BAB III HUKUM KIRCHOFF 1 DAN PEMBAGI ARUS
3.8 Kesimpulan
Dari praktikum diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Setelah kita melakukan percobaan tentang rangkaian paralel kita dapat menentukan besar tegangan dan arus yang melewati resistor, baik secara perhitungan maupun pengukuran.
2. Rangkaian paralel merupakan rangkaian yang disusun secara sejajar.
3. Jika hambatan yang dimiliki resistor sama maka tegangan akan terbagi sama kesetiap bagian, sedangkan jika resistor memiliki mhambatan berbeda antara satu dengan yang lain maka tegangan masing masing bagian akan berbeda pula.
4. Semakin besar hambatan total dari suatu rangkain maka semakin kecil arus yang mengalir dan belaku juga sebaliknya.
5. Dapat disimpulkan bahwa rangkaian resistor paralel nilai hambatannya lebih kecil dibandingkan rangkaian seri.
6. Dari perhitungan dengan menggunakan konsep hukumm pertama kirrcofh dapat diketahui nahwa jumlah kuat arus yang memasuki cabang sama dengan jumlah semua kuat arus yang meninggalkan cabang (imasuk=ikeluar).
23 Lampiran
β’ Berdasarkan hasil praktikum resistor yang di rangkai secara paralel didapatkan hasil praktikum pada tabel 3.1. pada tabel tersebut kita peroleh secara praktikum. Dari data yang kita peroleh pada tabel dapat kita analisa secara perhitungan teori sebagai berikut:
β’ V sumber1 = 1,5 Volt; R = 319,46 Ξ©
βͺ IR1 = π = 1,5 = 0,0047 π΄
π 319,46
βͺ VR1 = IR1. R = 0,0047 x 319,46 = 1,5 V
β’ V sumber2 = 3 Volt; R = 319,46 Ξ©
βͺ IR1 = π = 3 = 0,0094 π΄
π 319,46
βͺ VR1 = IR1. R = 0,0994 x 319,46 =3 V
β’ V sumber3 = 4,5 Volt; R = 319,46 Ξ©
βͺ IR1 = π = 4,5 = 0,014 π΄
π 319,46
βͺ VR1 = IR1. R = 0,014 x 319,46 =4,4 V
β’ V sumber4 = 6 Volt; R = 319,46 Ξ©
βͺ IR1 = π = 6 = 0,018 π΄
π 319,46
βͺ VR1 = IR1. R = 0,018 X 319,46 = 5,75 V
Dari tabel 3.1. dan perhitungan teori diatas kita dapatkan persentase nilai error dengan rumus % error = | π»π‘βπ»π |π₯ 100 %.
π»π‘
Keterangan Ht = Hasil teori Hp = Hasil praktikum
β’ IR1(teori) = 0,0047 π΄ ; IR1(praktikum) = 0,0044 π΄
% error = | π»π‘βπ»π |π₯ 100 %.
π»π‘
% error = | 0,0047β0,0044
|π₯ 100 %. = 0,06 %
0,0047
β’ IR1(teori) = 0,0094 π΄ ; IR1(praktikum) = 0,0088 π΄
% error = | π»π‘βπ»π |π₯ 100 %.
π»π‘
% error = | 0,0094β0,0088
|π₯ 100 %. = 0,06 %
0,0094
24
β’ IR1(teori) = 0,014 π΄ ; IR1(praktikum) = 0,013 π΄
% error = | π»π‘βπ»π |π₯ 100 %.
π»π‘
% error = | 0,014β0,013
|π₯ 100 %. = 0,07 %
0,014
β’ IR1(teori) = 0,018 π΄ ; IR1(praktikum) = 0,018 π΄
% error = | π»π‘βπ»π |π₯ 100 %.
π»π‘
% error = | 0,018β0,018
|π₯ 100 %. = 0 %
0,018
β’ VR1(teori) = 1,5 π ; VR1(praktikum) = 1,5 π
% error = | π»π‘βπ»π |π₯ 100 %.
π»π‘
% error = | 1,5 β1,5 |π₯ 100 %. = 0 %
1,5
β’ VR1(teori) = 3 π ; VR1(praktikum) = 3 π
% error = | π»π‘βπ»π |π₯ 100 %.
π»π‘
% error = | 3 β 3 |π₯ 100 %. = 0 %
3
β’ VR1(teori) = 4,4 π ; VR1(praktikum) = 4,5 π
% error = | π»π‘βπ»π |π₯ 100 %.
π»π‘
% error = | 4,4β4,5 |π₯ 100 %. = 0,02 %
4,4
β’ VR1(teori) = 5,75 π ; VR1(praktikum) = 6 π
% error = | π»π‘βπ»π |π₯ 100 %.
