• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengumpulan zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya (ZIS-DSKL) merupakan salah satu aktivitas utama dalam pengelolaan ZIS-DSKL. Outlook Zakat Indonesia secara berkelanjutan terus memaparkan kinerja dari pengumpulan ZIS-DSKL yang dilakukan oleh BAZNAS/LAZ kepada publik. Bagian ini memaparkan kinerja pengumpulan dan penyaluran ZIS-DSKL berdasarkan jenis BAZNAS/LAZ dan pertumbuhannya secara nasional.

Pengumpulan nasional merupakan total dana yang dihimpun oleh berbagai BAZNAS/LAZ se Indonesia selama setahun. Adapun yang termasuk dalam BAZNAS/LAZ se-Indonesia ialah BAZNAS, BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/kota, LAZ Nasional, LAZ Provinsi, dan LAZ Kabupaten/Kota resmi yang memiliki kewajiban melaporkan pengumpulan dan pendistribusian kepada BAZNAS sesuai dengan amanah UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Selain itu, pada tahun 2020 pengumpulan nasional di atas juga termasuk BAZNAS/LAZ dalam pembinaan dan zakat fitrah yang tidak terlaporkan, sedangkan di tahun 2021mulai diterapkan mekanisme pelaporan On Balance Sheet dan Off Balance Sheet.

1 BAZNAS 385.126.583.224 3 517.594.705.948 3,67

2 BAZNAS Provinsi 489.538.808.289 4 585.573.472.559 4,15 3 BAZNAS Kabupaten/

Kota 1.735.824.169.041 14 1.679.513.174.410 11,90

4 LAZ 4.077.297.116.443 33 4.357.597.586.344 30,87

5

OPZ dalam pembinaan dan zakat fitrah yang

tidak terlaporkan 5.741.459.770.472 46 0,00

6 ZIS & Fitrah Off

Balance Sheet 4.912.914.506.197 34,80

7 Qurban & DSKL Off

Balance Sheet 2.065.002.301.822 14,63

Sumber : BAZNAS RI (2021b)

Jenis dana yang dihimpun oleh BAZNAS/LAZ pada Tabel 2.1 mencakup dana zakat yang meliputi (1) zakat mal dan (2) zakat fitrah. Zakat mal dibagi ke dalam zakat mal penghasilan dan zakat mal badan. Jenis dana selanjutnya adalah (3) dana Infak/Sedekah, yang terbagi berdasarkan dana Infak/Sedekah Terikat dan Tidak Terikat. Infak/Sedekah Tidak Terikat (ISTT) merupakan dana infak/sedekah yang dikumpulkan oleh BAZNAS atau LAZ secara langsung tanpa tujuan-tujuan tertentu dari pemberi dana, sedangkan Infak/Sedekah Terikat (IST) merupakan dana infak/sedekah yang dikumpulkan secara langsung oleh BAZNAS atau LAZ yang ditujukan untuk suatu program tertentu secara spesifik.

Jenis dana selanjutnya adalah (4) CSR yaitu dana yang diperoleh dari suatu perusahaan dengan kontrak tertentu yang disepakati antara BAZNAS dan perusahaan tersebut. Jenis dana terakhir adalah (5) DSKL yang merupakan seluruh dana umat Islam selain dana zakat, infak/sedekah, dan wakaf yang telah diatur dalam regulasi formal di Indonesia. Pada tahun 2021, pengumpulan dana ZIS DKSL mencapai Rp 14,12 triliun. Zakat maal dan infak-sedekah memiliki proporsi pengumpulan terbesar dibandingkan dana lainnya. Adapun pengumpulan nasional berdasarkan jenis dana dapat dilihat pada Tabel 2.2.

1 Zakat Maal 3.238.120.235.675,00

2 Zakat Fitrah 246.708.084.558,00

3 Infak-Sedekah 2.674.463.060.421,00

4 DSKL 980.987.558.606,00

5

ZIS dan Fitrah Off Balance

Sheet 4.912.914.506.197,00

Qurban dan DSKL Off

Balance Sheet 2.065.002.301.822,00

Sumber: BAZNAS RI (2021a)

