MANUSIA DAN MASYARAKAT
BAB 5 PEMBANGUNAN MANUSIA DAN MASYARAKAT
5.3.1 Capaian Utama Pembangunan
Pembangunan pendidikan telah meningkatkan taraf pendidikan penduduk yang ditandai dengan meningkatnya rata-rata lama sekolah (RLS) penduduk usia 15 tahun keatas dari 8,36 tahun pada tahun 2016 menjadi 8,45 tahun pada tahun 2017. Peningkatan taraf pendidikan penduduk juga terlihat dari membaiknya tingkat keberaksaraan penduduk yang diukur melalui angka melek aksara penduduk usia 15 tahun keatas, yang meningkat dari 95,38 persen pada tahun 2016 menjadi 95,50 persen pada tahun 2017 (Tabel 5.3).
Tabel 5.3 Capaian Pendidikan Tahun 2014 — 2018
Indikator Satuan 2014 2015 2016 2017 2018*) Rata-Rata Lama Sekolah
Penduduk usia 15 tahun keatas**)
Tahun 8,22 8,25 8,36 8,45 8,64
APK PAUD Persen 29,31 35,28 34,69 34,36 36,06
APM SD/MI/sederajat Persen 96,45 96,70 96,82 97,19 97,52 APM SMP/MTs/Sederajat Persen 77,53 77,82 77,95 78,40 87,36 APK SMA/SMK/MA/
sederajat Persen 74,26 78,00 80,89 82,84 85,93
APK PT***) Persen 29,15 29,92 31,61 33,37 34,84
Sumber: Susenas 2014–2017 diolah
Catatan: *) target tahun 2018; **) Perhitungan RLS menggunakan basis usia penduduk 15 tahun keatas agar konsisten dengan perhitungan target RPJMN 2015-2019. Berbeda dengan perhitungan RLS di IPM yang sudah menggunakan basis usia 25 tahun keatas; ***) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2014-2017
Angka Partisipasi Murni (APM) SD/MI/Paket A meningkat dari 96,82 persen pada tahun 2016 menjadi 97,19 persen di tahun 2017. Pada saat yang sama, APM jenjang SMP/MTs/Paket B mengalami peningkatan dari 77,95 persen menjadi 78,40 persen. Selanjutnya, angka partisipasi kasar (APK) jenjang pendidikan menengah (SMA/SMK/MA/Paket C) juga mengalami peningkatan dari 80,89 persen pada tahun 2016, meningkat menjadi 82,84 persen pada tahun 2017.
PEMBANGUNANMANUSIADANMASYARAKAT 5-7 Selain itu, akses pendidikan tinggi juga meningkat yang ditandai dengan peningkatan APK pendidikan tinggi dari 31,61 persen pada tahun 2016 menjadi 33,37 persen pada tahun 2017. Untuk tahun 2018, ditetapkan target APK pendidikan tinggi sebesar 34,84 persen (Tabel 5.3).
Upaya meningkatkan pemerataan dan memperluas akses pendidikan ditempuh melalui penyediaan bantuan operasional di semua jenjang untuk mengurangi beban masyarakat dalam menanggung biaya pendidikan di sekolah. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, Pemerintah menyediakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dengan biaya satuan sebesar Rp580 ribu/siswa/tahun untuk jenjang SD/MI dan Rp710 ribu/siswa/tahun untuk jenjang SMP/MTs pada tahun 2014, selanjutnya meningkat menjadi Rp800ribu/siswa/tahun untuk jenjang SD/MI dan Rp1 juta/siswa/tahun untuk jenjang SMP/MTs mulai tahun 2015.
Adapun biaya BOS untuk jenjang SMA/SMK/MA pada tahun 2017 adalah Rp1,4 juta/siswa/tahun dan untuk jenjang PKLK sebesar Rp2 juta/siswa/tahun. Hal ini sejalan dengan perluasan dan pemerataan pendidikan dalam mendukung pelaksanaan Program Wajib Belajar 12 Tahun. Pada tahun 2017, BOS telah disalurkan bagi 26,32 juta siswa SD, 10,46 juta siswa SMP, 4,56 juta siswa SMA, dan 4,89 juta siswa SMK. BOS juga telah disalurkan bagi siswa MI, MTs, MA, dan santri pada pondok pesantren Ula/Wustha/Ulya yang menyelenggarakan pendidikan umum.
