BAB III METODE PENELITIAN
C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
sampel pada penelitian terdahulu adalah cluster random sampling, sedangankan pada penelitian ini
menggunakan teknik sampel purposive
Penelitian ini menggunakan model Project Based
Learning (PjBL) sebagai variabel bebas dan problem solving sebagai variabel terikat.
Pada
penelitian ini menggunakan jenis
penelitian Quasi esperimen dan
menggunakan desain
penelitian non equivalen posttest only
No Nama Peneliti, Tahun, dan
Judul Penelitian
Persamaan Perbedaan Orisinalitas Penelitian
sampling.
d. Penelitian terdahulu menggunakan materi
penyajian data di kelas V SD sedangkan pada penelitian ini menggunakan materi biologi perubahan lingkungan kelas X IPA.
desain.
Pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling.
Penelitian dilakukan pada siswa kelas X IPA materi perubahan lingkungan di MAN 1 Jember 2 Rossy Agus
Triyanda, Wawan Setiawan, Eka Fitrajaya Rahman, dan Bahar
Nugraha Praja 2020.
Penerapan Model
Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) untuk Meningkatka n Keaktifan Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Pemodelan Perangkat Lunak Kelas XI di SMKN 4 Bandung
Model Project Based Learning (PjBL) sebagai variabel bebas.
a. Penelitian terdahulu menggunakan keaktifan belajar siswa sebagai variabel terikat
sedangkan penelitian ini menggunakan keterampilan memecahkan masalah (Problem solving) sebagai variabel
terikatnya.
b. Penelitian terdahulu merupaka penelitian tindakan kelas yang
menggunakan model yang dikembangkan oleh Kurt
No Nama Peneliti, Tahun, dan
Judul Penelitian
Persamaan Perbedaan Orisinalitas Penelitian
Lewin,
sedangkan pada penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif.
c. Pada penelitian terdahulu menggunkaan mata pelajaran Permodelan Perangkat Lunak kelas XI di SMKN 4 Bandung, sedangkan pada penelitian ini menggunakan materi
perubahan lingkungan pada mata pelajaran Biologi di Kelas X IPA di MAN 1 Jember.
3 Rahma Abida, 2017.
Pengaruh Model Project Based Learning (PjBL) Berbasis Teknologi Tepat Guna terhadap Keterampila n Berpikir Kreatif dan
a. Model Project Based Learning (PjBL) sebagai variabel bebas.
b. Metode yang digunakan adalah metode Quasy eksperimen.
c. Sampel yang
a. Pada penelitian sebelumnya menggunakan kemampuan berfikir tingkat tinggi dan reterensi sebagai
variabel terikat, sedangkan pada penelitian ini menggunakan kemampuan memecahkan masalah
No Nama Peneliti, Tahun, dan
Judul Penelitian
Persamaan Perbedaan Orisinalitas Penelitian
Retensi Kelas X SMAN 14 Bandar Lampung pada Materi Pencemaran Lingkungan
digunakan adalah siswa kelas X.
d. Materi yang digunakan adalah masalah lingkungan
(problem solving) sebagai
variabel terikat.
b. Design yang digunakan adalahdalam penelitian terdahulu adalah posttes- only control design,
sedangkan pada penelitian ini menggunakan design non- equivalen group posttest only design.
c. Pengambilan sampel yang digunakan menggunakan teknik Cluster random sampling, sedangkan pada penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling.
4 Maya Safitri 2019.
Pengaruh Model
Pembelajaran Project Based
Learning dan Problem
a. Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) sebagai variabel bebas.
a. Pada penelitian ini
menggunakan berfikir kritis matematis sebagai variabel terikat,
sedangkan pada penelitian ini
No Nama Peneliti, Tahun, dan
Judul Penelitian
Persamaan Perbedaan Orisinalitas Penelitian
Based Learning untuk Meningkatka n Berpikir Kreatif Matematis Siswa
b. Metode menggunaka n Quasy eksperimen.
menggunakan keterampilan memecahkan masalah (problem
solving) sebagai variabel terikat.
b. Pada penelitian terdahulu, selain menggunakan Project Based Learning (PjBL) sebagai model
pembelajaran juga
menggunakan model Problem Based Learing (PBL),
sedangkan pada penelitian ini hanya
menggunakan model
pembelajaran Project Based Learning (PjBL) saja sebagai variabel bebas.
c. Desain yang digunakan dalam penelitian terdahulu
menggunakan pretest-posttest only control design,
sedangkan pada penelitian ini
No Nama Peneliti, Tahun, dan
Judul Penelitian
Persamaan Perbedaan Orisinalitas Penelitian
menggunakan non-equivalen group posttest only design.
