BAB V ANALISA HIDROLOGI SEBAGAI KOMPONEN
5.2. Debit Drainase Sistem Polder
5.2.1. Hidrograf banjir
Hidrograf banjir dianalisis dengan metode Nakayatsu.
Metode ini dihitung berdasarkan data curah hujan harian maksimum 5 tahunan, sebagaimana sudah didapat dalam paragraf sebelumnya. Kemudian distribusi debit tersebut dalam kurun waktu tertentu. Hasil analisis sebagimana dalam tabel 5.6 berikut.
70
Tabel 5.6. Analisa Hidrograf Banjir Metode Nakayatsu
Q Rencana 5 th
I DATA III PERHITUNGAN DEBIT BANJIR
CA = 10,83 Km2 L < 15 Km -> Tg = 0.21*L^0.7 t UH 1 2 3 4 5 6 Q
L = 6,500 Km L > 15 Km -> Tg = 0.4 + 0.058*L (jam) (m3/dt) 60,255 15,553 11,021 8,755 7,416 0,000 (m3/dt)
= 1,397 0 0,000 0,000
R24 = 206,00 1 0,644 38,821 38,821
Re = 103,00 2 0,005 0,320 10,021 10,340
Tg = 0,779 3 0,000 0,008 0,082 7,101 7,191
Tp = 1,579 4 0,000 0,005 0,002 0,058 5,641 5,706
T 0.3 = 1,088 5 0,000 0,000 0,001 0,001 0,046 4,778 4,828
Qp = 1,927 6 0,000 0,000 0,000 0,001 0,001 0,039 0,000 0,041
7 0,0003 0,017 0,000 0,000 0,001 0,001 0,000 0,019
II PERHITUNGAN UNIT HIDROGRAF 8 0,0001 0,005 0,004 0,000 0,000 0,001 0,000 0,010
9 0,0000 0,002 0,001 0,003 0,000 0,000 0,000 0,006
t Lengkung Lengkung Lengkung Lengkung 10 0,0000 0,000 0,000 0,001 0,002 0,000 0,000 0,004
(jam) Naik Turun 1 Turun 2 Turun 3 11 0,0000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,002 0,000 0,003
0 12 0,0000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,001
1 0,644 13 0,0000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
2 0,005 14 0,0000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
3 0,000 15 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
4 0,000 16 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5 0,000 17 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
6 0,000 18 0,000 0,000 0,000 0,000
7 0,0003 19 0,000 0,000 0,000
8 0,0001 20 0,000 0,000
9 0,0000
10 0,0000
11 0,0000
12 0,0000
13 0,0000
14 0,0000
15 0,0000
16 0,0000
17 0,0000
18 0,0000
19 0,0000
20 0,0000
70
Gambar 5.1.Hidrograf Satuan Metode Nakayatsu
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Hidrograf Satuan Metode Nakayasu Q Rencana 5 Tahun
71
BAB VI
PASANG SURUT AIR LAUT
6.1.Mekanisme Terjadinya Pasang Surut
Menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
Untuk menjelaskan terjadinya pasang surut maka mula- mula dianggap bahwa bumi benar-benar bulat serta seluruh permukaannya ditutupi oleh lapisan air laut yang sama tebalnya sehingga didalam hal ini dapat diterapkan teori keseimbangan.
Pada setiap titik dimuka bumi akan terjadi pasang surut yang merupakan kombinasi dari beberapa komponen yang mempunyai amplitudo dan kecepatan sudut yang tertentu sesuai dengan gaya pembangkitnya. Pada keadaan sebenarnya bumi tidak semuanya ditutupi oleh air laut melainkan sebagian merupakan daratan dan juga kedalaman laut berbeda beda. Sebagai konsekwensi dari teori keseimbangan maka pasang surut akan terdiri dari beberapa komponen yang mempunyai kecepatan amplitudo dan kecepatan sudut tertentu, sama besarnya seperti yang diuraikan pada teori keseimbangan (www.digilib.itb.ac.id).