Dalam rangka mengatasi kesenjangan partisipasi antarkelompok pendapatan dilakukan melalui penyediaan bantuan pendidikan melalui Program Indonesia Pintar yang disalurkan dalam bentuk Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk anak usia 6-21 tahun dari keluarga kurang mampu. Pada tahun 2016, KIP telah diberikan kepada 19,2 juta siswa dari rencana awal sebanyak 19,72 juta siswa dengan alokasi anggaran sebesar Rp12,40 triliun. Sedangkan KIP pada tahun 2017 telah diberikan kepada 20,06 juta siswa dari rencana awal sebanyak 19,72 juta siswa dengan alokasi anggaran sebesar Rp12,60 triliun yang dilanjutkan dengan angka yang sama pada tahun 2018. Program KIP ini telah terbukti meningkatkan rasio APK 20 persen penduduk termiskin (kuantil 1) dibanding 20 persen penduduk terkaya (kuantil 5) tahun 2016-2017 sebagaimana Gambar 5.3.
5-8 PEMBANGUNANMANUSIADANMASYARAKAT
APK menurut Jenjang dan Kuantil Pengeluaran Keluarga Tahun 2016 — 2017
Sumber: Susenas 2016 – 2017 diolah
Untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan terus diperbanyak. Pada tahun 2017 dilakukan pembangunan 204 unit sekolah baru (USB), 2.650 ruang kelas baru (RKB), 41.708 rehab ruang kelas, dan 2.158 laboratorium. Selain itu, telah dibangun 2 unit Sekolah Garis Depan (SGD) yang merupakan sekolah terintegrasi dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah. Program ini ditujukan untuk menyediakan layanan pendidikan yang bermutu bagi siswa di wilayah terjauh, terpencil, dan perbatasan.
Di madrasah dan pondok pesantren (pontren), perluasan akses pendidikan dilakukan melalui pembangunan USB, RKB, rehabilitasi dan asrama pesantren.
Meskipun pendidikan madrasah sebagian besar diselenggarakan oleh masyarakat dan pontren sepenuhnya diselenggarakan oleh masyarakat, tetapi Pemerintah tetap memberikan perhatian, terutama untuk peningkatan kelembagaan dan kualitas pendidikan madrasah dan pontren. Salah satu upaya peningkatan kualitas madrasah adalah melalui pengembangan program ilmiah madrasah riset dan penyelenggaraan olimpiade sains madrasah.
Sementara itu, penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) juga terus ditingkatkan melalui program Satu Desa Satu PAUD, penyediaan Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) PAUD, penyediaan bantuan rintisan PAUD baru pada daerah tertinggal, terdepan, dan terpencil (3T) terutama yang belum memiliki lembaga PAUD, serta bantuan alat permainan edukatif (APE). Upaya tersebut telah mampu berkonstribusi meningkatkan APK PAUD dari 29,31 persen pada tahun 2014 menjadi 34,36 persen pada tahun 2017.
Untuk meningkatkan kualitas guru dan tenaga kependidikan, 460 ribu guru telah ditingkatkan kompetensinya dan 1.819 guru PAUD ditingkatkan kualifikasinya.
Untuk mendukung pemenuhan guru produktif di pendidikan kejuruan (SMK)
Persen (%)
SMA/ Sederajat
PEMBANGUNANMANUSIADANMASYARAKAT 5-9 diselenggarakan Program Keahlian Ganda dimana pada tahun 2017 sejumlah 9.960 guru telah menyelesaikan program dimaksud. Dalam rangka menghasilkan guru-guru profesional dan berkualitas khususnya di daerah 3T, diselenggarkan program Sarjana Mendidik di daerah 3T (SM3T). Peserta SM3T yang telah menyelesaikan program Pendidikan Profesi Guru (PPG) diangkat sebagai guru Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) yang ditugaskan di daerah-daerah 3T melalui Program Guru Garis Depan (GGD). Pada tahun 2017 Program Guru Garis Depan (GGD) telah menyeleksi dan mengangkat sebanyak 6.296 orang guru CPNS.
