• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pasal 208

(1) Dalam rangka penyelenggaraan Penataan Ruang secara partisipatif di daerah, dibentuk FPR.

(2) FPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk memberikan masukan dan pertimbangan dalam pelaksanaan Penataan Ruang.

(3) Anggota FPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di daerah terdiri atas Perangkat Daerah, asosiasi profesi, asosiasi akademisi dan tokoh Masyarakat.

(4) Pembentukan, susunan keanggotaan, tugas, fungsi dan tata kerja FPR dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait koordinasi penyelenggaraan Penataan Ruang.

BAB IX

KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 209

Ketentuan lain-lain dalam Peraturan Gubernur ini meliputi:

a. persyaratan dasar Perizinan Berusaha;

b. Kewajiban Pembangunan;

c. peninjauan kembali; dan

d. kegiatan untuk kepentingan umum.

Bagian Kesatu

Persyaratan Dasar Perizinan Berusaha Pasal 210

(1) Persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 huruf a terdiri atas:

a. KKKPR;

b. Perling; dan c. PBG dan SLF.

(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk kegiatan dan penggunaan Lahan pada fungsi utama dan fungsi penunjang.

(3) Persyaratan dasar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimohonkan melalui Sistem OSS.

Paragraf 1 KKKPR Pasal 211

(1) KKKPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (1) huruf a merupakan persyaratan dasar untuk Perizinan Berusaha yang diberikan berdasarkan kesesuaian rencana lokasi kegiatan Pemanfaatan Ruang dengan RDTR.

(2) KKKPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk dokumen elektronik yang disertai dengan tanda tangan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal KKKPR telah diterbitkan namun terjadi perubahan kegiatan dan penggunaan Lahan maka KKKPR harus diperbarui.

Pasal 212

(1) Pelaksanaan KKKPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) KKKPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pertimbangan dalam pelaksanaan revisi RDTR.

Paragraf 2 Perling Pasal 213

(1) Perling sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (1) huruf b terdiri atas:

a. SKKLH;

b. SPKPLH; dan c. SPPL.

Kegiatan dan penggunaan Lahan memenuhi Perling sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

SKKLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup dari suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

(4) SPKPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Surat Pernyataan Kesanggupan pengelolaan Lingkungan Hidup dari suatu rencana Usaha dan/ atau Kegiatan yang wajib UKL-UPL.

(5) Untuk kegiatan dan penggunaan Lahan yang tidak memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup dan tidak termasuk dalam kriteria wajib UKL-UPL dan Amdal, diterbitkan SPPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c yang diintegrasikan ke dalam NIB.

Paragraf 3 PBG dan SLF

Pasal 214

(1) PBG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 210 ayat (1) huruf c diberikan untuk kegiatan dan penggunaan Lahan berdasarkan fungsi atau subfungsi Bangunan Gedung dan Bangunan Prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 huruf b.

(2) PBG sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada bangunan yang belum atau sudah terbangun.

Pasal 215

(1) Pemanfaatan Bangunan Gedung dilakukan oleh pemilik dan/atau pengguna Bangunan Gedung setelah Bangunan Gedung tersebut mendapatkan SLF.

(2) Bangunan yang sudah terbangun dan belum memiliki PBG dan SLF dimohonkan secara bersamaan.

Pasal 216

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dasar Perizinan Berusaha diatur dengan Peraturan Gubernur.

Bagian Kedua

Kewajiban Pembangunan Pasal 217

(1) Kewajiban Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 209 huruf b diterapkan sebagai upaya gotong royong pelaksanaan pembangunan yang melibatkan Masyarakat dalam bentuk partisipasi dan peran serta dalam penyediaan dan peningkatan komponen daya duk-ung pelayanan infrastruktur, penyelesaian permasaLahan perkotaan, sarana kota dan fasilitas umum/fasilitas sosial.

(2) Kewajiban Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan bersamaan dengan pembayaran retribusi sebelum dilakukan penerbitan PBG dan dipungut oleh Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu.

(3) Besaran Kewajiban Pembangunan dikenakan berdasarkan kompleksitas usulan kegiatan Pemanfaatan Ruang.

Pasal 218

Kewajiban Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (1) diterapkan terhadap:

a. mendirikan bangunan baru;

b. penambahan luas lantai bangunan; dan/ atau

c. perubahan fungsi atau subfungsi Bangunan Gedung.

Pasal 219

(1) Kewajiban Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (1) termasuk kewajiban yang tertera dalam izin Pemanfaatan Ruang yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

(2) Kewajiban Pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali dan dievaluasi.

Pasal 220

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Kewajiban Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.

Bagian Ketiga Peninjauan Kembali

Pasal 221

(1) Jangka waktu dan peninjauan kembali RDTR WP Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

(2) Dalam hal terjadi perubahan lingkungan strategis, peninjauan kembali RDTR WP Provinsi DKI Jakarta dapat ditinjau lebih dari 1 (satu) kali dalam setiap periode 5 (lima) tahunan.

(3) Perubahan lingkungan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

a. bencana alam skala besar yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;

b. perubahan batas teritorial negara yang ditetapkan dengan undang-undang;

c. perubahan batas daerah yang ditetapkan dengan undang- undang; dan

d. perubahan kebijakan nasional dan kebijakan daerah yang bersifat strategis.

(4) Perubahan kebijakan nasional yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d yang memiliki implikasi pada Peninjauan Kembali Peraturan Gubernur tentang RDTR WP Provinsi DKI Jakarta dapat direkomendasikan oleh FPR.

(5) Rekomendasi FPR sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterbitkan berdasarkan kriteria:

a. penetapan kebijakan nasional yang bersifat strategis dalam peraturan perundang-undangan;

b. rencana pembangunan dan pengembangan objek vital nasional; dan/atau

c. lokasinya berbatasan dengan kabupaten/kota di sekitarnya.