72
Dalam sebulan, variasi harian dari rentang pasang laut berubah secara sistematis terhadap siklus bulan. Rentang pasang laut juga bergantung pada bentuk perairan dan konfigurasi dasar samudera. Pasang laut merupakan hasil dari gaya gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi (bumi). Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, namun gaya gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (www.wikipedia.co.id).
6.2.Tipe Pasang Surut
Tipe pasut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap harinya. Hal ini disebabkan karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya pembangkit pasang surut. Jika suatu perairan mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasut harian tunggal (diurnal tides), namun jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, maka tipe pasutnya disebut tipe harian ganda (semidiurnal tides). Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara
73 tipe tunggal dan ganda disebut dengan tipe campuran (mixed tides) dan tipe pasut ini digolongkan menjadi dua bagian yaitu tipe campuran dominasi ganda dan tipe campuran dominasi tunggal (surbakti77.wordpress.com).
Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama. Di suatu daerah dalam satu hari dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam 4 tipe yaitu :
a. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasang surut jenis ini terdapat diselat Malaka sampai laut Andaman.
b. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasang surut tipe ini terjadi di perairan selat Karimata.
c. Pasang surut campuran condong keharian ganda(mixed tide prevalling semidiurnal)
Dalam satu hari terjad dua kali pasang san dua kali surut tetapi tinggi dan periodanya berbeda. Pasang surut jenis ini terdapat diperairan indonesia timur.
74
d. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevalling diurnal)
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan perioda yang berbeda.pasang surut ini terdapat di selat Kalimantan dan pantai utara Jawa Barat (Triatmodjo, 1999).
6.3.Komponen Harmonik Pasang Surut
Secara kuantitatif, tipe pasang surut suatu perairan dapat ditentukan oleh nisbah (perbandingan) antara amplitudo unsur- unsur pasang surut tunggal utama dengan amplitudo unsur-unsur pasang surut ganda utama. Nisbah ini dikenal sebagai bilangan Formhazl yang mempunyai formula sebagai berikut :
2 2
1 1
S M
O F K
... (.1)
Dimana :
F = Bilangan Formhazl.
O1 = Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan gaya tarik bulan.
K1 = Amplitudo komponen pasut tunggal utama yang disebabkan gaya tarik surya.
75 M2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama yang
disebabkan gaya tarik bulan.
S2 = Amplitudo komponen pasut ganda utama yang disebabkan gaya tarik surya.
Dengan demikian jika nilai F 0 ≤ F < 0,25 = Semi Diurnal
0,25 ≤ F <1,5 = Mixed type (semi diurnal dominant) 1,5 ≤ F < 3,0 = Mixed type (diurnal dominant) F ≥ 3,0 = Diurnal
Keadaan pasang surut (pasut) di wilayah perairan Nusantara ditentukan oleh penjalaran pasang surut dari Samudra Pasifik dan India serta morfologi pantai dan Batimeri perairan yang kompleks, dimana terdapat banyak selat, palung dan laut yang dangkal sampai sangat dalam (Wyrtki, 1961).
6.4.Pasang Surut Air Laut Sebagai Variabel Drainase
Pasang surut muka air laut sangat berpengaruh terhadap drainase. Pada saat muka air laut pasang daerah-daerah yang rendah akan tergenang air rob dari laut yang masuk melalui saluran/sungai dan sistem drainase. Pada saat pasang muka air laut bersamaaan dengan hujan, maka air hujan (banjir) akan terhambat masuk ke laut karena muka air laut yang tinggi. Oleh karena itu data pasang surut air laut merupakan parameter penting dalam perencanaan drainase.
76
Pengamatan pasang surut muka air laut dilakukan selama minimal 15 (lima belas) hari dan maksimal 30 (tiga puluh) hari secara berturut di lokasi penelitian dengan memakai papan baca/peilschaal dengan pembacaan tinggi muka air laut pada papan baca dilakukan setiap interval waktu 60 menit (1 jam). Disamping itu data pasang surut juga bisa didapatkan melalui data peramalan.
Pada sub bab ini disampaikan salah satu contoh analisa pasang surut dengan menggunakan data peramalan pasang surut selama 30 hari yaitu pada tanggal 1-30 Juli 2010. Berikut grafik elevasi muka air laut di lokasi penelitian.(gambar 6.1).
