• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Teknis Intake

Dalam dokumen Tunnel Outlet (Halaman 47-76)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

G. Analisis Perencanaan Intake

6. Perencanaan Teknis Intake

Komponen terpenting dari bangunan intake pada bendungan urugan, adalah penyadap, pengatur, dan penyalur aliran. Pada hakekatnya bangunan penyadap sangat banyak macamnya dan dibawah ini akan diuraikan hanya 2

(dua) type bangunan, yaitu bangunan penyadap sandar dan bangunan penyadap Menara.

Tabel 1.1 klasifikasi dari komponen pada fasilitas bangunan pengambilan

Penyadap Pengaturan Penyalur

Macam Struktur Type Pemasukan air

Posisi Pintu

Macam Pintu

Metoda Operasi

Macam Type

1.saluran Pengeluaran dengan inklinasi

2.Menara pengeluaran

3.Lain-lain (saluran pengeluaran dengan dasar)

Beton Baja lain-lain

1.Type Pelimpahan

2.Type orifice.

(Type pengambilan denhgan pemanasan, Type pengambilan air yang lebih rendah)

1.Lubang pengeluaran

2.Terowongan pengeluaran atau saluran pemasukan

3.Bagian tengah dari terowongan atau saluran pengeluaran

4.Terowongan pengeluaran atau saluran keluar.

kobinasi 1 dan 4

1.Pintu-pintu (Pintu penguras, pintu sorong, Lain-lain)

2.Katup-katup (Katup penguras, katup kupu- kupu, katup hawell bunger, katup hollow jet, lain-lain).

1.Putaran roda (Type kincir, type kerekan, type tekanan minyak silinder, type tekanan minyak dengan tumbukan , type tekanan minyak dengan motor).

2.Tenaga (Tenaga manusia, motor, mesin)

3.Metoda operasi(Operasi langsung dengan remote kontrol automatic kontrol tidak automatic

Operasi pada terowongan pengambilan pada dasar saluran

Type dengan tekanan.

Type tidak dengan tekanan

(Sumber: Buku “Bendungan Type Urugan karya Dr. Suyono Sasrodarsono hal.229)

Gambar 1.2. komposisi dari bangunan penyadap Menara (Sumber: Buku

“Bendungan Type Urugan karya Dr. Suyono Sasrodarsono hal.229)

Gambar 1.3. komponen dari bangunan penyadap sandar (Sumber: Buku

“Bendungan Type Urugan karya Dr. Suyono Sasrodarsono hal.230)

6.1. Bangunan penyadap sandar (Inclined Outlet Conduit) 6.1.1 Kontruksi dua pondasi bangunan penyadap sandar

Bangunan penyadap sandar adalah bangunan penyadap yang bagian pengaturnya terdiri dari terowongan miring yang berlubang - lubang dan bersandar pada tebing sungai. Untuk bangunan penyadap sandar dibutuhkan pondasi batuan atau pondasi yang terdiri dari lapisan yang cukup kokoh, agar dapat dihindarkan kemungkinan keruntuhan pada konstruksi sandaran oleh pengaruh - pengaruh fluktasi dari permukaan air waduk. Apabila dikhawatirkan kemungkinan terjadinya longsoran pada pondasi sandaran terowongan tersebut, maka dipertimbangkan pembuatan tiap - tiap penyangga (step) pada jarak antara 5 sampai 10 meter. Selain itu sudut kemiringan pondasi sandaran agar tidak melebihi 60˚, kecuali apabila pondasi tersebut terdiri dari batuan yang kokoh, karena pondasi yang lemah dikhawatirkan dalam masa - masa eksploitasinya akan terjadi longsoran - longsoran. Terowongan atau pipa penyalur datar (tunne of bottom conduit) Pada bangunan penyadap sandar umumnya hanya digunakan untuk bendungan yang kecil. Kadang - kadang terowongan penyadap dilengkapi lubang - lubang penyadap beserta pintu - pintunya dan dihubungkan langsung dengan terowongan pipa penyalur datarnya.

Berat timbunan tubuh bendungan biasanya mengakibatkan terjadinya penurunan - penurunan tubuh terowongan tersebut dan untuk mencegah

terjadinya penurunan - penurunan membahayakan, maka baik pada terowongan penyadap maupun pada pipa penyalur datar dibuatkan penyangga (supporting pole) yang berfungsi pula sebagai tempat sambungan bagian - bagian dari pipa yang bersangkutan.

