• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keragaman Genetik Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) Di Empat Propinsi Di Pulau Jawa Dengan Marka RAPD

Dalam dokumen laporan penelitian - SIMAKIP (Halaman 31-37)

Budhi Akbar1 dan Susilo1

1Pendidikan Biologi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Diterima : Disetujui : Publish :

Jl. Tanah Merdeka, Kp.

Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur, 13830.

e-mail:

*budhiakbar@uhamka.ac.id

p-ISSN : 2541-4208 e-ISSN : 2548-1606

Abstrak. Program perbaikan genetik suatu tanaman untuk menghasilkan varietas unggul sangat bergantung pada ketersediaan sumber keanekaragaman genetik. Untuk itu perlu dilakukan eksplorasi, identifikasi dan karakterisasi terhadap keanekaragaman manggis yang tersedia di Indonesia. Analisis molekuler menjadi alternatif untuk melakukan studi keragaman tamanan manggis. Analisis keragaman genetik dapat dilakukan dengan analisis kemiripan (similaritas) dan pengelompokan (cluster) antar aksesi tanaman manggis atau dengan kerabat dekatnya dari genus Garcinia lainnya. Peneletian ini dilakukan untuk menganalisa keragaman genetik dari tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) pada sentra produksi manggis di empat propinsi di pulau Jawa (propinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur) dengan menggunakan RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Sampel yang digunakan diperoleh dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bogor, Indonesia.

Data hasil pengamatan berupa profil DNA manggis dianalisis secara deskriptif kuantitatif. 30 pita DNA (28 polimorfik dan 2 monomorfik) berhasil diskor dengan 10 primer. Hasil dari visualisasi PCR-RAPD menghasilkan pita-pita yang ukurannya 300-1500 bp. Dendogram menunjukkan pengelompokkan semua jenis secara umum. Primer yang digunakan mampu mengamplifikasi 30 sampel manggis tersebut. Nilai koefisien kesamaan genetik 30 sampel manggis berkisar antara 25%

hingga 100%., Cara Sitasi

Akbar, B. & Susilo. (2019). Analisis Keragaman Genetik Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) Di Empat Propinsi Di Pulau Jawa Dengan Marka RAPD. Jurnal Biodjati, 4 (2),

2 PENDAHULUAN

Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu tanaman yang menghasilkan buah yang enak, lezat, dan kaya akan vitamin sehingga banyak digemari. Manggis berasal dari Asia Tenggara khususnya Malaysia, Thailand dan Indonesia (Nakasone dan Paull 1999).

Manggis menjadi salah satu komoditas buah di Indonesia yang memiliki nilai ekonomi yang baik untuk dikembangkan. Pulau Jawa merupakan sentra produksi terbesar manggis di Indonesia (Uji 2007). Selain itu, manggis juga telah lama dimanfaatkan dalam bidang kesehatan (Sakagami et al.

2005). Pemanfaatan manggis di bidang kesehatan adalah sebagai obat anti inflamasi dan antibakteri (Chen et al. 2008 dan Chomnawang et al. 2009).

Tanaman manggis secara alami berkembangbiak dengan pembiakan aseksual apomiksis. Pembiakan apomiksis merupakan pembiakan dengan terbentuknya biji tanpa terjadinya fertilisasi atau biasa disebut agamospermae (Den Nijs dan Van Dijk 1993; Sobir dan Poerwanto, 2007).

Cara perkembangbiakan tanaman manggis yang bersifat aseksual mengakibatkan keragaman genetik yang sempit dan pewarisan sifat tanaman manggis melalui tetua betinanya (Richard 1990; Koltunow et al. 1995). Kenyataan di lapang menunjukkan tanaman manggis memiliki variasi baik secara fenotipe maupun genetiknya. Hal ini ditunjukkan dalam hasil penelitian Mansyah 2007 dengan adanya variasi morfologi dan genetik pada aksesi manggis di Provinsi Bengkulu dan Bangka- Belitung dengan penanda molekuler. Variasi morfologi jugadiperlihatkan dari segi warna kelopak bunga, ukuran buah, ukuran biji, dan jumlah lokul (Sobir et al. 2008). Variasi genetik juga ditunjukkan pada 40 aksesi

manggis dengan penanda mikrosatelit (Matra 2010).

