5 KETENTUAN TEKNIS
5.3. Jarak pandang dan jarak ruang bebas samping di tikungan
5.3.4. Jarak Pandang Mendahului
Direktorat Jenderal Bina Marga Pedoman Desain Geometrik Jalan, halaman: 58 Tabel 5-10. JPH Truk pada kelandaian normal dan koreksi kelandaian.
VD
(Km/h)
Jarak reaksi*)
(m)
Jarak rem*)
(m)
JPH
(normal) (m)
J
PH, (dibulatkan), mPada Turunan Pada Tanjakan
3% 6% 9% 3% 6% 9%
20 13,9 5,4 19 20 21 22 19 19 19
30 20,8 12,2 33 35 37 39 32 31 31
40 27,8 21,7 49 53 56 60 48 46 45
50 34,7 33,9 69 73 78 84 66 63 61
60 41,7 48,9 91 97 104 113 86 83 79
70 48,6 66,5 115 123 133 145 109 104 100
80 55,6 86,9 142 153 166 182 135 128 122
90 62,5 110,0 172 186 202 222 163 154 147
100 69,4 135,8 205 221 241 267 193 182 173
110 76,4 164,3 241 260 284 315 226 213 202
120 83,3 195,5 279 302 330 367 261 246 233
Sumber : Austroads 2016
Catatan : *) Berdasarkan waktu reaksi 2,5 detik dan perlambatan 2,84 m/detik2
Direktorat Jenderal Bina Marga Pedoman Desain Geometrik Jalan, halaman: 59 Gambar 5-9. Manuver Mendahului
Tabel 5-11. Elemen JPM untuk jalan 2/2-TT.
Komponen dari manuver mendahului
Rentang kecepatan arus (Km/Jam)
50-65 66-80 81-95 96-110
Kecepatan rata-rata mendahului (Km/Jam)
56,2 70,0 84,5 99,8
Awal manuver:
a =percepatan rata-rata t1 =waktu (detik)
d1=jarak yang ditempuh
2,25 3,6
45
2,30 4,0
66
2,37 4,3
89
2,41 4,5 113 Keberadaan pada lajur kanan:
t2 =waktu (detik)
d2 =jarak yang ditempuh
9,3 145
10,0 195
10,7 251
11,3 314 Panjang yang diizinkan:
d3 =jarak yang ditempuh 30 55 75 90
Kendaraan arah berlawanan:
d4 =jarak yang ditempuh 97 130 168 209
JPM = d1+d2+d3+d4 317 446 583 726
Sumber : AASHTO 2001, 2011, 2018
Tabel 5-12. Jarak pandang henti (JPM) VD
(Km/h)
Asumsi kecepatan kendaraan dalam arus (Km/Jam)
JPM (pembulatan)
Direktorat Jenderal Bina Marga Pedoman Desain Geometrik Jalan, halaman: 60
Sumber : AASHTO-2001
Hal ini digambarkan dalam Gambar 5-9 dan jarak pandang yang dipakai dalam desain ditunjukkan dalam Tabel 5-11 dan Tabel 5-12.
5.3.4.2. Frekuensi lajur-lajur mendahului
Sebagai pertimbangan umum, frekuensi adanya lajur mendahului ditentukan jika jarak pandang mendahului tidak bisa disediakan setidaknya setiap 5Km atau kecepatan operasional dibagi 20 (Km) adalah sebesar 3 sampai 5 menit waktu tempuh (Troutbeck, 1981), maka perlu dipertimbangkan adanya lajur mendahului.
Pada lokasi-lokasi dimana mendahului tidak diizinkan, marka garis marka jalan menerus harus dipasang sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No.34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan.
5.3.5. Jarak Pandang Aman (JPA)
JPH biasanya cukup untuk memungkinkan pengemudi yang kompeten dan waspada untuk berhenti dengan aman dalam keadaan biasa atau normal. Namun, jarak ini sering tidak cukup ketika pengemudi harus membuat keputusan yang kompleks atau instan atau ketika ada informasi yang sulit dipahami atau ketika diperlukan manuver yang tidak terduga. Membatasi jarak dengan hanya JPH
dapat menghalangi pengemudi melakukan manuver menghindar, yang seringkali berisiko. Bahkan, jika terdapat banyak alat pengatur lalu lintas, JPH mungkin tidak menyediakan jarak pandang yang cukup bagi pengemudi umumnya untuk mengantisipasi peringatan dini untuk melakukan manuver yang dibutuhkan secara aman. Jelas bahwa ada lokasi-lokasi yang membutuhkan jarak pandang yang lebih panjang. Dalam keadaan ini, jarak pandang aman (JPA) memberikan jarak visibilitas yang lebih panjang dari yang dibutuhkan pengemudi untuk berhenti.
JPA adalah jarak yang diperlukan bagi pengemudi untuk mendeteksi sumber atau kondisi informasi yang tidak terduga atau sulit dipahami dalam lingkungan jalan yang mungkin kurang teratur secara visual, mengenali kondisi atau ancaman potensial, memilih kecepatan dan jalur yang sesuai, dan memulai serta menyelesaikan manuver dengan aman dan efisien. Karena JPA mengantisipasi kemungkinan pengemudi melakukan kesalahan bermanuver pada kecepatan yang sama, maka JPA
memberi waktu yang lebih panjang dari hanya untuk berhenti, sehingga nilainya lebih besar dari JPH. Pengemudi membutuhkan JPA setiap kali ada kemungkinan kesalahan dalam penerimaan informasi, pengambilan keputusan, atau tindakan pencegahan.
