• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.6 Flowchart Penelitian 22

3.6.2 Flowchart Persiapan Katalis dari Tandan Kosong

dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Flowchart Percobaan Tahap Persiapan Katalis dari Tandan Kosong njijijiojoij Kelapa Sawit

Abu inilah yang digunakan sebagai katalis kemudian disimpan dalam wadah tertutup dan siap digunakan

Selesai

Tandan kosong kelapa sawit dikeringkan dengan oven pada suhu 110 °C selama 1 jam

Tandan kosong kelapa sawit di haluskan dan diayak dengan menggunakan ayakan 60 mesh dikeringkan

dengan oven pada suhu 110 °C selama 1 jam

Tandan kosong kelapa sawit dikalsinasi pada suhu 500 oC selama 3 jam

Serbuk tandan kosong kelapa sawit 10 g di aktivasi dengan H2SO4 (1:9) selama pada 60oC dengan

pengadukan kontinu selama 1 jam

Di saring, dan di bilas dengan aquadest sampai pH netral, kemudian dipanaskan pada suhu 110oC selama 1 jam.

Mulai

Sampel kering bubuk tandan kosong kelapa sawit di kalsinasi pada 500oC selama 1 jam

24 3.6.3 Pembuatan Biolubricant

Adapun flowchart reaksi pembuatan biolubricant dengan senyawa epoksi asam oleat sebagai bahan baku dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Reaksi dilangsungkan dengan pengadukan menggunakan magnetic stirrer hingga waktu reaksi

tercapai

Campuran dipisahkan dari katalis dengan disaring

Mulai

Setelah mencapai suhu yang di tetapkan, dan katalis TKKS dimasukkan kedalam labu leher tiga Epoksi asam oleat dan metanol dimasukkan kedalam

labu leher tiga dengan rasio 1:9

Dipanaskan pada suhu 70 oC dan diaduk dengan stirer dengan kecepatan 900 rpm

A

Campuran dimasukkan dalam corong pemisah dan dibiarkan sampai membentuk 2 lapisan

Air panas pada suhu 70oC ditambahkan kedalam campuran, dikocok perlahan, dan didiamkan selama 5 menit

Lapisan bawah dikeluarkan dari corong pemisah

Pencucian diulang higga air buangan menjadi jernih

25

Gambar 3.3 Flowchart Percobaan Pembuatan Biolubricant Biolubricant didinginkan lalu ditimbang dan dilakukan

analisis

Selesai A

26

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Fourier Transform Infra Red (FT- IR)

4.1.1 Karakteristik Epoksi dari Asam Oleat Sebagai Bahan Baku Pembuatan Biolubricant

Analisis Fourier Transform Infra Red (FT- IR) pada bahan baku epoksi asam oleat dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang terdapat pada bahan baku.

Hasil dari analisis gugus fungsi pada bahan baku dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil Analisis FT- IR Senyawa Epoksi dengan Kecepatan pengadukan 600 rpm, konsentrasi katalis 2,5 % dan 60 ml H2O2

Gambar 4.1 menunjukkan Analisis FT- IR senyawa epoksi dengan kecepatan pengadukan 600 rpm, konsentrasi katalis 2,5 % dan 60 ml H2O2 sebagai bahan baku dalam pembuatan biolubricant yang menunjukkan beberapa puncak serapan yang dapat mengindikasikan suatu gugus sebagai sebuah ciri khusus dari suatu senyawa.

Berikut merupakan beberapa puncak serapan gugus fungsi terlihat pada hasil analisis FT-IR.