π»π‘
% error = | 5,75 β 6 |π₯ 100 %. = 0,04 %
5,75
β’ Berdasarkan tabel 3.2. dapat kita analisa secara perhitungan teori sebagai berikut
β’ V sumber1 = 1,5 Volt; R = 5454,54 Ξ©
β’ IR 1 = π
π = 1,5
5454,54 = 0,0002 A
β’ VR1 = IR1 x R = 0,0002 x 5454,54 = 1,1 V
β’ V sumber1 = 3 Volt; R = 5454,54 Ξ©
β’ IR 1 = π
π = 3
5454,54 = 0,0006 A
β’ VR1 = IR1 x R = 0,0006 x 5454,54 = 3,3 V
25
β’ V sumber1 = 4,5 Volt; R = 5454,54 Ξ©
β’ IR 1 = π
π = 4,5
5454,54 = 0,0008 A
β’ VR1 = IR1 x R = 0,0008 x 5454,54 = 4,4 V
β’ V sumber1 = 6 Volt; R = 5454,54 Ξ©
β’ IR 1 = π
π = 6
5454,54 = 0,001 A
β’ VR1 = IR1 x R = 0,001 x 5454,54 = 5,5 V
Dari tabel 3.2. dan perhitungan teori diatas kita dapatkan persentase nilai error dengan rumus % error = | π»π‘βπ»π |π₯ 100 %.
π»π‘
Keterangan:
Ht = Hasil teori Hp = Hasil praktikum
β’ IR2(teori) = 0,0002 π΄ ; IR2(praktikum) = 0,0003 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ x 100%
% error = 0,0002β0,0003
0,0002 x 100% = 0,5%
β’ IR2(teori) = 0,0006 π΄ ; IR2(praktikum) = 0,0005 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ x 100%
% error = 0,0006β0,0005
0,0006 x 100% = 0,16 %
β’ IR2(teori) = 0,0008 π΄ ; IR2(praktikum) = 0,0008 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ x 100%
% error = 0,0008β0,0008
0,0008 x 100% = 0 %
β’ IR2(teori) = 0,001 π΄ ; IR2(praktikum) = 0,0011 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ x 100%
% error = 0,001β0,0011
0,001 x 100% = 0,1 %
β’ VR2(teori) = 1,1 π΄ ; VR2(praktikum) = 1,5 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ x 100%
% error = 1,1β1,5
1,1 x 100% = 0,3%
26
β’ VR2(teori) = 3,3 π΄ ; VR2(praktikum) = 3 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ x 100%
% error = 3,3β3
3,3 x 100% = 0,09%
β’ VR2(teori) = 4,4 π΄ ; VR2(praktikum) = 4,4 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ x 100%
% error = 4,4β4,4
4,4 x 100% = 0 %
β’ VR2(teori) = 5,5 π΄ ; VR2(praktikum) = 6 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ x 100%
% error = 5,5β6
5,5 x 100% = 0,09 %
27
BAB IV
HUKUM KIRCHOFF 2 DAN PEMBAGI TEGANGAN
4.1 Maksud dan Tujuan
1. Mahasiswa dapat memahami penggunaan Hukum Kirchhoff 2 dan Pembagi Tegangan.
2. Mahasiswa dapat merangkai, mengukur dan menggunakan hasilnya untuk analisis rangkaian dengan benar.
4.2 Landasan Teori
Hukum tegangan Kirchhoff (Kirchhoffβs voltage law, disingkat KVL) menyatakan bahwa Jumlah aljabar seluruh tegangan mengelilingi sebuah jalan tertutup dalam sebuah rangkaian adalah nol. persamaan (4.1) memperlihatkan bentuk aljabar KVL.
βππ=1 π£π= 0 β π£1 + π£2 + π£3+. . . + π£π= 0 (4.1)
Gambar 4.1. Rangkaian pembagi tegangan
Dari hukum ohm dan hukum kirchoff 2 dihasilkan persamaan untuk rangkaian pembagi tegangan pada Gambar 4.1. Persamaan ini dapat diturunkan dari persamaan hukum ohm sehingga persamaannya menjadi seperti persamaan (4.4)
π = πΌπ (4.2)
28 π =
π . π (4.3)
π
Sehingga:
Vk = π π
π π‘ππ‘ππ Γ ππ (4.4)
Di mana ππ adalah tegangan pada resistor π π dan ππ merupakan tegangan sumber
4.3 Alat dan Bahan 1. Power Supply 2. Multimeter
3. Project board/bread board 4. Resistor
5. Jumper 6. PC
7. Software proteus 4.4 Gambar Rangkaian
Gambar 4.2. Rangkaian seri
29 4.5 Prosedur Kerja
1. Susunlah rangkaian listrik seperti Gambar 4.2
2. Naikkan tegangan dari tegangan minimum sampai dengan tegangan maksimum secara bertahap pada sumber tegangan
3. Catatlah besar tegangan dan arus pada Voltmeter dan Amperemeter setiap terjadi perubahan
4. Untuk menduga nilai hambatan tersebut, hitunglah nilai hambatan dengan menggunakan persamaan hukum ohm dan kirchoff. Hitunglah besar hambatan, tegangan, dan arus. Bandingkan dengan nilai hambatan pada tabel yang tertera.