Pada tahun 2021 terjadi peningkatan pengumpulan dana ZIS DSKL sebesar 13.59 persen dibandingkan dengan tahun 2020. Adanya layanan digitalisasi pembayaran yang disediakan BAZNAS/LAZ diharapkan dapat mempermudah masyarakat dalam membayar ZIS sehingga dapat terus meningkatkan kinerja pengelolaan

pengelolaan zakat, terutama dari sisi pengumpulan. Hal ini juga didukung tingginya potensi generasi muda yang membayar ZIS melalui kanal digital. Pada tahun 2021, sekitar 70 persen donatur BAZNAS merupakan anak muda dengan rentang usia 25 – 44 tahun yang memanfaatkan platform-platform digital dan layanan BAZNAS yang tersebar di banyak merchant untuk membayar zakat maupun bersedekah (BAZNAS RI, 2021c)

Adanya peningkatan jumlah pengumpulan dana ZIS DKSL saat ini didukung oleh besarnya jumlah muzaki yang ada. Pada tahun 2021, jumlah muzaki badan mencapai 230.627 dan perseorangan 9.917.706 (BAZNAS, 2021), atau sebesar 98 persen merupakan muzaki perseorangan (Gambar 2.1). Adanya digitalisasi diharapkan dapat meningkatkan literasi serta partisipasi masyarakat terhadap dana ZIS DKSL.

Sumber: BAZNAS RI (2022b)

Kesadaran masyarakat dalam membayar ZIS sudah mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan penghimpunan dana ZIS melalui BAZNAS/LAZ di Indonesia setiap tahunnya. Hal ini memberikan sinyal positif bagi seluruh BAZNAS/LAZ yang berada di Indonesia untuk memaksimalkan fungsi dan perannya dalam membumikan zakat di Indonesia. Berdasarkan data yang diolah oleh BAZNAS jumlah penghimpunan nasional mengalami peningkatan yang signifikan sejak

tahun 2002 hingga 2022. Jumlah penghimpunan dana ZIS pada tahun 2002 hingga 2022 dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Pertumbuhan Zakat, Infak, Sedekah dan DSKL tahun 2002-2022 memiliki tren yang positif. Pengumpulan tahun 2022 mencapai 22 Triliun rupiah yang artinya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yaitu sebesar Rp.

11.881,81 miliar atau pertumbuhan sebesar 84,16 persen dibandingkan tahun 2021. Adanya pertumbuhan yang tinggi ini didukung adanya system informasi dan digitalisasi yang memudahkan masyarakat dalam membayar ZIS.

Tren pertumbuhan yang menarik pada tahun 2005 dan 2007 di mana pertumbuhan ZIS dan DSKL mencapai lebih dari 95 persen yang disebabkan pada tahun-tahun tersebut terjadi peristiwa Tsunami Aceh (2005) dan Gempa Jogja (2007). Peristiwa ini menggambarkan bahwa salah satu faktor meningkatnya jumlah pengumpulan disebabkan oleh adanya suatu kejadian atau bencana alam.

Hal yang sama juga terjadi di tahun 2020, di mana pada masa pandemi COVID- 19, jumlah donasi meningkat dari pada biasanya, seperti yang disampaikan dalam Policy Brief Puskas BAZNAS (2020b).

Sumber: BAZNAS RI (2022b)

Semangat berzakat selalu dikampanyekan oleh seluruh BAZNAS/LAZ kepada muzaki dengan berbagai kampanye zakat. Di era digital seperti ini, BAZNAS/LAZ juga bekerjasama dengan berbagai platform digital untuk membuat daya tarik dan kemudahan bagi muzaki untuk membayar zakat. BAZNAS

mengeluarkan platform Muzaki Corner, sebagai salah satu fasilitas untuk memudahkan pembayaran ZIS yang dilakukan oleh muzaki. Adanya kemudahan yang diberikan dalam pembayaran zakat diharapkan dapat memaksimalkan potensi penghimpunan zakat yang ada di Indonesia

Dengan sinergi antar BAZNAS/LAZ, diharapkan potensi penghimpunan ZIS yang besar dapat dimaksimalkan. Hal ini berdampak bagi masyarakat khususnya di Indonesia dan dunia yang sedang mengalami berbagai persoalan baik permasalahan ekonomi dan sosial terutama pasca pandemik.

Penyaluran zakat, infak, sedekah dan dana sosial keagamaan lainnya (ZIS-DSKL) yang terdiri dari aktivitas pendistribusian dan pendayagunaan merupakan salah satu aktivitas utama dalam pengelolaan ZIS-DSKL. Outlook Zakat Indonesia secara berkelanjutan terus memaparkan kinerja dari penyaluran ZIS-DSKL yang dilakukan oleh BAZNAS/LAZ kepada publik. Bagian ini akan memaparkan kinerja penyaluran ZIS-DSKL secara nasional berdasarkan Jenis OPZ. Kemudian, bagian ini juga memaparkan tentang efektivitas penyaluran zakat secara nasional menggunakan Allocation to Collection Ratio (ACR).

