• Tidak ada hasil yang ditemukan

FLUIDA KERJA

Dalam dokumen BUKU ALAT PENUKAR KALOR (Halaman 187-192)

179

ukuran permukaan gaya pipa kapiler, Pengukuran yang paling sederhana adalah kenaikan h dalam pipa/pipa kapiler pada Gambar 9.5, yaitu

(9.6)

Dalam desain pipa kalor, perlu juga diketahui jari-jari efektif pori r, karena jari-jari efektif adalah salah satu parameter yang digunakan untuk menggambarkan kenaikan tekanan sebagai penggerak cairan [29,30]. Memang tidak mudah memperkirakan jari-jari efektif seperti pada wick sintered powder karena besarnya jari-jari tidak seragam.

180

Dan tekanan-terkanan tersebut dapat dirumuskan secara matematik:

(9.7) Persamaan di atas mengacu pada batas kapilaritas sumbu dan pembatasan yang jelas pada panas yang mampu dialirkan oleh pipa kalor bergantung pada fluida yang digunakan untuk rentang panas tertentu seperti pada Tabel 9.2. Apabila suatu kondisi melebihi dari batas kemampuan pipa kalor maka sumbu tidak mampu lagi untuk mengembalikan cairan menuju evaporator, hingga akhirnya evaporator mencapai titik paling kering yang menyebabkan evaporator kelebihan panas pada pipa kalor [33].

Table 9.2. Fluida kerja pada pipa kalor Fluida Titik leleh (oC) Titik didih pada

tekanan atm (°C) Suhu operasi (°C)

Helium -271 -261 -271 s.d. -269

Nitrogen -210 -196 -203 s.d. -160

Amonia -78 -33 -60 s.d. 100

Aseton -95 57 0 s.d. 120

Metanol -98 64 10 s.d. 130

Flutec PP2 -50 76 10 s.d. 160

Etanol -112 78 0 s.d. 130

Air 0 100 30 s.d. 200

Toluena -95 110 50 s.d. 200

Merkuri -39 361 250 s.d. 650

Natrium 98 892 600 s.d. 1200

Litium 179 1340 1000 s.d. 1800

Perak 960 2212 1800 s.d. 2300

Jika struktur sumbu mengantarkan cairan secara sempurna (merata), maka daya kapilaritas dari sebuah pori-pori sumbu sama halnya dengan persamaan 9.1 pada pengujian beda tekanan menggunakan pipa (kolom) sehingga dapat dituliskan menggunakan persamaan Young-Laplace:

(9.8) Dengan merata-ratakan geometri pori maka persamaan menjadi

(9.9)

181

dengan adalah tekanan permukaan, dan adalah jari-jari efektif pori. Tekanan pada cairan dibutuhkan untuk mendorong cairan dari kondenser menuju evaporator melalui sumbu yang dinyatakan dengan[34]:

(9.10)

dengan, adalah viskositas dinamik dari fluida, adalah fluks massa dari cairan dan diketahui dari adalah kalor laten dari penguapan cairan. dapat dikatakan sebagai panjang efektif dari panjang pipa kalor. adalah densitas cairan, adalah luas penampang sumbu, dan K adalah permeabilitas sumbu.

Sementara itu, untuk jatuh tekanan pada uap ( ) dapat disamakan dengan pipa kalor konvensional dengan menganggap aliran yang terjadi bersifat laminar [35].

(9.11) dengan adalah viskositas dinamik uap, adalah fluks massa uap, adalah massa jenis uap dan adalah radius butiran uap.

Tekanan hidrostatik ( ) dapat bernilai positif, negatif, atau nol bergantung pada orientasi penempatan pipa kalor. Tekanan hidrostatis dirumuskan sebagai:

(9.12) dengan adalah densitas cairan, g adalah percepatan gravitasi sedangkan adalah panjang total dari pipa kalor dan menunjukkan sudut penempatan pipa kalor dengan sumbu bidang horizontal. Dengan demikian, dari persamaan-persamaan di atas diperoleh suatu hubungan.