Beban - beban luar yang bekerja pada terowongan penyadap adalah:

1) tekanan air yang besarnya sama dengan tinggi permukaan air waduk dalam keadaan penuh.

2) tekanan timbunan tanah pada terowongan.

3) berat pintu dan penyaring dan fasilitas - fasilitas pengangkatnya serta kekuatan operasi dan fasilitas pengangkat tersebut.

4) Gaya - gaya hidro dinamis yang timbul akibat adanya aliran air dalam terowongan.

5) Apabila kekuatan apung 100% bekerja pada terowongan, maka besarnya diperhitungkan sama dengan volume luar terowongan.

6) Apabila terjadi vakum di dalam terowongan, maka gaya - gaya yang ditimbulkannya, merupakan tekanan - tekanan yang negatif.

7) Apabila terjadi pembekuan - pembekuan di atas permukaan air waduk, maka tekanan hamparan es yang terdapat diatas permukaan air waduk tersebut supaya diperhitungkan.

8) Gaya - gaya seismis dan gaya - gaya dinamis lainnya ak an sangat berpengaruh pada terowongan.

Dari semua macam beban yang akan bekerja pada bangunan penyadap, maka yang paling penting untuk diperhatikan adalah beban - beban yang tertera pada point - point 4),5), dan 6) tersebut di atas. Untuk perkuatan terhadap pengaruh - pengaruh gaya - gaya seismis dan dinamis lainnya.

maka pada tempat - tempat tertentu, (seperti: bagian yang melengkung sambungan dan lain - lain), supaya diperkuat dengan angker. Sedang kekuatan apung dapat diimbangi dengan meningkatkan berat terowongan, yaitu dengan mempertebal dinding terowongan. Dan terjadinya tekanan negatif dapat dicegah dengan pembuatan ventilasi dengan jalan menghubungkan bagian - bagian dalam terowongan yang diperkirakan akan mengalami vakum dengan udara luar. Lubang - lubang penyadap supaya dibuat dengan ukuran yang sesuai, sehingga tidak terjadi hambatan - hambatan pada aliran air yang masuk kedalam terowongan. Sebagai standard, maka dibuat agar ukuran lubang penyadapan lebih kurang seperdua dari luas aliran air dalam terowongan.

Apabila untuk terowongan dipergunakan pipa Hume, maka diperhitungkan hydrodinamikanya tidak perlu dikerjakan, karena bentuk serta konstruksinya telah disesuaikan untuk dapat menampung beban hydrodinamika tersebut.

Tabel 1.2. Berat, Volume dan kekuatan pipa Hume(Referensi)

(Sumber: Buku “Bendungan Type Urugan karya Dr. Suyono Sasrodarsono hal.231)

6.1.2. lubang penyadap

Untuk menghindari penyadapan air yang keruh, diusahakan agar penyadap pada bagian atas dinding terowongan dibuat 2 atau 3 buah lubang.

Kedua lubang teratas akan berfungsi sebagai penyadapan air, sedang sebuah yang paling bawah dapat berfungsi sebagai lubang penggelontor lumpur (silt ejector).

Apabila diperlukan suatu pengaturan untuk kapasitas penyadapannya, maka pada lubang - lubang tersebut dapat dipasang pintu - pintu pengatur dan memudahkan operasinya, disarankan agar pintu yang dioperasikan tidak melebihi kedalaman 10 meter. Walaupun demikian, dalam keadaan darurat

pada saat pintu teratas yang seharusnya bekerja tetapi macet, maka dapat mengoperasikan pintu sebelah dibawahnya atau menggunakan pintu - pintu lainnya yang dibuat khusus untuk dioperasikan pada keadaan darurat.