Gambar 6.1.Grafik Elevasi Muka Air
(Sumber : Hasil Analisis Stranas 2013)
Selanjutnya dengan data yang sama dianalisa menggunakan program peramalan pasang surut untuk mendapatkan parameter- parameter pasang surut di lokasi penelitian. Perhitungan konstituen
10 60 110
01 06 11 16 21 26 31
Elevasi Muka Air (cm)
Waktu (Januari 2006) Grafik Elevasi Muka Air di Lokasi Studi
77 pasang surut dilakukan dengan menggunakan metode Least Square, meliputi 9 konstituen.
Tabel 6.1.Komponen Pasang Surut
Sumber : Hasil Analisis Stranas 2013
Masing-masing komponen pasang surut merupakan;
A : Amplitudo (cm) g : Beda fase (0)
S0 : Elevasi muka air laut rata-rata terhadap nol rambu ukur (cm) M2 : Komponen utama bulan (semi diurnal) (cm)
S2 : Komponen utama matahari (semi diurnal) (cm) N2 : Komponen eliptis bulan (cm)
K1 : Komponen bulan (cm) K2 : Komponen bulan (cm)
O1 : Komponen utama bulan (semi diurnal) (cm) P1 : Komponen utama matahari (semi diurnal) (cm) M4 : Komponen utama bulan (semi diurnal) (cm) MS4 : Komponen utama matahari-bulan (cm)
Dengan menggunakan amplitude komponen-komponen pasang surut K1,O1,M2 dan S2 yang terdapat pada (tabel 6.1), maka dapat ditentukan jenis pasang surut.
78
27 . 67 3 . 4 26 . 5
28 . 11 2 .
21
F
Dari nilai NF dapat diketahui jenis pasang surut di lokasi pekerjaan adalah Diurnal Tide maksudnya dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Dengan konstanta sama dilakukan peramalan untuk masa 20 tahun sejak tanggal data peramalan (1 Juli 2010). Sehingga diperoleh elevasi-elevasi acuan pasang surut sebagai berikut:
Tabel 6.2.Elevasi Acuan Pasang Surut
Nilai Elevasi-elevasi Penting Elevasi (cm) Highest High Water Level (HHWL) 105.33 Mean High Water Spring (MHWS) 95.05 Mean High Water Level (MHWL) 79.85
Mean Sea Level (MSL) 58.69
Mean Low Water Level (MLWL) 38.09 Mean Low Water Spring (MLWS) 22.88 Lowest Low Water Level (LLWL) 12.74
Sumber : Hasil Analisis Stranas 2013
Dari elevasi-elevasi acuan pasang surut di atas didapat Zo sebesar +58,69 cm yang dijadikan sebagai acuan nol terhadap elevasi lainnya. Selanjutnya elevasi +0,00 diikatkan pada BM pelabuhan dan dikonversi memberikan elevasi acuan dalam perencanaan dimensi saluran yaitu sebesar +0,466 meter.
79
BAB VII
SIMULASI KAPASITAS KOLAM RETENSI DALAM SISTEM POLDER
7.1. Kolam Retensi
Fungsi dari kolam retensi adalah sebagai pengganti lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran dan dapat menampung air hujan. Oleh kerana ituletak dari kolam retensi harus lebih rendah dibandingkan dengan lahan pemukiman.
Selain fungsi di atas kolam retensi juga sebagai pengendali banjir, penyalur air, Pengolahan limbah dalam sistem drainase.
Pemilihan kolam retensi sebagai pengendali banjir diperlukan ketika saluran induk drainase bermuara pada lokasi yangtidak bisa secara gravitasi, seperti:
Dialirkan ke laut dengan elevasi pasang air laut yang tinggi
Melewati tanggul sungai besar dengan muka air sungai yang tinggi.
Lokasi dengan 2 faktor di atas menyebabkan saluran induk drainase mengalami efek backwater. Sehingga pada saat debit puncak pada drainase induk bersamaan dengan pasang air laut tertinggiakan menimbulkan luapan/banjir pada kawasan perkotaan di sekitar saluran induk drainase.
