BAB 6 UJI DILATOMETER (DMT)
6.2. Korelasi Hasil Pengujian
Salah satu kegunaan utama pengujian dilatometer adalah untuk mengindentifikasi jenis tanah. Schmertmann (1986) mengusulkan grafik hubungan indeks material (ID) dan modulus dilatometer (ED) untuk menentukan identifikasi jenis tanah pada Gambar 6.2.
6.2.2.
Undrained Shear Strength (cu) pada Tanah Kohesif
Iwasaki dan Kamei (1994) mengusulkan persamaan berikut untuk menghitung nilai cu dengan menggunakan parameter ED,
ππ’ = 0.118πΈπ·
Kamei dan Iwaki (1995) mengusulkan persamaan berikut untuk menghitung nilai cu dengan menggunakan parameter KD.
(
ππ’πβ²π£0
)
ππΆ
β 0.35(0.47πΎπ·)1.14
Gambar 6.2 Grafik Identifikasi Jenis Tanah (Schmertmann, 1986)
6.2.3.
Constrained Modulus (MDMT)
Constrained Modulus uji dilatometer (MDMT) dapat diperoleh dengan menggunakan nilai ED.
ππ·ππ = π ππΈπ·
Untuk πΌπ·β€ 0.6 π π= 0.14 + 2.36ππππΎπ·
66
Untuk 0.6 < πΌπ· < 3 π π = π π,0+ (2.5 β π π,0)ππππΎπ·
π π,0= 0.14 + 0.15(πΌπ·β 0.6) Untuk πΌπ· β₯ 3 π π = 0.5 + 2.0ππππΎπ·
Untuk πΎπ·> 10 π π = 0.32 + 2.18ππππΎπ·
Untuk diperhatikan dalam proses perhitungan, nilai RM tidak boleh kurang dari 0.85
6.2.4. Modulus Young (Modulus Kekakuan) (E)
Nilai modulus young dapat dihitung dengan parameter ED dengan menggunakan persamaan berikut.
πΈ = (1 β π2)πΈπ·
6.2.5.
Sudut geser efektif (πβ)
Marchetti (1997) menyarankan suatu perkiraan persamaan untuk menghitung sudut geser efektif suatu batas bawah dengan nilai underestimasi antara 2-40 sebagai berikut.
Οβ²(derajat) = 28 + 14.6logπΎπ·β 2.1(logπΎπ·)2
Untuk jenis tanah ML dan SP-SM, Ricceri et al. (2002) menyarankan persamaan berikut.
πβ²= 31 + πΎπ· 0.236 + 0.066πΎπ·
6.2.6.
Koefisien tekanan lateral tanah kondisi diam (K
0)
Kullhawy and Mayne (1990) mengusulkan persamaan berikut untuk menghitung nilai K0 dengan menggunakan parameter KD.
πΎ0= (πΎπ·
π½πΎ)
0.47
β 0.6
Tabel 6.1 Nilai Ξ²K (Kulhawy and Mayne, 1990)
Jenis Tanah Ξ²K
Fissured clays 0.9 Insensitive clays 1.5 Sensitive clays 2
Glacial till 2
Acuan
Ameratunga, J., Sivakugan, N., and Das, Braja M. (2016). βCorrelation of Soil and Rock Properties in Geotechnical Engineeringβ, Springer India. New Delhi.
ASTM D 6635-15, Standard Test Method for Performing the Flat Plate Dilatometer.
Iwasaki K, Kamei T (1994) Evaluation of in situ strength and deformation characteristics of soils using flat dilatometer. JSCE J Geotech Eng 499(III-28):167β176 (in Japanese).
Kamei T, Iwasaki K (1995) Evaluation of undrained shear strength of cohesive soils using a flat dilatometer.
Soils Found 35(2):111β116.
Kulhawy FH, Mayne PW (1990) Manual on estimating soil properties on foundation design, EL-6800.
Electrical Power research Institute, California.
Marchetti S (1997) The flat dilatometer design applications, Keynote lecture, 3rd geotechnical engineering conference, Cairo University, Egypt, pp 421β448.
Ricceri G, Simonini P, Cola S (2002) Applicability of piezocone and dilatometer to characterise the soils of the Venice Lagoon. Geotech Geol Eng 20(2):89β121.
Schmertmann JH (1986) Suggested method for performing flat dilatometer test. Geotech Test J ASTM 9(2):93β101.
68
BAB 7
UJI PRESSUREMETER (PMT)
7.1. Pendahuluan
Uji pressuremeter dilakukan untuk mengetahui tekanan batas tanah (p1).