Kapasitas lubang – lubang penyadap dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

a. Untuk lubang penyadap yang kecil

Q = CA√2𝑔𝐻 ... (24) Dengan :

Q : Debit penyadapan sebuah lubang (m3 /dt) C : Koefisien debit ±0.62

A : Luas penampang lubang (m2 ) g : gravitasi (9.8 m/dt)

H : tinggi air dari titik tengah lubang ke permukaan (m).

b. Untuk lubang penyadap yang besar Q = 2

3 BC √2𝑔 {(𝐻2+ ℎ𝑎)32 − (𝐻1+ ℎ𝑎)23} ... (25) Dengan :

B : lebar lubang penyadap (m)

H1 : Kedalaman air pada tepi atas lubang (m) H2 : Kedalaman air pada tepi bawah lubang (m)

ha : Tinggi tekanan kecepatan di depan lubang penyadap (m) Va : Kecepatan aliran air sebelum masuk ke dalam lubang

penyadap

c. Untuk lubang penyadap dengan penampang bulat

Q = C 𝜋𝑟2√2𝑔𝐻 ... (26) Dengan :

r = radius lubang penyadap (m) Rumus tersebut berlaku untuk 𝐻

𝑟 > 3

Apa bila lubang penyadap yang miring membentuk sudut θ dengan bidang horizontal, maka:

Q1 = Q sec θ

(a) Lubang penyadap (b) Lubang penyadap (c) Lubang penyadap Yang kecil (bujur- yg besar (persegi yang besar (berbe- Sangkar) empat) ntuk lingkaran) Gambar 1.4. Perhitungan untuk lubang - lubang penyadap.(Sumber: Buku

“Bendungan Type Urugan karya Dr. Suyono Sasrodarsono hal.232 )

6.2 . Bangunan Penyadap Menara ( Out - let Tower)

Bangunan penyadap menara adalah bangunan penyadap yang bagian pengaturnya terdiri dari suatu menara yang berongga di dalamnya dan pada dinding menara tersebut terdapat lubang – lubang penyadap yang dilengkapi dengan pintu – pintu.

Dalam memilih tipe serta merencanakan konstruksi bangunan penyadap menara supaya dipertimbangkan pula hal – hal yang bersangkutan dengan fasilitas – fasilitas eksploitasi dan pemeliharaanya, agar dapat memenuhi fungsinya dengan kapasitas yang direncanakan, ekonomis pembiayaanya dan terjamin keamanan konstruksi bangunannya, maupun keamanan pada pelaksanaan exploitasi dan pemeliharaanya.

Umumnya penyadapan air dari waduk digunakan untuk tujuan irigasi, penggenlontoran, pembangkit tenaga listrik, air untuk industri dan kebutuhan rumagh tangga dan lain – lain. Dalam beberapa kegunaan seperti air irigasi dan penggolontoran diperkenankan penyandapan air yang sedikit keruh.

Sedang untuk kebutuhan kebutuhan air minum dan kebutuhan rumah tangga lainnya maka sebaiknya penyandapan dilakukan pada lapisan air yang jernih.

Demikian pula, untuk kelestarian kehidupan berbagai jenis ikan di dalam waduk, supaya dihindarkan penyandapan pada lapisan – lapisan air yang mengandung plankton atau tumbuh – tumbuhan air jenis ganggang lainnya.

Pada hakekatnya konstruksinya cukup kompleks serta pembiayaan pun tinggi, sehingga bangunan penyadap menara hanya cocok untuk bendungan – bendungan yang rendah dengan kapasitas penyandapan yang kecil.

Beberapa hal – hal penting yang mengakibatkan keterbatsan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bangunan penyadap menara merupakan bangunan yang berdiri sendiri, sehingga semua beban luar yang bekerja pada menara tersebut harus ditampung secara keseluruhan oleh pondasinya.

2. Bangunan penyadap menara merupakan bangunan yang berat, sehingga membutuhkan pondasi yang kukuh dengan kemampuan daya dukung yang besar.

Didasarkan pada pertimbangan – pertimbangan ekonomis dan keamanan bangunan itu sendiri, pembuatan bangunan penyadap menara yang berkapasitas besar menunjukkan tendensi yang tidak menguntungkan, karena tingginya harga menara itu sendiri serta harga – harga dari perlengkapan menara tersebut (seperti pintu – pintu, ruang operasi dan pengawasan, jembatan penghubung dan lain – lain).

Biasanya tinggi maximum 50 meter yang dianggap sebagai batas tertinggi yang pembuatannya masih memungkinkan, baik ditinjau secara ekonomis maupun secara konstruktif.

Gambar 1.5. Menara penyadap konstruksi beton bertulang. (Sumber: Buku

“Bendungan Type Urugan karya Dr. Suyono Sasrodarsono hal.234 )

Untuk memudahkan pemasangan fasilitas menara, seperti pintu – pintu dengan perlengkapan – perlengkapannya, penempartan ruang – ruang operasi dan pengawasan, jembatan penghubung, dan lain – lain, maka konstruksi bangunan penyadap menara, bisanya dibuat dari beton bertulang.