5. Lakukan simulasi kedua rangkaiana diatas menggunakan proteus 4.6 Data percobaan
Rangkaian Seri
Tabel 4.1 Data hasil percobaan pertama
Tabel 4.2 Data hasil percobaan kedua
No Vsumber IR 2 VR 2 R1 R2 Rtotal
1 1,5 V 0,0007 A 1,57 V 12.000 Ξ© 10.000Ξ© 22.000Ξ© 2 3 V 0.00014 A 3,08 V 12.000 Ξ© 10.000Ξ© 22.000Ξ© 3 4,5 V 0,00021 A 4,57 V 12.000 Ξ© 10.000Ξ© 22.000Ξ© 4 6 V 0,00028 A 6,08 V 12.000 Ξ© 10.000Ξ© 22.000Ξ© Rata-rata 0,00033 A 3,83 V 12.000 Ξ© 10.000Ξ© 22.000Ξ©
No Vsumber IR 1 VR 1 R1 R2 Rtotal
1 1,5 V 0,00013 A 1,57 V 12.000 Ξ© 330 Ξ© 12.330Ξ© 2 3 V 0,00025 A 3,05 V 12.000 Ξ© 330 Ξ© 12.330Ξ© 3 4,5 V 0,00037 A 4,55 V 12.000 Ξ© 330 Ξ© 12.330Ξ© 4 6 V 0,00050 A 6,07 V 12.000 Ξ© 330 Ξ© 12.330Ξ© Rata-rata 0,000312 A 3,81 V 12.000 Ξ© 330 Ξ© 12.330Ξ©
30
Tabel 4.3 Data hasil percobaan ketiga
No Vsumber IR 3 VR 3 R1 R2 Rtotal
1 1,5 V 0,00015 A 1,59 V 330 Ξ© 10.000 Ξ© 10.330 Ξ© 2 3 V 0,00030 A 3,08 V 330 Ξ© 10.000 Ξ© 10.330 Ξ© 3 4,5 V 0,00044 A 4,57 V 330 Ξ© 10.000 Ξ© 10.330 Ξ© 4 6 V 0,00060 A 6,11 V 330 Ξ© 10.000 Ξ© 10.330 Ξ© Rata-rata 0,00037 A 3,84 V 330 Ξ© 10.000 Ξ© 10.330 Ξ©
31 4.7 Analisis Data
Percobaan diatas merupakan percobaan tentang rangkaian seri, Untuk mengetahui besar hambatan menggunakan hukum kirchoff II. Dengan mengukur resistor maka menggunakan multitester digital. Hasil yang didapatkan dari setiap nilai hambatan memiliki nilai yang berbeda- beda.
Pada hasil percobaan pertama menggunakan resistor 12.330 Ohm yang dirangkai secara seri dengan menggunakan tegangan sumber 1,5 V didapatkan hasil data IR1 = 0,00013 A dan VR1 = 1,57 V, lalu menggunakan tegangan sumber 3 V didapatkan hasil data IR1 = 0,00025 A dan VR1 = 3,05 V, lalu menggunakan tegangan sumber 4,5 V didapatkan data IR1 = 0,00037 A dan VR1 = 4,55 V. Dan menggunakan tegangan sumber 6 V didapatkan data IR1 = 0,00050 A dan VR1 = 6,07 V.
Pada hasil percobaan kedua menggunakan resistor 22.000 Ohm yang dirangkai secara seri. Dengan menggunakan tegangan sumber 1,5 V didapatkan hasil data IR2 = 0,0007 A dan VR2 = 1,57 V, lalu menggunakan tegangan sumber 3 V didapatkan data IR2 = 0,00014 A dan VR2 = 3,08 V, dan menggunakan tegangan sumber 4,5 V menghasilkan IR2= 0,00021 A dan VR2
= 4,57 V. Dan menggunakan tegangan sumber 6V menghasilkan IR2 = 0,00028A dan VR2 = 6,08 V
Pada hasil percobaan ketiga menggunakan resistor 10.330 Ohm yang dirangkai secara seri. Dengan menggunakan tegangan sumber 1,5 V didapatkan hasil data IR3 = 0,00015 A dan VR3 = 1,59 V, lalu menggunakan tegangan sumber 3 V didapatkan data IR3 = 0,00030 A dan VR3 = 3,08 V, dan menggunakan tegangan sumber 4,5 V menghasilkan IR3= 0,00044 A dan VR3
= 4,57 V. Dan menggunakan tegangan sumber 6V menghasilkan IR3 = 0,00060A dan VR2 = 6,11 V
Dari kedua percobaan diatas dapat diketahui bahwa semakin besar resistor yang digunakan maka arus yang dihasilkan semakin kecil dan tegangan yang dihasilkan semakin besar.
