• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keisomeran pada senyawa koordinasi

Dalam dokumen BUKU KIMIA ANORGANIK pdf (Halaman 144-152)

BAB VII. SENYAWA KOORDINASI TUJUAN

2. Keisomeran pada senyawa koordinasi

Senyawa koordinasi memperlihatkan gejala keisomeran. Suatu senyawa yang rumus empiris sama namun memiliki struktur atau bentuk geometri yang berbeda disebut isomer. Pada senyawa koordinasi ada dua jenis keisomeran, yaitu isomer yang berkaitan dengan struktur (isomer struktur) dan isomer yang berkaitan dengan geometri ruang (isomer geometri). Berikut ini dijelaskan tentang keisomeran senyawa koordinasi.

a. Isomer stuktural ada dua macam, yaitu isomer koordinasi dan isomer

Isomer koordinasi terjadi jika pada dua senyawa koordinasi yang memiliki perbedaan posisi ligan yang diikatnya antara kompleks kation dan/atau kompleks anion

Contoh :

[Co(NH3)6][Cr(CN)6] dan [Co(CN)6][Cr(NH3)6] [Ni(C2H4)3][Co(SCN)4] dan [Ni(SCN)4][Co(C2H4)3] [Cr(NH3)5SO4]Br dan [Cr(NH3)5Br]SO4

Isomer pengikat terjadi jika pada struktur ion kompleksnya terdapat perbedaan minimal satu atom donor dalam ligan yang terikat pada atom pusat

Contoh:

Ion pentaminnitrokobalt(III) Ion pentaminnitritokobalt(III) klorida 2. Stereoisomer (Isomer Ruang)

Stereoisomer terjadi bila senyawa koordinasi memiliki rumus kimia sama (atom-atom yang terikat sama), tetapi berbeda susunan tiga dimensinya dalam ruang. Ada dua jenis stereoisomer, yaitu isomer geometri (cis-trans) dan isomer optik koordinasi

a. Isomer Geometri: Atom-atom atau sekelompok atom (ligan) berbeda posisinya mengelilingi atom pusat. Susunan ruang dari ligan yang terikat berbeda, membentuk posisi cis- (sisi sama) atau trans- (sisi berlawanan).

Contoh 1 :

Contoh 2 :

b. Isomer Optik terjadi karena perbedaan kemampuan memutar bidang cahaya terpolarisasi Terjadi pada spesi yang mempunyai bayangan setangkup satu sama lain (seperti bayangan telapak tangan kiri dan kanan) atau disebut enantiomer .

Setiap enantiomer memutar bidang cahaya terpolarisasi berlawanan arah. Salah satu enantiomer akan memutar cahaya terpolarisasi dengan sudut tertentu ke arah kanan , sehingga disebut juga isomer dextrorotator (dari bahasa latin dexter, “kanan”) atau (+) isomer.

Enantiomer yang lain akan memutar cahaya terpolarisasi dengan sudut tertentu ke arah kiri, sehingga disebut juga isomer levorotatory (dari bahasa latin laevus, “kiri”) atau (-) atau (-) isomer.

Contoh isomer optis :

Campuran rasemat /rasemik adalah campuran zat optis aktif yang mengandung dua stereoisomer dalam jumlah yang sama.

C.PROSES PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS BERDASARKAN TEORI IKATAN VALENSI

Terjadinya struktur geometri dapat dijelaskan dengan teori ikatan valensi, sebagai berikut :

1) Pada pembentukan senyawa koordinasi, atom-atom pusat harus menyediakan orbital-orbital kosong untuk ditempati oleh pasangan elektron bebas dari atom donor pada ligan.

2) Ketika menyediakan orbital-orbital kosong dapat terjadi dua hal, yaitu : - Tanpa melibatkan proses eksitasi elektron (promosi): seringkali menghasilkan senyawa koordinasi paramagnetik kecuali bila orbital d berisi elektron penuh

- Dengan melibatkan proses eksitasi elektron (promosi):

menghasilkan senyawa koordinasi paramagnetik dan diamagnetik tergantung jenis promosi, yaitu: pemasangan elektron dalam satu orbital, transfer elektron ke orbital yg lebih tinggi ataukah transfer elektron ke orbital yang lebih tinggi kemudian dilanjutkan dgn pemasangan elektron dalam orbital tersebut

3) Orbital-orbital kosong yang disediakan atom pusat mengalami hibridisasi ketika menerima pasangan elektron bebas dari atom donor pada ligan

4) Ligan berpengaruh terhadap bentuk hibridisasi, tergantung kekuatan ligan. Berikut ini deret spektrokimia yang merupakan deret kekuatan ligan

Contoh1:

Diketahui [NiCN4]2–, memiliki bilangan koordinasi 4 dengan struktur geometri segi empat planar . Nomor atom logam Ni = 28. Bagaimanakah proses hibridisasinya ?