5 Raditya Ardani Hindriyanto, Sugeng Utaya, dan DwiyonoHari Utomo 2019.
Pengaruh Model Project Based Learning terhadap Problem solving Geografi
a. Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama- sama menggunaka n model pembelajaran PjBL
variabel bebas dan problem solving sebagai variabel terikat.
a. Perbedaan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah jika dalam penelitian ini
mernggunakan materi
perubahan lingkungan pada kelas X IPA MAN 1 Jember, sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan materi geografi.
b. Jika pada penelitian sebelumnya menggunakan desain
penelitian (non- equivalent control group desain), sedangkan di penelitian ini menggunakan non equivalen group posttest only desain.
3. Project Based Learning (PjBL)
a. Pengertian Project Based Learning (PjBL)
Pembelajaran Berbasis Proyek adalah metode pembelajaran yang menggunakan proyek/ kegiatan sebagai medianya. Siswa terlibat dalam penyelidikan, evaluasi, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.
Menurut Made Wena (2013: 145) dalam Suciani (2018) asas-asas PjBL adalah asas sentralitas, asas berfokus pada pertanyaan atau masalah, asas investigasi kontruktif atau desain, asas otonomi dan asas realistis.
Pembelajaran berbasis proyek memiliki sejarah panjang.
Dimulai pada awal 1900-an, John Dewey mendukung "belajar sambil melakukan". Perasaan ini juga tercermin dalam konstruktivisme dan konstruksionisme. Konstruktivisme (Perkins, 1991; Piaget, 1969; Vygotsky, 1978) menjelaskan bahwa individu mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi mereka dengan lingkungan, dan masing-masing dari individu mengkonstruksi pengetahuan secara berbeda. Oleh karena itu, individu belajar dengan melakukan penyelidikan, percakapan atau kegiatan dengan membangun pengetahuan baru berdasarkan pengetahuan mereka saat ini. Menurut Great (2002) Pembelajaran berbasis proyek menawarkan metode instruksional yang menarik untuk membuat peserta didik menjadi konstruktor pengetahuan yang aktif. Berakar
pada konstruktivisme, konstruksionisme dan pembelajaran kooperatif/kolaboratif, pembelajaran berbasis proyek memiliki dukungan teoretis yang kuat untuk pencapaian yang sukses.
Pembelajaran berbasis proyek merupakan metode belajar yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan menginterasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran ini dirancang untuk digunakan denagn masalah komplek yang perlu diselidiki dan dipahami siswa. Dalam pembelajaran PjBL, proses penelitian dimulai dengan mengajukan pertanyaan paanduan dan membimbing siswa dalam proyek kolaboratif yang mengintegrasikan disiplin (materi) ke dalam kurikulum. Setelah menjawab pertanyaan, siswa mampu melihat secara langsung berbagai elemen kunci dan prinsip yang berbeda dari bidang yang dipelajari. Menurut Darmadi (2017: 125) PjBL terdiri dari studi mendalam tentang masalah dunia nyata, di mana perhatian dan upaya siswa sangat berharga. Dikarenakan setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, pembelajaran berbasis proyek memberi siswa kesempatan untuk mengeksplorasi konten (materi) menggunakan jalur berbeda yang bernakna bagi mereka dan untuk bereksperimen bersama.
b. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek
Langkah-langkah pembelajaran Project Based Learning (PjBL) di dalam Natty (2019) meliputi memberikan pertanyaan sesuai topik pembelajaran, merencanakan proyek, menyusun jadwal aktivitas, mengawasi jalannya proyek, penilaian, dan evaluasi.
Adapun penjabaran dari keenam langkah tersebut yang digunakan sebagai landasan dalam pembelajaran Project Based Learning pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan yang dapat memberi penugasan pada siswa untuk melakukan suatu aktivitas. Topik harus membahas realita dunia nyata dan harus dimulai dengan penelitian terperinci.
