BAB II KAJIAN TEORI
G. Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah adalah seorang pelopor dalam penjelasannya tentang penentuan harga dalam hubungan nya dengan penawaran dan permintaan.
Schumpeter menuliskan: “ as regards the theory of the mechanism of pricing there is very little to report before the middle of the eighteen century.
Ibnu Taimiyah juga melakukan pembahasan mengenai pengaturan tingkat harga oleh pemerintah serta juga memberi perhatian pada monopoli, oligopoli, monopsoni, ide-ide yang sama tidak di temukan dalam tulisan Aquinas, dan juga tidak didalam skolastik dari abad-abad sesudahnya. Sebagai tambahan dari harga pasar, Ibnu Taimiyah juga membahas konsep-konsep keuntungan yang adil (just profit), upah (just wage), dan kompensasi yang adil (just compensation).
Ia menyatakan bahwa naik turunnya harga tidak selalu di sebabkan oleh tindakan tidak adil dari sebagian orang yang terlibat transaksi. Bisa jadi
38
penyebabnya adalah penawaran yang menurun akibat inefisiensi produksi, penurunan jumlah impor barang-barang yang di minta atau tekanan pasar. karena itu, jika permintaan terhadap barang meningkat sedangkan penawaran menurun, harga barang tersebut akan naik. Begitu pula sebaliknya. kelangkaan barang mungkin disebabkan oleh tindakan yang adil atau mungkin tindakan yang tidak adil.
Menurut Ibnu Taimiyah, penawaran bisa datang dari produksi domestik dan impor. Perubahan di gambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang di tawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan oleh selera dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah. Hal tersebut menunjukan pasar yang bersifat impersonal.
Dibedakan pula dua faktor penyebab pergeseran kurva penawaran dan permintaan, dan tekanan pasar yang otomatis dan perbuatan melanggar hukum dari penjual, misalnya penimbunan.34
Dalam konsep ekonomi islam penentuan harga dilakukan oleh kekuatan- kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran. Dalam dalam konsep islam, pertemuan permintaan dan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela, tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada tingkat harga tersebut.
Keadaan rela sama rela merupakan kebalikan dari keadaan aniaya, yaitu keadaan dimana salah satu pihak senang diatas kesedihan pihak lain. Dalam hal
34 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro ...,h. 143
39
harga. para ahli fiqih merumuskan sebagai the price of the equivalent. Konsep the price of equivalent ini mempunyai implikasi penting dalam ilmu ekonomi, yaitu keadaan pasar yang kompetitif.
Islam mengatur agar persaingan di pasar dilakukan adil. Setiap bentuk yang dapat menimbulkan ketidakadilan dilarang.
1. Talaqqi rukban dilarang karena perdagangan yang menyonsong di pinggir kota mendapat untung dari ketidaktahuan penjual dari kampong akan harga yang berlaku di kota. Mencegah masuknya pedagang desa masuk ke kota ini akan menimbulkan pasar yang tidak kompetitif.
2. Mengurangi timbangan dilarang karena barang dijual dengan harga yang sama untuk jumlah yang lebih sedikit.
3. Menyembunyikan barang cacat karena penjual mendapatkan harga baik untuk kualitas yang buruk.
4. Menukar kurma kering dengan kurma basah dilarang, karna takaran kurma basah ketika kering bisa jadi tidak sama dengan kurma kering yang di tukar.
5. Menukar satu takaran kurma-kurma kualitas bagus dengan takaran dua kualitas kurma sedang dilarang karena setiap kualitas kurma mempunyai harga pasarnya Rasullulah menyuruh menjual kurma yang satu, kemudian membeli yang lain dengan uang.35
35 Adiwarman karim, ekonomi mikro ..., h. 144
40
Ibnu Taimiyah menafsirkan tentang Rasulullah SAW yang menolak penetapan harga meskipun pengikutnya memintanya. Katanya ini adalah sebuah kasus khusus dan bukan merupakan aturan umum. Itu bukan merupakan laporan bahwa seseorang tidak boleh menjual atau melakukan sesuatu yang wajib dilakukan atau menetapkan harga melebihi kompensasi yang ekuivalen. Menurut Ibnu Taimiyah harga naik karena kekuatan pasar dan bukan karena ketidaksempurnaan dari pasar itu. Dalam kasus terjadinya kekurangan, misalnya menurunnya penawaran berkaitan dengan menurunnya produksi, bukan karena kasus penjual menimbun atau menyembunyikan penawaran. Ibnu Taimiyah membuktikan bahwa Rasulullah SAW sendiri menetapkan harga yang adil jika terjadi perselisihan antara dua orang, hal tersebut dapat diketahui dari kondisi berikut:36
1. Bila dalam kasus pembelajaran budaknya sendiri, ia mendekritkan bahwa harga yang adil (qimah al-adl) dari budak itu harus dipertimbangkan tanpa adanya tambahan atau pengurangan dan setiap orang harus diberi bagian dan budak itu harus dibebaskan.
2. Dilaporkan ketika terjadi perselisihan antara dua orang, satu pihak memiliki pohon yang sebagian tumbuh di tanah orang. Pemilik tanah menemukan adanya jejak langkah pemilik pohon diatas tananhnya, yang dirasa mengganggunya. Ia mengajukan masalah itu kepada Rasulullah SAW.
Rasulullah memerintahkan pemilik pohon itu untuk menjual pohon itu
36 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro ..., h. 153
41
kepada pemilik tanah dan menerima kompensasi atau ganti rugi yang adil kepadanya. Orang itu ternyata tak melakukan apa-apa. Kemudian Rasulullah SAW membolehkan pemilik tanah untuk menebang pohon tersebut dan ia memberikan kompensasi harganya kepada pemilik pohon. Setelah menceritakan dua kasus yang berbeda dalam bukunya Al-Hisbah, Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa Rasulullah saw pernah melakukan penetapan harga. Dalam dua kasus tersebut ia melanjutkan penjelasannya, jika harga itu bisa ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan satu orang saja, pastilah akan lebih logis kalau hal itu ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan publik atas produk makanan, pakaian dan perumahan karena kebutuhan umum itu jauh lebih penting ketimbang kebutuhan seorang individu. Salah satu alasan lagi kenapa Rasulullah SAW menolak menetapkan harga adalah, pada waktu itu tidak ada kelompok yang secara khusus hanya menjadi pedagang, di Madinah. Para penjual dan pedagang merupakan orang yang sama satu sama lain, tidak seorang pun bisa dipaksakan untuk menjual sesuatu. Karena penjualnya tidak bisa diidentifikasi secara khusus. Jika harga ditetapkan kepada siapa penetapan harga itu dipaksakan. Itulah sebabnya penetapan harga hanya mungkin dilakukan jika diketahui secara persis ada kelompok yang melakukan perdagangan dan bisnis yang manipulatif sehingga berakibat menaikkan harga. Dengan kondisi ini, tak ada alasan yang bisa digunakan untuk menetapkan harga. Sebab penetapan harga tidak bisa
42
dikenakan kepada seseorang yang tidak berfungsi sebagai supplyer sebab tidak akan berarti apa-apa atau tidak adil.