1. Tinjauan Umum Tentang Persepsi a. Pengertian Persepsi
Di kehidupan bermasyarakat, dalam menanggapi dan menilai suatu hal ataupun fenomena yang terjadi tentulah masyarakat memiliki pandangan ataupun persepsi masing masing. Persepsi antara
perorangan di masyarakat tentu tidak serta merta selalu sama, karena masyarakat cenderung memiliki cara pandang yang berbeda
sehingga menghasilkan persepsi yang berbeda-beda pula.
Persepsi adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Persepsi merupakan keadaan integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya (Masria dkk, 2015). Persepsi merupakan pengalaman tentang objek,
peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensori stimuli)
(Rakhmat, 2011:50). Persepsi adalah proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera (penginderaan) untuk
dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk diri kita sendiri (Shaleh, 2009:110).
Persepsi dalam arti umum adalah proses mengetahui atau mengenali objek dan kajian objektif dengan bantuan indera (Chanplin,
2006:358). Menurut pendapat Branca, woodwoth dan Marquis sebagaimana dikutip oleh Bimo Walgito bahwa persepsi
didefinisikan secara lebih komplek, persepsi merupakan suatu proses
12
yang didahului oleh penginderaan, yaitu proses diterima stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris.
Lebih lanjut Branca dkk, menyebutkan bahwa proses pengindraan akan langsung setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat indera, yaitu melalui mata sebagai alat penglihatan, telinga sebagai alat pendengar, hidung sebagai alat pembauan, lidah sebagai alat pengecapan, kulit pada telapak tangan sebagai alat perabaan, yang semua merupakan alat indera yang digunakan untuk menerima stimulus dari luar individu. Alat indera tersebut
merupakan alat penghubung antara individu dengan dunia luarnya (Walgito, 2004:87-88).
Leavitt Harold J (1978:3) mengungkapkan bahwa persepsi dapat dilihat dalam arti sempit yaitu penglihatan, bagaimana cara seseorang dalam melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
Pengetian persepsi merupakan proses untuk memahami
lingkungannya meliputi objek, orang, dan simbol atau tanda yang melibatkan proses kognitif (pengenalan). Proses kognitif adalah proses di mana individu memberikan arti melalui penafsirannya terhadap rangsangan (stimulus) yang muncul dari objek, orang, dan simbol tertentu. Dengan kata lain, persepsi mencakup penerimaan, pengorganisasian, dan penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Hal ini terjadi karena persepsi melibatkan penafsiran individu pada objek tertentu, maka masing-masing objek akan memiliki persepsi yang berbeda walaupun melihat objek yang sama (Gibson, 1993).
Berdasarkan beberapa uraian pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan suatu pandangan,
13
tanggapan, penerimaan, ataupun penilaian langsung dari seseorang atau masyarakat terhadap suatu hal yang ada atau terjadi sebagai hasil dari penginderaan yang mereka lakukan, di mana persepsi tersebut dapat berupa baik dan buruk, positif atau negatif, dan lain sebagainya. Demikian juga yang terjadi pada masyarakat Kelurahan Panaragan Jaya dalam mempersepsikan kearifan lokal Kota Budaya Uluan Nughik di Tulang Bawang Barat tepatnya di Kelurahan Panaragan Jaya. Dengan masyarakat memahami mengenai kearifan lokal yang ada di dalam kota budaya uluan nughik maka akan mempengaruhi bagaimana masyarakat akan menilai, bersikap serta bertindak sesuai dengan apa yang mereka pahami.
b. Bentuk-Bentuk Persepsi
Proses pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh indera menyebabkan persepsi terbagi menjadi beberapa bentuk, diantaranya:
1) Persepsi melalui Indera Penglihatan
Alat indera merupakan alat utama bagi individu untuk
mengadakan persepsi. Seseorang dapat melihat dengan matanya tetapi mata bukanlah satu-satunya bagian hingga individu dapat mempersepsi apa yang dilihatnya, mata hanyalah merupakan salah satu alat atau bagian yang menerima stimulus, dan stimulus ini dilangsungkan oleh syaraf sensoris ke otak, hingga akhirnya individu dapat menyadari apa yang dilihat.
2) Persepsi melalui Indera Pendengaran
Orang dapat mendengar sesuatu dengan alat pendengaran, yaitu telinga. Telinga merupakan salah satu alat untuk dapat
mengetahui sesuatu yang ada di sekitarnya. Seperti halnya dengan penglihatan, dalam pendengaran individu dapat mendengar apa saja mengenai reseptor sebagai suatu respon terhadap stimulus tersebut. Kalau individu dapat menyadari apa
14
yang didengar, maka dalam hal ini individu dapat mempersepsi apa yang didengar, dan terjadilah suatu pengamatan atau persepsi.