2) Merencanakan proyek, siswa diharapkan merasakan rasa memiliki dalam proyek karena perencanaan dilakukan bersama oleh guru dan siswa sehingga siswa diharapkan akan merasa memiliki atas proyek tersebut. Diharapkan siswa bertanggung jawab atas proyek tersebut, karena perencanaan merupakan upaya kolaboratif antara guru dan siswa. Perencanaan memberikan informasi tentang aturan permainan, pilihan kegiatan yang membantu menjawab pertanyaan kunci dengan mengintegrasikan berbagai tema yang mendukung dan menginformasikan alat dan bahan untuk menyelesaikan proyek.
3) Menyusun jadwal aktivitas, Guru bersama dengan siswa menyusun jadwal kegiatan dalam menyelesaikan proyek. Waktu penyelesaian proyek harus jelas dan siswa akan diinstruksikan tentang bagaimana mengatur waktu yang tersedia. Siswa akan mencoba menemukan sesuatu yang baru, tetapi guru juga perlu mengingatkan apabila kegiatan siswa menyimpang dari tujuan proyek. Proyek yang dipimpin siswa adalah proyek yang membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya, sehingga siswa dapat mengerjakan proyek dalam kelompok di luar jam.
Selama kelas, siswa akan mempresentasikan hasil proyek mereka di depan kelas.
4) Mengawasi jalannya proyek, Guru akan melakukan monitor terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek.
Monitoring dilakukan dengan mendampingi siswa dalam setiap prosesnya. Dengan kata lain, guru berperan sebagai kegiatan siswa. Seorang guru mengajarkan siswa bagaimana bekerja dalam kelompok. Siswa dapat memilih perannya tanpa mengabaikan kepentingan kelompok.
5) Penilaian terhadap produk yang dihasilkan. Penilaian ini dilakukan untuk membantu guru mengukur ketercapaian standar, berfungsi sebagai penilain kemajuan setiap siswa, dan memberikan umpan balik tentang tingkat pemahaman yang dicapai dan membantu siswa dan guru dalam menyusun strategi
pembelajaran berikut. Penilaian produk dilakukan dengan meminta setiap kelompok mempresentasikan produk di depan kelompok lainnya secara bergantian.
6) Evaluasi, Pada akhir proses pembelajaran, guru dan siswa merefleksikan kegiatan dan hasil proyek yang sudah dilakukan.
Proses refleksi dilakukan secara individu atau kelompok. Pada tahap ini, siswa diminta untuk mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan proyek.
c. Karakteristik Model Project Based Learning (PjBL)
Adapun karakteristik dari model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) di dalam Darmadi (2017: 126) adalah sebagai berikut:
1) Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja 2) Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada
peserta didik
3) Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan
4) Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan masalah
5) Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu
6) Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan
7) Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif 8) Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan
perubahan
9) Peran instruktur atau guru dalam pembelajaran berbasis proyek sebaiknya sebagai fasilitator, pelatih, penasehat dan perantara untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan daya iimajinasi, kreasi dan inovasi dari siswa.
d. Hambatan Implementasi Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)
Adapun hambatan dalam terlaksananya pembelajaran Project Based Learning di dalam Darmadi (2017 : 127) adalah sebagai berikut :
1) Pembelajaran berbasis proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek.
2) Banyak orang tua siswa yang merasa dirugikan, karena menambah biaya untuk memasuki sistem baru.
3) Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana instruktur memegang kelas utama di kelas. Ini merupakan suatu transisi yang sulit, terutama bagi instruktur yang kurang atau tidak menguasai teknologi.
e. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)
Dalam penerapan berbagai model pembelajaran, pasti dari masing-masing model memiliki kelebihan dan kekurangan ketika model tersebut dterapkan di kelas. Tidak terkecuali model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) ini, adapun kelebihan dan kekurangan model PjBL adalah :
1) Kelebihan
Menurut Susanti (2008) dalam Suciani (2018) adapun kelebihan dari PjBL diantaranya sebagai berikut :
a) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
b) Meningkatkan problem solving.
c) Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem yang kompleks.
d) Meningkatkan kolaborasi.
e) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
f) Meningkatkan keterampilan mengelola sumber.
g) Memberikan pengalaman kepada peseeta didik dalam pembelajaran dan praktik dalam mengorganiasi proyek, dan
membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
h) Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang untuk berkembang sesuai dunia nyata.
i) Melibatkan para peserta didik untuk belajar mengambil informasi dan menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, kemudian diimplementasikan di dunia nyata.
j) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik menikmati proses pembelajaran.