Penyaluran dana ZIS tetap dengan memperhatikan 8 (delapan) golongan (asnaf) mustahik zakat yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqob, gharimin, sabilillah, dan ibnu sabil. Pada tahun 2021, jumlah mustahik nasional mencapai 25.707.077 jiwa (BAZNAS, 2021). Tabel 2.3 merupakan penyaluran ZIS Nasional berdasarkan asnaf. Berdasarkan Tabel 2.3, fakir miskin memiliki persentase terbesar dalam penyaluran dana ZIS, yaitu sebesar 75,81 persen.

1 Fakir Miskin 75,81

2 Amil 13,18

3 Mualaf 0,29

4 Riqab 0,01

5 Gharim 0,36

6 FiSabilillah 9,68

7 Ibnu Sabil 0,66

Sumber : BAZNAS RI (2022b)

Pendistribusian zakat dilakukan terhadap 5 (lima) program utama yaitu pendidikan, kesehatan, kemanusiaan, ekonomi dan dakwah advokasi. Jumlah penerima manfaat terbesar dari program yang bersifat karitatif yaitu program sosial kemanusiaan sebesar 49,58 persen sedangkan penerima manfaat yang terendah adalah program kesehatan yang hanya sebesar 6,03 persen. Penyaluran dana ZIS berdasarkan bidang di tahun 2021 dapat dilihat pada Tabel 2.4.

1 Pendidikan 15,78

2 Kesehatan 6,03

3 Kemanusiaan 49,58

4 Ekonomi 9,72

5 Dakwah Advokasi 18,88

Sumber: BAZNAS RI (2022b)

Pengelolaan zakat yang baik memerlukan dukungan indikator sebagai sebagai sebagai alat ukur. Pada tahun 2016 Puskas BAZNAS membuat sebuah indikator berbasis data dan menjadi referensi standar kemajuan kinerja perzakatan

Indonesia yang dinamai Indeks Zakat Nasional (IZN). Objek pengukuran IZN merupakan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) pada tingkat Provinsi, Kota, dan Kabupaten di seluruh Indonesia. Seiring berjalannya waktu banyak dinamika dan tantangan pengelolaan zakat yang terus berubah yang menyebabkan adanya perubahan pada IZN.

IZN 2.0 diterbitkan pada Februari 2020 sebagai penyempurnaan dan jawaban atas dinamika dan tantangan yang disodorkan oleh perubahan zaman atas pengelolaan zakat. IZN diharapkan menjadi indikator yang dapat memberikan gambaran sejauh mana zakat telah berperan terhadap kesejahteraan mustahik, dan juga dapat menunjukkan pada tahap apa institusi zakat telah dibangun, baik secara internal kelembagaan, partisipasi masyarakat, maupun dari sisi dukungan yang diberikan pemerintah.

IZN memiliki dua dimensi yaitu Dimensi Makro dan Dimensi Mikro.

Indikator makro dalam IZN terdiri dari regulasi, dukungan APBN, dan database lembaga zakat. Sedangkan indikator mikro terdiri dari kelembagaan dan dampak zakat. Pengukuran IZN memiliki hasil akhir dengan rentang nilai dari 0 hingga 1.

Hasil akhir ini dikelompokan menjadi 5 kategori berdasarkan besaran nilainya, yaitu Tidak Baik (0,00-0,20), Kurang Baik (0,21-0,40), Cukup Baik (0,41-0,60), Baik (0,61-0,80), dan Sangat Baik (0,81-1,00). Adapun komponen IZN 2.0 dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Sumber: Puskas BAZNAS (2020a)

Pengukuran IZN tahun 2021 melibatkan 30 BAZNAS Provinsi dan 297 BAZNAS Kabupaten/Kota. Hanya saja, untuk pengisian KDZ total partisipasi BAZNAS Provinsi adalah sebanyak 27 lembaga dan BAZNAS Kabupaten/Kota sebanyak 263 lembaga.

Mengingat KDZ adalah bagian tidak terpisahkan dari IZN maka pengukuran IZN hanya akan dilakukan kepada BAZNAS yang telah mengisi IZN maupun KDZ secara lengkap.