Secara umum pengujian pressuremeter dilakukan dengan memasukkan alat silinder yang menggembung bila dipompa didalam lubang bor yang telah dipersiapkan untuk mengukur kekuatan dan sifat deformasi tanah. Parameter yang diperoleh dari pengujian ini yaitu initial pressure (po), yield pressure (py), limit pressure (pl) dan pressuremeter modulus (Ep). Parameter tersebut dapat digunakan untuk menghitung daya dukung, penurunan dan deformasi modulus tanah. Prosedur pelaksanaan uji pressuremeter mengacu kepada ASTM D 4719.
Berdasarkan SNI 8460:2017, pengujian pressuremeter dilaksanakan mengacu kepada EN-ISO 22476 sesuai dengan jenis alat pressuremeter yang digunakan.
Alat yang umum digunakan dalam pengujian pressuremeter antara lain, Menard Pressuremeter, Camcometer (Self boring pressuremeter) dan Lateral Load Tester (LLT). Ilustrasi uji pressuremeter disajikan pada Gambar 7.1. tipikal kurva uji pressuremeter disajikan pada Gambar 7.2.
Gambar 7.1 (a) skema prinsip uji pressuremeter (b) ilustrasi alat probe pressuremeter (ASTM D4719, 2007)
Gambar 7.2 Kurva pengujian pressuremeter (tipe Menard) (Ameratunga et al., 2016)
7.2. Korelasi dengan Pengujian Lain
7.2.1. Korelasi Limit Pressure Menard Type dengan q
cAmar et al. (1991) merangkum korelasi dari penelitian Van Wambeke dan dβHemricourt J (1982) yang disajikan pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1 Korelasi antara limit pressure dengan qc (Van Wambeke and dβHemricourt J (1982))
Jenis Tanah Lempung Lanau Pasir Pasir padat dan kerikil
qc/pl 3 6 9 12
7.2.2. Korelasi Menard Pressuremeter dengan Parameter Tanah Lainnya.
Briaud (2013) menyajikan beberapa korelasi untuk Menard Pressuremeter terhadap beberapa parameter tanah. Korelasi ini sangat berguna untuk perhitungan awal dan untuk tujuan estimasi. Tabel 7.2 menyajikan data korelasi untuk tanah pasir dan Tabel 7.3 menyajikan data korelasi untuk tanah lempung.
70 Tabel 7.2 Korelasi untuk tanah pasir (Briaud, 2013)
Kolom A = Nilai pada tabel x Baris B A B E0
(kPa) ER
(kPa) pl
(kPa) qc
(kPa) fs
(kPa) N-SPT
E0 (kPa) 1 0.125 8 1.15 57.5 383
ER (kPa) 8 1 64 6.25 312.5 2174
pl (kPa) 0.125 0.0156 1 0.11 5.5 47.9
qc (kPa) 0.87 0.16 9 1 50 436
fs (kPa) 0.0174 0.0032 0.182 0.02 1 9.58
N-SPT 0.0026 0.00046 0.021 0.0021 0.104 1
Tabel 7.3 Korelasi untuk tanah lempung (Briaud, 2013) Kolom A = Nilai pada tabel x Baris B
A
B E0
(kPa) ER
(kPa) pl
(kPa) qc
(kPa) fs
(kPa) cu
(kPa) N-SPT
E0 (kPa) 1 0.278 14 2.5 56 100 667
ER (kPa) 3.6 1 50 13 260 300 2000
pl (kPa) 0.071 0.02 1 0.2 4 7.5 50
qc (kPa) 0.40 0.077 5 1 20 27 180
fs (kPa) 0.079 0.0038 0.25 0.05 1 1.6 10.7
cu(kPa) 0.010 0.0033 0.133 0.037 0.625 1 6.7
NSPT 0.0015 0.0005 0.02 0.0056 0.091 0.14 1
7.3. Penggunaan Hasil Menard Pressuremeter dalam Desain.
7.3.1.
Menard Pressuremeter untuk Daya Dukung Ultimit PondasiDangkal
Menurut Frank (2009) Persamaan untuk perhitungan daya dukung ultimit pada pondasi dangkal dengan menggunakan hasil uji Menard Pressuremeter sebagai berikut.
ππ’β ππ = ππ(ππβ ππ) Dengan,
kp = Menard Pressuremeter bearing factor qo & po = Batas tegangan vertikal dan horizontal pl - po = Net limit pressure, pl*
Bearing factor, kp merupakan suatu fungsi dari jenis dan konsitensi tanah, relative embedment De/b (De ekuivalen dengan kedalaman tertanam) dan rasio
lebar/panjang (b/L). penentuan nilai kp untuk pondasi dangkal mengacu kepada Tabel 7.4 dan penentuan kategori tanah mengacu kepada tabel 7.5.