2) Kekurangan
Adapun kekurangan dalam model PjBL di dalam Suciani (2018: 78) salah satunya yaitu:
a) Kondisi kelas sedikit sulit dikondisikan dan menjadi tidak kondusif saat pelaksanaan proyek, karena adanya kebebasan pada peserta didik sehingga memberikan peluang untuk ribut dan diperlukan kecakapan guru dalam penguasaan dan pengelolaan kelas yang baik.
b) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
c) Adanya kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok.
4. Problem Solving
a. Pengertian Problem solving
Problem solving atau kemampuan pemecahan masalah adalah kegiatan menemukan cara atau metode melalui mengamati, memahami, mencoba, berspekulasi, menemukan, dan memeriksa kembali, menurut Suherman (2008) dalam Nurhayati (2020). Dengan menguasai kemampuan ini, siswa akan lebih mampu mengenal masalah di masa depan. Menurut Majid (2013) dalam Nurhayati (2020) kemampuan memecahkan masalah adalah cara menanamkan pemahaman dengan mendorong siswa untuk memperhatikan, meneliti masalah, berfikir kritis, dan menganalisis masalah untuk memecahkannya. Sumardiyono dalam Indarwati, dkk (2014: 19) mengungkapkan bahwa pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru dan asing. Pada dasarnya pemecahan masalah dalah proses yang dilalui seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya sampai masalah tersebut tidak lagi menjadi masalah.
Menurut Polya dalam Asfar dan Nur (2018: 26-27), pemecahan masalah merupakan suatu usaha untuk menemukan jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai tujuan yang tidak dapat begitu mudah segera dapat dicapai. Polya menekankan bahwa “untuk pemecahan suatu masalah yang berhasil harus disertakan upaya-upaya khusus yang duhubungkan dengan jenis-jenis persoalan sendiri serta
pertimbangan-pertimbangan mengenai isi yang dimaksudkan”.
Menurut G. Polya ada empat langkah untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jadi, pertama-tama pahami masalahnya, lalu buatlah rencana untuk menyelesaikan masalah, ketiga coba atau jalankan rencana, dan keempat lihat kembali hasilnya secara keseuruhan. Krulik dan Rudnik dalam Indarwati, dkk (2014: 20) juga mendefinisikan pemecahan masalah sebagai upaya individu untuk menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman untuk menemukan solusi dari masalah.
Dari beberapa definisi diatas, disimpulkan bahwa pemecahan suatu masalah adalah usaha mencari jalan keluar dari kesulitan dan mencapai tujuan yang tidak segera dicapai. Keterampilan pemecahan masalah membantu siswa mempertimbangkan perspektif yang berbeda dan membuat keputusan yang benar, hati-hati, metodis dan logis.
b. Langkah-langkah Problem Solving
Menurut Polya dalam Indarwati, dkk (2014: 20) langkah- langkah pemecahan masalah meliputi, memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah, dan melakukan pengecekan kembali semua langkah yang telah dikerjakan. Adapun penjabaran dari keempat langkah tersebut yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan suatu masalah pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Tahap pertama adalah tahap memahami soal (understanding).
Pada tahap pemahaman pertanyaan, seorang siswa yang memahami pertanyaan ditandai dengan mampu mengkontruksikan soal dan jawaban sebagai berikut: data atau informasi apa yang dapat diperoleh dari pertanyaan? Apa inti permasalahan dari pertanyaan yang memerlukan pemecahan?, adakah dalam pertanyaan itu rumus-rumus, gambar, grafik, tabel, atau tanda-tanda khusus?, adakah syarat-syarat penting yang perlu diperhatikan dalam soal?. Tujuan penilaian pada tahap pemahaman pertanyaan ini adalah siswa mampu menganalisis pertanyaan, untuk melihat apakah siswa memahami, serta siswa dapat menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dalam bentuk rumus, simbol, atau kata-kata sederhana.