(9.13)

Dari persamaan di atas, terbukti bahwa metode yang paling efektif untuk menambah maksimum kalor masuk tanpa menyebabkan melewati batas kapilaritas adalah dengan mengurangi radius efektif pori sumbu ( ) dan menambah permeabilitas cairan K. Dengan begitu, penambahan batas kalor maksimum yang masuk pipa kalor dapat berpengaruh pada peningkatan konduktivitas termal ( ) dari pipa kalor, mengingat

(9.14)

182 Batasan kerja fluida

Untuk merancang fluida kerja pada pipa kalor, ada beberapa rentang suhu bagi fluida untuk dapat beroperasi. Suhu operasi ini ditentukan oleh batas perpindahan panas dari pipa kalor terhadap laju perpindahan kalornya. Pada laju perpindahan kalor yang rendah, rentang suhu operasi bisanya rendah, dengan batas atas suhu adalah titik didih fluida dan batas sonik. Rentang suhu operasi fluida akan mengecil seiring dengan laju perpindahan kalor bertambah. Pada laju perpindahan kalor tinggi, rentang suhu operasi dibatasi oleh penghentian daya kapilaritas yang sama dengan permulaan terjadinya entrainment (pengiringarusan), atau ketika permulaan sonik.

Jika batas suhu bawah ditentukan oleh batas sonik, maka pipa kalor yang bekerja di bawah batas suhu ini tidak akan berfungsi (kapilaritas tidak bekerja). Batas bawah ini dapat direndahkan lagi jika laju perpindahan kalor dikurangi.

Laju perpindahan kalor akhirnya akan mencapai titik ketika rentang suhu maksimum, dan dilambangkan sebagai T (Qmax) seperti pada Gambar 9.7 pada titik maksimum dari perpindahan kalor dilambangkan sebagai Qmax. Sebaliknya, setiap usaha yang dilakukan untuk menggunakan pipa kalor sebelum Qmax dan di bawah T(Qmax) maka pipa kalor tidak akan bekerja. Batasan kerja fluida dirumuskan oleh Dunn [32], dan Babin et al. [36] dalam:

Batasan sonik:

Batasan entrainment

Batasan pendidihan (titik didih atau dry out limit)

Batasan viskos:

183

Kecepatan Perpindahan panas

Temperatur

Batas Entrainment

Q Batas daya

kapilaritas

Batas Pendidihan

Batas Sonic

Qmax

T(Qmax) T(Qmax)

Gambar 9.7 Batasan fluida kerja

Dalam beberapa penelitian pipa kalor, selain fluida dasar yang digunakan sebagai fluida kerja, nanofluida juga digunakan untuk memberikan hasil koefisien perpindahan kalor yang lebih baik. Nanofluida adalah fluida dengan tambahan partikel berukuran nano (1 x 10-9 m) atau disebut juga nanopartikel. Nanofluida mempunyai sifat-sifat baru, sifat-sifat tersebut adalah gabungan antara sifat nanopartikel dan sifat fluida dasarnya. Sifat nanopartikel yang mempunyai koduktivitas termal yang lebih baik karena unsur utamanya adalah logam. Sejak diteliti pertama kali oleh Lee et.al [37], nanofluida mampu meningkatkan konduktivitas termal dari fluida dasarnya.

Pada nanofluida, fluida dapat menyatu dengan partikel nano dengan suspensi koloid. Koloid merupakan suatu bentuk campuran dua atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang cukup besar (1-100 nm), sehingga terkena efek Tyndall. Bersifat homogen berarti partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya, sehingga sulit untuk terjadi pengendapan. Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak dimiliki oleh campuran biasa. Koloid yang umum dalam kehidupan sehari-hari, beberapa contoh termasuk krim kocok, mayones, susu, mentega, gelatin, jelly, air berlumpur, plesteran, kaca berwarna, dan kertas.

Koloid dapat dibuat dari hampir setiap kombinasi gas, cair, dan padat. Partikel koloid yang dibuat disebut material terdispersi. Koloid terdiri atas partikel padat

184

terdispersi dalam gas disebut asap. Sementara itu, partikel cair terdispersi dalam gas disebut sebagai aerosol (kabut).

Partikel nano yang digunakan pada nanofluida bisanya partikel logam, oksida, karbida, atau carbon nanotubes. Fluida dasar yang digunakan dapat berupa air atau etilena glikol maupun fluida kerja yang sesuai dengan rentang kerja fluida seperti pada Tabel 9.3. Namun, tidak semua parikel nano dapat disatukan dengan semua jenis fluida dasar karena ada berapa jenis zat yang bersifat hidrofobik seperti partikel ZnO dengan etilena glikol.

Dalam dokumen BUKU ALAT PENUKAR KALOR (Halaman 187-192)

Dokumen terkait