3) Persepsi melalui Indera Pencium
Orang dapat mencium bau sesuatu melalui alat indera pencium yaitu hidung. Sel-sel penerima atau reseptor bau terletak dalam hidung sebelah dalam. Stimulusnya berwujud benda-benda yang bersifat khemis atau gas yang dapat menguap, dan mengenai alat- alat penerima yang ada dalam hidung, kemudian diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak, dan sebagai respon dari stimulus tersebut orang dapat menyadari apa yang diciumnya yaitu bau yang diciumnya.
4) Persepsi melalui Indera Pengecap
Indera pengecap terdapat di lidah. Stimulusnya merupakan benda cair. Zat cair itu mengenai ujung sel penerima yang terdapat pada lidah, yang kemudian dilangsungkan oleh syaraf sensoris ke otak, hingga akhirnya orang dapat menyadari atau mempersepsi
tentang apa yang dikecap itu.
5) Persepsi melalui Indera Peraba (kulit)
Indera ini dapat merasakan rasa sakit, rabaan, tekanan dan
temperatur. Tetapi tidak semua bagian kulit dapat menerima rasa- rasa ini. Pada bagian-bagian tertentu saja yang dapat untuk menerima stimulus-stimulus tertentu. Rasa-rasa tersebut di atas merupakan rasa-rasa kulit yang primer, sedangkan di samping itu masih terdapat variasi yang bermacam-macam. Dalam tekanan atau rabaan, stimulusnya langsung mengenai bagian kulit bagian rabaan atau tekanan. Stimulus ini akan menimbulkan kesadaran akan lunak, keras, halus, kasar (Walgito, 2004:90).
Inti dari pemaparan di atas menjelaskan bahwa persepsi terbagi menjadi beberapa bentuk, dimana bentuk-bentuk dari persepsi
15
tersebut tidak hanya didapatkan dari satu alat indera yaitu
penglihatan saja, tetapi juga dapat dihasilkan dari seluruh alat indera yang dimiliki oleh manusia. Persepsi tersebut merupakan suatu pemahaman terhadap rangsang atau stimulus yang diperoleh oleh alat indera. Seluruh alat indera tersebut akan menghasilkan suatu data yang maksimal dan sesuai dengan kenyataan yanga ada di lapangan. Di mana stimulus itu bersifat kuat maka hasil yang didapat agar lebih spesifik.
Menurut Irwanto (dalam Eliska dkk, 2019:286) setelah individu melakukan interaksi dengan obyek-obyek yang dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1) Persepsi positif yaitu persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya. Hal itu akan diteruskan dengan keaktifan atau menerima dan mendukung obyek yang dipersepsikan.
2) Persepsi negatif yaitu persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang tidak selaras dengan obyek yang di persepsi. Hal itu akan diteruskan dengan kepasifan atau menolak dan menentang terhadap obyek yang dipersepsikan.
Dengan demikian, persepsi yang dihasilkan dari suatu proses alat indera terdiri dari dua yaitu positif dan negatif. Kedua persepsi yang dihasilkan tersebut dapat mempengaruhi diri seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Selain itu, persepsi yang dihasilkan bergantung pada bagaimana individu tersebut menggambarkan pengetahuan yang telah ia dapatkan dari ustu objek yang ingin dipersepsikan.
16
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi
Menurut Pareek (dalam Dahlan, 2017:109) faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah faktor internal individu seseorang dan faktor eksternal atau objek persepsi. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi persepsi sebagai berikut:
1) Latar belakang. Latar belakang yang mempengaruhi hal-hal yang dipilih dalam persepsi. Contohnya orang yang
pendidikannya lebih tinggi atau pengetahuan ilmu agamanya luas yang memiliki cara tertentu untuk menyeleksi sebuah informasi.
2) Pengalaman. Hal yang sama dengan latar belakang ialah faktor pengalaman, pengalaman mempersiapkan seseorang untuk mencari orang-orang, hal-hal, dan gejala-gejala yang mungkin serupa dengan pengalaman pribadinya.
3) Kepribadian. Di mana pola kepribadian yang dimiliki oleh individu akan menghasilkan persepsi yang berbeda. Sehubungan dengan itu maka proses terbentuknya persepsi dipengaruhi oleh diri seseorang itu sendiri, persepsi antara satu orang dengan yang lain itu berbeda atau juga antara satu kelompok dengan kelompok lain.
4) Sistem nilai. Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat juga berpengaruh pula terhadap persepsi.