Upaya perbaikan genetik tanaman manggis diarahkan untuk mendapatkan varietas unggul. Keunggulan sifat untuk mempercepat pertumbuhan manggis melalui perbaikan sistem perakaran, cepat berproduksi (genjah), produktivitas tinggi dan kualitas buahnya baik (Morton 1987).

Upaya-upaya perbaikan sifat pada tanaman manggis telah banyak dilakukan diantaranya dengan penggunaan teknik penyambungan antara manggis dengan kerabat dekatnya pada genus Garcinia lainnya yang bertujuan untuk mempersingkat masa juvenile (Rostika et al., 2005). Upaya menghasilkan klon unggul juga telah dilakukan dengan Iradiasi sinar gamma (Qosim et al., 2007).

Program perbaikan genetik suatu tanaman untuk menghasilkan varietas unggul sangat bergantung pada ketersediaan sumber keanekaragaman genetik. Indonesia diprediksi memiliki sumber keanekaragaman genetik tanaman manggis yang tinggi. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan salah satu pusat persebaran manggis di Asia Tenggara (Sinaga 2008).

Untuk itu perlu dilakukan eksplorasi, identifikasi dan karakterisasi terhadap keanekaragaman manggis yang tersedia di Indonesia.

Pendekatan studi keragaman genetik tanaman dapat dilakukan dengan analisis keturunan dan persilangan. Namun, tanaman manggis merupakan tanaman yang memiliki masa juvenile yang lama sehingga kurang efektif dan efisien jika dilakukan dengan analisis keturunan dan persilangan.

Analisis molekuler menjadi alternatif untuk melakukan studi keragaman tamanan manggis (Noorrohman et al. 2015; Sinaga 2008). Marka RAPD merupakan salah satu analisis molekuler yang dapat digunakan dalam studi keragaman genetik. Marka RAPD mempunyai peranan penting bagi

3 pemulia tanaman dalam mengungkap

keragaman genetik pada tanaman yang berkembangbiak dengan apomiksis (Ramage 2004; Sinaga et al. 2006). Studi keragaman genetik dengan teknik marka RAPD (random amplified polymorphyc DNA) mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan metode lain, di antaranya hanya membutuhkan DNA dalam konsentrasi yang lebih sedikit (10–25 ng), tidak perlu mengetahui informasi urutan basa nitrogen primer, tidak bersifat radioaktif, metodenya relatif lebih mudah, dan untuk populasi interspesifik dapat menghasilkan estimasi yang lebih tinggi interspesifik (Powell et al. 1996, Gupta et al.

1996). Walaupun memiliki beberapa kelebihan suatu teknik apapun pasti memiliki kekurangan yaitu teknik marka RAPD merupakan marka bersifat dominan sehingga tidak bisa membedakan individu homozigot dan heterozigot karena bersifat (Williams et al. 1990). Keragaman fenotipe yang timbul merupakan interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan.

Keragaman pada tingkat genetik manggis sebagai tanaman apomiksis pada lingkungan tumbuh yang berbeda di pulau Jawa perlu diidentifikasi.

METODE DNA Extraksi

Sampel diperoleh dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bogor dan uji DNA dengan teknik RAPD dilakukan di Balai Besar dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian Bogor, Indonesia. penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan melakukan percobaan secara langsung, mengisolasi DNA, dan melakukan PCR dengan teknik RAPD untuk memperoleh data. Sampel diambil di BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) dengan mengambil bagian tanaman berupa daun pada tiap jenis Solanaceae yang ditemukan.

Sampel langsung dimasukan ke dalam plastik dan disimpan kedalam cool box untuk selanjutnya di uji DNA di laboratorium.

DNA Extraction

Ektraksi DNA menggunakan metode Dellaporta yang telah dimodifikasi. daun terung dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan ke dalam mikrotube 2.0 ml menambahkan buffer CTAB yang sudah di panaskan dalam suhu 650c selama 5 menit sebanyak 200 µl.

sample daun ditumbuk hingga lisis dengan menggunakan sumpit kemudian ditambahkan 600 µl buffer CTAB.

