, maka untuk mencetak kompos sebanyak 1 karung seberat 50 kg membutuhkan waktu selama 5,31 jam atau sekitar 5 jam 18 menit dengan

biaya pencetakan sebesar Rp. 28.268,7. Biaya pencetakan yang cukup besar berbanding lurus dengan masa simpan dan masa pakai pupuk kompos yang menjadi lebih tahan lama sehingga dapat dijadikan alternatif bagi para petani untuk mengganti penggunaan pupuk anorganik yang harganya jauh lebih mahal dewasa ini dan dapat mempercantik tampilan tanaman hias bagi kaum ibu ataupun pencinta tanaman hias.

Break event point

Menurut Waldiyono (2008) analisis titik impas umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing). Dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol. Bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kiri titik impas maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila di sebelah kanan titik impas akan memperoleh keuntungan. Maka dari itulah penulis menghitung analisa titik impas dari alat ini untuk mengetahui seberapa lama waktu yang dibutuhkan alat ini agar mencapai titik impas.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan (Lampiran 3), alat ini akan mencapai nilai break event point pada nilai 82,24 Kg hal ini berarti alat ini akan mencapai keadaan titik impas apabila telah mencetak kompos sebanyak 82,24 Kg.

Net Present Value

Dalam manginvestasikan modal dalam penambahan alat pada suatu usaha maka net present value ini dapat dijadikan salah satu alternatif dalam analisa

finansial. Dari percobaan dan data yang diperoleh pada penelitian maka dapat diketahui besarnya nilai NPV dari alat ini adalah sebesar Rp. 5.313.891,771 . Hal ini berarti usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar ataupun sama dengan nol.

KESIMPULAN DAN SARAN

kesimpulan

1. Alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan ini dapat dioperasikan dengan tingkat keterampilan biasa.

2. Kapasitas efektif rata-rata pada alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan ini adalah sebesar 9,42 Kg/jam.

3. Persentase kerusakan hasil cetakan alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan ini adalah sebesar 13,4 %.

4. Biaya pokok (biaya tetap dan biaya tidak tetap) yang harus dikeluarkan dalam mencetak kompos dengan alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan ini adalah sebesar Rp. 565,37/Kg.

5. Pemasukan kompos pada alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan ini masih dilakukan secara manual.

6. Alat ini akan mencapai nilai break event point apabila telah mencetak kompos sebanyak 82,24 Kg.

7. Net present value alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan ini adalah sebesar Rp. 5.313.891,77 yang artinya usaha ini layak untuk dijalankan.

Saran

1. Perlunya penambahan engkol pada tuas pengungkit sehingga dapat mempercepat proses pengambilan hasil pada plat cetakan.

2. Perlu dicari komposisi penyusun adonan (campuran kompos,air dan perekat) yang tepat untuk hasil dan kapasitas alat yang maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Darun, 2002. Ekonomi Teknik. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian

USU, Medan.

Daryanto., 1984. Dasar – Dasar Teknik Mesin. Bina Aksara, Jakarta.

Galih., 2008. Dongkrak.

Hasibuan, B. E., 2006. Ilmu Tanah. USU Press, Medan.

Isroi., 2008. Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor.

Musnamar, E. I., 2008. Pembuatan dan Aplikasi Pupuk Organik Padat. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nastiti, D., Sriwulan, P., Farid R. A. 2008. Analisis Finansial Agribisnis Pertanian. BPTP, Kalimantan Timur.

Novizan., 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia, Jakarta.

Pudjosumarto, M., 1998. Evaluasi Proyek. Fakultas Ekonomi Brawijaya Malang.

Edisi Kedua. Liberty, Yogyakarta.

Santoso, H. B., 1998. Pupuk Kompos. Kanisius, Yogyakarta

Simamora, S. dan Salundik., 2008. Meningkatkan kualitas kompos. Agromedia, Jakarta.

Smith, H. P., dan L. H. Wilkes., 1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Gajah Mada University Press, Yoyakarta.

Soeharno., 2007. Teori Mikroekonomi. Andi Offset, Yogyakarta.

Sutiyoso, Y., 2003. Meramu Pupuk Hidroponik. Penebar Swadaya, Jakarta.

Triatmodjo, B., 1993. Hidraulika. Beta Offset, Yogyakarta.

Waldiyono., 2008. Ekonomi Teknik (Konsepse, Teori dan Aplikasi). Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Yohanes, S., 2008. Dongkrak Hidrolik.

Lampiran 1. Data pencetakan kompos dengan variasi bentuk cetakan Tabel 2. Data penelitian

Ulangan Berat Kompos yang dicatak (gr)

Waktu pencetakan

(detik)

Berat kompos yang rusak

(gr)

Hasil cetakan yang rusak

I 500 199 62 Bintang

II 520 190 78 Segitiga 5

III 510 196 65 Bintang

Rata-rata 510 195 68.33

1. Kapasitas Efektif Alat

………(9)

KA = 9.42 Kg/jam

2. Persentase Kerusakan Hasil

...(10) dimana:

BR : bahan yang rusak (Kg) BA : bahan awal (Kg)

% Kerusakan Hasil =

= 13,4%

Lampiran 2. Analisis ekonomi I. Unsur Produksi

1. Biaya Pembuatan Alat

1. Bahan = Rp. 1.000.000

2. Biaya perakitan = Rp. 700.000 3. Dongkrak kapasitas 2 ton = Rp. 75.000/buah

Total P = Rp. 1.775.000

3. Umur ekonomi (n) = 7 tahun 4. Nilai akhir alat (S) = 10 % dari P 5 Jam kerja = 5 jam/hari 6. Produksi/hari = 47,07 kg

7. Biaya operator = Rp. 25.000 / hari (1 jam = Rp.5000) 8. Biaya perbaikan = Rp. 12,82 / jam

9. Bunga modal dan asuransi = Rp. 182.571,43 / tahun 10. Biaya sewa gedung = Rp. 17.750 / tahun 11. Pajak = Rp. 35.500 / tahun

12. jam kerja alat per tahun = 1495 jam / tahun ( asumsi 299 hari efektif berdasarkan tahun 2009)

II. Perhitungan Biaya Produksi

Dokumen terkait