Tabel 7.4 Menard Pressurement bearing factor untuk desain pondasi dangkal (Ameratunga et al., 2016)
Tanah dan Kategori kp
Lempung dan Lanau A, Kapur A 0.8 {1 + 0.25 (0.6 + 0.4b/L)}De/b Lempung dan Lanau B 0.8 {1 + 0.35 (0.6 + 0.4b/L)}De/b
Lempung C 0.8 {1 + 0.50 (0.6 + 0.4b/L)}De/b
Pasir A {1 + 0.35 (0.6 + 0.4b/L)}De/b
Pasir dan Kerikil B {1 + 0.50 (0.6 + 0.4b/L)}De/b Pasir dan Kerikil C {1 + 0.80 (0.6 + 0.4b/L)}De/b Kapur B dan C 1.3{1 + 0.27 (0.6 + 0.4b/L)}De/b Marl & Calcareous Marl & Weak Rock {1 + 0.27 (0.6 + 0.4b/L)}De/b
7.3.2.
Menard Pressuremeter untuk Daya Dukung Ultimit Ujung PondasiDalam
Untuk perhitungan daya dukung ultimit ujung pada pondasi dalam tetap menggunakan persamaan daya dukung ultimit pada pondasi dangkal. Untuk nilai kp untuk pondasi dalam mengacu kepada Tabel 7.6. untuk kategori masih tetap mengacu pada Tabel 7.5.
Tabel 7.5 Kategori untuk tanah dan batuan (Ameratunga et al., 2016) Tanah Kategori Konsistensi/Kepadatan pl (MPa)
Lempung dan Lanau A Lunak 0.7
B Kaku 1.2-2
C Keras (lempung) >2.5
Pasir dan Kerikil A Lepas <0.5
B Sedang 1-2
C Padat >2.5
Kapur A Lunak <0.7
B Weathered 1-2.5
C Padat >3
Marl & Calcareous Marl A Lunak 1.5-4
B Padat >4.5
Weak Rock A Weathered 2.4-4
B Fragmented >4.5
72
Tabel 7.6 Faktor tahanan ujung untuk pondasi dalam (kp) (Ameratunga et al., 2016) Tanah Kategori Konsistensi/
Kepadatan kp
Non-Displacement Displacement Lempung dan
Lanau A Lunak 1.1 1.4
B Kaku 1.2 1.5
C Keras (lempung) 1.3 1.6
Pasir dan Kerikil A Lepas 1.0 4.2
B Sedang 1.1 3.7
C Padat 1.2 3.2
Kapur A Lunak 1.1 1.6
B Weathered 1.4 2.2
C Padat 1.8 2.6
Marl & Calcareous
Marl A Lunak 1.8 2.6
B Padat
Weak Rock A Weathered 1.1 β 1.8 1.8 β 3.2
B Fragmented
7.3.3.
Menard Pressuremeter untuk Friksi Kulit Pondasi DalamUntuk perhitungan kekuatan friksi kulit pada pondasi dalam, digunakan grafik hubungan antara limit pressure dengan limit friksi kulit pada Gambar 7.3.
untuk kategori jenis tanah, jenis tiang dan kondisi konstruksi disajikan pada tabel 7.7.
Gambar 7.3 Grafik Hubungan Menard Pressuremeter dengan batas friksi kulit (Bustamante dan Gianeselli, 1981)
el 7.7 Kategori jenis tanah, jenis tiang dan kondisi konstruksi untuk perhitungan limit friksi kulitMenard Pressuremeter (Ameratunga et al., 2016)
74 Acuan
Amar A, Clarke BGF, Gambin MP, Orr TL (1991) The application of pressuremeter test results to foundation design in Europe. A state-of-the-art report by the ISSMFE European Technical Committee on Pressuremeters
Ameratunga, J., Sivakugan, N., and Das, Braja M. (2016). βCorrelation of Soil and Rock Properties in Geotechnical Engineeringβ, Springer India. New Delhi.
ASTM D4719-07, Standard Test Methods for Prebored Pressuremeter Testing in Soils.
Briaud JL (2013) The pressuremeter test: expanding its use, Menard Lecture. In: Proceedings international conference on soil mechanics and geotechnical engineering, Paris, vol 1, pp 107β126 Bustamante M, Gianeselli L (1981) Prevision de la capacite portante des pieux isoles sous charge verticale. Regles pressiometriques et penetrometriques. Bull. Liaison Labo. P. et Ch., No.113, Ref.