Kemudian sample diinkubasi dalam waterbath dengan suhu 650C selama 1 jam, dibolak-balik setiap 10 menit sekali setelah didinginkan pada suhu ruangan kurang lebih 10 menit. Langkah selanjutnya adalah menambahkan NaOac 60 µl, 700 µl Chisam (campuran klorofom : isoamil alkohol dengan perbandingan 24:1). Kemudian di centrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 12.000 rpm suhu 200C. supernata yang diperoleh diambil 400 µl dan dipindah kedalam mikrotube 1.5 ml. Chisam ditambahkan sebanyak 900 µl dan di centrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 12.000 rpm suhu 200C. Kemudian Memisahkan supernatan 400 µl dan menambahkan etanol absolut 1000 µl dan di centrifuge lagi selama 5 menit dengan kecepatan 12.000 rpm suhu 200C. langkah terakhir adalah mencuci DNA dengan Membuang cairan etanol, menambahkan etanol 70 % sebanyak 200 µl kemudian didiamkan semalaman.

Uji kualitas dan kuantitas DNA

Uji kualitas dan kuantitas DNA dapat dilakukan dengan Spektrofotometri dan Elektroforesis Gel Agarosa. Uji kualitas dan konsentrasi terhadap pengisolasian DNA penting untuk proses manipulasi semua zat.

Konsentrasi DNA dan kemurniannya dapat

4 ditentukan dengan cara spektrometer

dengan mengunakan sinar UV pada panjang gelombang 260 dan 280 nm. Perbandingan dalam pengujian menggunakan sinar UV dengan panjang 260/280nm memberikan suatu ukuran terhadap kontaminasi protein dalam suatu DNA, dan penggunaan UV dengan panjang 260 nm bertujuan untuk menghitung konsentrasi dari suatu DNA dalam sampel. Bagaimanapun, proses penyerapan sinar UV tidak dapat memisahkan kontaminasi RNA dan kontaminan seperti protein, fenol, oligo atau polisakarida yang terkandung dalam DNA.

Proses RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

Setelah mendapatkan DNA murni dari tiap sampel kemudian dilakukan proses sekuens DNA dengan teknik RAPD. DNA murni dari daun terung diambil dan segmen DNA di Amplifikasi dengan menggunakan primer tunggal dekanukleotida. Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah OPF 01, OPF 02, OPF 03, OPF 04. Koktail PCR yang digunakan menggunakan DNA template 1 µl DNA, Ultra pure water 2µl, mix (kappa 2g fast reading) 5 µl, primer 1µl.

PCR dilakukan dengan kondisi yaitu pra- denaturasi 960C, denaturasi 940C, anneling 370C, elongasi 720C dan terminasi 720C.

Kemudian larutan loading dye ditambahkan untuk menambah bobot molekul DNA.

Hasil amplifikasi divisualisasikan menggunakan elektroforesis horizontal dengan gel agarose 1% (w/v) dalam buffer 1x TAE. Gel agarose selanjutnya direndam pada EtBr agar band DNA dapat dilihat dibawah Geldoc ultraviolet. Kemudian hasil data pengamatan pada gel agarose diskoring.

Data Analysis

Hasil pita DNA yang muncul dari proses RAPD menunjukkan berat molekul DNA. Profil pola pita hasil analisis DNA

dideteksi menggunakan sinar UV 254 nm dan disemprot dengan pereaksi semprot umum (Serium (IV) Sulfat). Parameter yang diamati adalah muncul tidaknya pita pada gel agarose setelah disinari UV. Pita RAPD yang muncul diberi nilai "1" dan yang tidak muncul diberi nilai "0". Hanya pita yang jelas, konsisten dan band polimorfik yang digunakan untuk membuat matriks biner untuk analisis statistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil amplifikasi total genom DNA dengan uji kualitas dan kuantitas DNA tanaman terung dengan agarose dan spektrofotometer menghasilkan kemurnian dan konsentrasi DNA tanaman terung yang dapat dilihat pada tabel 4.2, empat primer RAPD pada 4 sampel Manggis menghasilkan produk PCR yang dapat dibaca dan diskor, sehingga hasilnya dapat dianalisi. Berdasarkan Tabel 1 hasil uji kuantitas menggunakan spektrofotometer menunjukan hasil kemurnian tertinggi terdapat pada sampel LC dengan kemurnian 1,5127 M dan konsentrasi 1266,21 nm sedangkan kemurnian terendah ada pada sampel TBU dengan kemurnian 1,1272 M dan konsentrasi 1780,24 nm.