Epoksi

27

Tabel 4.1 Standar Daerah Serapan Gugus Fungsi Senyawa Epoksi Jenis Ikatan

Frekuensi Bilangan Gelombang (cm-1)

Frekunsi Bilangan Gelombang Senyawa

Epoksi (cm-1) Gugus C-H 3000 - 2850 2864,02 & 2929,66

Gugus C=O 1740 - 1720 1722,43

Gugus C-O 1300 - 1000 1075,59 & 1238,10

Gugus epoksi 950- 810 939,3

*sumber : Pavia, dkk., (2009)

Puncak serapan pada bilangan gelombang 935,49 cm-1 pada senyawa epoksi mengindikasikan adanya gugus oksiran. Adanya gugus oksiran ini disebabkan oleh adanya reaksi oksidasi ikatan rangkap minyak oleh oksigen aktif yang membentuk senyawa epoksida (Sinaga, dkk., 2017). Asam peroksi diperoleh dari reaksi antara asam karboksilat dan hidrogen peroksida. Pembentukan gugus oksiran juga diperngaruhi oleh adanya katalis , yaitu asam sulfat (H2SO4) yang akan membuka ikatan rangkap pada minyak asam oleat sehingga hidrogen peroksida dapat bereaksi dan membentuk gugus oksiran. Mekanisme reaksi pembentukan gugus oksiran dapat dilihat pada gambar berikut (Gamage et al., 2009).

Gambar 4.2 Mekanisme Reaksi Epoksidasi (Gamage et al., 2009)

Asam lemak

Asam perasetat

Gugus Oksiran

28

4.1.2 Karakterisasi Katalis Tandan Kosong Kelapa Sawit

Pada penelitian ini, karakteristik dari katalis tandan kosong kelapa sawit dianalisis dengan menggunakan Fourier Transform Infrared spectroscopy (FT-IR) yaitu digunakan untuk mengetahui keberadaan gugus fungsional sehingga dapat menunjukkan ikatan oksida-logam dan ikatan lain yang membentuk katalis.

4.1.2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebelum Aktivasi

Karakterisasi terhadap katalis tandan kosong kelapa sawit dengan spektrofotometri IR diperoleh seperti yang ditujukkan pada gambar 4.2

.

Gambar 4.3 Spektrum FT-IR pada Arang Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebelum Aktivasi

Pada Gambar 4.3 menunjukkan karakteristik dari arang tandan kosong kelapa sawit sebelum di Aktivasi. Aktivasi merupakan metode yang paling mudah dan paling umum digunakan untuk menyiapkan katalis. Tujuan dari metode ini adalah untuk memenuhhi pori dengan larutan garam logam dengan konsenttrasi yang cukup untuk memberikan loading yang tepat (Osalia et al. 2017). Pada peneltian ini dilakukan preparasi katalis, dan metode yang digunakan dapat dilihat pada halaman 20.

Spectrum gelombang FTIR karbon aktif muncul puncak serapan dengan bilangan gelombang 1619,29 cm-1. Puncak serapan pada bilangan 1820-1600 cm-1 mengindikasikan keberadaan gugus C=O. Gugus C=O merupakan gugus khas yang terdapat pada karbon aktif dan menunjukkan bahwa arang tandan kosong kelapa sawit

C=C

C=O

29

membentuk zat aktif karbon. Proses kalsinasi pada karbon aktif tandan kosong telah membentuk ikatan C=C yang ditandai dengan adanya pemunculan spectrum pada bilangan gelombang 1462,21 cm-1. Puncak serapan pada bilangan 1500-1400 cm-1 mengindikasikan keberadaan gugus C=C. Gugus C=C menunjukkan adanya peningkatan kadar karbon (Mentari and Maulina 2018). Adanya kadar karbon ini menunjukkan bahwa arang tandan kosong kelapa sawit ini dapat digunakan sebagai katalis, dimana aktifasi karbon aktif secara kimia dilakukan dengan menambahkan zat berupa asam, yaitu H2SO4 dimana terdapat gugus asam sulfonat (-SO3H).

4.1.2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit Setelah Aktivasi

Setelah dilakukan aktivasi dengan menambahkan H2SO4 pada karbon aktif, maka hasil analisis FT-IR dari katalis tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.4 Spektrum FT-IR pada Katalis Tandan Kosong Kelapa Sawit Setelah di Aktivasi dengan H2SO4 2M pada kondisi operasi 60 oC, 1 jam

Secara garis besar, pembuatan katalis dilakukan dengan tahapan aktivasi, pengeringan dan kalsinasi

.