2536, 83β108 (in French)
EN ISO 22476-2, Geotechnical Investigation and Testing β Field Testing β Part 2: Dynamic Probing.
EN ISO 22476-4:2012, Geotechnical Investigation and Testing -- Field Testing -- Part 4: MeΜnard Pressuremeter Test.
EN ISO 22476-5, Geotechnical Investigation and Testing β Field Testing β Part 5: Flexible Dilatometer Test.
EN ISO 22476-6, Geotechnical Investigation and Testing β Field Testing β Part 6: Self Boring Pressuremeter Test.
EN ISO 22476-8, Geotechnical Investigation and Testing β Field Testing β Part 8: Full Displacement Pressuremeter Test.
Frank R (2009) Design of foundations in France with the use of Menard pressuremeter tests (MPM).
Soil Mech Found Eng 46(6):219β231
Standar Nasional Indonesia. (2017) βSNI 8460:2017 tentang Persyaratan Perancangan Geoteknik,β
Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Van Wambeke A, dβHemricourt J (1982) Correlation between the results of static and dynamic probings and pressuremeter tests. In: Proceedings 2nd ESOPT, Balkema, Rotterdam
BAB 8
UJI GESER KIPAS (VANE SHEAR TEST)
8.1. Pendahuluan
Pengujian geser kipas merupakan salah satu metode pengujian lapangan untuk mengukur tahanan geser tanah kohesif (cu). Uji geser kipas sangat cocok untuk tanah berlempung dengan konsitensi soft to firm yang umumnya diperkirakan lemah dan dapat terkompresi. Uji ini tidak cocok dilakukan pada material tanah tak berkohesi. Prosedur pelaksanaan uji geser kipas mengacu kepada SNI 03-2487-1991 (ASTM D2573/D2573M-15). Skema uji geser kipas disajikan pada Gambar 8.1.
Gambar 8.1 Skema uji geser kipas (Ameratunga et al., 2016)
8.2. Korelasi untuk cu pada Kondisi Normally Consolidated
Skempton (1948) mengusulkan persamaan empiris untuk menghitung nilai cu dengan menggunakan nilai indeks plastisitas (PI) dan tegangan efektif vertikal overburden (πβv) untuk kondisi lempung terkonsolidasi normal sebagai berikut.
(ππ’πΉπβπβ²π£)
ππΆ = 0.11 + 0.00037ππΌ
Mesri (1975) mengusulkan persamaan untuk mobilized undrained strength ratio (cu/ πβv) dengan nilai PI konstan yaitu 0.22 sebagai berikut.
(ππ’βπβ² ) = 0.22 Β± 0.03
76
8.3. Korelasi untuk cu pada Kondisi Overconsolidated
Persamaan umum untuk undrained strength ratio pada kondisi tanah terkonsolidasi lebih (Jamiolkowski et al. 1985; Ladd dan DeGroot 2003) sebagai berikut.
(ππ’πΉπβπβ²π£)
ππΆ= (ππ’πΉπβπβ²π£)
ππΆ(ππΆπ )π
Untuk nilai (cuFV/Οβv)NC dan m mengacu kepada Tabel 8.1.
Tabel 8.1 Nilai (cuFV/Οβv)NC dan m (Jamiolkowski et al., 1985)
Parameter (cuFV/Οβv)NC m
Typical range of values (all sites) 0.16-0.33 0.80-1.35 Extreme value (one in earch case) 0.74 1.51
Mean (all values) 0.28 1.03
Mean (discarding extreme value) 0.22 0.97
Untuk menghitung mobilized undrained strength ratio (cu/ πβv) pada kondisi terkonsolidasi lebih, diperlukan nilai koreksi uji geser kipas Bjerrum (π).
(ππ’βπβ²π£)
ππΆ= π (ππ’πΉπβπβ²π£)
ππΆ(ππΆπ )0.8
Untuk nilai koreksi Bjerrum diperoleh melalui grafik hubungan nilai koreksi uji geser kipas dengan indeks plastisitas pada Gambar 8.2 berikut.
Gambar 8.2 Grafik Hubungan faktor koreksi uji geser baling dengan indeks plastisitas (Morris dan Williams, 1994)
Acuan
Ameratunga, J., Sivakugan, N., and Das, Braja M. (2016). βCorrelation of Soil and Rock Properties in Geotechnical Engineeringβ, Springer India. New Delhi.