Tahap kedua adalah tahap perencanaan (planning). Menurut Polya, selama tahap perencanaan, siswa harus dapat memikirkan langkah mana yang penting dan saling mendukung dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi. Kemampuan berpikir yang tepat hanya dapat diperoleh jika siswa telah diberikan pengetahuan sebelumnya yang cukup memadai dalam arti bahwa masalah yang dihadapi siswa bukan hal yang baru, tetapi sejenis atau mendekati. Pada tahap ini, siswa harus mencari konsep dan teori yang saling mendukung dan mencari rumus-rumus yang diperlukan.
Tahap ketiga adalah pelaksanaan rencana (solving), hal ini berarti tahap pelaksanaan rencana, ketika siswa siap untuk melakukan
perhitungan dengan semua data yang diperlukan. Kegiatan ini berisi konsep dan rumus atau persamaan yang sesuai. Pada tahap ini siswa harus mampu merumuskan pertanyaan yang lebih baku dan sistematis. Adapun rumus yang digunakan adalah rumus yang dapat digunakan adalah rumus yang dapat digunakan sesuai dengan yang digunakan pada soal, mengarahkan siswa untuk mulai memasukkan data. Setelahnya siswa menyelesaikan langkah perencanaan, mereka melanjutkan ke rencana solusi, dimana dimulai dengan masalah yang akan dibuktikan atau dipecahkan.
Tahap terakhir adalah tahap peninjauan kembali (checking), yang diharapkan dari keterampilan siswa dalam memecahkan masalah untuk tahap ini adalah siswa harusberusaha mengecek ulang dan siswa harus berhati-hati meninjau setiap langkah solusi.
Ketika merencanakan pemecahan masalah, siswa harus dapat menerapkan konsep dan rumus yang telah mereka pahami sebelumnya untuk mencapai solusi. Oleh karena itu, ketika merencanakan pemecahan masalah, siswa perlu mencapai kemampuan kognitif keempat (C4), dan tahap ini membutuhkan kemampuan analisis dan mengevaluasi (C5) yang baik. Langkah ini membutuhkan daya analisis siswa karena siswa perlu menyelesaikan masalah dengan benar. Informasi yang diterima tentang masalah tersebut harus lengkap dan memadai agar dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kemampuan evaluasi siswa juga sangat penting
dalam langkah ini, karena tidak bisa dipungkiri kemungkinan ada kesalahan dalam proses penyelesaiannya. Pada langkah terakhir, yakni akan meninjau kembali pemecahan masalah. Pada langkah ini, memungkinkan untuk mengidentifikasi konsep atau rumus baru yang muncul dalam proses pemecahan masalah. Jadi kreativitas/daya mencipta/ membuat (C6) dapat diketahui pada langkah terakhir penyelesaian masalah.
Setiap siswa memiliki proses pemecahan masalah yang berbeda dan menghadapi tantangan yang berbeda. Kesulitan yang dihadapi oleh siswa tergantung pada kemampuan kognitif mereka.
Kemampuan kognitif adalah kemampuan siswa dalam proses berpikir dan memecahkan masalah. Menurut Huda dalam Pradestya, dkk (2019) kualitas pendidikan yang baik diperoleh dengan menerapkan semua tingkat ranah kognitif dalam setiap pelajaran. Dalam taksonomi Bloom ranah kognitif yang sudah direvisi oleh Anderson, L.W. (2001) dalam Pradestya yaitu: mengingat, memahami/menger, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. Kesulitan setiap siswa tidak terlepas dari kemampuan kognitif siswa. Siswa akan berjuang jika tidak mencapai tingkatan kemampuan kognitif di atas. Hal ini terlihat dari cara siswa menggunakan kemampuan kognitifnya untuk memecahkan masalah. Pemecahan masalah adalah strategi kognitif yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari. Tujuan kognitif berfokus pada kemampuan berfikir, termasuk keterampilan intelektual
yang lebih sederhana dalam Ratnawulan dan Rusdiana (2014: 66).
Berpikir tentang pemecahan masalah berguna karena dua alasan.