32 4.8 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan membuktikan bahwa :
1. hukum tegang kirrchof yaitu tegangan yang diberikan pada suatu rangkaian tertutup sama dengan penjumlahan tegangan jatuh
2. hukum arus kirrchof yaitu penjumlahan arus yang masuk satu simpul sama dengan penjumlahan arus yang meninggalkan simpul tersebut 3. sebelum melakukan pengukuran tegangan, hambatan, maupun
arusdengan multimeter harus dilakukan kalibrasi karena jika tidak maka nilainya akan berbeda
4. cara pengukuran tegangan menggunakan paralel (rangkaian tertutup) sedangkan mengukur arus menggunakan serial (rangkaian terbuka) apabila rangkaian terbuka akan merusak alat ukurnya
5. dari praktikum diatas dihitung nilai error 0 %, jadi dapat diambil kesimpulan bahwa nilai praktik dan nilai teori tidak berbeda
33 Lampiran
β’ Berdasarkan tabel 4.1 dapat kita analisa secara perhitungan teori sebagai berikut
β’ Vsumber 1 = 1,5 V ; R = 12.330 Ξ©
βͺ IR1 = π
π = 1,5
12.330 = 0,00012 A
βͺ VR1 = π π
π π‘ππ‘ππ x Vs = 12.000
12.330 x 1,5 = 1,45 V
β’ Vsumber 1 = 3 V ; R = 12.330 Ξ©
βͺ IR1 = π
π = 3
12.330 = 0,00024 A
βͺ VR1 = π π
π π‘ππ‘ππ x Vs = 12.000
12.330 x 3 = 2,92 V
β’ Vsumber 1 = 4,5 V ; R = 12.330 Ξ©
βͺ IR1 = π
π = 4,5
12.330 = 0,00036 A
βͺ VR1 = π π
π π‘ππ‘ππ x Vs = 12.000
12.330 x 4,5 = 4,38 V
β’ Vsumber 1 = 6 V ; R = 12.330 Ξ©
βͺ IR1 = π
π = 6
12.330 = 0,00048 A
βͺ VR1 = π π
π π‘ππ‘ππ x Vs = 12.000
12.330 x 6 = 5,83 V
Dari tabel 4.1 dan perhitungan teori diatas kita dapatkan persentase nilai error dengan rumus % error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
Keterangan:
Ht = Hasil teori Hp = Hasil praktikum
β’ IR1 (teori) = 0,00012 A ; IR1 (praktikum) = 0,00014 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 0,00012β0,00013
0,00012 π₯ 100% = 0,083%
β’ IR1 (teori) = 0,00024 A ; IR1 (praktikum) = 0,00025 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
34
% error = 0,00024β0,00025
0,00024 π₯ 100% = 0,041%
β’ IR1 (teori) = 0,00036 A ; IR1 (praktikum) = 0,00037 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 0,00036β0,00037
0,00036 π₯ 100% = 0,027%
β’ IR1 (teori) = 0,00048 A ; IR1 (praktikum) = 0,00050 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 0,00048β0,00050
0,00048 π₯ 100% = 0,041%
β’ VR2 (teori) = 1,45 A ; VR2 (praktikum) = 1,57 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 1,45β1,57
1,45 π₯ 100% = 0,08%
β’ VR2 (teori) = 2,92 A ; VR2 (praktikum) = 3,05 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 2,92β3,05
2,92 π₯ 100% = 0,04%
β’ VR2 (teori) = 4,38 A ; VR2 (praktikum) = 4,55 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 4,38β4,55
4,38 π₯ 100% = 0,03%
β’ VR2 (teori) = 5,83 A ; VR2 (praktikum) = 6,07 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 5,83β6,07
5,83 π₯ 100% = 0,04%
β’ Berdasarkan tabel 4.2 dapat kita analisa secara perhitungan teori sebagai berikut
β’ Vsumber 2 = 1,5 V ; R = 22.000 Ξ©
βͺ IR2 = π
π = 1,5
22.000 = 0,0006 A
βͺ VR2 = π π
π π‘ππ‘ππ x Vs = 10.000
22.000 x 1,5 = 0,68 V
35
β’ Vsumber 1 = 3 V ; R = 22.000 Ξ©
βͺ IR1 = π
π = 3
22.000 = 0,00013 A
βͺ VR1 = π π
π π‘ππ‘ππ x Vs = 10.000
22.000 x 3 = 1,36 V
β’ Vsumber 1 = 4,5 V ; R = 22.000 Ξ©
βͺ IR1 = π
π = 4,5
22.000 = 0,000020 A
βͺ VR1 = π π
π π‘ππ‘ππ x Vs = 10.000
22.000 x 4,5 = 2,04 V
β’ Vsumber 1 = 6 V ; R = 22.000 Ξ©
βͺ IR1 = π
π = 6
22.000 = 0,00027 A
βͺ VR1 = π π
π π‘ππ‘ππ x Vs = 10.000
22.000 x 6 = 2,73 V
Dari tabel 4.2 dan perhitungan teori diatas kita dapatkan persentase nilai error dengan rumus % error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
Keterangan:
Ht = Hasil teori Hp = Hasil praktikum
β’ IR2 (teori) = 0,0006 A ; IR2 (praktikum) = 0,0007 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 0,0006β0,0007
0,0006 π₯ 100% = 0,17%
β’ IR2 (teori) = 0,00013 A ; IR2 (praktikum) = 0,00014 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 0,00013β0,00014
0,00013 π₯ 100% = 0,07%
β’ IR2 (teori) = 0,00020 A ; IR2 (praktikum) = 0,00021 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 0,00020β0,00021
0,00020 π₯ 100% = 0,05%
36
β’ IR2 (teori) = 0,00027 A ; IR2 (praktikum) = 0,00028 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 0,00027β0,00028
0,00027 π₯ 100% = 0,04%
β’ VR2 (teori) = 0,68 A ; VR2 (praktikum) = 1,57 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 0,68β1,57
0,68 π₯ 100% = 0,89%
β’ VR2 (teori) = 1,36 A ; VR2 (praktikum) = 3,08 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 1,36β3,08
1,36 π₯ 100% = 1,26%
β’ VR2 (teori) = 2,04 A ; VR2 (praktikum) = 4,57 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 2,04β4,57
2,04 π₯ 100% = 1,24%
β’ VR2 (teori) = 2,73 A ; VR2 (praktikum) = 6,08 A
% error = π»π‘βπ»π
π»π‘ π₯ 100%
% error = 2,73β6,08
2,73 π₯ 100% = 1,22%
37
BAB V DIODA
5.1 Tujuan
1. Mahasiswa mengerti dan mengetahui bagaimana prinsip kerja dari dioda.
2. Mahasiswa mengetahui dioda bias maju dan mundur.
5.2 Landasan Teori
Sebuah dioda terdiri dari 2 macam semi konduktor ekstrinsik yaitu tipeN dan tipe P. Kedua macam tipe semikonduktor tersebut digabungkan dengan teknik tertentu sehingga menjadi komponen elektronika yang sering disebut sebagai dioda. Dari namanya βdiodaβ menunjukkan dua dan elektroda.