ASTM D 2573 / D2573M β 15, Standard Test Method for Field Vane Shear Test in Saturated.
Mesri G (1975) Discussion on βNew design procedure for stability of soft claysβ. J Geotech Eng Div ASCE 101(GT4):409β412.
Jamiolkowski M, Ladd CC, Germaine JT, Lancellotta R (1985) New developments in field and laboratory testing of soils. In: Proceedings of 11th international conference on soil mechanics and foundation engineering, vol 1, pp 57β153.
Ladd CC, DeGroot DJ (2003) Recommended practice for soft ground site characterization (Arthur Casagrande Lecture). In: Proceedings 12th Pan American conference on soil mechanics and geotechnical engineering, Massachusetts Institute of Technology, Cambridge, MA.
Bjerrum L (1972) Embankments on soft ground. In: Proceedings Performance of earth and earth supported structures, vol 2. ASCE, Lafayette, Ind., pp 1β54.
Morris PM, Williams DJ (1994) Effective stress vane shear strength correction factor correlations. Can Geotech J 31(3):335β342.
Standar Nasional Indonesia. (1991). βSNI 03-2487-1991, Cara Uji Kuat Geser Baling pada Tanah Kohesif di Lapanganβ. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta
78
BAB 9 FONDASI
9.1. Pendahuluan
Fondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan ke tanah atau batuan yang ada dibawahnya (Hardiyatmo, 2014).
Pondasi terdiri atas 2 jenis yaitu fondasi dangkal dan fondasi dalam. Fondasi dangkal merupakan fondasi yang mendukung bebannya secara langsung, seperti fondasi telapak, fondasi memanjang dan fondasi rakit. Fondasi dalam didefinisikan sebagai fondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batuan yang terletak relatif jauh dari permukaan, contohnya fondasi sumuran dan fondasi tiang. Gambar 9.1 berikut merupakan ilustrasi contoh jenis fondasi.
Gambar 9.1 Berbagai jenis fondasi, (a) Fondasi memanjang, (b) Fondasi telapak, (c) Fondasi rakit, (d) Fondasi Sumuran, (e) Fondasi tiang. (Hardiyatmo, 2014) Menurut SNI 8640:2017 dalam proses perancangan fondasi harus memperhatikan hal berikut :
a. Memenuhi persyaratan kekuatan, baik untuk struktur fondasinya maupun untuk lapisan tanah pendukung fondasi tersebut (strength requirement).
b. Memenuhi persyaratan penurunan yang ditentukan (serviceability requirement).
9.1.1. Teori Keruntuhan Pondasi
Menurut Vesic (1973), mekanisme keruntuhan fondasi terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
a. Keruntuhan geser umum (general shear failure)
Keruntuhan fondasi jenis ini terjadi menurut bidang runtuh yang dapat diidentifikasi dengan jelas. Bidang longsor yang terbentuk, berupa lengkung dan garis lurus yang berkembang hingga permukaan tanah. Saat keruntuhan, terjadi gerakan massa tanah ke arah luar dan ke atas.
Keruntuhan ini terjadi dalam waktu yang related mendadak, diikuti dengan penggulingan fondasi (Hardiyatmo, 2014).
b. Keruntuhan geser lokal (local shear failure)
Tipe keruntuhannya hampir sama dengan keruntuhan geser umum, namun bidang runtuh yang terbentuk tidak sampai mencapai permukaan tanah. Dalam tipe keruntuhan geser lokal , terdapat sedikit penggembungan tanah disekitar fondasi, namun tidak terjadi penggulingan fondasi (Hardiyatmo, 2014).
c. Keruntuhan penetrasi (penetration failure atau punching shear failure) Pada keruntuhan ini, dapat dikatakan keruntuhan geser tanah tidak terjadi.
Akibat beban, karena lunaknya tanah, fondasi hanya menembus dan menekan tanah ke samping, yang menyebabkan pemampatan tanah didekat fondasi (Hardiyatmo, 2014).
Gambar 9.2 berikut mengilustrasikan ketiga jenis keruntuhan diatas.