Pertama, penekanan pada kontinitas dalam proses pemecahan masalah dapat diartikulasikan dengan cara bergerak dari keadaan awal ke keadaan akhir. Kedua, berpikir tentang pemecahan masalah adalah proses perpindahan dari satu keadaan ke keadaan lain yang memungkinkan pemahaman yang lebih besar. Masalah dapat diselesaikan dengan strategi umum. Karena kemampuan kognitif setiap siswa berbeda, pemecahan masalah untuk masalah mungkin berbeda dari siswa ke siswa. Hal ini tergantung pada seberapa banyak struktur pengetahuan yang dimiliki setiap siswa. Ada banyak solusi dan rumusan masalah “masalah tidak jelas” yang tidak universal.
Hanya ada satu solusi, dan ada juga “masalah yang terdefinisikan dengan baik” dan bersifat universal. Pemecahan masalah adalah kegiatan yang bertujuan untuk menemukan solusi dari masalah. Polya menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah salah satu aspek berpikir tingkat tinggi.
Tabel 2.2
Langkah-Langkah dan Indikator dari Pemecahan Masalah Polya Langkah-langkah Pemecahan
Masalah Polya
Indikator Problem solving Berdasarkan Langkah-langkah Polya
1. Memahami masalah Siswa menetapkan apa yang diketahui pada permasalahan dan apa yang ditanyakan.
2. Merencanakan Penyelesaian
Mengidentifikasi strategi-strategi pemecahan masalah yang sesuai untuk menyelesaikan masalah
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana
Melaksanakan penyelesaian soal sesuai dengan yang telah direncanakan.
Mengecek apakah hasil yang diperoleh sudah
4. Melakukan pengecekan kembali
sesuai dengan ketentuan dan tidak terjadi kotradiksi dengan yang ditanyakan. Ada empat hal penting yang dapat dijadikan pedoman dalam melaksanakan langkah ini, yaitu:
a) Mencocokan hasil yang diperoleh dengan hal yang ditanyakan.
b) Menginterpretasikan jawaban yang diperoleh.
c) Mengidentifikasi adakah cara lain untuk mendapatkan penyelesaian masalah.
d) Mengidentifikasi adakah jawaban atau hasil lain yang memenuhi.
Sumber: Indarwati, 2014
Berdasarkan langkah-langkah dari model pembelajaran Project Based Learning ( PjBL) dan problem solving, dapat dikatakan bahwa Project Based Learning (PjBL) berpengaruh terhadap problem solving, karena di dalam langkah-langkah PjBL terdapat indikator- indikator dalam problem solving.
5. Materi Perubahan Lingkungan
Materi perubahan lingkungan merupakan materi kelas X IPA tingkat SMA/MA/sederajat dengan Kompetensi Dasar (KD) 3.11 yang berisi menganalisis data perubahan lingkungan, penyebab, dan dampaknya bagi kehidupan dan 4.11 yang berisi merumuskan gagasan pemecahan masalah perubahan lingkungan yang terjadi di lingkungan sekitar.
a. Konsep Keseimbangan Lingkungan dan Penyebab Perubahan Lingkungan
Lingkungan hidup dapat diartikan sebagai lingkungan fisik yang mendukung kehidupan serta proses-proses yang terlibat dalam aliran energi dan siklus materi. Karenanya keseimbangan lingkungan secara alami dapat berlangsung apabila komponen yang terlibat dalam interaksi dapat berperan sesuai kondisi keseimbangan serta berlangsungnya aliran energi dan siklus biogeokimia.
Keseimbangan lingkungan dapat terganggu jika terjadi perubahan berupa pengurangan fungsi dari komponen atau hilangnya sebagian komponen yang dapat menyebabkan putusnya rantai makanan dalam ekosistem di lingkungan itu. Lingkungan yang seimbang memiliki daya lenting dan daya dukung yang tinggi. Daya lenting adalah daya untuk pulih kembali ke keadaan seimbang. Daya dukung adalah kemampuan lingkungan untuk dapat memenuhi kebutuhan sejumlah makhluk hidup agar dapat tumbuh dan berkembang secara wajar di dalamnya. Keseimbangan Iingkungan ini ditentukan oleh seimbangnya energi yang masuk dan energi yang digunakan, seimbangnya antara bahan makanan yang terbentuk dengan yang digunakan, seimbangnya antara faktor-faktor abiotik dengan faktor-faktor biotik. Gangguan terhadap salah satu faktor dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia sering