Sehingga, total BAZNAS daerah yang dapat diukur pada kajian IZN tahun 2021 adalah sebanyak 290 lembaga. Jumlah ini sedikit menurun dibandingkan dengan tahun 2020 dimana pengukuran IZN dilakukan kepada 302 BAZNAS yang terdiri dari 32 BAZNAS Provinsi dan 270 BAZNAS Kabupaten/Kota.

Untuk mendapatkan nilai IZN Nasional maka dilakukan penghitungan rata- rata dari nilai IZN Provinsi. Pada tahun 2021, terjadi peningkatan nilai IZN menjadi 0,59 (Cukup Baik) dari sebelumnya di tahun 2020 adalah sebesar 0,50 (Cukup Baik).

Mayoritas provinsi yang ada di Indonesia mendapatkan nilai IZN pada kategori Baik (52,94%) dan diikuti oleh Cukup Baik (44,12%) dan Kurang Baik (2,94%). Sama seperti tahun sebelumnya, belum ada satu pun provinsi yang mendapatkan nilai pada kategori Sangat Baik. Di sisi lain, juga tidak terdapat provinsi yang berada di kategori Tidak Baik.

Sumber: Puskas BAZNAS (2021)

Berdasarkan Gambar 2.4, dapat disimpulkan bahwa mayoritas provinsi ada pada kategori Baik untuk dimensi makro, dan Cukup Baik untuk dimensi mikro. Hal ini mencerminkan bahwa sudah terdapat banyak dukungan dari pemerintah dan daerah untuk pengelolaan zakat, dengan adanya regulasi dan database yang baik. Namun masih banyak faktor yang harus ditingkatkan dalam dimensi mikro, seperti kelembagaan dan dampak zakat yang dirasakan mustahik.

Hasil IZN BAZNAS RI pada tahun 2021 masuk dalam kategori Sangat Baik dengan nilai pembobotan dari dua dimensi (makro dan mikro) sebesar 0,88. Dari dimensi makro, BAZNAS RI masuk dalam kategori Baik dengan nilai sebesar 0,80. Indikator regulasi dan database pun mendapat nilai sempurna (1,00), yang berarti BAZNAS RI telah memiliki peraturan pengelolaan zakat di tingkat nasional dan database yang dibutuhkan. Namun, indikator dukungan APBN kepada BAZNAS RI mendapat nilai 0,00. Hal ini disebabkan oleh besaran APBN BAZNAS RI hanya mencakup kurang dari 20 persen biaya operasional.

Sedangkan dari dimensi mikro, BAZNAS RI memiliki nilai 0,91 yang masuk dalam kategori Sangat Baik. Nilai indeks kelembagaan BAZNAS RI sebesar 1,00 yang berarti variabel pengumpulan, pengelolaan, penyaluran, dan pelaporan sudah sangat baik. Akan tetapi, indikator dampak zakat mendapat nilai sebesar 0,85 (Sangat Baik) dengan Nilai indeks kesejahteraan CIBEST sebesar 1,00 (Sangat Baik), nilai variabel modifikasi IPM sebesar 0,75 (Baik) dan nilai variabel kemandirian sebesar 0,68 (Baik). Indeks Zakat Nasional BAZNAS RI dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Regulasi 1,00 Makro (0,80)

0,88

Dukungan APBN untuk BAZNAS 0,00

Database Lembaga Zakat 1,00

Kelembagaan 1,00 Mikro (0,91)

Dampak Zakat 0,85

Sumber: Puskas BAZNAS (2021)

Berdasarkan nilai IZN tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS RI sudah sangat baik. Mayoritas variabel maupun indikator penyusun IZN telah masuk ke dalam kategori Sangat Baik. Akan tetapi, ada tiga catatan yang dapat diberikan kepada BAZNAS RI agar kedepannya pengelolaan zakat dapat lebih baik lagi. Pertama adalah terkait dengan dukungan pemerintah melalui APBN yang diberikan. BAZNAS RI dapat lebih proaktif untuk menunjukkan kerja-kerja zakat yang telah dilakukan sehingga pemerintah dapat lebih menyadari peran besar BAZNAS dalam membantu pengelolaan zakat di Indonesia. Kedua, bagi BAZNAS RI adalah untuk meningkatkan kampanye zakat agar lebih masif. Terakhir yang dapat diberikan kepada BAZNAS RI adalah dengan mulai meningkatkan wilayah penyaluran.