80
7.2.Tipe Kolam Retensi
Air yang dibuang dari kolam retensi dapat dialirkan secara gravitasi, namun untuk sungai/laut yang mempunyai elevasi lebih tinggi diperlukan pompa (non gravitasi).Beberapa tipe Kolam retensi antara lain:
1. Kolam retensi yang terletak disamping badan sungai Tipe ini memiliki bagian-bagian berupa kolam retensi, pintu inlet, bangunan pelimpah samping, pintu outlet, jalan akses menuju kolam retensi, ambang rendah di depan pintu outlet, saringan sampah dan kolam penangkap sedimen. Kolam retensi jenis ini cocok diterapkan apabila tersedia lahan yang luas untuk kolam retensi sehingga kapasitasnya bisa optimal. Keunggulan dari tipe ini adalah tidak mengganggu sistem aliran yang ada, mudah dalam pelaksanaan dan pemeliharaan.
Gambar 7.1.Kolam Retensi Tipe Di Samping Badan Sungai
(sumber: gilangrupaka.wordpress.com)
81 2. Kolam retensi yang terletak di dalam badan sungai
Kolam retensi jenis ini memiliki bagian-bagian berupa tanggul keliling, pintu outlet, bendung, saringan sampah dan kolam sedimen. Tipe ini diterapkan bila lahan untuk kolam retensi sulit didapat. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitas kolam yang terbatas, harus menunggu aliran air dari hulu, pelaksanaan lebih sulit dan pemeliharaan lebih mahal.
Gambar 7.2.Kolam Retensi Tipe Di Dalam Badan Sungai
(sumber: gilangrupaka.wordpress.com)
3. Kolam retensi storage memanjang
Kelengkapan sistem dari kolam retensi tipe ini adalah saluran yang panjang dan dalam serta cek dam atau bendung setempat. Tipe ini digunakan apabila lahan tidak tersedia sehingga harus mengoptimalkan saluran drainase yang ada. Kelemahan dari tipe ini adalah kapasitasnya
82
terbatas, menunggu aliran air yang ada dan pelaksanaannya lebih sulit.
Ukuran ideal suatu kolam retensi adalah dengan perbandingan panjang/lebar lebih besar dari 2:1. Sedang dua kutub aliran masuk (inlet) dan keluar (outlet) terletak kira- kira di ujung kolam berbentuk bulat telor itulah terdapat kedua ”mulut” masuk dan keluarnya (aliran) air.
Keuntungan yang diperoleh adalah bahwa dengan bentuk kolam yang memanjang semacam itu, ternyata sedimen relatif lebih cepat mengendap dan interaksi antar kehidupan (proses aktivitas biologis) di dalamnya juga menjadi lebih aktif karena terbentuknya air yang ‟terus bergerak, namun tetap dalam kondisi tenang. Tanaman tetentu dapat menstabilkan dinding kolam dan mendapat makanan (nutrient) yang larut dalam air.
Gambar 7.3.Kolam Retensi Tipe StorageMemanjang
(sumber: gilangrupaka.wordpress.com)
83 7.3.Simulasi Kapasitas Kolam Retensi
Pada paragraph sebelumnya disampaikan bahwa pembuangan air dari kolam retensi dapat lebih tinggi sehingga diperlukan pompa air. Pada paragraph ini disampaikan salah satu contoh simulasi air dalam kolam retensi dengan menggunakan pompa.
Gambar 7.4 menjelaskan suatu tandon (kolam retensi) yang menampung debit banjir (Qbanjir) dan pompa dengan kapasitas P.
Dimana selisih debit banjir dan debit pompa merupakan perubahan volume tandon.
Gambar 7.4.Skema Simulasi Kapasitas Kolam Retensi,Karakteristik Tandon dan Pompa
(Sumber: Hindarko, 2000)
84
Untuk simulasi diperlakukan hukum kontinuitas yaitu:
S = Vin + Vinf – Vout ... (7.1) Dimana:
S = Storage (Volume tandon)
Vin = Volume Inlet (masuk dari banjir) Vinf = Volume infiltrasi ke dalam kolam Vout = Volume keluar (pompa)
Bila volume dibuat untuk kurun waktu tertentu persamaan menjadi:
dS
dt
=
Vint
+
Vinft
−
Voutt
...