Berkaitan dengan sintesis katalis padat, maka telah dilaporkan pula penggunaan oksida logam sebagai penyangga katalis sehingga dapat memberikan efek katalitik yang maksimum. Dalam hal ini, situs aktif katalis sulfat dapat dimasukkan ke dalam pori-pori penyangga katalis oksida logam melalui beberapa cara, diantaranya adalah metode aktivasi dan diakhiri dengan kalsinasi (Yulistiono and Manga 2019). Pada penelitian ini digunakan arang tandan kosong kelapa sawit dengan ukuran 60 mesh, prosedur aktivasi terhadap katalis dapat dilihat pada halaman 20.

S=O S-O

30

Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan pita puncak vibrasi pada bilangan gelombang menunjukkan bahwa arang tandan kosong kelapa sawit telah menjadi arang aktif tersulfonasi. Puncak serapan gugus sulfonat (SO3) adalah pada panjang gelombang 1366,52 cm-1 hingga 1015,30 cm-1 (Putra, dkk.,2018) . Hal ini ditunujukkan dari spektrum serapan pada bilangan gelombang 1079,09 cm-1 yang merupakan gugus S= O yang kuat, dan 799,41 cm-1 yang merupakan S-O yang kuat.

Hal ini menunjukkan adanya sulfat yang telah bereaksi dengan arang aktif yang disulfonasi (Riyanto, dkk., 2017).

4.1.3 Karakteristik Produk Biolubricant

Dalam percobaan ini, minyak epoksi asam oleat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan biolubricant. Hasil analisis FT-IR dari biolubricant tersebut dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.5 Hasil Analisis FT- IR Biolubricant dengan Kecepatan pengadukan 900 rpm, konsentrasi katalis 6 % pada waktu 180 menit

Gambar 4.5 merupakan hasil analisis FT-IR dari biolubricant yang terbaik dengan kecepatan 900 rpm, suhu 65 oC, dan katalis 6% pada waktu 180 menit. Gugus – gugus yang terdapat pada gambar 4.4 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.2 Standar Daerah Serapan Gugus Fungsi Biolubricant Jenis Ikatan Frekuensi Bilangan

Gelombang (cm-1)

Frekunsi Bilangan Gelombang Senyawa Biolubricant (cm-1)

Gugus C-H 3000 - 2850 2858,07; 2924,51

Gugus O-H 3200-3650 3394,14; 3647,05

Gugus C=O 1730 – 1705 1706,88

C-O

C=O C-H

OH

31

Gugus C-O 1300 – 1000 1028,01; 1097,66; 1198,53;

1244,167

*sumber : Pavia, dkk., (2009)

Dari proses esterifikasi yang dilakukan didapat hasil sinteasa berwarna putih susu dan tidak berbau. Hasil esterifikasi kemudian dianalisa dengan spestroskopi FT- IR . Pada gambar 4.2 (biolubricant), puncak serapan yang muncul yaitu 2858,07 cm-

1, 2924,51cm-1, 1706,88 cm-1, 1028,01 cm-1, 1097,66 cm-1, 1198,53 cm-1 dan 1244,167 cm-1. Puncak serapan besar pada bilangan gelombang 2858,07 cm-1 dan 2924,51 cm-1 yang terdapat pada gambar 4.5 mengindikasikan keberadaan dari gugus C-H. Gugus C-H ini menandakan adanya asam lemak tak jenuh (Tehubijuluw et al., 2014). Puncak serapan pada bilangan gelombang 3394,14 cm-1 dan 3647,05 cm-1 yang terdapat pada gambar 4.5 mengindikasikan keberadaan dari gugus O-H yang berasal dari kandungan asam lemak (Manuaja, 2017).