Fungsi zakat sebagai instrumen pengentasan kemiskinan sejatinya telah menjadi amanat Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat di dalam Pasal 3. Sesuai dengan Pasal 3B dalam UU tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan zakat ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Oleh karena itu, segala bentuk aktivitas maupun turunan kegiatan lain yang melibatkan pemanfaatan dana zakat harus ditujukan untuk pengentasan kemiskinan yang terjadi di tengah masyarakat. Dalam upaya pengentasan kemiskinan, pemerintah pada tahun 2022 mengalokasikan anggaran pengentasan kemiskinan dari APBN sebesar Rp.431 T. Sedangkan kontribusi anggaran pengentasan kemiskinan dari zakat (BAZNAS dan LAZ) sebesar Rp.22 T atau 5,1%. Berikut diuraikan secara detail kontribusi BAZNAS dan LAZ dalam pengentasan kemiskinan secara nasional.

Secara keseluruhan BAZNAS/LAZ se-Indonesia berhasil mengentaskan kemiskinan rata-rata sebesar 48% penerima program penanggulangan kemiskinan dari garis kemiskinan BPS atau sebanyak 397.419 jiwa, meningkat sebesar 39,41%

dibandingkan tahun 2020 yaitu sebanyak 285.063 jiwa. Jumlah mustahik yang dientaskan kemiskinannya oleh program zakat nasional tersebut melampaui target Renstra BAZNAS untuk tahun 2021 yaitu

sebanyak 370.582 jiwa. Adapun rasio kontribusi BAZNAS/LAZ terhadap pengentasan kemiskinan nasional (Maret 2021) sebesar 27,54 juta jiwa adalah sebesar 1,44%. Capaian ini masih berada 0,06% di bawah target yang ditetapkan Renstra BAZNAS untuk tahun 2021 sebesar 1,50%. Hal ini dimungkinkan karena jumlah penduduk miskin pada Maret 2021 meningkat 1,12 juta orang terhadap Maret 2020 (BPS, 2021).

Berdasarkan hasil penghitungan angka pengentasan kemiskinan, ditemukan bahwa dengan menggunakan standar kemiskinan BPS (Maret 2021) yaitu Rp2.121.637/rumah tangga miskin/bulan, BAZNAS RI berhasil mengentaskan kemiskinan sebesar 49% penerima program penanggulangan kemiskinan dari garis kemiskinan BPS atau sebanyak 52.563 jiwa. Angka ini meningkat sebesar 82,14%

dibandingkan tahun 2020 dengan jumlah 28.859 jiwa. Jumlah mustahik yang dientaskan kemiskinannya oleh program zakat BAZNAS RI tersebut melampaui target Renstra BAZNAS untuk tahun 2021 yaitu sebanyak 1.250 jiwa. Adapun rasio kontribusi BAZNAS RI terhadap pengentasan kemiskinan nasional (Maret 2021) sebesar 27,54 juta jiwa adalah sebesar 0,19%. Capaian ini melampaui target yang ditetapkan Renstra BAZNAS untuk tahun 2021 sebesar 0,005%.

Sebagai upaya keberlangsungan BAZNAS dalam membantu mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan, dirumuskan 8 (delapan) Program Prioritas Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat Nasional tahun 2023.

Delapan program prioritas tersebut diantaranya Beasiswa, Rumah Layak Huni, Rumah Sehat BAZNAS, Penguatan BAZNAS Tanggap Bencana, BAZNAS Microfinance/Bank Zakat Mikro, ZMart, ZChicken, dan Santripreneur.

Penyusunan Indikator Pemetaan Potensi Zakat (IPPZ) merupakan upaya untuk menghitung potensi zakat suatu wilayah dalam ukuran kuantitas atau jumlah tertentu yang meliputi lima objek zakat, yaitu: zakat pertanian, zakat peternakan, zakat uang, zakat penghasilan, dan zakat perusahaan. Kajian IPPZ ini dimaksudkan untuk memudahkan BAZNAS dan Lembaga Amil Zakat di masing- masing daerah dalam rangka mengetahui potensi zakat di wilayahnya, sehingga berdampak pada optimalisasi penghimpunan zakat. Metode yang digunakan dalam kajian ini meliputi pendekatan kuantitatif dan hasil akhir yang diharapkan adalah indikator potensi berupa angka-angka. Penghitungan IPPZ menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber resmi pemerintah Indonesia seperti data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), data-data Kementerian yang relevan seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, serta lembaga lainnya termasuk data-data yang dimiliki oleh BAZNAS sendiri.