(7.2)dS
dt
= Qin + Qinf − P ...
(7.3)Karena dilindungi tanggul kedap air (sheet pile beton), Pada simulasi ini diasumsikan Qinf=0, Sehingga persamaan menjadi:
dS
dt
= Qin − P ...
(7.4) Dimana:dS/dt = laju perubahan volume tandon Qin = Debit air banjir (m3/dt)
P = Debit pompa (outlet) m3/dt
85 Untuk interval waktu t, persamaan perubahan volume tandon banjir dapat dituliskan:
S2 − S1 =
Qin 1+ Qin 22
t −
P1+P22
t ...
(7.5) 2S2−2S1 = Qin1 + Qin2 t− P1 + P2 t Qin1 + Qin2 t + 2S1−P1t = 2S2 + P2tPersamaan dikalikan 0,5 sehingga menjadi
0,5 Qin1 + Qin2 t + S1−0,5P1t = (S2 + 0,5P2t) ... (7.6) Persamaan tersebut digunakan sebagai dasar simulasi sebagaimana hasilnyadalam tabel 7.1.
86
Tabel 7.1.Hasil Simulasi Kolam Retensi
Sumber : Hasil Analisis Stranas 2013
Luas Tandon (A) = 6 ha
Elev Dasar Kolam = -3 m
Tinggi Tanggul = 0.3 m
Periode Waktu Routing Q Banjir 0,5(Q1+Q2)t Kapasitas Pompa 0,5 Pt S1 (S1-0,5 Pt) (S2+0,5 Pt) S2 EMA Tandon Freeboard
Routing (jam) (m3/detik) (m3) (m3/detik) (m3) (m3) (m3) (m3) (m3) (cm) (m)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
x 10 4 x 10 4
0 0 0
1 1 38.821 88490.337 4 7200 179997.500 172797.5 261287.837 254087.837 -2.500 -2.80000
2 2 10.340 31555.952 4 7200 254087.837 246887.84 278443.789 271243.789 -1.265 -1.56516
3 3 7.191 23214.531 4 7200 271243.789 264043.79 287258.320 280058.320 -0.979 -1.27923
4 4 5.706 18960.250 4 7200 280058.320 272858.32 291818.570 284618.570 -0.832 -1.13232
5 5 4.828 8764.204 4 7200 284618.570 277418.57 286182.774 278982.774 -0.756 -1.05632
6 6 0.041 108.102 4 7200 278982.774 271782.77 271890.876 264690.876 -0.850 -1.15025
7 7 0.019 51.490 2 3600 264690.876 261090.88 261142.366 257542.366 -1.088 -1.38844
8 8 0.010 28.776 2 3600 257542.366 253942.37 253971.142 250371.142 -1.208 -1.50759
9 9 0.006 18.291 2 3600 250371.142 246771.14 246789.433 243189.433 -1.327 -1.62711
10 10 0.004 13.587 1 1800 243189.433 241389.43 241403.020 239603.020 -1.447 -1.74680
11 11 0.003 7.799 1 1800 239603.020 237803.02 237810.819 236010.819 -1.507 -1.80657
12 12 0.00099991 1.800 1 1800 236010.819 234210.82 234212.619 232412.619 -1.566 -1.86644 = Diisi sesuai data
87 Keterangan Tabel 7.1
Kolom 1-2 :Waktu hujan sesuai dengan hidrograf banjir Kolom 3 :Debit banjir yang didapat dari analisis hidrologi Kolom 4 :Volume untuk interval debit yaitu tiap jam Kolom 5 :Kapasitas pompa yang diaplikasikan
Kolom 6-10 :Persamaan laju perubahan volume tendon/kolam retensi
Kolom 11 :Elevasi muka air tandon/kolam retensi
Kolom 12 :Ketinggian freeboard dari muka air tendon/kolam retensi
88
BAB VIII
HIDROULIKA SALURAN
8.1. Dimensi Saluran Drainase
Bentuk saluran drainase umumnya: trapesium, segi empat, bulat, setengah lingkaran, dan segitiga atau kombinasi dari masing- masing bentuk.