Pada puncak serapan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa n-etil ester dari minyak epoksi asam oleat telah terbentuk yang ditunjukkan oleh spektrum serapan pada bilangan gelombang 1706,88 cm-1 yang menunjukkan gugus C=O ester yang didukung dengan C-O pada bilangan gelombang 1028,01 cm-1 ; 1097,66 cm-1; 1198,53 cm-1 dan 1244,167 cm-1. Gugus karbonil yang terlihat pada hasil analisis FT-IR menunjukkan adanya senyawa ester (Wahab et al., 2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa proses esterifikasi epoksi asam oleat menjadi biolubricant dengan katalis heterogen tandan kosong kelapa sawit telah berhasil dilakukan.

4.2 Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Viskositas Kinematik Biolubricant Viskositas atau viskositas kinematik merupakan ukuran relatif pada suatu fluida di bawah pengaruh gravitasi dan tekanan yang sebanding dengan nilai densitas fluida tersebut. Satuan SI dari viskositas kinematik yaitu centistokes (cSt) dimana 1 cSt setara dengan 1 mm2/s (Amalia, 2020). Viskositas adalah suatu sifat yang menentukan besarnya daya tahan terhadap gaya geser atau dapat didefinisikan sebagai ketahanan terhadap aliran (Debbie, dkk., 2016). Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap viskositas kinematik biolubricant dapat dilihat sebagai berikut

32

Gambar 4.6 Grafik pengaruh waktu reaksi terhadap viskositas kinematik biolubricant

Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa viskositas kinematik biolubricant semakin meningkat seiring bertambahnya waktu reaksi. Berdasarkan hasil penelitian, semakin lama waktu reaksi dapat menyebabkan viskositas semakin tinggi. Data ini didukung oleh teori dimana semakin lama reaksi terjadi maka semakin banyak reaktan yang akan diubah menjadi produk (Sukirno and Pitoyo 2020). Semakin tinggi golongan minyak pelumas dasar yang digunakan maka semakin bagus pula kualitas minyak pelumas dasar tersebut tentu saja semakin panjang pula usia pakai pelumas tersebut (Siskayanti and Kosim 2017). Hasil reaksi menunjukkan bahwa dalam waktu reaksi 3 jam, dapat membuat viskositas kinematik 40oC dari produk ester dengan 26,08 cSt.

Hal ini sesuai dengan standar ISO VG 22 (halaman 16), karena nilai viskositas kinematik tersebut diatas dari 20,9 cSt. Pelumas dengan standard ISO VG 22 biasa digunakan pada pelumas hidrolik (Pertamina n.d.)

4.3 Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Yield Biolubricant

Hubungan antara waktu reaksi terhadap yield biolunricant pada waktu reaksi 60, 90, 120, 150, 180 menit dengan penggunaan katalis tandan kosong kelapa sawit sebanyak 2%, 4%, dan 6% dapat dilihat pada gambar berikut

5 8 11 14 17 20 23 26 29

30 60 90 120 150 180

Viskositas kinematik (cSt)

Waktu (menit)

6%

4%

2%

33

Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Yield Biolubricant

Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa yield biolubricant cenderung meningkat seiring dengan peningkatan waktu reaksi. Dari hasil penelitian diperoleh yield teritinggi pada waktu reaksi 180 menit yaitu sebesar 96,32 %, sedangkan yield terendah terdapat pada waktu reaksi 60 menit yaitu sebesar 89,46 %. Hal ini sesuai dengan referensi, dimana hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak produk yang dihasilkan. Dalam reaksi produksi ester, epoksi asam oleat dikontakkan dengan etanol dengan waktu yang lama, akan membuat konversi ester tertinggi (Sukirno and Pitoyo 2020).

4.4 Pengaruh Konsentrasi Katalis terhadap Yield Biolubricant

Hubungan antara konsentrasi katalis terhadap yield biolunricant terhadap penggunaan katalis tandan kosong kelapa sawit sebanyak 2%, 4%, dan 6% dapat dilihat pada gambar berikut

86 88 90 92 94 96 98 100

30 60 90 120 150 180

yield (%)

Waktu (menit)

6%

4%

2%

34

Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Konsentrasi Katalis Terhadap Yield Biolubricant

Pada Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa yield biolubricant cenderung meningkat seiring dengan peningkatan waktu reaksi. Dari hasil penelitian diperoleh konversi teritinggi pada waktu reaksi 180 menit katalis 6% yaitu sebesar 95,98 %, sedangkan konversi terendah terdapat pada waktu reaksi 60 menit katalis 2% yaitu sebesar 89,46

%. Hal ini sesuai dengan referensi menurut (Turco et al. 2017), konsentrasi katalis memberikan efek positif pada laju reaksi, dimana semakin lama waktu reaksi maka konversi produk semakin meningkat.