Selain itu dibandingkan dengan konstruksi baja, maka konstruksi beton bertulang tersebut mempunyai kelebihan, dimana tidak diperlukannya pengecatan – pengecatan sama sekali dan juga karena hampir semua bagian bangunan penyadap dapat diawasi secara visuil. Selanjutnya karena

banyaknya lubang – lubang penyadap yang biasanya dibuat pada dinding menara, maka dalam keadaan darurat salah satu atau beberapa lubang dapat berfungsi sebagai penyadap darurat.

Macam beban luar yang akan bekerja pada bangunan penyadap menara adalah:

1. Berat menara beserta perlengkapannya (ruang operasi dan pengawasan, pintu – pintu dan perlengkapan oeprasinya, tubuh menara termasuk tapak menara, berat air di dalam menara, dan kekuatan apung).

2. Beban – beban lainnya seperti: jembatan penghubung, lapisan salju yang terhampar di atas atap menara.

3. Beban seismis (baik horizontal maupun vertikal yang biasanya dianggap bekerja pada titik berat menara tersebut).

4. Tekanan air dari dalam waduk, termasuk air yang terdapat di dalam menara.

5. Kekuatan angin termasuk tekanan tekanan negatif yang biasanya terjadi pada permukaan menara yang menghadap ke sebelah hilir.

6. Lain – lainnya, seperti tekanan tanah dan tekanan lapisan es yang terdapat di atas permukaan air waduk di musim dingin.

Perhitungan - perhitungan dilakukan dengan berbagai kombinasi yang paling tidak menguntungkan dari macam beban tersebut di atas dan 4 (empat)

jenis kombinasi yang perlu mendapat perhatian dalam perhitungan adalah sebagai berikut:

Kombinasi I

Apabila tiupan angin dengan kecepatan yang tertinggi (kecepatan angin tertinggi rencana) terjadi pada saat waduk dalam keadaan kosong dengan elevasi permukaan air terendah.

Kombinasi II

Apabila gempa bumi pada kekuatan maximum - rencana terjadi pada saat waduk dalam keadaan kosong.

Kombinasi Ill

Apabila pada saat terjadinya gempa dengan kekuatan maximum - rencana, tetapi waduk terisi penuh sedang menara dalam keadaan kosong.

Kombinasi IV

Apabila pada saat terjadi gempa dengan kekuatan maximum - rencana dan dalam keadaan waduk dan menara terisi penuh.

6.3 Bangunan Pengeluaran ( Outlet works)

Bangunan pengeluaran adalah bangunan beserta instalasinya yang digunakan untuk mengeluarkan air dari waduk dan memasukkannya ke dalam saluran air baik yang terbuka maupun tertutup dan mengatur debit

airnya agar dapat di pakai unutk memenuhi salah satu atau lebih bangunan pengeluaran. Apabila hal ini dipandang dari segi waduk maka disebut bangunan pengeluatan, sedangkan dari segi penggunaannya sesudah keluar waduk disebut bangunan pengambilan (Sudibyo, 2003)

a. Tipe Intake

Dalam bukunya, Sudibyo (2003) menyebutkan bahwa intake memiliki 2 tipe, yaitu:

2.1. Berdasarkan hubungannya dengan bendungan Ada 2 tipe yaitu:

2.1.1. Yang terpisah dengan tubuh bendung

Sering digunakan untuk tipe bendungan urugan, agar tidak terjadi erosi.

2.1.2. Yang terdapat didalamnya

Banyak digunakan dalam bendungan beton. Contohnya pada Gambar 1.6. Bendungan Itaipu

Gambar 1.6. Intake pada bendungan serba guna (sumber: buku teknik bendungan ir.sudibyo)

2.2. Berdasarkan bentuknya

Ada 3 tipe intake berdasarkan bentuknya yaitu:

2.2.1. Saluran tertutup dengan menara (intake conduit with tower intake) pada Gambar 1.7. ini banyak digunakan untuk waduk alam dengan maksud lebih memudahan pelaksanaan konstruksinya.

