BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
B. Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler & Keller (2009) dalam Arya (2014), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesan terhadap kinerja atau hasil suatu produk dan harapan-harapannya. Sedangkan menurut Rangkuti (2015), kepuasan konsumen adalah respon atau reaksi terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah penggunaan atau pemakaian.
Kepuasan (Satisfaction) berasal dari bahasa latin yaitu satis yang berarti
enough atau cukup dan facio yang berarti to do atau melakukan, sehingga
kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai. Sebuah kepuasan juga bisa didefinisikan sebagai persepsi terhadap sesuatu yang telah memenuhi harapannyFa. Oleh karena itu, seseorang tidak akan puas apabila mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi. Seseorang akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih besar dari yang diharapkan (Irawan, 2003 dalam Linakrisna, 2015).
2. Faktor-faktor Kepuasan Pelanggan
David W.Cravens (1996:234) mengatakan bahwa faktor yang mempngaruhi kepuasan pelangn adalah sistem pengiriman produk, performa produk/jasa, citra, hubungan harga-nilai, kinerja/prestasi karyawan, keunggulan dan keleahan pesaing. Sedangkan menurut Lupiyoadi (2001”158) menyatakan bahwa dalam menentukan tingkat kepuasan pelanggan, terdapat lima factor utama yang harus diperhatikan oleh
perusahaan yaitu : a. Kualitas Produk
Peserta akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukan bahwa roduk yang mereka gunakan berkualitas.
b. Kualitas pelayanan
Terutama untuk industry jasa. Peserta akan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang bak atau yang sesuai dengan yang diharapkan.
c. Emosional
Peserta akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu yang cenderung mempunyai tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan yang diperoleh bukan karena kualtas dari produk tetapi nilai sosial yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek tertentu. d. Harga
Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relative murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi kepada pelanggannya.
e. Biaya
Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya ambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa itu.
Kelima faktor diatas yang menjadikan indikator untuk mengukur kepuasan dan ketidak puasan peserta dalam mempersepsikan dan memberikan evaluasi terhadap produk jasa atau pelayanan yang diterima. Kepuasan dan
ketidak puasan peserta atas produk jasa akan berpengaruh pada pola perilaku selanjutnya yang ditunjukan setelah terjadi proses pembelian. 3. Teori dan Model Kepuasan
Teori dan model kepuasan sangat beragam, karena topik ini masih dikembangkan sehingga belum dicapai suatu kesepakatan tentang konsep, atau model yang paling efektif. Namun ada beberapa model yang paling banyak dijumpai dan digunakan (Tjiptono, 2002 dalam Linakrisna, 2015), yaitu:
a. Teori ekonomi mikro dalam teori ekonomi, dasar yang digunakan oleh seorang konsumen dalam melakukan alokasi sumber daya yang langka adalah kondisi dimana perbandingan antara kegunaan marginal (marginal
utility) dan harga masing-masing produk akan menjadi sama.
b. Perspektif psikologi, berdasarkan perspektif psikologi, terdapat dua model kepuasan konsumen, yaitu model kognitif dan model afektif.
1. Model kognitif
Pada model ini, penilaian konsumen didasarkan pada perbedaan antara suatu kumpulan dari kombinasi atribut yang dipandang ideal untuk individu dan persepsinya tentang kombinasi dan atribut yang sebenarnya. Berdasarkan model ini, kepuasan konsumen dapat dicapai melalui dua cara yakni mengubah penawaran perusahaan sehingga sesuai dengan yang ideal dan meyakinkan konsumen bahwa yang ideal tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam kaitannya dengan manajemen perguruan tinggi, perguruan tinggi harus dapat menawarkan dan mendemonstrasikan kepada calon mahasiswa baru bahwa perguruan tinggi tersebut mampu menyelenggarakan pendidikan yang bermutu kepada mahasiswa. Model ini juga memunculkan
tiga teori (Tse dalam Tjiptono, 2016), yaitu : 2. The expextancy of disconfirmitas model
Kepuasan konsumen ditentukan oleh adanya dua variable kognitif yaitu harapan sebelum membeli (pre-purchase expectation) mengenai kinerja yang diantisipasi suatu produk atau jasa dan perbedaan harapan sebelum membeli dan persepsi setelah membeli (post purchase perception). Dalam perguruan tinggi, kepuasan calon mahasiswa baru ditentukan oleh adanya harapan untuk mendapatkan pelayanan yang baik dan ideal sebelum menggunakan dan perbedaan antara harapan pelayanan yang ideal tersebut dengan persepsi yang ada setelah mendapatkan pelayanan yang diterima.
3. Equity theory
Konsumen akan merasa puas terhadap produk atau jasa yang dibeli jika hasil yang diperolehnya dengan pengeluaran yang digunakan dipandang sebagai sesuatu yang adil atau sama. Calon mahasiswa baru akan merasa puas jika pelayanan yang didapat dengan biaya pendaftaran yang dikeluarkan dipandang sebagai sesuatu yang adil.