Pada waktu reaksi 60, 90, 120, 150, dan 180 menit konversi biolubricant meningkat dikarenakan adanya reaksi kimia antar reaktan yang dibantu oleh katalis menyebabkan jumlah asam oleat yang terkonversi menjadi biolubricant meningkat.

Pada penelitian ini, menggunakan katalis tandan kosong kelapa sawit 60 mesh yang telah di aktivasi dengan H2SO4. Makin lama waktu reaksi, makin besar konversi reaksi, ini disebabkan kesempatan zat-zat pereaksi untuk saling bertumbukan makin besar dengan menambah katalisator, sehingga menyebabkan tumbukan antara zat-zat pereaksi makin besar (Sidabutar, dkk., 2013). Mekanisme reaksi pembentukan biolubricant dapat dilihat pada gambar berikut:

Epoksi Asam Oleat Alkohol Ester (Biolubricant) Gambar 4.9 Mekanisme reaksi pembentukan biolubricant

(Mawardi 2008) 85

88 91 94 97 100

- 2 4 6 8

yield (%)

% katalis

60 menit 90 menit 120 menit 150 menit 180 menit

35

Biolubricant yang dihasilkan dari penelitian ini mungkin akan dapat diaplikasikan pada mesin hidrolik, karena hanya memenuhi standar viskositas kinematik ISO VG-22 sesuai dengan karakteristik yang telah di uraikan diatas. Adapun untuk pengujian secara langsung, baik pengujian indeks viskositas, titik tuang, titik nyala dan mengaplikasikannya kepada mesin hal ini tidak dapat dilakukan dikarenakan adanya pandemi coronavirus (COVID-19).

4.5 Uji Densitas

Uji densitas ini dilakukan untuk mengetahui densitas dari biolubricant yang dihasilkan sebagai salah satu sifat fisikanya. Pada suhu dan tekanan yang sama, densitas suatu senyawa dipengaruhi oleh bentuk molekulnya. Semakin besar molekul yang dimiliki, densitasnya akan semakin besar. Selain itu gaya tarikmenarik antar molekul (gaya dipol) juga mempengaruhi dimana semakin besar gaya tarikmenarik, maka densitas akan semakin besar (Sanjaya 2008). Pada penelitian ini, pengukuran densitas dilakukan pada suhu ruang yaitu ± 40 0C. Densitas produk hasil reaksi dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 4.10 Densitas Produk Hasil Reaksi

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin lama reaksi dilakukan pada suhu dan tekanan yang sama, densitas produk semakin besar. Hal ini membuktikan bahwa semakin lama gugus -OH yang teradisi akan semakin banyak, menyebabkan semakin besar gaya tarik menarik antar molekul (gaya dipol) yang memperbesar nilai

0,88 0,9 0,92 0,94 0,96 0,98 1

1 2 3 4 5

Densitas (g/cm3)

Waktu (menit)

Densitas produk hasil reaksi pada katalis 2%

Densitas produk hasil reaksi pada katalis 4%

Densitas produk hasil reaksi pada katalis 6%

60 90 120 150 180

36

densitas produk. Dari variasi katalis dapat terlihat bahwa semakin banyak katalis yang ditambahkan akan mempercepat peningkatan densitas. Produk yang memiliki densitas tertinggi didapat pada katalis 6% selama 180 menit yaitu sebesar 0,982 g/cm3. Densitas merupakan parameter pentingdalam konversi nilai viskositas dinamik menjadikinematik. Viskositas kinematik diperoleh dari viskositas dinamik dibagi densitas (Sari, dkk., 2020)