Gambar 1.7. Intake saluran tertutup dengan menara. (sumber: buku teknik bendungan ir.sudibyo)

2.2.2. Terowongan dengan corong (tunnel intake with shaft)

Dikarenakan intake dengan bentuk menara kadang mengalami kesulitan karena pekerjaan galiannya terlalu besar maka dapat diatasi dengan pembuatan terowongan dengan corong. Jadi, pekerjaan penggalian tanah diganti dengan cara membuatterowongan. Pada Gambar 1.8. merupakan salah satu tipe intake terowongan dengan corong

Gambar 1.8. Intake terowongan dengan corong. (sumber: buku teknik bendungan ir.sudibyo)

2.2.3. Terendam air (submerged intake)

Dilaksanakan dengan memotong terowongan pengelak yang sudah tidak berfungsi kemudian dibuat lubang vertikal (shaft). Untuk keperluan operasional dan pemeliharaan dibuatkan ruangan yang dapat dicapai melalui anjung (acces gallery). Contohnya seperti Gambar 1.9.

Gambar 1.9. Intake terendam air (Sumber : buku teknik bendungan ir.sudibyo)

6.4 Penentuan kapasitas bangunan pengeluaran

a. Bangunan pengeluaran didesain untuk melepaskan air dengan debit tertentu sesuai dengan fungsinya. Pelepasan air untuk irigasi biasanya ditetapkan sesuai dengan pola tanamnya. Demikian juga untuk kebutuhan air baku, dan lain-lainnya.

b. Apabila pengeluaran berfungsi sebagai pelimpah untuk melepaskan kelebihan aliran dari waduk, debit yang diperlukan untuk tujuan tersebut harus disesuaikan dengan kapasitas pengeluarannya.

6.4.1 Posisi Bangunan Pengeluaran

a. Elevasi intake, elevasi struktur pengendali dan saluran pembawa dipengaruhi terutama oleh faktor debit, bangunan pengeluaran harus ditempatkan di bawah elevasi operasi waduk minimum.

b. Waduk biasanya dilengkapi tampungan sedimen. Posisi ambang intake penting dalam desain, elevasi ambang harus di atas elevasi sedimen yang direncanakan.

c. Ukuran konduit untuk debit yang bervariasi tergantung dari fungsi terbalik terhadap tinggi tekanan yang tersedia untuk menghasilkan debit tertentu.

6.4.2 Tata Letak Bangunan Pengeluaran

a. Tata letak bangunan pengeluaran dipengaruhi oleh persyaratan hidraulis, kondisi lapangan dan prosedur pelaksanaan.

b. Bangunan pengeluaran untuk mengalirkan air ke saluran yang letaknya lebih tinggi atau ke dalam pipa tertutup akan berbeda dengan untuk mengosongkan waduk. Pada kasus tertentu, karena letaknya yang berdekatan, bangunan pengeluaran dapat digabungkan dengan pelimpah.

6.4.3 Penempatan Bangunan Pengeluaran

a. Terowongan pengelak yang digunakan selama pelaksanaan konstruksi bendungan beton dapat digunakan sebagai bangunan pengeluaran permanen dengan menambahkan suatu konduit melalui penyumbat terowongan.

b. Portal outlet terowongan biasanya diletakkan cukup jauh ke hilir dari bendungan, sehingga tidak memerlukan bangunan peredam enersi atau cukup dibuatkan suatu deflektor, untuk mengalirkan air langsung ke sungai di hilirnya.

6.5 Perhitungan Dimensi Intake

Panjang pipa transmisi dapat dihitung dapat dihitung dengan melihat dari intake ke instalasi pengolahan air, sedangkan diameter pipa dapat ditentukan bersdasarkan debit pemakaian jam puncak. Dalam menentukan diameter pipa dapat ditentukan dengan persamaan Hazen willian sebagai berikut :

Q = 0,2785 x C x D2,63 x S0,54………(27)

Dengan:

Q = Debit Harian Maksimum (m3/detik) C = Koefisien kekasaran pipa

D = Diameter pipa (m) S = Kemiringan

Ketentuan yang direncanakan pada bangunan pengambil air (intake) yang akan dibuat yaitu :

- Kapasitas pengolahan - Kecepatan Aliran pada pipa

Sehingga, luas penampang pipa (A) pada intake dapat dihitung dengan menggunakan persamaan kontinuitas, seabagai berikut:

Q = A . v

6.6 Dimensi Pipa Ventilasi

1). Volume udara yang dibutuhkan

Biasanya volume udara maximum yang dibutuhkan adalah pada pintu terbuka 80 % atau hampir terbuka seluruhnya dan dapat dihitung dengan rumus (3.92) sebagai berikut:

𝑄𝑎

𝑄𝑤 = 0,04 (F – 1)0,85 ………..(28) Dengan:

𝑄𝑎 : Volume udara yang dibutuhkan.