Contoh lokasi kritis yang memungkinkan terjadinya kesalahan semacam ini dan perlu diterapkannya JPA, adalah lokasi persimpangan di mana bisa terjadi manuver yang tidak terduga, adanya perubahan dalam penampang melintang jalan seperti di plaza tol dan perubahan lebar jalur dan jumlah lajur jalan, area dimana dituntut perhatian pengemudi seperti banyaknya elemen jalan yang hadir, lalu
Kendaraan didahului Kendaraan mendahului (m)
30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
29 36 44 51 59 65 73 79 85 90
44 51 59 66 74 80 88 94 100 105
200 270 345 410 485 540 615 670 730 775
Direktorat Jenderal Bina Marga Pedoman Desain Geometrik Jalan, halaman: 61 lintas yang padat dan semerawut, banyak rambu-rambu dan iklan-iklan yang bermacam-macam tipe, dan warna.
JPA dalam Tabel 5-13 memberikan nilai JPA yang sesuai di lokasi kritis dan dapat digunakan sebagai kriteria dalam mengevaluasi kesesuaian jarak pandang yang tersedia di lokasi-lokasi ini. Karena keamanan tambahan dan ruang manuver yang disediakan, direkomendasikan bahwa JPA dipenuhi di lokasi-lokasi kritis, atau titik-titik kritis tersebut dipindahkan ke lokasi-lokasi lain yang dapat memenuhi JPA.
Jika pemenuhan JPA dianggap tidak tepat karena kelengkungan horizontal atau vertikal atau jika relokasi titik-titik kritis tidak mungkin dilakukan, maka agar pasang rambu-rambu dan atau marka yang sesuai untuk memberikan peringatan awal terhadap kondisi kritis yang mungkin ditemui.
Kriteria JPA untuk situasi yang umum telah dikembangkan dari data empiris (AASHTO, 2018). Nilai JPA bervariasi tergantung lokasi, baik di jalan Antarkota ataupun di jalan perkotaan, dan pada jenis manuver penghindaran yang diperlukan. Tabel 5-13 menunjukkan nilai JPA untuk berbagai situasi, nilainya dibulatkan untuk desain. Seperti terlihat bahwa jarak yang lebih pendek umumnya diperlukan untuk jalan Antarkota dan untuk lokasi-lokasi pemberhentian. Untuk manuver penghindaran yang diidentifikasi dalam tabel tersebut, waktu pra-manuver ditingkatkan lebih dari pra-manuver JPH untuk memberikan tambahan waktu bagi pengemudi mendeteksi dan mengenali jalan atau situasi lalu lintas, mengidentifikasi manuver alternatif, dan memulai respon di lokasi kritis di jalan. Komponen pra-manuver JPA menggunakan nilai berkisar antara 3,0 s.d. 9,1 detik.
Tabel 5-13. Jarak pandang aman (JPA) VD
(Km/Jam)
Jarak pandang aman, JPA (m)
A B C D E
50 60 70 80 90 100 110 120
70 95 115 140 170 200 235 265
155 195 235 280 325 370 420 470
145 170 200 230 270 315 330 360
170 205 235 270 315 355 380 415
195 235 275 315 360 400 430 470 Manuver menghindar tipe A: Berhenti di jalan Antarkota, dengan t=3,0detik
Manuver menghindar tipe B: Berhenti di jalan perkotaan, dengan t=9,1detik
Manuver menghindar tipe C: Pada perubahan kecepatan/lajur/arah di jalan Antarkota dengan 10,2< t <11,2 detik
Manuver menghindar tipe D: Pada perubahan kecepatan/lajur/arah di jalan pinggiran kota (suburban) dengan 12,1< t <12,9 detik
Manuver menghindar tipe E: Pada perubahan kecepatan/lajur/arah di jalan perkotaan dengan 14,0< t <14,5 detik
Jarak pengereman dari kecepatan desain ditambahkan ke komponen pra-manuver untuk manuver penghindaran A dan B (Tabel 5-13) seperti dihitung menggunakan Persamaan (5). Komponen pengereman dalam manuver penghindaran C, D, dan E diganti dengan jarak manuver berdasarkan waktu manuver antara 3,5 dan 4,5 detik, yang menurun dengan meningkatnya kecepatan sesuai dengan Persamaan (6).
JPA untuk manuver penghindaran tipe A dan B ditentukan oleh persamaan (5):
………..………..………..…… (5)
Direktorat Jenderal Bina Marga Pedoman Desain Geometrik Jalan, halaman: 62 Keterangan:
t adalah waktu pre-manuver, waktu VD adalah kecepatan desain, Km/Jam
a adalah perlambatan oleh pengemudi, m/detik2
JPA untuk manuver penghindaran tipe C, D, dan E ditentukan oleh persamaan (6):
………..….………..………..…… (6) Keterangan:
t adalah total waktu pre-manuver dan waktu manuver, detik VD adalah kecepatan desain, Km/Jam
Dalam menghitung dan mengukur JPA, kriteria ketinggian mata pengemudi adalah 1,08m dan tinggi objek adalah 0,60m yang digunakan untuk menentukan JPH, dalam hal ini juga diadopsi. Meskipun pengemudi harus dapat melihat keseluru
han situasi jalan, termasuk permukaan jalan, maka dasar pemikiran untuk ketinggian objek 0,60m berlaku untuk JPA seperti juga untuk JPH.