Pada jenjang pendidikan tinggi, untuk mengatasi kesenjangan akses dan layanan pendidikan dilakukan program afirmasi melalui pemberian beasiswa Bidikmisi, Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik), dan Peningkatan Prestasi Akademik (PPA).
Jumlah penerima Bidikmisi yang diperuntukkan bagi calon mahasiswa berprestasi dari kalangan tidak mampu tercatat sebanyak 275.226 mahasiswa di tahun 2015 dan meningkat menjadi 343.791 mahasiswa di tahun 2017. Sementara itu, jumlah penerima beasiswa ADik di Kemristekdikti yang ditujukan bagi mahasiswa yang berasal dari Provinsi Papua, Papua Barat, dan daerah 3T meningkat dari 2.151 mahasiswa menjadi 3.468 mahasiswa dalam kurun waktu yang sama. Untuk beasiswa PPA yang diberikan bagi mahasiswa berprestasi, jumlah penerima di bawah Kemristekdikti mencapai 121.000 di tahun 2015 dan meningkat menjadi 129.953 mahasiswa di tahun 2017. Penyediaan beasiswa tersebut secara nyata berkontribusi pada peningkatan partisipasi di jenjang pendidikan tinggi. Selain itu, sebagai bentuk perhatian pemerintah dalam meringankan beban operasional PTN dalam menyelenggarakan proses pembelajaran di Perguruan Tinggi, disediakan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Agama Negeri (BOPTAN).
Dalam rangka mengukur mutu pendidikan, instrumen akreditasi satuan pendidikan dan program keahlian memiliki peran penting. Pada jenjang SD/MI, jumlah satuan pendidikan yang terakreditasi minimal B mencapai 64,64 persen (2016) dan meningkat menjadi 75,35 persen (2017). Sementara pada jenjang SMP/MTs jumlahnya meningkat dari 56,70 persen (2016) menjadi 67,38 persen (2017). Pada jenjang SMA/MA, jumlah sekolah terakreditasi minimal B mencapai 54,93 persen di tahun 2016 dan meningkat menjadi 68,38 persen di tahun 2017.
Sementara paket keahlian SMK berakreditasi minimal B di tahun 2016 mencapai 54,90 persen dan di tahun 2017 meningkat menjadi 58,27 persen. Sementara itu, capaian akreditasi program studi di Perguruan Tinggi minimal B sampai dengan tahun 2017 adalah sebesar 50,9 persen.
Untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik di jenjang PT, dilakukan dengan meningkatkan jumlah dosen berkualifikasi minimal S2 melalui beasiswa program Master dan Doktor di dalam dan luar negeri. Selama periode 2015-2017, jumlah dosen berkualifikasi S3 di Kemristekdikti mengalami peningkatan sebanyak 6.951 dosen, yakni dari 21.006 dosen menjadi 27.957 dosen. Sementara itu, tingkat produktivitas dosen dalam publikasi internasional juga meningkat dalam dua tahun terakhir, yakni dari 6.474 publikasi pada tahun 2015 menjadi 16.147 publikasi pada tahun 2017. Peningkatan produktivitas ini diharapkan tidak hanya
5-10 PEMBANGUNANMANUSIADANMASYARAKAT
meningkatkan kapasitas dosen dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas PT.
Pada jenjang Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) yang di bawah koordinasi Kementerian Agama, kelembagaan PTKI terus mengalami perkembangan yang ditunjukkan dengan transformasi kelembagaan dari IAIN ke UIN yang disertai dengan pengembangan bidang-bidang keilmuan. Penyediaan sumber belajar dan fasilitas pendidikan yang memadai juga terus didorong melalui berbagai skema pembiayaan, termasuk Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri (PHLN) serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Pemerintah terus berkomitmen melaksanakan amanat konstitusi untuk menyediakan anggaran pendidikan minimal sebesar 20 persen dari total belanja negara. Anggaran pendidikan di tingkat nasional terus mengalami peningkatan, dari Rp416,1 triliun pada tahun 2017 menjadi Rp444,1 triliun pada tahun 2018.
Pada tahun 2018, anggaran pendidikan tersebut dialokasikan melalui Belanja Pemerintah Pusat, Belanja Transfer ke Daerah, dan Belanja Pembiayaan dalam bentuk Dana Pengembangan Pendidikan Nasional.