Amplifikasi PCR-RAPD terhadap total DNA genom dari keempat aksesi Manggis dengan menggunakan empat primer RAPD (OPF-04, OPF-03, OPF-02, OPF-02 dan OPF-01) menghasilkan 29 pita DNA yang dapat diskor. Jumlah pita yang dihasilkan berkisar antara 3 (OPF-02) hingga 11 (OPF-03) dengan ukuran pita yang dihasilkan berkisar antara 300 bp hingga 2000 bp. Dari profil sidik RAPD keempat aksesi terung yang menggunakan empat primer dapat menunjukan 29 pita RAPD, pita RAPD dapat dilihat dengan garis berwarna dan pita tersebut terdapat

5 pada ketinggian 300 bp hingga 1500 bp

sehingga dapat diskoring. Analisis kluster menunjukan pemisahan tanaman terung ke dalam kluster yang mengelompok berdasarkan jenisnya Gambar 3.

Tabel 1. Primer dan jumlah pita DNA hasil amplifikasi dan tingkat polimorfisme

Primer Sekuen 5’-3’ Suhu annealing

(°C)

pita

OPA 16 AGCCAGCGAA 36 Polimorfik

OPA 17 GACCGCTTGT 32 -

OPA 18 AGGTGACCGT 33 -

SBH 12 ACGCGCATGT 37 Polimorfik SBH 13 GACGCCACAC 36 Polimorfik

OPB1 GTTTCGCTCC 36 -

OPB2 TGATCCCTGG 36 -

OPB3 CATCCCTGG 36 Polimorfik

OPA4 AATCGGGCTG 36 -

OPA5 AGGGGTCTTG 36 Polimorfik

Nilai koefisien kesamaan genetik keempat aksesi terung berkisar antara 25% hingga 100%. Hasil analisis kluster menunjukan adanya tiga kluster (A, B, dan C). kluster A (koefisien kesamaan 49%) terdiri atas terung gelatik, kluster B (koefisien kesamaan 65%) terdiri atas TPU (terung kopek) dan TK (tekokak), dan kluster C (koefisien kesamaan 55%) terdiri atas LC (Leunca)

KESIMPULAN

Gambar 1. Dendogram pengelompokan UPGMA berdasarkan koefisien kesamaan pada empat aksesi Manggis

Dari hasil visualisasi PCR-RAPD dan dendogram diperoleh, empat primer yang digunakan mampu mengamplifikasi empat sampel yang digunakan. Cetyl Trimetil

Ammonium Bromide (CTAB) merupakan metode yang umum digunakan dalam ekstraksi DNA genom tanaman yang banyak mengandung polisakarida dan senyawa polifenol (Krizman, dkk. 2006).

Pada dasarnya isolasi DNA genom terdiri dari tiga langkah utama, yaitu perusakan dinding sel, (lisis), pemisahan DNA dari bahan padat seperti selulosa dan protein, serta pemurnian DNA (Ibrahim, et al. 2010;

Lu, et al. 2016). Langkah-langkah tersebut menggunakan zat-zat kimia yang memiliki fungsi khusus.

Uji kualitas dan konsentrasi terhadap pengisolasian DNA penting untuk proses manipulasi semua zat. Konsentrasi DNA dan kemurniannya dapat ditentukan dengan cara spektrofotometer dengan menggunakan sinar UV dengan panjang gelombang 260 dan 280 nm. Perbandingan dalam pengujian menggunakan sinar UV dengan panjang 260/280 nm memberikan suatu ukuran terhadap kontaminasi protein dalam suatu DNA, sementara itu penggunaan sinar UV dengan panjang 260 nm bertujuan untuk menghitung konsentrasi dari suatu DNA sampel. Bagaimanapun, proses penyerapan sinar UV tidak dapat memisahkan kontaminsi RNA, dan kontaminan seperti protein, fenol, oligo atau polisakarida yang terkandung dalam DNA sulit untuk diperkirakan (Kelly, et al. 2015).