5) Penerimaan diri. Penerimaan diri merupakan sifat penting yang memepengaruhi persepsi.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi secara eksternal atau datang dari luar objek persepsi adalah:
1) Intensitas. Umumnya, rangsangan yang lebih intensif, mendapatkan lebih banyak tanggapan dari pada rangsangan yang kurang intens.
2) Ukuran. Benda-benda yang lebih besar umumnya lebih menarik perhatian.
17
3) Kontras. Secara umum hal-hal yang biasa dilihat akan cepat menarik perhatian.
4) Gerakan. Benda yang bergerak lebih menarik perhatian dari hal yang diam.
5) Ulangan. Biasanya hal yang terulang-ulang dapat menarik perhatian.
6) Keakraban. Suatu yang akrab atau dikenal lebih menarik perhatian.
7) Sesuatu yang baru. Faktor ini kedengarannya bertentangan dengan keakraban, namun unsur ini juga berpengaruh pada seseorang dalam menyeleksi informasi.
d. Aspek-Aspek Persepsi
Pada hakekatnya sikap merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen, Baron dan Byrne, juga Myers (dalam Gerungan, 1996) yang dikutip oleh Danarjati dkk (2013:25) menyatakan bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:
1) Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.
2) Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.
3) Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.
18
e. Indikator-Indikator Persepsi
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan tiga indikator dalam mengetahui persepsi, diantaranya yaitu pengetahuan, pendapat/
tanggapan serta sikap masyarakat terhadap kearifan lokal Kota Budaya Uluan Nughik.
b. Pengetahuan
Pengetahuan dapat diartikan sebagai “hasil tahu manusia
terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya, atau hasil usaha manusia untuk memahami suatu objek tertentu”. Ada berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh pengetahuan, diantaranya adalah bertanya kepada orang yang dianggap lebih tahu tentang sesuatu (mempunyai otoritas keilmuan pada bidang tertentu). (Zainuddin:2009).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah hasil tahu manusia yang meliputi semua yang diketahui oleh seseorang tentang objek tertentu baik melalui pengalaman diri sendiri ataupun melalui orang lain.
c. Pendapat/Tanggapan
Dalam bahasa harian pendapat disebut juga sebagai dugaan, perkiraan, sangkaan, anggapan, pendapat subjektif “perasaan”.
(Kartono:1991). Adapun proses pembentukan pendapat adalah sebagai berikut:
1) Menyadari adanya tanggapan/pengertian karena tidak mungkin kita membentuk pendapat tanpa menggunakan pengertian/tanggapan.
2) Menguraikan tanggapan/pengertian, misalnya: kepada seorang anak diberikan sepotong karton berbentuk persegi empat. Dari tanggapan yang majemuk itu (sepotong, karton, kuning, persegi empat) dianalisa. Kalau anak tersebut
19
ditanya, apakah yang kau terima? Mungkin jawabannya hanya “karton kuning” karton kuning adalah suatu pendapat.
3) Menentukan hubungan logis antara bagian-bagian setelah sifat-sifat dianalisa, berbagai sifat dipisahkan tinggal dua pengertian saja kemudian satu sama lain dihubungkan,
misalnya menjadi “karton kuning”. Beberapa pengertian yang dibentuk menjadi suatu pendapat yang dihubungkan dengan sembarangan tidak akan menghasilkan suatu hubungan logis dan tidak dapat dinyatakan dalam suatu kalimat yang benar.
Suatu kalimat dinyatakan benar dengan ciri sebagai berikut:
a) Adanya pokok (subjek) b) Adanya sebutan (predikat).
Tanggapan yaitu gambaran tentang sesuatu yang di tinggal dalam ingatan setelah melakukan pengamatan atau setelah berfantasi.
Tanggapan disebut pula kesan, bekas atau kenangan. Tanggapan kebanyakan berada dalam ruang bawah sadar atau pra-sadar, dan tanggapan itu disadari kembali setelah dalam ruang kesadaran karena sesuatu sebab. Tanggapan yang berada pada ruang bawah sadar disebut talent (tersembunyi) sedang yang berada dalam ruang kesadaran disebut actueel (sungguh-sungguh).
(Ahmadi:1982).
d. Sikap
Setiap orang memiliki sikap yang berbeda-beda terhadap suatu hal tertentu (objek tertentu). Sikap dapat menunjukkan penilaian, perasaan, serta tindakan terhadap suatu objek. Sikap yang
berbeda-beda terjadi karena adanya pemahaman, pengalaman, dan pertimbangan yang sudah pernah dialami seseorang terhadap suatu objek. Maka dari itu hasil sikap terhadap suatu objek ada yang bersifat positif (menerima) dan bersifat negatif (tidak menerima).
