• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Peristiwa Bersejarah Sepanjang Kerajaan Kubu

Dalam dokumen SEJARAH KERAJAAN KUBU (Halaman 41-46)

H. Raja Kubu Kedelapan (1919-1944)

I. Beberapa Peristiwa Bersejarah Sepanjang Kerajaan Kubu

Di tengah-tengah kemelut dunia, penyerangan Jepang serta terlibatnya Belanda dalam kancah peperangan agresi Jerman di Benua Eropa.

Pontianak pada 19 Desember 1941 dibom oleh Jepang dengan menggunakan 9 buah pesawat tempur.

Pada peristiwa ini, Siyak adalah daerah yang paling banyak memakan korban, berminggu bahkan ber- bulan-bulan pencarian korban terus dilakukan, terlebih kondisi korban banyak yang telah tak utuh, hingga untuk korban yang tak utuh ini dimakamkan menjadi satu lubang.

Setelah peristiwa ini, disusul pada Pebruari 1942 Jepang menduduki kota Pontianak dan pemerintah Belanda pun mundur. Lagi-lagi korban- korban terus bertambah dan politik “bumi hangus”

diman-mana dilaksanakannya. Ada banyak pemilik toko/kedai yang melarikan diri demi keselamatan atas perlakukan pembongkaran toko/kedai mereka secara paksa.

Sementara rakyat kerajaan Kubu pada umumnya tenang sambil menunggu keputusan rajanya. Pada masa yang penuh kemelut ini, kerajaan Kubu telah terbagi menjadi tiga Onderdistrict, yaitu:

1. Onderdistrict Teluk Pak Kedai, dijabat oleh Sayyidi bin Sa’id

2. Onderdistrict Batu Ampar, dijabat oleh Burha- nuddin

3. Onderdistrict Kubu, dijabat oleh Syarif Ahmad, putra kedua dari Syarif Shaleh Alaydrus.

Dan di tengah kondisi kemelut ini pula Onderdistrict Kubu mengalami pergantian kepe- mimpinan dari Syarif Ahmad bin Syarif Shaleh Alaydrus kepada Syarif Yusuf bin Husein Alaydrus, cucu tertua dari Tuan Kubu Syarif Shaleh Alaydrus, terhitung sejak 1 Agustus 1942 M. Sementara setelah itu, Syarif Ahmad bin Syarif Shaleh Alaydrus diangkat mendampingi ayahnya dengan gelar Tuan Muda yang akhirnya bersama-sama mereka jadi korban agresi Jepang, karena itu pula tidak diketahui dimana ia dimakamkan.

Pada 1 Maret 1943 M, Syarif Yusuf sendiri menanggalkan jabatannya, berhenti dengan hormat untuk mendampingi ayahnya Syarif Husein Alaydrus di Padang Tikar yang saat itu dalam keadaan uzur, sakit-sakitan.

Pasca Syarif Yusuf ini, kerajaan Kubu tetap berjalan, tetapi kedudukan Jepang telah pem- pekerjakan rakyat secara paksa, demi melipat gandakan hasil pertanian. Baik di pelosok negeri atau di ujung-ujung sungai dibuka lahan pertanian.

Kebanyakan lahan pertanian ini jarang didatangi orang-orang dari luar. Hasil padi dan tanaman sayuran banyak membantu daerah-daerah luar kerajaan Kubu, hingga kerajaan Kubu tidak menga- lami kekuurangan makanan.

Sumber 8:

Stempel Kerajaan Kubu Masa Pendudukan Jepang Sumber: Koleksi Syarif Husein Alaydrus

Di Pontianak dan beberapa daerah lain di Kalimantan Barat umumnya, mulai terjadi penangkapan raja-raja, para pejabat kerajaan, pedagang dan lainya, termasuk Tuan Kubu Syarif Shaleh Alaydrus pada 20 Pebruari 1944 M. Disusul esoknya Syarif Ahmad menyerahkan diri langsung ke Pontianak.

Pada masa kevacuman pemerintahan ini, tentu memberi pengaruh kepada keterombang–

ambingan tanpa kepemimpinan dan bekerjapun selalu dalam kegelisahan. Sampai akhirnya tiba berita tentang raja tanggal 01 Juli 1944 M, dimana menantu Tuan Kubu Syarif Shaleh Alaydrus suami Syarifah Aisyah yang bernama Syarif Yusuf bin Sa’id al- Qadri, mulai merapatkan dirinya pada pemerintahan Jepang yang berkuasa di Pontianak. Beliau ditunjuk menjadi Gi-Cho di Kubu, semacam komisi di zaman

sebelum Jepang berkuasa tanpa tambahan keang- gotaan lainnya.