4. Atribut theory
Dalam atribut theory, terdapat tiga faktor penyebab yang menentukan keberhasilan atau kegagalan hasil yang berkaitan dengan puas atau tidaknya konsumen terhadap pembelian produk, yaitu Stabilty (bersifat tetap atau adanya keanekaragaman yang bersifat sementara), locus casuality (berhubungan dengan konsumen), dan controbility (berasal dari kemauan konsumen sendiri atau disebabkan oleh faktor luar yang tidak dikendalikan). 5. Model afektif
terhadap suatu produk atau jasa tidak semata-mata berdasarkan perhitungan rasional, tapi juga berdasarkan kebutuhan subjektif, aspirasi, dan pengalaman. Fokus model ini lebih dititik beratkan pada tingkat aspirasi, perilaku belajar (learning behavior), emosi, apresiasi, dan suasana hati (mood). Istilah afeksi dalam kepuasan konsumen mengacu pada tingkat kepuasan yang dipengaruhi oleh perasaan positif dan negatif yang dihubungkan dengan produk atau jasa.
Afeksi dapat didefinisikan sebagai fenomena kelas mental yang secara unik dikarakteristikkan oleh pengalaman yang disadari, yaitu keadaan perasaan subjektif yang biasanya muncul bersama- sama dengan emosi dan suasana hati. Dalam kaitannya dengan perguruan tinggi, model kepuasan afektif yang muncul pada calon mahasiswa baru lebih pada kebutuhan subjektif dari calon mahasiswa baru, yaitu kebutuhan akan pendidikan tinggi yang dipengaruhi oleh perasan positif calon mahasiswa baru terhadap pelayanan yang didapat.
c. Perspektif TQM (Total Quality Mangement)
TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan bisnis yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan secara berkesinambungan atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya. Sistem manjemen ini berlandaskan pada usaha mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan konsumen dengan melibatkan seluruh anggota organisasi. Dari penjabaran di atas dapat diketahui bahwa macam-macam, teori, dan model kepuasan sangat beragam.
tinggi/universitas/fakultas dan program studi, secara kontinyu (berkelanjutan), TQM merupakan pendekatan yang tepat. TQM merupakan kegiatan pikiran (sikap, gagasan) dan kegiatan praktis (metoda, prosedur, teknik) yang mendorong perbaikan secara kontinyu. Sebagai suatu pendekatan, TQM mengupayakan agar penekanan institusi bergeser secara permanen dan „’shorter expediency‟‟ ke perbaikan mutu jangka panjang, inovasi, perbaikan dan perubahan yang terus menerus, perlu ditekankan. Disamping itu, unit-unit kerja yang melaksanakan dilibatkan dalam siklus perbaikan mutu yang berkelanjutan.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan
Telah banyak dilakukan riset untuk menentukan kepuasan pelanggan, walaupun ini bukanlah suatu pekerjaan mudah, namun perusahaan harus melaksanakannya agar pelanggan selalu merasa puas atas pelayanan yang diberikan. Menurut Utami (2018), upaya untuk mengukur kepuasan konsumen merupakan yang sukar, karena bergantung pada tingkat aspirasi dan harapan yang ada. Pelanggan yang kurang beruntung akan mengharap lebih banyak dari suatu perekonomian pada saat mereka melihat orang lain dengan standar hidup lebih baik.
Selain tingkat aspirasi juga cenderung menaik dengan berulangnya keberhasilan dan menurun karena tidak berhasil. Kepuasan Pelanggan dalam kaitannya dengan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, Tjiptono (2016) mengatakan bahwa ketidakpuasan pelanggan disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang relatif dapat dikendalikan perusahaan, misalnya karyawan yang kasar, jam karet, kesalahan pencatatan transaksi. Sebaliknya, faktor
eksternal yang di luar kendali perusahaan, seperti cuaca, gangguan pada infrastruktur umum, aktivitas kriminal, dan masalah pribadi pelanggan. Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam hal terjadi ketidakpuasan, ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan konsumen, yaitu:
a. Tidak melakukan apa-apa, pelanggan yang tidak puas tidak melakukan komplain, tetapi mereka praktis tidak akan membeli atau menggunakan jasa perusahaan yang bersangkutan lagi.
b. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggan yang tidak puas akan melakukan komplain atau tidak, yaitu:
1. Derajat kepentingan konsumsi yang dilakukan. 2. Tingkat ketidakpuasan pelanggan.
3. Manfaat yang diperoleh.
4. Pengetahuan dan pengalaman. 5. Sikap pelanggan terhadap keluhan.
6. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi. 7. Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, kepuasan pelanggan juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pelayanan.