37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Viskositas kinematik dan yield biolubricant yang dihasilkan meningkat seiring meningkatnya konsentrasi katalis dan waktu reaksi. yield terendah terdapat pada waktu reaksi 60 menit dan persen katalis 2% yaitu sebesar 89,46 % dan yield teritinggi pada waktu reaksi 180 menit dan persen katalis 6% yaitu sebesar 96,32 %. Dan viskositas kinematik terendah terdapat pada waktu reaksi 60 menit persen katalis 2% yaitu sebesar 12,17 cSt dan viskositas kinematik teritinggi pada waktu reaksi 180 menit persen katalis 6% yaitu sebesar 26,08 cSt.

2. Biolubricant yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar ISO VG 22 dengan besaran viskositas kinematik 26,08 cSt.

3. Gugus karbonil pada hasil analisis FT-IR menunjukkan adanya senyawa ester yaitu pada panjang gelombang 1706,88 cm-1.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :

1. Penelitian berikutnya disarankan untuk menambah variasi penelitian lagi, agar didapat waktu optimum dari penelitian ini.

2. Penelitian berikutnya pada pembuatan katalis heterogen disarankan menggunakan metode yang lain seperti metode karbonisasi hidrotermal satu tahap.

3. Penelitian berikutnya disarankan untuk uji karakteriasi yang lain seperti flash point dan pour point untuk mendapatkan hasil analisis produk yang didapat lebih mendalam.

38

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, W, and Indi Cahya. 2020. Sintesis Biopelumas Dari Minyak Kelapa Sawit Menggunakan Katalis FeO yang Teremban dalam Zeolit Y. Skripsi. Jakarta:

Universitas Pertamina

Amril AR, Irdoni, Nirwana. 2016. Sintesis Bio-Pelumas dari Minyak Limbah Ikan Patin dengan Pengaruh Kecepatan Pengadukan dan Suhu Reaksi. 3(1):2-7.

Annisa, Arianti N., and Widayat Widayat. 2018. A Review of Bio-Lubricant Production from Vegetable Oils Using Esterification Transesterification Process.

MATEC Web of Conferences 156: 1–7.

Campanella, Alejandrina, Eduardo Rustoy, Alicia Baldessari, and Miguel A. Baltanás.

2010. Lubricants from Chemically Modified Vegetable Oils. Bioresource Technology 101(1): 245–54. http://dx.doi.org/10.1016/j.biortech.2009.08.035.

Debbie, Angelina, Irdoni, and Nirwana. 2016. Sintesis Bio-Pelumas Dari Minyak Biji Jarak: Pengaruh Rasio Mol Dan Waktu Reaksi. FTeknik 3(No. 2): 2–5.

Destyorini, Fredina, and Nanik Indayaningsih. 2019. Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Kertas Karbon. PISTON: Journal of Technical Engineering 1(2): 7–12.

ESGM. 2018. Annual Archivement of Development Report: Utilization of Natural Gas. : 43. https://migas.esdm.go.id/uploads/uploads/files/laporan- tahunan/Laptah-Migas-2018---FINAL.pdf.

Gamage, Padmasiri, Micheal O’Brien, dan Laken Karunanayake. 2009. Epoxidation of some vegetable oils and their hydrolysed products with peroxyformic acid- optimied to industrial scale. J.Natn.Sci.Foundation Sri Lanka 2009 37 (4):

229-240.

Gowri Krishnan, Shamala et al. 2018. Oil Palm Empty Fruit Bunches Fiber-Supported Heterogeneous Acid Catalyst for Esterification of Oleic Acid: Effect of Different Transition Metal Sulfate. International Journal of Engineering & Technology 7(4.35): 870.

Hassler. (1951). Activated Carbon, Chemical . New York.

39

Husin H, Mahidin, Marwan. 2011. Studi penggunaan katalis abu sabut kelapa, abu tandan sawit dan K2CO3 untuk konversi minyak jarak menjadi biodiesel. Jurnal Reaktor, Vol.13, No.4, hlm. 254-261

Ibrahim, T. Miftah, Chusnul Hidayat, and Umar Santoso. 2017. Oksidasi Dan Sulfonasi Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Katalis Asam Heterogen. Jurnal Rekayasa Kimia & Lingkungan 12(2): 77.