(1) Luas profil basah berbentuk lingkaran
Gambar 8.1.Profil Basah Berbentuk Lingkaran
𝑎 = 𝑟 sin
ɸ−18002
…
(8.1) Dimana :a = tinggi air (dalam m)
ɸ = sudut ketinggian air (dalam radial)= y r = jari-jari lingkaran (dalam m)
89
1 m 1 m
th B mh
h T
A = luas profil basah (dalam m2) = 1 2 𝑟2 ɸ𝑃
180− sinɸ
P = keliling basah (dalam m)= 𝑟 ɸ= 𝑟 .ɸ𝑃
180
(2) Luas profil basah berbentuk trapezium
Gambar 8.2.Profil Saluran Drainase Berbentuk Trapesium
Luas profil basah berbentuk trapesium dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut :
𝐴 =
𝐵+𝑇2
𝑋 ℎ ...
(8.2) Dimana :A = luas profil basah (m2) B = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi air di dalam saluran (m) T = (B + m h + t h) = lebar atas muka air m = kemiringan talud kanan
t = kemiringan talud kiri
90
(3) Luas profil basah berbentuk segitiga
Luas profil basah berbentuk segitiga dapat dinyatakan sebagai berikut :
Gambar 8.3.Profil Basah Berbentuk Segitiga
𝐴 =
12
𝑥 𝑇 𝑥 ℎ ...
(8.3) Dimana :A = luas profil basah (m2) B = 0 (nol)
h = tinggi air dalam saluran (m) T = ( B + m h + t h)
m = kemiringan talud kanan t = kemiringan talud kiri
h
91
h
B
(4) Luas profil basah berbentuk segiempat
Gambar8.4.Profil Basah Berbentuk Segiempat
Luas profil basah berbentuk segiempat dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
𝐴 = 𝐵 𝑥 ℎ …
(8.5) Dimana :A = luas profil basah (m2) B = lebar dasar saluran (m)
h = tinggi air di dalam saluran (m) T = B
m = 0 (nol) dan t = 0 (nol)
92
8.2. Kecepatan Aliran
Kecepatan saluran rata-rata dihitung dengan rumus Chezy, Bazin, Manning atau Strickler.
1) Rumus Chezy
𝑉 = 𝐶 𝑅𝐼 ...
(8.6) Dimana :V = kecepatan aliran dalam m/dt C = koefisien Chezy
R = jari-jari hidrolis dalam m A = profil basah saluran dalam m2 P = keliling basah dalam m
I = kemiringan dasar saluran 2) Rumus Bazin
Bazin mengusulkan rumus berikut ini :
𝐶 =
871+𝑔𝐵
𝑅
...
(8.7)Dengan gB adalah koefisien yang tergantung pada kekasaran dinding. Nilai gB untuk beberapa jenis dinding saluran dapat dilihat dalam tabel 8.1 dibawah ini.
93 Tabel 8.1.Koefisien Kekasaran Bazin
Jenis Dinding gB
Dinding sangat halus (semen) Dinding halus (papan, batu, bata) Dinding batu pecah
Dinding dinding sangat teratur Saluran tanah dengan kondisi biasa Saluran tanah dengan dasar batu pecah dan tebing rumput
0,06 0,16 0,46 0,85 1,30 1,75
Sumber : “Standar SK SNI M-18-1989-f,Metode Perhitungan Debit Banjir
3) Rumus Manning
Seorang ahli dari Islandia, Robert Manning mengusulkan rumus berikut:
𝐶 =
𝑖𝑛
𝑅
2 3...