Gambar 9.2 Tipe keruntuhan Pondasi, (a) Keruntuhan geser umum, (b) keruntuhan geser lokal, (c) keruntuhan penetrasi (Hardiyatmo, 2014)
80
9.1.2. Pertimbangan dalam Perancangan Fondasi
Menurut Hardiyatmo (2014), langkah-langkah perancangan fondasi adalah sebagai berikut.
a. Menentukan jumlah beban efektif yang akan ditransfer ke tanah dibawah fondasi. Untuk perancangan tulangan, perlu ditentukan besarnya beban mati dan beban hidup dan beban-beban tersebut harus dikalikan faktor- faktor pengali tertentu menurut peraturan yang berlaku.
b. Menentukan nilai kapasitas dukung ijin (qa). Luas dasar fondasi, secara pendekatan ditentukan dari membagi jumlah beban efektif dengan kapasitas dukung ijin (qa).
c. Didasarkan pada tekanan yang terjadi pada dasar fondasi, dapat dilakukan perancangan struktur dari fondasinya, yaitu dengan menghitung momen- momen lentur dan gaya-gaya geser yang terjadi pada pelat fondasi.
Sosrodarsono dan Nakazawa (2000) menyatakan ada beberapa hal yang dipertimbangkan dalam menentukan macam pondasi, antara lain :
a. Keadaan tanah pondasi
b. Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (superstructure) c. Batasan-batasan dari sekelilingnya
d. Waktu dan biaya pekerjaan
Keadaan tanah pondasi merupakan faktor yang paling penting untuk diperhatikan, secara lebih lanjut Sosrodarsono dan Nakazawa (2000) menyarankan pemilihan jenis fondasi sesuai dengan keadaan tanah pondasi yang bersangkutan sebagai berikut.
a. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada permukuan tanah atau 2-3 meter dibawah permukaan tanah, dalam hal ini pondasinya adalah pondasi telapak (spread foundation). Ilustrasi terdapat pada Gambar 9.3.
b. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 10 meter dibawah permukaan tanah, dalam hal ini dipakai pondasi tiang (tiang kayu atau beton) atau pondasi tiang apung (floating pile foundation) untuk memperbaiki tanah pondasi. Ilustrasi terdapat pada Gambar 9.4.
c. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 20 meter dibawah permukaan tanah, dalam hal ini bergantu dari penurunan (settlement) yang diizinkan, dapat menggunakan fondasi tiang geser.
Apabila tidak boleh terjadi penurunan, digunakan pondasi tiang pancang Ilustrasi terdapat pada Gambar 9.5.
d. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 30 meter dibawah permukaan tanah, biasanya dipakai kaison terbuka, tiang baja atau tiang yang dicor ditempat. Ilustrasi terdapat pada Gambar 9.6.
e. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman lebih dari 40 meter dibawah permukaan tanah, dalam hal ini yang paling baik adalah tiang baja dan tiang beton yang dicor ditempat.
Gambar 9.3 Contoh-contoh fondasi bila lapisan pendukung fondasi cukup dangkal (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)
Gambar 9.4 Contoh fondasi bila lapisan pendukung fondasi berada sekitar 10 m dibawah permukaan tanah (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)
Gambar 9.5 Contoh fondasi bila lapisan pendukung fondasi berada sekitar 20 m dibawah permukaan tanah (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)
Gambar 9.6 Contoh fondasi bila lapisan pendukung fondasi berada sekitar 30 m dibawah permukaan tanah (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)
82 9.2. Fondasi Telapak
Pondasi telapak adalah suatu fondasi yang mendukung bangunan secara langsung pada tanah fondasi, bilamana terdapat lapisan tanah yang cukup tebal dengan kualitas yang baik yang mampu mendukung bangunan itu pada permukaan tanah atau sedikit dibawah permukaan tanah (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000). Pondasi telapak umumnya bersatu dengan bagian utama bangunan sehingga merupakan suatu konstruksi yang monolit.
Alas pondasi telapak terletak pada lapisan tanah pendukung yang mempunyai kualitas cukup baik. Biasanya, selain lapisan batuan dasar atau kerikil, lapisan tanah berpasir (sandy soil) memiliki nilai N-SPT lebih besar dari 30 dan tanah kohesif memiliki nilai N-SPT yang lebih besar dari 20 (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000). Kedua macam tanah ini seyogyanya memiliki ketebalan lapisan yang cukup (lebih dari 1,5 kali lebar pondasi) dan dibawahnya tidak terdapat lapisan tanah yang kurang baik kualitasnya. Prosedur perencanaan pondasi telapak menurut Sosrodarsono dan Nakazawa (2000) diperlihatkan pada Gambar 9.7.
Secara umum kapasitas daya dukung ultimit (qult) (kN/m2) suatu fondasi telapak dinyatakan dalam persamaan berikut.
ππ’=ππ’
Dengan Pu = beban ultimit (kN) dan A = luas fondasi (mπ΄ 2)
Terzaghi (1943) menyatakan persamaan umum untuk kapasitas daya dukung ultimit fondasi memanjang sebagai berikut.