Lathifah, Tiva, Nia Yuliani, and Gladys Ayu PKW. 2019. Bentonit Teraktivasi Asam Sulfat Sebagai Adsorben Dalam Pemurnian Pelumas Bekas. 9: 1–10.

https://doi.org/10.31938/jsn.v9i1.170

Maisaroh, Indra Budi Susetyo, dan Bayu Rusmandana. 2016. Sintesis Asam 9,10- Dihidroksi Stearat (DHSA) melalui Hidrolisasi Epoksida dari Oksidasi Asam Oleat dengan Asam Performat. Reaktor, Vol.16 No.2,Juni Tahun 2016 ,Hal 57-64.

Manuaja, Christine F. 2017. Lipida. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Marques, João Paulo C. et al. 2019. Synthesis and Characterization of Potential Bio- Based Lubricant Basestocks via Epoxidation Process. JAOCS, Journal of the American Oil Chemists’ Society.

Mawardi, Muhammad Sanny. 2008. Pembuatan Pelumas-Bio Dari Asam Oleat Dengan Esterifikasi Menggunakan Katalis Asam Phosphatungstat/Zeolit. Skripsi.

Depok: Universitas Indonesia.

Mentari, Vidyanova Anggun, and Seri Maulina. 2018. Perbandingan Gugus Fungsi Dan Morfologi Permukaan Karbon Aktif Dari Pelepah Kelapa Sawit Menggunakan Aktivator Asam Fosfat (H3PO4) Dan Asam Nitrat (HNO3).

Talenta Conference Series: Science and Technology (ST) 1(2): 204–8.

Muhammad, Fadhil Burhannudin et al. 2015. PADA STUDI KASUS PELUMASAN PADA GEARBOX SEPEDA MOTOR. 6(2): 137–46.

Nor, Nurazira Mohd, Darfizzi Derawi, and Jumat Salimon. 2017. Chemical Modification of Epoxidized Palm Oil for Biolubricant Application. Malaysian Journal of Analytical Science 21(6): 1423–31.

Osalia, Survina et al. 2017. IMPREGNASI NATRIUM HIDROKSIDA PADA KARBON AKTIF CANGKANG JENGKOL SEBAGAI KATALIS DALAM PEMBUATAN BIODISEL. Prosiding Seminar Nasional Kimia 2017: 143–47.

40

Panchal, Tirth M. et al. 2017. A Methodological Review on Bio-Lubricants from Vegetable Oil Based Resources. Renewable and Sustainable Energy Reviews 70(November 2016): 65–70. http://dx.doi.org/10.1016/j.rser.2016.11.105.

Pertamina, Pelumas. “Industrial Gear Oils, Hidraulic Oils & Turbine Oils.”

Pratama, Alfiansyah Aji. 2019. Proses Pembuatan Minyak Pelumas Mineral. 11(1):

19–24.

Purwanto, Edy, Emma Savitri, and Aditya Sivananda. 2011. Temperature and Acetic Acid Concentration Optimation in the Epoxidation Reaction of Palm Oil Methyl Ester. 5(2): 769–74.

Putra, Richie Adi, Renisa Ismayanti, and Duma Kalista W Agam. 2018. Sintesis Metil Ester Sulfonat Melalui Sulfonasi Metil Ester Minyak Kedelai Untuk Aplikasi Chemical Flooding. Jurnal Sains Materi Indonesia 19(No.2): 77–82.

Riyanto, Rahmat Fajar, Daniel, and Saibun Sitorus. 2017. Pemanfaatan Karbon Aktif Dari Arang Tempurung Kelapa Sebagai Katalis Pada Sintesis N-Butik Ester Dari Minyak Jelantah. Prosiding Seminar Nasional Kimia 2017 (ISBN 978-602- 50942-0-0): 159–63.