(8.8)Dengan koefisien tersebut maka rumus kecepatan aliran menjadi :
𝑉 =
1𝑛
𝑅
2 3𝐼
1 2… (
8.9)Rumus ini dikenal dengan rumus Manning
94
Dimana :
n = Koefisien Manning dapat dilihat dalam tabel 8.2 R = Jari-jari hidrolis dalam m
A = Profil basah saluran dalam m2 P = Keliling basah dalam m l = Kemiringan dasar saluran
Tabel 8.2.Koefisien Kekasaran Manning
Bahan Koefisien Manning , n
Besi tuang lapis Kaca
Saluran beton Bata dilapis mortar Pasangan batu disemen Saluran tanah bersih Saluran tanah
Saluran dengan dasar batu dan tebing rumput
Saluran pada galian batu padas
0,01 0,010 0,013 0,015 0,025 0,022 0,030 0,040
0,040
Sumber: “Standar SK SNI M-18-1989-f,Metode Perhitungan Debit Banjir
4) Rumus Strickler
Strickler mencari hubungan antara nilai koefisien n dari rumus Manning sebagai fungsi dari dimensi material yang membentuk dinding saluran. Untuk dinding saluran dari
95 material yang tidak koheren, koefisien Strickler, ks diberikan oleh rumus :
𝑘𝑠= 1
𝑛, sehingga rumus kecepatan aliran menjadi :
V = ks R
2/3I
1/2...
(8.10)Apabila di dalam satu penampang saluran existing terdapat nilai kekasaran dinding atau koefisien Manning yang berbeda satu dengan lainnya, maka dicari nilai kekasaran equivalen (neq).
a) Rumus Kekasaran Dinding Equivalen (n)
Bila bentuk profil saluran seperti dalam gambar 8.5, maka untuk mencari nilai kekasaran dinding equivalen digunakan rumus :
Gambar 8.5.Penampang Profil Basah Majemuk
𝑛 =
𝑛𝑖2 32 3
𝑝2 3
...
(8.11)Dimana :
n = nilai kekasaran dinding equivalen
h n1
n2
n3
96
Pt = total keliling basah dalam m
ni = kekasaran dinding pada sub-profil basah i Pi = panjang keliling basah pada sub-profil basah i b) Rumus Aliran (Q)
Untuk menghitung debit profil majemuk existing pada saluran drainase perkotaan digunakan rumus kontinuitas dengan mengalikan luas profil basah dengan kecepatan rata-rata menggunakan rumus Manning dan koefisien kekasaran equivalen (neq). Rumus alirannya adalah sebagai berikut
𝑄
𝑡= 𝐴
𝑡 1𝑛𝑒𝑞
𝑅𝑡
2 3𝑆
1 2...
(8.12) Dimana :Qt = total dalam m3/dt
At = luas profil basah total dari masing-masing sub- profil basah dalam m2
Rt = total jari-jari hidraulis dari masing-masing sub- profil basah dalam m
S = kemiringan rata-rata dasar saluran
Neg = kekasaran dinding equivalen yang nilainya dinyatakan dalam persamaan :
𝑛𝑒𝑞 = 𝐴𝑡(𝑅𝑡)2 31
𝑛 𝑡𝐴𝑖𝑅𝑖2 3 𝑛𝑖=1
…(8.13)
97 Aliran kritis, sub-kritis dan super-kritis dinyatakan dengan bilangan Froude. Aliran kritis apabila Froude number, Fr = 1;
aliran sub-kritis apabila Froude number, Fr < 1 dan aliran super kritis apabila Froude Number, Fr > 1.
Froude number,
𝐹𝑟 =
𝑉𝑔𝐷
...
(8.14) Dimana :V = kecepatan aliran dalam m/dt
gD = cepat rambat gelombang dalam m/dt D =A
T = kedalaman hidroulis dalam m A = luas profil basah dalam m3
T = lebar muka air dari tampang saluran
1. Kala ulang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a) Kala ulang yang dipakai berdasarkan luas daerah
pengaliran saluran dan jenis kota yang akan direncanakan sistem drainasenya, seperti terlihat pada tabel berikut.
98
Tabel 8.3.Kala Ulang Berdasarkan Tipologi Kota
b) Untuk bangunan pelengkap dipakai kala ulang yang sama dengan sistem saluran dimana bangunan pelengkap ini berada ditambah 10 debit saluran.
c) Perhitungan curah hujan berdasarkan data hidrologi minimal 10 tahun terakhir (mengacu pada tata cara analisis curah hujan drainase perkotaan).