Gambar dua daerah semikonduktor pada dioda dan simbol dioda pada Gambar 5.1
Gambar5.1Katodadan Anoda pada Dioda
Satu sisi dari dioda disebut anoda, yang lain katoda. Katoda ada pada ujung depan dari segitiga. Komponen dioda sering berbentuk silinder kecil dan biasa diberi lingkaran pada katoda untuk menunjukkan posisi garis dalam lambang.
Ketika anoda mendapat tegangan yang lebih positif dari katoda, maka arus bisa mengalir dengan bebas. Dalam situasi ini dikatakan dioda dibias maju (forward bias). Kalau tegangan dibalikkan berarti katoda positif terhadap anoda, arus tidak bias mengalir kecuali suatu arus yang sangat kecil. Dalam situasi ini dikatakan dioda dibias mundur (reverse bias).
38
Arus yang mengalir ketika dioda dibias mundur disebut arus balik atau arus bocor dari dioda dan arus itu begitu kecil sehingga dalam kebanyakan rangkaian bisa diabaikan. Agar arus bisa mengalir pada keadaan forward bias, dioda harus diberi tegangan sebesar ~ 0,7 V pada dioda silicon, dan ~ 0,3 V pada dioda germanium. Dioda memiliki banyak jenis antara lain: dioda penyearah, light emiting dioda, photodioda, dioda zener, dioda varactor dan dioda Scotchy. Masing-masing dioda memiliki karakteristik tertentu.
5.3 Alat dan Bahan 1. Power Supply 2. Resistor 3. Dioda 4. AVO 5. Jumper
5.4 Gambar Rangkaian
Gambar 5.2. Rangkaian bias maju dan bias mundur
39 5.5 Prosedur Kerja
A. Menentukan karakteristik dioda bias maju.
1. Merakit rangkaian dioda dibias maju pada project board seperti Gambar 5.2.
2. Menghubungkan catu daya DC dengan rangkaian yang telah dirakit.
3. Mengatur tegangan masukan dengan nilai seperti tabel.
4. Mengukur nilai VD dan ID.
5. Mencatat hasil pengukuran.
6. Membuat grafik tegangan VD fungsi dari arus ID dari dioda yang dibias maju.
B. Menentukan karakteristik dioda bias mundur.
1. Merakit rangkaian dioda dibias mundur pada project board seperti dalam Gambar 5.2.
2. Menghubungkan catu daya DC dengan rangkaian yang telah dirakit.
3. Mengatur tegangan masukan dengan nilai seperti tabel.
4. Mengukur nilai VD dan ID.
5. Mencatat hasi pengukuran.
6. Membuat grafik tegangan VD fungsi dari arus ID dari dioda yang dibias mundur.
40 5.6 Data Percobaan
A. Tabel Data Bias Maju
Tabel 5.1 Data percobaan bias maju
No VD ID
1. 0 V 0 Β΅A
2. 0,1 V 0 Β΅A
3. 0,2 V 0 Β΅A
4. 0,3 V 2 Β΅A
5. 0,4 V 5 Β΅A
6. 0,5 V 10 Β΅A
7. 0,6 V 13 Β΅A
8. 0,7 V 16 Β΅A
Bias mundur
Tabel 5.2 Data percobaan bias mundur
No VD ID
1 0 V 0 Β΅A
2 0,2 V 0 Β΅A
3 0,4 V 0 Β΅A
4 0,6 V 0 Β΅A
5 0,8 V 0 Β΅A
6 1,0 V 0 Β΅A
7 1,2 V 0 Β΅A
8 1,4 V 0 Β΅A
9 1,6 V 0 Β΅A
41
10 1,8 V 0 Β΅A
11 2,0 V 0 Β΅A
B. Grafik
Grafik 5.1 Grafik bias maju
Bias Maju
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
0V 0,1V 0,2V 0,3V 0,4V 0,5V 0,6V 0,7V
ID
42 5.7 Analisis Data
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan menggunakan Dioda, dimana dioda memiliki duaterminal. Dioda adalah komponen aktif dua kutub yang pada umumnya bersifat semikonduktor, yang bisa dialiri arus listrik mengalir ke satu arah dan menghambat arus dari arah sebaliknya. Salah satu fungsi dari diode adalah penyearah arus listrik, mampu mengubah arus bolak-balik (AC) menjadi arus yang searah (DC).
Pada kondisi tegangan maju(forward bias) bagian anoda disambungkan dengan terminal positif sumber listrik dan bagian katoda disambungkan dengan terminal negative. Hilangnya penghalang-penghalang tersebut akan memungkinkan pergerakan elektron di dalam dioda, sehingga arus listrik dapat mengalir seperti pada rangkaian tertutup.
Pada kondisi tegangan mundur (reverse bias) bagian anoda disambungkan dengan terminal negatif sumber listrik dan bagian katoda disambungkan dengan terminal positif. Pemberian tegangan negatif akan membuat ion-ion negatif tertarik ke sisi katoda yang diberi tegangan positif, dan ion-ion positif tertarik ke sisi anoda yang diberi tegangan negatif. Akibatnya, arus listrik tidak dapat mengalir melalui dioda dan rangkaian diibaratkan menjadi rangkaian terbuka.