Jawab :

Konfigurasi elektron atom Ni 28 Ni : [Ar] 3d8 4s2

Ni2+ : [Ar] 3d8

Berdasarkan proses hibridisasi di atas, elektron pada orbital 3d yang tadinya tidak berpasangan berpindah orbital (promosi) menjadi berpasangan, karena harus menyediakan orbital kosong yang akan digunakan oleh empat buah ligan CN-. Proses hibridisasi itu menghasilkan pencampuran orbital dsp2. Oleh karena semua elektron pada orbital 3d sudah berpasangan, maka ion kompleks tersebut bersifat diamagnetik.

Contoh 2:

Diketahui [NiCl4]2–, memiliki bilangan koordinasi 4 dengan struktur geometri tetrahedral . Nomor atom logam Ni = 28

Bagaimanakah proses hibridisasinya ? Jawab :

Konfigurasi elektron atom Ni 28 Ni : [Ar] 3d8 4s2 Ni2+ : [Ar] 3d8

Berdasarkan proses hibridisasi di atas, elektron-elektron pada orbital 3d yang tidak berpasangan tidak mengalami promosi. Orbital kosong yang disediakan untuk empat buah ligan Cl- adalah orbital 4s dan 4p, sehingga proses hibridisasi itu menghasilkan pencampuran orbital sp3. Oleh karena pada orbital 3d terdapat elektron yang tidak berpasangan , maka ion kompleks tersebut bersifat paramagnetik.

Contoh 3 :

Diketahui [CoF6]3–, memiliki bilangan koordinasi 6 dengan struktur geometri oktahedral . Nomor atom logam Co = 27

Bagaimanakah proses hibridisasinya ? Jawab :

Konfigurasi elektron atom Co 27 Co : [Ar] 3d7 4s2 Co3+ : [Ar] 3d7

Berdasarkan proses hibridisasi di atas, elektron-elektron pada orbital 3d yang tidak berpasangan tidak mengalami promosi. Orbital kosong yang disediakan untuk enam buah ligan F- adalah orbital 4s, 4p dan 4d, sehingga proses hibridisasi itu menghasilkan pencampuran orbital sp3d2. Oleh karena pada orbital 3d terdapat elektron yang tidak berpasangan , maka ion kompleks tersebut bersifat paramagnetik.

Contoh 4 :

Diketahui [Co(NH3)6]3+, memiliki bilangan koordinasi 6 dengan struktur geometri oktahedral . Nomor atom logam Co = 27

Bagaimanakah proses hibridisasinya ? Jawab :

Konfigurasi elektron atom Co 27 Co : [Ar] 3d7 4s2 Co3+ : [Ar] 3d7

Berdasarkan proses hibridisasi di atas, elektron pada orbital 3d yang tadinya tidak berpasangan berpindah orbital (promosi) menjadi berpasangan, karena harus menyediakan orbital kosong yang akan digunakan oleh enam buah ligan CN-. Proses hibridisasi itu menghasilkan pencampuran orbital d2sp3. Oleh karena semua elektron pada orbital 3d sudah berpasangan, maka ion kompleks tersebut bersifat diamagnetik.

Dari proses hibridisasi di atas dapat diperlihatkan bagaimana susunan elektron pada orbital d yang berpasangan ataupun tak berpasangan, sehingga dapat diprediksi bersifat diamagnetik ataukah paramagnetik.

Namun demikian, teori ikatan valensi tak dapat menjelaskan bagaimana terjadinya perubahan sifat kemagnetan senyawa koordinasi karena perubahan suhu, tidak dapat menjelaskan kestabilan senyawa koordinasi dan tidak dapat menjelaskan dengan baik tentang warna senyawa kompleks ion, misalnya: [Cr(H2O)6]3+, [Cr(H2O)4Cl2]+.

D.TEORI MEDAN KRISTAL

Teori ini diambil dari namanya yang menjelaskan perilaku ion logam transisi dalam kristal dan selanjutnya berlaku pula untuk senyawa kompleks.

Teori medan kristal mengabaikan ikatan kovalen dalam kompleks.

Diasumsikan bahwa kestabilan yang utama tergantung pada atraksi elektron antara muatan positif ion logam dan muatan negatif dari anion-anion ligan atau dipol-dipol. Selain itu hanya fokus terhadap energi pada orbital d (logam pusat).

Menurut teori medan kristal, ion logam berinteraksi secara elektrostatik dengan ligan (anion atau dipol) supaya stabil. Elektron – elektron bebas pada ligan saling berepulsi dengan elektron-elektron yang terdapat pada orbital d logam. Interaksi itu disebut medan kristal.

Medan kristal berpengaruh terhadap energi orbital, namun tidak semua berpengaruh sama terhadap orbital d. Ketika berinteraksi itu, ligan-ligan mendekati sepanjang sumbu x, y, z.

Dalam dokumen BUKU KIMIA ANORGANIK pdf (Halaman 144-152)

Dokumen terkait