Sartika, Ratna Ayu Dewi. 2018. Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Aam Lemak Trans terhadap Kesehatan. Depok: Universitas Indonesia.

Sembiring, Meiliata Tryana dan Tuti Sarma, S. 2003. Arang Aktif (Pengenalandan Proses Pembuatannya). USU Digital Library, Indonesia, hal 1-9.

Sharma, Rajesh V., and Ajay K. Dalai. 2013. Synthesis of Bio-Lubricant from Epoxy Canola Oil Using Sulfated Ti-SBA-15 Catalyst. Applied Catalysis B:

Environmental 142–143: 604–14.

http://dx.doi.org/10.1016/j.apcatb.2013.06.001.

Sianturi, Daniel. 2013. Studi Perlakuan Tandan Kosong Kelaoa Sawit Pembuatan Komposit Polimer Busa Serta Analisa Hasil Uji Statik. Skripsi Medan : Universitas Sumatera Utara.

Sidabutar, Elizabeth D.C., M. Nur Faniudin, and M. Said. 2013. Pengaruh Rasio Reaktan Dan Jumlah Katalis Terhadap Konversi Minyak Jagung Menjadi Metil Ester. Jurnal Teknik Kimia 19(1): 40–49.

Sinaga, M. S., J. F. Simanjuntak, and O. Winda. 2019. Effect of Reaction Time and Catalyst Concentration on Making of Epoxy Compounds Using Sulphuric Acid

41

Catalyst Based on Crystallized Palm Fatty Acid Distillate. IOP Conference Series: Materials Science and Engineering 505(1): 0–6.

Sinaga, Mersi Suriani, Yeni Listiana, and hilde rosa Tampubolon. 2017. Pembuatan Epoksi Minyak Goreng Bekas (Effect Of Catalyst Concentration and Reaction Time To Epoxy Production From Waste Cooking. teknik kimia USU 6(3): 28–33.

Siskayanti, Rini, and Muhammad Engkos Kosim. 2017. Analisis Pengaruh Bahan Dasar Terhadap Indeks Viskositas Pelumas Berbagai Kekentalan. Jurnal Rekayasa Proses 11(2): 94–100.

Smisek M, Cerny. 1970. Activated carbon: Manufacture, properties and application.

New York: Elsevier Publishing Company.

Sukirno, Ir, and Dimas Rahadi Pitoyo. 2020. Utilization of Waste Cooking Oil to Synthesis of Trimethylolpropane Ester as Hydraulic Biolubricant. AIP Conference Proceedings 2255 (September).

Tampubolon, Hilde Rosa. 2017. Pembuatan Senyawa Epoksi dari Asam Lemak Tak Jenuh yang Berasal dari Kristalisasi Minyak Goreng Bekas. Skripsi. Medan:

Universitas Sumatera Utara.

Tehubijuluw, Hellna, I Wayan Sutapa, Mealan Lethuhur. 2014. Waste Cooking Oil Conversion To Biodiesel Catalized by Egg Shel of Purebred Chiken with Ethanol As A Solvent. EKSAKTA Vol. 14 No 1 Februari 2014,52-64.

Turco, Rosa et al. 2017. Synthesis of Biolubricant Basestocks from Epoxidized Soybean Oil. Catalysts 7(10).

Yanli, Noferi, Irdoni, Nirwana. 2016. Sintesis Biopelumas Dari Minyak Limbah Ikan Patin Pada Pengaruh Rasio Mol dan Waktu Reaksi. Jurnal Fakultas Teknik. Vol 3 No. 1.

Yi, Yap Chin. 2016. Synthesis of Solid Catalyst from Palm Empty Fruit Bunch by Using 4- Benzenediazonium Sulfonate Method for Production of Biodiesel.

Malaysia: Universiti Tunku Abdul Rahman

Yohanes, Heryoki, Wahyu Bahari Setianto, Gigih Atmaji, and Wahju Eko Widodo.

2013. Specification and Classification of Bio-Lubricant Base Fluid from Ring Opening of Epoxidized Methyl Oleate. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. ISSN: 1693-4393

Dokumen terkait