𝑄𝑤 : Debit air pada saat pintu dibuka 80%.

F : Bilangan Froude dari aliran air superkritis persis di belakang pintu.

Akan tetapi untuk terowongan/pipa penyalur yang kecil dengan ventilasi yang kecil pula, maka untuk menghitung volume udara yang dibutuhkan, diambil 15% dari kapasitas penyadapan maximum bangunan penyadapnya.

2). Penentuan ukuran pipa ventilasi Didasarkan pada kebutuhan maximum volume udara seperti yang telah diuraikan di atas dan kecepatan angin maximum di dalam pipa ventilasi sebesar 30 .m/dt yang telah ditetapkan sebagai standard, maka dengan mudah dapat dihitung diameter pipa ventilasi dan dengan demikian ukuran ventilasi supaya disesuaikan dengan ukuran pipa ventilasi.

3). Ukuran standard dan bahan pipa ventilasi Referensi Berdasarkan pada basil Konperensi Mengenai Bendungan Besar di Jepang (Japan Large Dam Conference), ukuran standard pipa ventilasi dihitung sesuai dengan skema pada Gbr. 3-:96. Bahan pipa ventilasi biasanya dibuat dari besi atau baja, seperti pipa baja, pipa hume, pipa besi cetak, dll.

Ukuran standard untuk pipa ventilasi.

Referensi :

Contoh perhitungan untuk memperoleh ukuran pipa yang didasarkan pada 80% pembukaan pintu, sesuai dengan skema pengaliran seperti pada Gbr. 3-97, dan dengan urutan sebagai berikut :

I) Luas penampang aliran yang melintasi pintu dapat dihitung sebagai berikut:

A= 1,0 m x 0,8 m= 0,8 m2

2) Debit dan kecepatan aliran yang melintasi pintu adalah dapat diperoleh sebagai berikut:

Skema pengaliran dalam penyalur pada kondisi pintu terbuka 80 %.

Q = CA√2𝑔𝐻 ... (29) Dengan anggapan C = 0,8 maka

Q = 0,8 X 0,8 √2𝑥9,8𝑥20 = 12,672 Dan

V = 𝑄

𝐴 = 15,84 m/dt

3. Bilangan Froude dihitung dengan rum us sebagai berikut:

F = 𝑉

√𝑔ℎ ... (30) Dengan an d iketahuinya harga-harga V = 1 5,84 m/dt dan h = 0,8 m, maka bilangan Froude dapat diperoleh :

F = 15,84

√9,8 𝑥 0,8 = 5,65 ... (31) 4. Volume udara yang dibutuhkan dapat dihitung dengan rumus (3.92)

sebagai berikut:

Qa =0,004(5,665 – 1)0,85 x 12,675 = 1,87 m3/dt

5. Luas penampang dan diameter pipa ventilasi (Aa) dapat diperoleh sebagai berikut:

Aa = 𝑄a Va = 1,87

30 = 0,062 m2 ... (32) kecepatan angin dalam pipa penyalur udara ( Va) diambil sama dengan 30 m/dt) Dengan demikian diameter pipa dapat dicari sebagai berikut :

D = √4𝐴𝑎

𝜋 = √4 𝑥 0,062

𝜋 = 0,28 m

Dari hasil perhitungan di atas maka dapat digunakan pipa Hume berdiameter 30 cm.

6.7 Perencanaan Menara intake 6.7.1 Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menstabilkan kondisi tanah tertentu pada umumnya dipasang pada daerah tebing yang labil. Jenis konstruksi antara lain pasangan batu dengan mortar, pasangan batu kosong, beton, kayu dan sebagainya. Dinding penahan tanah merupakan suatu struktur yang direncanakan dan dibangun untuk menahan tekanan tanah lateral yang ditimbulkan oleh tanah urug atau tanah asli yang labil, sehingga dinding penahan tanah aman terhadap pergeseran, penggulingan dan keruntuhan kapasitas dukung tanah.