Ada hal menarik lainnya dalam catatan masa kedudukan Jepang di Kubu, dimana Kubu di diperintah oleh seorang pejabat Jepang yang bernama Takamura, ia benar-banra bertanggung jawab atas kerajaan Kubu. Jika pihak militer Jepang akan ke Kubu, maka diwajibkannya untuk menghadapnya terlebih dahulu, dan harus segera meninggalkan Kubu jika urusannya telah selesai.

Ternyata setelah peperangan berakhir, diketahui bahwa Takamura termasuk kelompok anti perang dan penantang militerisme, dan akhirnya beliau melakukan bunuh diri (harakiri) setelah masa kedudukan Jepang.

Selama kedudukan Jepang, Kalimantan Barat lah termasuk ayang paling banyak mengalami korban pemenggalan rakyat oleh Jepang. Hingga pada masa Jepang mengalami kekalahan dan menyerah kepada sekutu, rakyat baik di desa maupun di tempat terpencil, membunuh setiap orang Jepang yang mereka temui, sebagai bentuk pembalasan atas kekejaman Jepang selama itu.

Pada bulan September 1945, NICA telah mengambil alih pemerintahan dari tangan residen Jepang. Dan pada Nopember 1945 dengan sebuah kapal kayu serombongan tentara NICA singgah di Kubu dan langsung naik ke istana Tuan Kubu Syarif Shaleh Alaydrus. Kebetulan putra tertua beliau Syarif Husein Alaydrus berada di istana didampingi oleh putranya Syarif Yusuf Alaydrus. Dalam rombongan ini terdapat seorang Belanda bernama Mr.

B. Hockstra, yang mengaku sebagai sahabat Tuan Kubu Syarif Shaleh Alaydrus dan meminta kepada Syarif Husein untuk ke Pontianak menghadap Sultan Hamid II.

Pada awal tahun 1946, Syarif Husein dan putranya Syarif Yusuf menghadap pemerintah di Pontianak Sultan Hamid II, dan terhitung 01 Maret 1946 M diperoleh keputusan dalam perundingan bahwa Beesturs Komisi terdiri dari:

1. Syarif Hasan bin Tuan Kubu Syarif Zein Alaydrus, adalah selaku anggota merangkap ketua

2. Syarif Yusuf bin Syarif Husein Alaydrus, adalah selaku anggota.

Beestuur Komisi bekerja seperti waktu adanya pemerintah kerajaan. Mulai 1 juni 1946 ditempatkan seorang Onder Avidelich Chaft (OAC) berkebangsaan Indonesia seperti dahulunya selaku kontroler di samping selaku penasehat pemerintah kerajaan dalam bidang hak-hak wewenang kerajaan dan juga mengurus segala pekerjaan pemerintah pusat.

Melihat perjuangan kelompok republikan pada hari-harinya. Syarif Yusuf lalu mengundurkan diri sebagai anggota komisi dan meminta untuk dipindahkan ke Pontianak sebagai polisi umum bagian kriminal pada 01 Maret 1949. Karena ini, maka tinggallah ketua komisi Syarif Hasan bin Syarif Zein Alaydrus. Namun dalam kesendirian dalam memimpin, Syarif Hasan lalu terjerat perkara tindak pidana kriminal, dengan melakukan beberapa pelanggaran dalam menggendalikan pemerintahan.

Maka dengan perkara ini, akhirnya Syarif Hasan dipenjarakan dan dipecat dari semua jabatannya.

Dengan kasus Syarif Hasan ini, kerajaan Kubu langsung dipegang rangkap oleh OAC., yang bertindak atas nama pemerintah kerajaan. Sementara OAC dipindah ke Pontianak seperti keadaan sebelum perang. Dan sebagai gantinya didudukkan seorang Wedana dan seluruh bentuk pemerintah kerajaan dihapus pada zaman republik di daerah Kalimantan

Barat dan resmilah pemerintahan tunggal di mana- mana dengan Kabupaten di Pontianak. Dan sementara Kubu dengan Kewedanaan Kubu yang dibawahnya kecamatan-kecamatan (Onderdistrict) dihapuskan dan kecamatan-kecamatan langsung dapat berhubung ke Kabupaten.

Dalam dokumen SEJARAH KERAJAAN KUBU (Halaman 41-46)