20
Menurut LL. Thursione yang dikutip oleh Abu Ahmadi
menyatakan bahwa sikap sebagai tingkatan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologi. Objek psikologi ini meliputi: simbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya. Orang dikatakan memiliki sikap positif terhadap suatu objek psikologi apabila ia suka (like) atau memiliki sikap yang favorable, sebaliknya orang yang dikatakan memiliki sikap yang negatif terhadap objek psikologi bila ia tidak suka (dislike) atau sikapnya unfavorable terhadap objek psikologi. (Ahmadi:2009)
Menurut Sarwono, sikap (attitude) adalah istilah yang
mencerminkan rasa senang, tidak senang atau perasaan biasa- biasa saja (netral) dari seseorang terhadap “sesuatu”. “Sesuatu”
itu bisa berupa benda, kejadian, situasi, orang-orang, atau kelompok. (Sarwono: 2009).
Dari penyataan tersebut, didapati bahwa sikap merupakan
sesuatu hal yang berkaitan dengan rasa suka atau tidak suka yang muncul karena adanya objek tertentu. Maka, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah respon seseorang untuk menanggapi,
menilai, dan bertindak terhadap suatu objek sosial yang meliputi symbol, kata-kata, slogan, orang, lembaga, ide, dan lain
sebagainya dengan hasil yang positif atau negatif.
1) Proses Pembentukan Sikap dan Perubahan Sikap
Pembentukan sikap terjadi karena adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dan lainnya, dan terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. (Azwar:2015)
Maka dari itu pembentukan sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
21
a) Pengalaman pribadi, haruslah meninggalkan kesan yang kuat dengan melibatkan faktor emosional.
b) Kebudayaan, pengaruh lingkungan sangatlah penting dalam membentuk pribadi seseorang.
c) Orang lain yang dianggap penting, seperti orang tua, teman sebaya merupakan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting.
d) Media massa, penyampaian informasi sugestif, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.
e) Institusi atau lembaga pendidikan, dikarenakan konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap,
f) Emosi dalam diri individu, kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai pengalihan bentuk pertahanan ego seperti prasangka.
2. Tinjauan Umum Tentang Masyarakat a. Pengertian Masyarakat
Salah satu definisi dari masyarakat pada awalnya adalah “a union of families” atau masyarakat merupakan gabungan atau kumpulan dari keluarga-keluarga. Awal dari masyarakat pun dapat dikatakan berasal dari hubungan atar individu, kemudian kelompok yang lebih membesar lagi menjadi suatu kelompok besar orang-orang yang disebut dengan masyarakat (Khairuddin, 2008). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa “Masyarakat adalah sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama atau kelompok orang yang merasa
memilki bahasa bersama, yang merasa termasuk kelompok itu, atau yang berpegang pada bahasa standar yang sama”.
22
Menurut Koentjaraningrat (2009:116), masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteaksi”. Suatu kesatuan manusia dapat mempunyai prasarana agar warganya dapat saling berinteraksi.
Menurut Comte (dalam Syani, 2012:31), masyarakat merupakan kelompok-kelompok makhluk hidup dengan realitas-realitas yang baru yang berkembang menurut pola perkembangnnya tersendiri.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat merupakan suatu kelompok atau kumpulan manusia yang merasa memiliki kesamaan tujuan dan saling berinteraksi serta hidup berdampingan dan bertahan hidup dengan saling melakukan timbal balik yang cenderung bersifat kekal. Di mana dari interaksi tersebut melahirkan suatu kebudayaan sebagai hasil dari pemikiran mereka yang akan mereka jaga.
Marion Levy (dalam Soyomukti, 2010:54) menjelaskan bahwa:
“Empat kriteria yang perlu dipenuhi agar suatu kelompok dapat disebut masyarakat, yaitu:
1. Kemampuan bertahan melebihi masa hidup seorang individu;
2. Rekrutmen seluruh atau sebagian anggota melalui reproduksi;
3. Kesetiaan pada suatu “system tindakan utama bersama, 4. Adanya sistem tindakan utama bersifat “swasembada”.
Sehingga apabila suatu kelompok manusia memenuhi empat kriteria di atas, maka kelompok manusia tersebut dapat dikatakan sebagai masyarakat.
Jika membahas mengenai masyarakat, tentu tidak terlepas dari adanya masyarakat tradisional yang keberadaannya berkaitan erat dengan kebudayaan dan adat istiadat yang dijunjung tinggi didalamnya. Sekelompok masyarakat yang sangat menjaga dan melindungi serta mempertahankan budaya, adat istiadat dan kearifan lokal yang mereka miliki ini dikenal dengan sebutan masyarakat adat.