Sebagaimana amanat Undang-Undang, Pengelolaan Zakat dilakukan berdasarkan kewilayahan. Setiap tingkatan wilayah memiliki BAZNAS sebagai koordinator pengelolaan zakat dan terdapat juga LAZ pada skala tertentu. Hal ini juga berimplikasi pada analisis potensi zakat yang dilakukan. Potensi Zakat yang dihitung secara nasional saja dengan data provinsi tidak bisa mewakili keseluruhan daerah, sebaliknya potensi zakat yang dihitung berdasarkan data kabupaten dan kota nilai akumulasinya tidak dapat menggambarkan nilai potensi zakat nasional. Maka dari itu, dikarenakan setiap tingakatn BAZNAS/LAZ memiliki target objek zakat tersendiri maka dibuatlah pemetaan potensi zakat berdasarkan kabupaten dan kota, skala provinsi, dan potensi BAZNAS RI.

Potensi zakat skala BAZNAS RI mencapai Rp 5,8 triliun. Potensi zakat penghasilan tertinggi ditempati oleh zakat penghasilan pada pegawai BUMN sebesar Rp 2,57 triliun, disusul zakat karyawan perusahaan nasional yang mencapai Rp 2,301 miliar, selanjutnya adalah potensi zakat penghasilan ASN kementerian dengan nilai Rp 726 miliar, kemudian untuk potensi zakat ASN Lembaga Pemerintah Non Kementerian sebesar Rp 102 miliar, potensi zakat ASN Lembaga Negara Rp 71 miliar. Selanjutnya potensi zakat TNI dan Polri tercatat sebesar Rp 46 miliar dan potensi zakat pegawai BI dan OJK tercatat senilai Rp 16 miliar. Data lebih lengkap tersedia pada tabel berikut.

1 Zakat ASN Lembaga Negara 71.998.000.880,59

2 Zakat ASN Kementrian 726.415.719.305,14

3 Zakat ASN Lembaga Pemerintah Non Kementrian 104.478.876.526,21

4 Zakat TNI dan POLRI 46.646.005.001,22

5 Zakat Pegawai BI dan OJK 16.311.516.678,91

6 Zakat Pegawai BUMN 2.574.397.820.262,55

7 Zakat Karyawan Perusa 2.301.575.801.942,09

Sumber: Data Sekunder diolah (2022)

Pemetaan potensi zakat skala provinsi merupakan upaya pengukuran potensi zakat skala provinsi yang meliputi objek zakat penghasilan ASN dan Non ASN, zakat perusahaan BUMD provinsi, dan zakat ritel. Potensi zakat skala provinsi di Indonesia mencapai Rp 4,37 triliun. Potensi zakat skala provinsi berada di regional Jawa yaitu Provinsi Jawa Timur sebesar Rp 547,4 miliar, disusul Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan potensi masing-masing sebesar Rp 535,4 miliar dan Rp 505,4 miliar.

1 Aceh 195,4 18 Nusa Tenggara Barat 105,4

2 Sumatera Utara 201,9 19 Nusa Tenggara Timur 19,2

3 Sumatera Barat 149,0 20 Kalimantan Barat 73,7

4 Riau 116,9 21 Kalimantan Selatan 102,0

5 Jambi 91,1 22 Kalimantan Tengah 61,8

6 Sumatera Selatan 160,1 23 Kalimantan Timur 85,3

7 Bengkulu 68,6 24 Kalimantan Utara 20,7

8 Lampung 134,6 25 Sulawesi Selatan 217,6

9 Bangka Belitung 31,3 26 Sulawesi Tenggara 92,9

10 Kepualauan Riau 33,6 27 Sulawesi Tengah 79,1

11 Banten 105,0 28 Sulawesi Barat 33,7

12 DKI Jakarta 302,9 29 Sulawesi Utara 29,6

13 Jawa Barat 535,4 30 Gorontalo 37,9

14 Jawa Tengah 81,9 31 Maluku 42,2

15 DI Yogyakarta 547,4 32 Maluku Utara 38,3

16 Jawa Timur 27,5 33 Papua Barat 18,5

17 Bali 27,5 34 Papua 27,0

Sumber: Data Sekunder diolah (2022)