ππ’= πππ+ π·ππΎ1ππ+ 0,5πΎ2π΅ππΎ
Dengan,
c = Kohesi (kN/m2) Df = Kedalaman fondasi (m) B = Lebar fondasi (m)
πΎ1 = Berat volume tanah di atas dasar fondasi (kN/m3) πΎ2 = Berat volume tanah di bawah dasar fondasi (kN/m3) Nc, Nq, NπΎ = Faktor kapasitas dukung Terzaghi (Tabel 9.1)
Persamaan diatas untuk fondasi memanjang pada kondisi tanah pasir padat, kerakal dan lempung keras. Untuk keadaan dimana tanah pondasi adalah pasir lepas atau lempung buruk maka nilai faktor kapasitas daya dukung digunakan Ncβ, Nqβ, NπΎβ untuk keadaan keruntuhan geser lokal (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000).
nya.
Gambar 9.7 Prosedur perencanaan fondasi telapak (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000) Pada pondasi telapak biasa,
tidak diperhitungkan.
84
Untuk beberapa bentuk fondasi, digunakan persamaan daya dukung ultimit sebagai berikut.
(i) Fondasi bujur sangkar ππ’= 1.3πππ+ π·ππΎ1ππ+ 0,4πΎ2π΅ππΎ
(ii) Fondasi lingkaran
ππ’= 1.3πππ+ π·ππΎ1ππ+ 0,3πΎ2π΅ππΎ
(iii) Fondasi empat persegi panjang
ππ’= πππ(1 + 0,3π΅/πΏ) + π·ππΎ1ππ+ 0,5πΎ2π΅ππΎ(1 β 0.2π΅/πΏ) Dengan L = Panjang fondasi (m).
Tabel 9.1 Nilai faktor kapasitas dukung Terzaghi (Hardiyatmo, 2014) Sudut gesek
(derajat) Keruntuhan geser Umum Keruntuhan geser lokal
Nc Nq NπΎ Ncβ Nqβ NπΎβ
0 5.7 1.0 0.0 5.7 1.0 0.0
5 7.3 1.6 0.5 6.7 1.4 0.2
10 9.6 2.7 1.2 8.0 1.9 0.5
15 12.9 4.4 2.5 9.7 2.7 0.9
20 17.7 7.4 5.0 11.8 3.9 1.7
25 25.1 12.7 9.7 14.8 5.6 3.2
30 37.2 22.5 19.7 19.0 8.3 5.7
34 52.6 36.5 35.0 23.7 11.7 9.0
35 57.8 41.4 42.4 25.2 12.6 10.1
40 95.7 81.3 100.4 34.9 20.5 18.8
45 172.3 173.3 297.5 51.2 35.1 37.7 48 258.3 287.9 780.1 66.8 50.5 60.4 50 347.6 415.1 1153.2 81.3 65.6 87.1
Sosrodarsono dan Nazakawa (2000) memberikan beberapa patokan untuk menentukan bentuk dan ukuran pondasi telapak pada situasi tertentu.
Gambar 9.8 dan Gambar 9.9 berikut memperlihatkan angka perbandingan antara tinggi kepala jembatan (abutment) dan tiangnya, dengan lebar dasar pada suatu jembatan jalan raya. Gambar 9.10 dan Gambar 9.10 memperlihatkan daerah kekakuan dari tumpuan dimana tumpuan dapat dianggap sebagai suatu kesatuan yang kaku (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000).
Kapasitas daya dukung ijin (qa) pada fondasi telapak dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.
ππ=ππ’
ππΉ
Dengan SF = Faktor aman, umumnya digunakan 2,5-3. Nilai SF = 1,5-2 dapat digunakan jika fondasi dimaksudkan untuk mendukung bangunan sementara, yang pengaruh penurunan tidak merusak bangunannya sendiri dan bangunan disekitar
Gambar 9.8 Hubungan antara lebar fondasi dengan tinggi kepala jembatan (abutment) (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)
Gambar 9.9 Hubungan antara lebar fondasi kolom (dalam sumbu jembatan) dan tinggi kolom (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)
86
Gambar 9.10 Hubungan antara bentuk, lebar dan tebal tumpuan (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)
Gambar 9.11 Daerah yang βkakuβ (rigid) untuk jenis pondasi telapak (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000)
9.3. Fondasi Tiang
Fondasi tiang adalah suatu konstruksi fondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000). Fondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang pancang yang terdapat dibawah konstruksi dengan tumpuan pondasi. Hardiyatmo (2014) menyatakan fondasi tiang dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
a. Tiang perpindahan besar (large displacement pile), seperti tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang, tiang baja bulat ujung tertutup.
b. Tiang perpindahan kecil (small displacement pile), seperti tiang beton atau prategang berlubang ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir.
c. Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile), seperti tiang bor.
Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
a. Tiang dukung ujung (end bearing pile), dimana kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya berada dalam zona tanah lunak yang didasari tanah keras.
b. Tiang gesek (friction pile), dimana kapasitas dukugnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara sisi tiang dan tanah disekitarnya. Umumnya berada dalam zona tanah lunak yang semakin dalam semakin keras.
Gambar 9.12 merupakan ilustrasi tiang dukung ujung dan tiang gesek.
Gambar 9.12 Jenis fondasi tiang ditinjau dari cara mendukung beban (Hardiyarmo, 2014) Sosrodarsono dan Nakazawa (2000) menyatakan diagram alir prosedur perencanaan fondasi tiang seperti pada Gambar 9.12.
88
Gambar 9.13 Prosedur perencanaan fondasi tiang (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000) Daya dukung ultimit vertikal/aksial tiang tunggal terdiri atas tahanan ujung tiang yang berasal dari dasar tiang dan tahanan friksi yang bekerja atas
interaksi tanah dengan selimut tiang. Kondisi tersebut dinyatakan dalam persamaan berikut.
ππ’= ππ+ ππ β π ππ’= π΄πππ+ π΄π ππ β π Dengan,
Qu = Daya dukung ultimit tiang (kN)
Qp = Tahanan ujung bawah ultimit tiang (kN) Qs = Tahanan gesek ultimit tiang (kN)
Ap = Luas penampang ujung bawah tiang (m2) As = Luas selimut tiang (m2)
fp = Tahanan ujung bawah per satuan luas tiang (kN/m2) fs = Tahanan gesek per satuan luas tiang (kN/m2) W = Berat sendiri tiang (kN)
Dengan mengggunakan metode Meyerhof (1976), tahanan ujung tiang umumnya dapat dinyatakan dengan bersamaan berikut.
ππ= π΄π(πππβ+ πβ²ππβ) Dengan,
c = Kohesi undrained (kN)
qβ = Tekanan vertikal efektif di ujung tiang (kN/m2) (berat volume tanah dikali dengan kedalaman ujung tiang)
Nc*, Nq*= Faktor daya dukung (diperoleh menggunakan Gambar 9.14)
Gambar 9.14 Hubungan antara sudut gesek dengan Nc*, Nq* (Meyerhof, 1976) Pada tanah non kohesif, nilai Qp dinyatakan dalam persamaan berikut.
ππ= π΄ππβ²ππβ ; dengan qmax = 50 tan π
90
Pada tanah kohesif, nilai Qp dinyatakan dalam persamaan berikut.
ππ= 9(π΄πππ’)
Pada kondisi tanah non kohesif, nilai fs dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.
ππ = πΎπβ²π£tan πΏ Dengan,
K = Koefisien tekanan tanah lateral
(K=Ko pada tiang bor, K = 1,4 Ko pada tiang pancang ; Ko = 1-sinπ) πβv = Tekanan vertikal efektif pada titik tinjauan. (kN/m2)
πΏ = Sudut friksi antara tanah dan tiang (umumnya πΏ = 2/3π) Nilai fs meningkat hingga kedalaman 15d, setelah itu menjadi konstan.
Pada kondisi tanah kohesif, nilai fs dapat dihitung menggunakan persamaan berikut.
ππ = πΌ ππ’
Dengan,
πΌ = Faktor adhesi yang tergantung dari cu (lihat Tabel 9.2) Tabel 9.2 Nilai faktor adhesi (πΌ) terhadap cu (Hardiyatmo, 2014)
Cu (kPa) Faktor πΌ
0 1.0
50 0.95
100 0.8
150 0.65
200 0.6
250 0.55
300 0.5
9.3.1. Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Uji Kerucut Statis (CPT)
Perhitungan kapasitas daya dukung tiang dalam tanah granuler dapat dihitung menggunakan beberapa metode antara lain :a. Metode Scmertmann dan Nottingham
Nilai Qu dihitung dengan menggunakan persamaan berikut.
ππ’= π΄πππ+ π΄π ππ β π
Nilai fp dihitung menggunakan persamaan berikut.
ππ= ππππ β€ 150 kg/cm2 Dengan,
π = Koefisien korelasi yang bergantung pada OCR (Tabel 9.3)