Hasil pengujian kuantitas dengan spektrofotometer menunjukan hasil yang cukup baik. Empat aksesi memperoleh DNA genom dengan kemurnian dan konsentrasi yang tinggi. Primer yang digunakan pada penelitian ini adalah primer OPF-04, OPF- 03, OPF-02, dan OPF-01. Dari empat primer yang digunakan semuanya berhasil mengamplifikasi DNA genom. Pada saat pengujian kualitas dan kuantitas DNA TPU (manggis kopek) mendapatkan hasil yang tidak signifikan, hasil elektofoesis menunjukan tidak terlalu jelasnya pita DNA manggis tersebut. Pengukuran dengan

6 menggunakan spektofotometer

menghasilkan angka yang cukup bagus, terdapat DNA namun jumlah yang didapat sedikit. Hasil uji kualitas dan kuantitas yang tidak terlalu bagus tidak menjamin bahwa isolasi genom benar-benar gagal, Jika terdapat DNA dengan jumah yang terlalu sedikit, maka hasil uji bisa menunjukan hasil negative karena adanya keterbatasan minimum alat (Noroozi, et al. 2011; Pamela, et al. 2016). DNA genom yang sangat sedikit sehingga sulit terdeteksi oleh alat tetap dapat digunakan sebagai template dalam proses PCR, PCR memiliki kemampuan untuk memperbanyak fragmen- fragmen DNA yang sangat powerful. PCR hanya membutuhkan sedikit template untuk dapat memperbanyak fragmen-fragmen DNA tertentu (Lu, et al. 2016).

Secara umum, hasil amplifikasi total DNA genom sampel Solanaceae dengan menggunakan primer terpilih menghasilkan serangkaian pita-pita, diantaranya ada pita- pita yang umum dijumpai pada seluruh sampel dan adapula pita spesifik yang hanya ditemukan spesies/kultivar tertentu. Semua profil pita yang diproduksi pada amplifikasi primer RAPD ini yang merupakan DNA setiap jenis/kultivar. Teknik RAPD dievaluasi untuk membedakan individu- individu yang memiliki hubungan kekerabatan yang dekat (Nevena, et al.

2011). Hasil amplifikasi dengan empat primer RAPD menghasilkan beberapa pita fragmen DNA. Pita-pita ini ada yang bersifat polimorfik dan monomorfik, pita- pita filogenetik yang dapat menggambarkan hubungan kekerabatan. Berdasarkan pohon filogenetik Gambar 4.3 terlihat bahwa tumbuhan manggis kopek lebih dekat kekerabatannya dengan tekokak.

DAFTAR PUSTAKA

Asker, S.E. and L. Jerling. 1992. Apomixis in Plant. CRS Press. London. 297 p.

Chen LG, Yang LL, Wang CC. 2008. Anti- Inflamantry Activity of mangosteen from Garcinia mangostana. Food Chem Toxicol 46:688-693

Chomnawang MT, Surassmo S, Wongsariya K, Bunyapraphatsara N. 2009.

Antibacterial activity of Thai medicinal plants against methicillin- resistant Staphylococcus aureus.

Fitoterapia 80(2):102-4.

Corner, E. J. H. 1940. Wayside Trees of Malaya. Vol 1. Government Printing Office. Singapore.

Den Nijs, A.P.M. and G. E. van Dijk. 1993.

Apomixis. In: M.D. Hayward,N.O.

Bosemark, and I. Romagosa (Eds.).

Plant Breeding Principles and Prospects. Chapman and Hall.

London. 229 pp.

Gupta, P.K., H.S. Balyan, P.C. Sharma, and B. Ramesh. 1996. Microsatellites in Plants : A New Class of Molecular Markers. Current Science 70(1):45- 54.

Koltunow, A. M., R. A. Bicknell, and A.M.Chaudhury. 1995. Apomixis:

Molecular Strategies for the Generation of Genetically Identical Seeds without Fertilization. Plant Physiol. 108:1345-1352.

Mansyah E., Jawal M., Muas A.S, Hendri, dan Usman F. 2007. Identifikasi dan Karakterisasi Manggis di ProvinsiBengkulu dan Bangka- Belitung. J. Hort. 17(2):118- 126.

Dalam dokumen laporan penelitian - SIMAKIP (Halaman 31-37)

Dokumen terkait