Pada praktikum yang dilakukan menggunakan cara bias maju dan didapatkan hasil 0V mempunyai arus 0 Β΅A, 0.1V mempunyai arus 0 Β΅A, 0.2Vmempunyai arus 0 Β΅A, 0.3V mempunyai arus 2 Β΅A, 0.4V mempunyai arus 5 Β΅A, 0.5V mempuyai arus 10 Β΅A, 0.6V mempunyai arus 13 Β΅A,dan 0.7V mempunyai arus 16 Β΅A.
Yang selanjutnya praktikum menggunakan cara bias mundur dan di dapatkan hasil 0 V mempunyai arus 0 Β΅A, 0,2 V mempunyai arus 0 Β΅A, 0,4 V mempunyai arus 0 Β΅A, 0,6 V mempunyai arus 0 Β΅A, 0,8 V mempunyai arus 0 Β΅A, 1,0 V mempunyai arus 0 Β΅A, 1,2 V mempunyai arus 0 Β΅A, 1,4 V mempunyai arus 0 Β΅A, 1,6 V mempunyai arus 0 Β΅A, 1,8 mempunyai arus 0 Β΅A, 2,0 V mempunyai arus 0 Β΅A
Pada percobaan diode dengan arus maju diketahui percobaan pertama, kedua, ketiga, keempat, kelima, keenam, ketujuh, dan kedelapan masing-
43
masing memiliki nilai yang berbeda tergantung dari tegangan yang ada, semakin besar tegangan maka arus yang dikeluarkan jua akan semakin besar.
Dan untuk peningkatan arusnya pun tidak berbeda jauh antar percobaan.
Untuk percobaan dengan arus mundur diketahui percobaan pertama hingga kesebelas tidak ada arus yang mengalir.
44 5.8 Kesimpulan
Dari praktikum diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dioda berfungsi untuk mengarahkan arus listrik mengalir ke satu arah dan menghambat arus listrik dari sebaliknya.
2. Dioda terbagi menjadi dua kondisi, yaitu bias maju dan bias mundur.
Dioda bias maju berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dari sisi P (kaki anoda) ke sisi N (kaki katoda) tanpa danya hambatan
3. Diode bias mundur ialah kondisi dimana arus listrik mengalir dari sisi N (kaki katoda) ke sisi P (kaki anoda).
4. Pada bias maju semakin besar sumber tegangan (Volt) maka arus yang dihasilkan semakin besar.
5. Pada diode bias mundur semakin besar sumber tegangan (Volt) akan semakin kecil aliran listrik yang dihasilkan.
45
BAB VI TRANSISTOR
6.1 Maksud dan Tujuan
1. Mahasiswa memahami dan mengetahui cara kerja transistor npn sebagai saklar.
2. Mahasiswa mampu merangkai rangkaian transistor sebagai saklar.
3. Mahasiswa mengukur dan mengalisis tegangan maupun arus basis, kolektor, dan emitor.
6.2 Landasan teori
Transistor merupakan suatu komponen semikonduktor yang dilapisi tiga lapisan semikonduktor NPN atau PNP. Transistor memiliki tiga terminal yang terdiri dari collector, basis, dan emitor. Salah satu fungsi dari transistor adalah sebagai saklar dengan memanfaatkan keadaan saturasi dan keadaan cut-off.
Ketika dalam keadaan saturasi, transistor berfungsi sebagai saklar kondisi tertutup (switch-on), sedangkan Ketika transistor dalam keadaan cut-off, transistor akan menjadi saklar kondisi terbuka (switch-off).
Gambar 6.1 Rangkaian transistor
Dari Gambar 6.1 bisa didapatkan persamaan menggunakan hukum kirchoff tegangan sebagai berikut:
πΌπ΅π π΅ + ππ΅πΈ β ππ΅π΅ = 0 (5.1)
Sehingga:
πΌπ΅ = ππ΅π΅βππ΅πΈ
π π΅ (5.2)
Transistor akan dalam kondisi cut off (switch-off) Ketika Vb tidak terdapat
46
tegangan dan akan berada pada keadaan saturasi (switch-on) Ketika Vb diberi tegangan. Keadaan saturasi ini membuat seolah-olah collector dan emitor terhubung sehingga memiliki tegangan yang sangat kecil. Namun, pada keadaan cut-off, collector dan emitor seolah-olah tidak terhubung.