PerencanaansaluranjugaberpedomanpadaKriteriaPerencan aanBagianSaluran (KP.04) KriteriaPerencanaanIrigasi yang dikeluarkanDirektoratJenderalPengairan, 1986. Parameter yang berkaitandenganperencanaansaluraninisecaragarisbesaradalah :
Kecepatan maksimum dan minimum - Kecepatan Maksimum yang diijinkan :
Vmaks = Vb x A x B x C x D ... (8.15) Keterangan :
TIPILOGI KOTA
DAERAH TANGKAPAN AIR (Ha)
< 10 10 - 100 101 - 500 > 500 Kota
Metropolitan 2 Th 2 – 5 Th 5 – 10 Th 10 – 25
Th
Kota Besar 2 Th 2 – 5 Th 2 – 5 Th 5 – 20
Th
Kota Sedang 2 Th 2 – 5 Th 2 – 5 Th 5 – 10
Th
Kota Kecil 2 Th 2 Th 2 Th 2 – 5
Th
99 V maks : Kecepatan maksimum yang diijinksn , m/dt V b : Kecepatan dasar, m/dt
A : Faktor koreksi untuk angka pori permukaan sal B : Faktor koreksi untuk kedalaman air
C : Faktor koreksi untuk lengkung
D : Faktor D ditambahkan apabila banjir rencana dengan periode ulang yang tinggi ( D = 1 untuk periode ulang di bawah 10 tahun) dan kecepatan dasar yang diijinkan vba = vb x A
- Kecepatan minimum V min = 0.60 m/dt
Periode Ulang Dalam Tahun
Gambar 8.6.Koefisien Koreksi Untuk Berbagai Periode Ulang D
100
Tinggi muka air
Tinggi muka air rencana pada titik pertemuan 2 saluran drainase sebaiknya diambil sebagai berikut :
- Elevasi muka air yang sesuai dengan banjir dengan periode ulang 5 kali pertahun untuk sungai
- Muka air rencana untuk drainase yang tingkatnya lebih tinggi.
- Mean Sea Level (MSL) untuklaut
Koefisien kekasaran Strickler
Salah satu unsur geometris penampang saluran, koefisien strickler k merupakan hal penting yang perlu diperhatikan.
Besarnya koefisien strickler k biasanya tergantung pada hal- hal berikut :
- Kekasaran permukaan saluran - Ketidakteraturan permukaan saluran - Trase saluran
- Lebatnya vegetasi, panjang vegetasi - Sedimen
Makin tinggi kekasaran permukaan saluran akan menyebabkan rendahnya harga kekasaran strickler, sehingga bisa menyebabkan berkurangnya kecepatan.
Ketidakteraturan permukaan saluran akan menyebabkan perubahan terhadap luas penampang basah A dan panjang
101 keliling basah P. Pengaruh adanya vegetasi terhadap saluran akan menyebabkan berkurangnya koefisien kekasaran strickler. Kedalaman aliran dan kecepatan aliran akan membatasi pertumbuhan vegetasi didalam saluran.
Pemeliharaan selama masa eksploitasi terhadap permukaan saluran serta menjaga saluran agar bebas dari vegetasi akan sangat berpengaruh terhadap koefisien kekasaran Strickler.
Koefisien kekasaran Strickler untuk saluran tanah dan pasangan dapat dilihat tapda Tabel8.4 dan Tabel8.5berikut:
Tabel 8.4.Koefisien Kekasaran Strickler Untuk Saluran Tanah
Tabel 8.5.Harga Kekasaran Strickler Untuk Saluran Pasangan
8.2. Tinggi Jagaan dan Lebar Tanggul
Tinggi jagaan
Debit rencana m3/dt k m 1/3 . dt
Q > 10 45
5 < Q < 10 42,5
1 < Q < 5 40
Q < 1 35
Debit rencana m3/dt k m 1/3 . dt
Pasangan batu 60
Pasangan beton 70
Pasangan tanah 35 - 45