Pada awal tahun 2022, Direktorat Kajian dan Pengembangan telah melakukan pemetaan potensi zakat secara nasional sampai skala kabupaten dan kota yang selanjutnya dijumlahkan menjadi nilai potensi zakat provinsi. pengukuran Indeks Pemetaan Potensi Zakat (IPPZ) pada tahun 2022 ini melibatkan 416 kabupaten dan 98 kota di 34 provinsi Indonesia. Rekapitulasi potensi zakat berdasarkan provinsi di Indonesia. Provinsi DKI Jakarta menempati posisi pertama dengan nilai potensi zakat yaitu sebesar Rp 64,5 triliun, disusul oleh provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat dengan nilai masing-masing sebesar Rp 36,2 triliun dan Rp 30,6 triliun. Sedangkan potensi objek zakat tertinggi yaitu zakat pertanian, zakat peternakan dan zakat perusahaan tertinggi berada di provinsi Jawa Timur dengan nilai potensi masing-masing sebesar Rp 3,2 triliun, Rp 2,4 triliun dan Rp 36,6 miliar. Sedangkan potensi zakat uang dan zakat penghasilan tertinggi berada di provinsi DKI Jakarta dengan nilai potensi masing-masing sebesar Rp 37,7 triliun dan 26,8 triliun.

1 NAD 683,63 283,30 192,38 1,09 1.965,34 3.125,74

2 Sumatera Utara 358,01 627,31 1.488,15 0,07 6.334,48 8.808,02

3 Sumatera Barat 612,96 379,43 343,44 1,68 2.725,17 4.062,68

4 Riau 553,18 164,57 619,09 0,27 6.697,16 8.034,26

5 Jambi 339,35 121,11 303,11 1,61 2.354,31 3.119,49

6 Sumatera Selatan 1.380,89 456,34 693,19 5,23 5.126,95 7.662,60

7 Bengkulu 165,39 110,09 81,50 0,35 900,42 1.257,75

8 Lampung 844,48 385,72 343,99 1,06 3.737,27 5.312,53

9 Bangka Belitung 100,27 145,72 135,62 0,03 746,13 1.127,77

10 Kepulauan Riau 0,28 239,15 315,30 0,17 2.194,61 2.749,52

11 Banten 387,78 307,74 4.032,76 5,39 6.298,05 11.031,72

12 DI Jakarta 0,86 1,72 37.667,20 0,00 26.817,59 64.487,38

13 Jawa Barat 2.335,38 1.267,43 5.749,21 14,95 21.321,63 30.688,59

14 Jawa Tengah 3.069,96 1.069,88 2.681,07 17,61 17.682,27 24.520,80

15 DI Yogyakarta 120,04 111,27 441,85 2,11 1.858,14 2.533,42

16 Jawa Timur 3.275,73 2.446,06 6.676,52 36,55 23.760,49 36.195,35

17 Bali 21,29 24,54 110,32 5,25 454,33 615,73

18 Nusa Tenggara Barat 345,44 540,49 227,46 2,72 1.628,76 2.744,87

19 Nusa Tenggara Timur 25,49 37,62 17,46 0,83 117,01 198,41

20 Kalimantan Barat 329,43 175,00 288,43 2,26 1.549,90 2.345,01

21 Kalimantan Selatan 448,92 265,28 356,11 5,04 2.086,10 3.161,46

22 Kalimantan Tengah 361,91 120,97 134,81 0,61 1.350,31 1.968,60

23 Kalimantan Timur 847,26 197,51 613,74 6,11 5.327,43 6.992,05

24 Kalimantan Utara 11,67 39,48 70,66 0,23 773,97 896,01

25 Sulawesi Selatan 1.476,02 726,37 595,56 2,91 4.826,27 7.627,13

26 Sulawesi Tenggara 401,93 257,01 188,63 0,52 1.552,47 2.400,56

27 Sulawesi Tengah 470,87 172,57 129,26 0,16 1.821,45 2.594,31

28 Sulawesi Barat 263,82 77,63 10,70 0,18 464,15 816,47

29 Sulawesi Utara 67,16 69,56 75,79 1,35 443,00 656,85

30 Gorontalo 56,04 165,36 27,06 0,15 477,94 726,55

31 Maluku 36,21 81,72 41,52 0,91 257,87 418,23

32 Maluku Utara 22,89 151,95 35,76 1,84 364,77 577,20

33 Papua Bara 5,08 58,60 42,28 0,32 373,84 480,12

34 Papua 28,28 17,22 40,48 2,23 380,94 469,15

Sumber: Data Sekunder diolah (2022)