6.3 Alat dan bahan
1. Transistor npn 2n222 2. Project board
3. Resistor
4. Light Emitting Diode(LED) 5. Jumper
6. Power Supply 7. Multimeter
6.4 Gambar Rangkaian
Gambar 6.2 Rangkaian praktikum transistor sebagai saklar
47 6.5 Prosedur Kerja
1. Buatlah rangkaian seperti pada Gambar 6.2 2. Atur Vcc dari menjadi 1.5 volt
3. Hubungkan saklar ke posisi βo"
4. Catat nilai Vce, Vbe, Ic dan Ib
5. Rubah posisi saklar dari βo" ke βp" dan ulangi Langkah 4
6. Naikkan nilai Vcc sesuai tabel pada Data Percobaan dan ulangi Langkah 3 sampai5 setiap kali menaikkan nilai Vcc
6.6 Data Percobaan
Tabel 6.1 Data percobaan transistor
No. Vcc Vce Vbe Ic Ib Kondisi LED
1 2 V 1.98 V 0,76 V 0,04 mA 0,06 mA Nyala
2 5 V 4,58 V 0,88 V 2,85 mA 0,3 mA Mati
3 8 V 7,51 V 1,19 V 4,34 mA 0,44 mA Mati 4 11 V 10,45 V 1,29 V 5,96 mA 0,60 mA Mati 5 14 V 13,18 V 1,31 V 7,59 mA 0,77 mA Mati
48 6.7 Analisis Data
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan menggunakan transistor, dimana transistor memiliki tiga terminal yang terdiri dari collector, basis, dan emitor. Salah satu fungsi dari transistor adalah sebagai saklar dengan memanfaatkan keadaan saturasi dan keadaan cut-off. Ketika dalam keadaan saturasi, transistor berfungsi sebagai saklar kondisi tertutup (switch-on), sedangkan Ketika transistor dalam keadaan cut-off, transistor akan menjadi saklar kondisi terbuka (switch-off).
Transistor akan dalam kondisi cut off (switch-off) Ketika Vb tidak terdapat tegangan dan akan berada pada keadaan saturasi (switch-on) Ketika Vb diberi tegangan. Keadaan saturasi ini membuat seolah-olah collector dan emitor terhubung sehingga memiliki tegangan yang sangat kecil. Namun, pada keadaan cut-off, collector dan emitor seolah-olah tidak terhubung.
Pada praktikum yang dilakukan menggunakan transistor jenis NPN (Negative Positive Negative) dan dirangkai sesuai pada gambar 5.1 pada percobaan pertama yang memakai tegangan 2 V didapatkan hasil Vce 1,98 V, Vbe 0,76 V, Ic 0,04 mA, Ib 0,06 mA dan kondisi LED dalam keadaan menyala.
Pada percobaan kedua yang memakai tegangan 5 V didaapatkan hasil Vce 4,58 V, Vbe 0,88 V, Ic 2,85 mA, Ib 0,3 mA dan kondisi LED mati saat pengecakan ukuran arus Ic. Pada percobaan ketiga yang memakai tegangan 8 V didapatkan hasil Vce 7,51 V, Vbe 1,19 V, Ic 4,34 mA, Ib 0,44 mA dan kondisi LED mati saat pengecakan ukuran arus Ic. Pada percobaan keempat yang memakai tegangan 11 V didapatkan hasil Vce 10,45 V, Vbe 1,29 V, Ic 5,96 mA, Ib 0,60 mA dan kondisi LED mati saat pengecakan ukuran arus Ic.
Pada percobaan kelima yang memakai tegangan 14 V didapatkan hasil Vce 13,18 V, Vbe 1,31 V, Ic 7,59 mA, Ib 0,77 mA dan kondisi LED mati saat pengecakan ukuran arus Ic.
Pada percobaan pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima setiap percobaan menggunakan tegangan yang berbeda-beda sehingga mempengaruhi nilai tegangan Vce, tegangan Vbe, arus Ic, dan arus Ib dan juga kodisi led menyala atau tidak menyala, tegangan sumber yang
49
digunakan menggunakan baterai sehingga hasil yang didapatkan dalam setiap percobaan tidak maksimal dan resisitor yang digunakan juga mempengaruhi hasil dari percobaan yang telah dilakukan.
50 6.8 Kesimpulan
Dari praktikum diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Transistor merupakan suatu komponen semikonduktor yang dilapisi tiga lapisan semikonduktor NPN atau PNP. Transistor memiliki tiga terminal yang terdiri dari collector, basis, dan emitor. Salah satu fungsi dari transistor adalah sebagai saklar dengan memanfaatkan keadaan saturasi dan keadaan cut-off. Ketika dalam keadaan saturasi, transistor berfungsi sebagai saklar kondisi tertutup (switch-on), sedangkan Ketika transistor dalam keadaan cut-off, transistor akan menjadi saklar kondisi terbuka (switch-off).
2. pada percobaan yang memakai tegangan 2 V didaapatkan hasil Vce 1,98 V, Vbe 0,76 V, Ic 0,04 mA, Ib 0,06 mA dan kondisi LED dalam keadaan menyala.
3. Pada percobaan yang memakai tegangan 5 V didaapatkan hasil Vce 4,58 V, Vbe 0,88 V, Ic 2,85 mA, Ib 0,3 mA dan kondisi LED mati saat pengecakan ukuran arus Ic.
4. Pada percobaan yang memakai tegangan 8 V didaapatkan hasil Vce 7,51 V, Vbe 1,19 V, Ic 4,34 mA, Ib 0,44 mA dan kondisi LED mati saat pengecakan ukuran arus Ic.
5. Pada percobaan keempat yang memakai tegangan 11 V didaapatkan hasil Vce 10,45 V, Vbe 1,29 V, Ic 5,96 mA, Ib 0,60 mA dan kondisi LED mati saat pengecakan ukuran arus Ic.
6. Pada percobaan kelima yang memakai tegangan 14 V didaapatkan hasil Vce 13,18 V, Vbe 1,31 V, Ic 7,59 mA, Ib 0,77 mA dan kondisi LED mati saat pengecakan ukuran arus Ic.