23
b. Ciri-Ciri Masyarakat
Suatu masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama manusia, yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang.
b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia.
c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan. Adanya kesadaran bahwa setiap manusia merupakan bagian dari suatu kesatuan.
d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama, yang kemudian menghasilkan kebudayaan yang mengembangkan kebudayaan (Soekanto, 2012:32).
3. Tinjauan Umum Tentang Kearifan Lokal a. Pengertian Kearifan Lokal
Dalam pengertian kamus, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata: kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti
setempat, sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan.
Secara umum maka local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya (Sartini, 2004).
Kearifan lokal adalah sesuatu yang spesifik untuk budaya tertentu dan mencerminkan gaya hidup masyarakat tertentu. Kearifan lokal adalah cara-cara dan praktik-praktik yang dikembangkan oleh
sekelompok masyarakat melalui pemahaman yang mendalam tentang lingkungan setempat yang tercipta karena lingkungan tersebut dari waktu ke waktu (Meinarno, 2011:98).
24
Selain itu, kearifan lokal diartikan sebagai pedoman atau nilai luhur yang terkandung dalam aset budaya lokal seperti budaya tradisional, gagasan dan slogan kehidupan. (Nasiwan dan Cholisin, 2012).
Menurut Wagiran (2012), kearifan lokal paling tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu: (1) kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang, yang diendapkan sebagai petunjuk perilaku seseorang; (2) kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya; dan (3) kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Dalam perkembangnya, kearifan lokal tidak selalu kaku. Sebagai alat dan konsep, kearifan lokal melekat sejalan dengan proses perkembangan sosial manusia sesuai konteks sosio-kultural yang melatarinya, khususnya faktor historis.
Sehingga kearifan lokal sebenarnya selalu ada di dalam setiap realitas masyarakat, melekat dalan sistem tatanan nilai norma tradisi lokal (Sutarto, dkk. 2013).
Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal merupakan suatu bentuk warisan budaya yang mencirikan kekhasan suatu daerah, kearifan lokal ini berupa gagasan dan pengetahuan masyarakat daerah tersebut yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai dan berbudi luhur yang biasanya dijadikan pedoman serta dilaksanakan oleh seluruh masyarakat. Kearifan lokal ini menjadi kebanggaan bagi suatu daerah yang mana nilai-nilai yang terdapat didalamnya dijunjung tinggi oleh masyarakat karena berasal dari kebudayaan daerah tersebut yang dalam penciptaannya pun untuk tujuan yang baik, sehingga akan selalu dijaga oleh masyarakatnya, terutama masyarakat adat yang sangat memegang teguh nilai-nilai budaya serta adat istiadat mereka.
25
b. Ciri-Ciri Kearifan Lokal
Japar et all (2020) juga menyimpulkan bahwa ciri-ciri kearifan lokal umumnya dapat dikatakan sebagai kemampuan kearifan lokal untuk bertahan lama, kemudian kearifan lokal juga hadir untuk mengontrol masyarakat, menunjang keberadaan budaya asing, dapat
mengarahkan perkembangan budaya, juga memiliki kemampuan dalam memadukan keberadaan budaya asing dengan budaya lokal.
Poespowardojo (dalam Astra, 2004) menyebutkan bahwa karakteristik kearifan lokal yaitu:
1) Kemampuan dalam bertahan terhadap budaya luar;
2) Mempunyai kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar;
3) Memiliki kemampuan mengintegrasi unsur-unsur budaya luar ke dalam kebudayaan asli;
4) Dapat mengendalikan; dan
5) Mampu memberikan arah pada perkembangan budaya.
Sedangkan menurut (Rapanna, 2016) kearifan lokal memiliki ciri sebagai berikut yakni:
1) Memiliki ketahanan dengan budaya asing 2) Dapat menunjang keberadaan budaya asing
3) Mampu menyelaraskan antara budaya asing dengan budaya lokal 4) Dapat mengontrol dan mengarahkan perkembangan budaya
Berdasarkan pendapat dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri dari kearifan lokal diantaranya yaitu kearifan lokal adalah bentuk warisan peradaban yang dilakukan secara terus menerus dari generasi ke genarasi, kearifan lokal dianggap mampu untuk mengendalikan berbagai pengaruh dari luar, kearifan lokal biasanya menyangkut nilai dan moral pada masyarakat setempat, kearifan lokal tidak tertulisakan namun tetap diakui sebagai
kekayaan dalam berbagai segi pandangan hukum dan kearifan lokal ialah bentuk sifat yang melekat pada seseorang berdasarkan pada