Pada publikasi Indeks Literasi Zakat (ILZ) 2022 tingkat nasional diperoleh hasil bahwa skor ILZ di tahun 2022 mencapai 75,26 yang masuk dalam kategori tingkat literasi menengah atau moderat. Nilai ini meningkat 8,48 poin dibanding nilai ILZ di tahun 2020 (66,78). Kemudian hasil pengukuran tingkat pemahaman masyarakat di Indonesia dalam pengetahuan dasar mengenai zakat mendapatkan nilai Indeks 79,01 yang masuk dalam kategori moderat atau menengah. Nilai ini meningkat 6,8 poin dibanding nilai ILZ di tahun 2020 (72,21). Adapun hasil pengukuran tingkat pemahaman lanjutan mengenai zakat, Indonesia memiliki nilai indeks sebesar 68,28 yang masuk dalam kategori menengah. Nilai ini juga meningkat 11,6 poin dari nilai 56,68 pada tahun 2020. Secara umum, pengetahuan zakat secara umum di Indonesia berada pada tingkat yang menengah. Hasil ini juga menunjukkan bahwa adanya korelasi yang positif antara besarnya pengumpulan zakat dengan nilai Indeks Literasi Zakat.

Secara lebih spesifik, responden dengan jenis kelamin laki-laki memperoleh kategori Tinggi pada ILZ sebesar 46,33%, sedangkan responden perempuan sebanyak 39,98%. Selain itu, untuk kategori ILZ Rendah tidak jauh berbeda antara responden dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Kemudian dari status pernikahan, survei menunjukkan bahwa 45,46% mereka

yang sudah menikah mendapatkan kategori ILZ Tinggi. Kategori ILZ Rendah paling banyak dimiliki oleh mereka yang belum menikah. Responden dengan jenis pekerjaan sebagai pegawai BUMN/BUMD memiliki kategori ILZ Tinggi paling banyak, untuk kategori ILZ Menengah paling banyak pada responden dengan jenis pekerjaan sebagai pendidik, dan kategori ILZ Rendah paling banyak pada jenis pekerjaan sebagai pengusaha. Responden pekerjaan sebagai ASN memiliki jumlah kategori ILZ Tinggi (44,48%) yang lebih banyak dibandingkan dengan kategori ILZ Menengah (43,64%) dan kategori ILZ Rendah (11,89%). Lebih lanjut, responden yang tinggal di pedesaan memiliki kategori ILZ Rendah sebesar 59,97% yang lebih tinggi dibandingkan dengan kategori ILZ Menengah maupun kategori ILZ Tinggi. Kemudian, responden yang tinggal di wilayah perkotaan memiliki kategori ILZ Tinggi yang paling banyak sebesar 49,46%. Sedangkan, untuk responden yang berada di wilayah pedesaan, memiliki proporsi kategori ILZ Rendah yang paling banyak yaitu sebesar 17,92%. Analisis juga menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin, status pernikahan, wilayah tempat kerja, dan jenis pekerjaan terhadap kategori ILZ. Selain itu, hasil juga menunjukkan adanya hubungan yang positif antara periode kelahiran, pendapatan, dan pendidikan terhadap literasi zakat.

Masyarakat yang sudah menunaikan minimal dalam satu tahun terakhir diketahui memiliki kategori ILZ Tinggi sebesar 43,28%, sedangkan responden dengan kategori ILZ Rendah sebesar 14.08%. Mereka yang belum menunaikan zakat selama minimal satu tahun terakhir lebih banyak memiliki kategori ILZ Rendah (19,85%). Hasil survei ini juga menangkap masyarakat yang memilih BAZNAS sebagai tempat untuk menunaikan zakat mencapai 49,45%. Mereka yang memilih BAZNAS sebanyak 55% memiliki kategori ILZ Tinggi. Sedangkan, masjid/mushola dan langsung kepada mustahik merupakan pilihan kedua dan ketiga masyarakat dalam menunaikan zakat, dengan memiliki kategori ILZ Rendah sebanyak masing-masing 26,30% dan 18,97%. Ceramah keagamaan, konten media sosial, dan kantor/kampus/sekolah adalah sumber informasi terbanyak masyarakat Indonesia terkait dengan zakat dengan nilai masing-masing 48,76%, 17,95%, dan 15,49%. Masyarakat yang mendapatkan sumber informasi dari ceramah keagamaan memiliki kategori ILZ Rendah sebesar 16,09%, kategori ILZ

Dokumen terkait