51
BAB VII
TRANSFORMATOR
7.1 Maksud dan Tujuan
1. Mahasiswa mampu membaca gambar rangkaian percobaan polaritas transformator.
2. Mahasiswa mampu memasang rangkaian percobaan polaritas trafo secara baik dan benar.
3. Mahasiswa mampu melakukan percobaan pengukuran polaritas trafo sesuai dengan skema yang diberikan.
7.2 Landasan Teori
Menentukan polaritas transformator bertujuan untuk menentukan arah lilitan dan arah dari flukmaknet yang terjadi pada kumparan transformator tersebut, sehingga besar tegangan yang akan dihasilkan oleh trafo sangat ditentukan oleh polaritas trafo tersebut. Untuk menentukan polaritas ini dilakukan dengan cara pengukuran seperti Gambar7.1
Gambar 7.1 Pengukuran Polaritas Trafo
T1βT2 dihubungkan dengan sumber, T1βR1 dihubungkan langsung, T2β
R2 dihubungkan dengan alat ukur tegangan VX. Dengan membandingkan hasil antara VTT dengan VX maka apabila VX < VTT maka polaritasnya pengurangan, Jika VX>VTT maka polaritasnya penjumlahan.
52 7.3 Alat dan Bahan
1. Trainer Trafo 1 2. Jumper
3. AVO Meter 7.4 Gambar Rangkaian
Gambar 7.2 Percobaan Polaritas Trafo, Nol dengan Nol dihubung singkat dan fasa dengan fasa diukur tegangannya
Gambar 7.3 Percobaan Polaritas Trafo, Nol dengan Fasa dihubung singkat dan fasa dengan Nol diukur tegangannya
53 7.5 Prosedur Percobaan
1. Siapkan semua bahan dan peralatan yang diperlukan.
2. Pasang instalasi seperti gambar 7.2, perhatikan semua terminal sambungan dan pasang dengan baik.
3. Periksakan rangkaian dengan instruktur praktikum, jika sudah benar sambungkan dengan sumber tegangan.
4. Amati penunjukan alat ukur Voltmeter (VTT) dan (VX) kemudian catat pada tabel percobaan.
5. Lakukan percobaan yang sama (gambar 7.2) untuk trafo 2 dan trafo 3.
6. Ulangi langkah ke-2 sampai ke-5 seperti gambar 7.3 7. Buatlah laporan hasil percobaan dan kesimpulan anda.
7.6 Data Hasil Percobaan
Tabel 7.1 Hasil Pengukuran Polaritas Trafo Gambar 2 TRAFO
PENUNJUKAN VTT
PENUNJUKAN
VX POLARITAS
220 β 12 230 218 Substractive
220 β 9 230 221 Substractive
220 β 6 230 224 Substractive
Tabel 7.2 Hasil Pengukuran Polaritas Trafo Gambar 3 TRAFO
PENUNJUKAN VTT
PENUNJUKAN
VX POLARITAS
220 β 12 230 243 Additive
220 β 9 230 240 Additive
220 β 6 230 237 Additive
54 7.7 Analisis Data
Berdasarkan praktikum di atas, yaitu percobaan menggunakan transformator sebagai pengubah tegangan AC ke taraf tegangan lain, maka dapat diambil analisa data sebagai berikut.
Transformator atau yang lebih kita kenal dengan Trafo adalah sebuah alat listrik yang dapat merubah tegangan hasil ke taraf yang lain seperti pada percobaan diatas, trafo merubah tegangan AC dari 220 VAC ke tegangan diatas atau dibawahnya. Bila tegangan yang dihasilkan melebihi 220 VAC maka polaritasnya disebut substractive sedangkan untuk tegangan yang melebihi 220 VAC maka polaritasnya disebut additive.
Trafo yang digunakan dalam praktikum adalah jenis travo 3A dengan menggunakan 2 jenis rangkaian, yaitu jenis rangkaian searah dan terbalik.
Rangkaian searah pada polaritas trafo, nol dengan nol dihubung singkat dan fasa dengan fasa diukur tegangannya, sedangkan untuk rangkaian silang, polaritas trafo, Nol dengan fasa dihubung singkat dan fasa dengan nol diukur tegangannya.
Pada rangkaian trafo searah dan silang, tegangan primer (VTT) yang dihasilkan sama, yaitu 230 VAC, sedangkan untuk tegangan sekunder (VX) yang dihasilkan berbeda disetiap rangkaian dan jenis fasanya.
Pada rangkaian trafo searah dengan fasa 12, didapat nilai tegangan sekunder (VX) sebesar 218 VAC dan polaritasnya berjenis substractive. Pada rangkaian trafo searah dengan fasa 9, didapat nilai tegangan sekunder (VX) sebesar 221 VAC dan polaritasnya berjenis substractive. Pada rangkaian trafo searah dengan fasa 6, didapat nilai tegangan sekunder (VX) sebesar 224 VAC dan polaritasnya berjenis substractive.
Pada rangkaian trafo searah dengan fasa 6, didapat nilai tegangan sekunder (VX) sebesar 237 VAC dan polaritasnya berjenis additive. Pada rangkaian trafo searah dengan fasa 9, didapat nilai tegangan sekunder (VX) sebesar 240 VAC dan polaritasnya berjenis additive. Pada rangkaian trafo searah dengan fasa 12, didapat nilai tegangan sekunder (VX) sebesar 243 VAC dan polaritasnya berjenis additive.