Bagian Keempat

Kegiatan untuk Kepentingan Umum Pasal 222

Dalam hal kegiatan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, swasta dan/ atau yang dikerjasamakan belum termuat dalam Rencana Struktur Ruang, maka dapat dilaksanakan di seluruh WP Provinsi DKI Jakarta dengan dilengkapi kajian komprehensif/kajian kelaikan setelah mendapatkan pertimbangan dari FPRD dan Persetujuan Gubernur.

Pasal 223

Kegiatan dan penggunaan Lahan untuk Prasarana dan Sarana Umum, kegiatan yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum dan/ atau kepentingan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diperbolehkan pada seluruh Sub-Zona dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan daya dukung infrastruktur.

Pasal 224

(1) Kegiatan dan penggunaan Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 223 pada Lahan aset milik Pemerintah Pusat atau Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat diberikan Intensitas Pemanfaatan Ruang yang disesuaikan dengan kebutuhan.

(2) Disesuaikan dengan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan kajian yang mempertimbangkan kebutuhan Ruang, ketersediaan infrastruktur dan ketentuan tata bangunan.

Pasal 225

(1) Dalam hal terdapat kegiatan dan penggunaan Lahan yang tidak termuat dalam RDTR, perkembangan dinarnika pembangunan, pembaruan KBLI dan/ atau tidak diatur secara jelas dalam RDTR maka kegiatan dan penggunaan Lahan dapat dilaksanakan penyesuaian oleh Kepala Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Penataan Ruang dan Bangunan Gedung untuk dimintakan Persetujuan Gubernur sepanjang tidak bertentangan dengan kriteria performa dan kriteria perencanaan Sub-Zona sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII serta tidak menimbulkan dampak negatif terhadap sosial, ekonomi dan/ atau lingkungan.

(2) Dalam hal terdapat implementasi rencana Prasarana dan Sarana Umum, peningkatan radius tingkat layanan serta perkembangan dinamika pembangunan yang menjadi faktor performa Kawasan, maka Intensitas Pemanfaatan Ruang dan Intensitas Bonus pada Sub-Zona K-1, K-2 dan K-3 dapat dilakukan penyesuaian oleh Kepala Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Penataan Ruang dan Bangunan Gedung untuk dimintakan Persetujuan Gubernur.

BAB X

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 226

(1) Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan umum dan teknis terhadap pelaksanaan penyelenggaraan penataan WP Provinsi DKI Jakarta.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Perangkat Daerah yang menyelenggarakan urusan Penataan Ruang.

(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh aparat pengawas internal pemerintah.

BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN Pasal 227

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, maka:

a. semua Pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan RDTR disesuaikan dengan RDTR melalui kegiatan penyesuaian Pemanfaatan Ruang;

b. semua Peraturan Gubernur dan/atau Keputusan Gubernur yang berkaitan dengan pelaksanaan RDTR dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Gubernur ini;

c. semua perizinan Pemanfaatan Ruang, izin operasional atau izin usaha yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Gubernur ini dinyatakan masih tetap berlaku sampai masa berlaku berakhir;

d. semua kewajiban yang tertuang dalam perizinan Pemanfaatan Ruang yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Gubernur ini dinyatakan tetap berlaku; dan

e. semua Persetujuan Gubernur yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Gubernur ini masih dapat dipergunakan untuk proses perizinan.

Pasal 228

(1) Pemanfaatan Ruang yang tidak mematuhi ketentuan dalam Perizinan Pemanfaatan Ruang, izin operasional atau izin usaha yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Gubernur ini ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227 huruf c, maka terhadap pelaku pelanggaran Pemanfaatan Ruang dikenakan sanksi denda terhadap pelanggaran Pemanfaatan Ruang sebelumnya.

(2) Perizinan Pemanfaatan Ruang, izin operasional atau izin usaha yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Gubernur ini ditetapkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Gubernur ini, berlaku ketentuan:

a. Perizinan Pemanfaatan Ruang, izin operasional atau izin usaha tetap berlaku hingga masa berlakunya berakhir sepanjang kegiatan pembangunan telah dilaksanakan; dan b. Perizinan Pemanfaatan Ruang, izin operasional atau izin usaha

tetap berlaku hingga masa berlakunya berakhir sepanjang kegiatan belum atau sedang dalam proses pembangunan dengan kewajiban untuk menyesuaikan kegiatan pembangunan dengan kriteria performa dan kriteria perencanaan Sub-Zona sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang ditetapkan dalam Peraturan Gubernur ini.

(3) Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang dilaksanakan tanpa memiliki dokumen perizinan Pemanfaatan Ruang, izin operasional atau izin usaha sepanjang dapat dibuktikan penguasaan atas tanah dipercepat untuk mengajukan Perizinan Berusaha dan kepada pengguna Ruang dikenakan denda administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang dilaksanakan tanpa memiliki dokumen perizinan Pemanfaatan Ruang, izin operasional atau izin usaha yang tidak dapat membuktikan penguasaan atas tanah kegiatan Pemanfaatan Ruang ditertibkan dan terhadap pelanggar Pemanfaatan Ruang dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 229

Dalam hal Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 telah disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka terhadap Peraturan Gubernur ini wajib dilakukan penyesuaian.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP Pasal 230

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku:

a. Peraturan Gubernur Nomor 178 tahun 2015 tentang Penataan Kegiatan dalam Pemanfaatan Ruang (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2015 Nomor 63002); dan b. Peraturan Gubernur Nomor 28 Tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (Berita Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Tahun 2017 Nomor 62013).

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Dokumen terkait