1. Tekanan Tanah Aktif dan Pasif

Konsep tekanan tanah aktif dan pasif sangat penting untuk masalah- masalah pada stabilitas tanah, pemasangan batang-batang penguat pada galian, desain dinding penahan tanah dan lain sebagainya. Permasalahan disini adalah untuk menentukan faktor keamanan terhadap keruntuhan yang di sebabkan oleh gaya lateral. Pemecahan diperoleh dengan membandingkan gaya-gaya yang bekerja pada dinding penahan tanah, yaitu gaya-gaya yang cenderung menggulingkan dan menggeser. Untuk gaya-gaya yang cenderung melawan misalnya berat sendiri dari konstruksi dinding penahan tanah yang

bekerja vertikal sehingga dapat menghambat gaya lateral atau gaya yang bekerja horizontal. Gayagaya yang bekerja pada dinding penahan tanah dapat dilihat pada Gambar 1.10. dibawah ini.

Gambar 1.10. Gaya-gaya yang bekerja pada dinding penahan tanah

1. Stabilitas Dinding Penahan Tanah

Tekanan tanah dan gaya-gaya yang bekerja pada dinding penahan tanah sangat mempengaruhi stabilitas dinding penahan tanah itu sendiri.

(Suryolelono, 1994). Analisis yang perlu dilakukan pada konstruksi dinding penahan tanah adalah:

a. Stabilitas terhadap bahaya guling

Kestabilan struktur terhadap kemungkinan terguling dihitung dengan persamaan berikut :

SF = 𝑀𝐿

𝑀𝐺1,5 ... (33)

dengan :

𝑀𝐿 = Jumlah dari momen yang mencegah struktur terguling (melawan) dengan titik pusat putaran di titik 0. ML merupakan momen yang disebabkan oleh gaya vertikal dari struktur dan momen pasif.

𝑀𝐺 = Jumlah dari momen yang mengguling struktur dengan titik pusat putaran di titik 0. MG disebabkan oleh tekanan tanah aktif dan beban yang bekerja pada dinding penahan tanah.

b. Stabilitas terhadap bahaya geser

Gaya aktif tanah (Pa) selain menimbulkan terjadinya momen juga menimbulkan gaya dorong sehingga dinding akan bergeser. Perlawanan terhadap gaya dorong ini terjadi pada bidang kontak antara tanah dasar pondasi. (Suryolelono, 1994).

SF = Gaya Lawan

Gaya Dorong 1,5 ... (34) c. Stabilitas terhadap keruntuhan kapasitas dukung tanah

1) . Kapasitas dukung ijin tanah

Analisis kapasitas dukung tanah mempelajari kemampuan tanah dalam mendukung beban pondasi yang bekerja diatasnya.

Pondasi adalah bagian dari struktur yang berfungsi meneruskan beban akibat berat struktur secara langsung ke tanah yang terletak

dibawahnya. Banyak cara yang telah dibuat untuk merumuskan persamaan kapasitas dukung tanah, namun seluruhnya hanya merupakan cara pendekatan untuk memudahkan perhitungan. Salah satu cara untuk menentukan kapasitas dukung tanah yaitu dari hasil uji kerucut statis (sondir) Untuk pondasi pada lapisan pasir, (Meyerhof, 1956 dalam Hardiyatmo, 2010) menyarankan persamaan sederhana untuk menentukan kapasitas dukung ijin yang didasarkan penurunan 1’’. Persamaannya didasarkan pada kurva Terzaghi dan Peck (1943) dan dapat diterapkan untuk pondasi telapak atau pondasi memanjang yang dimensinya tidak begitu besar, pada pasir kering sebagai berikut:

Untuk pondasi bujur sangkar atau memanjang dengan lebar B ≤ 1,2 m, qa = 𝑞𝑐

30 ( Kg/cm2) ... (35) Untuk pondasi bujur sangkar atau memanjang dengan lebar B ≥ 1,2 m,

qa 𝑞𝑐

50[𝐵+0,30

𝐵 ] (Kg/cm2) ... (36) dengan qa = kapasitas dukung ijin untuk penurunan 2,54 cm (1’’), qc

= tahanan konus (4N) (kg/cm2 ), dan B = lebar pondasi (m).

Persamaan-persamaan (2.3) dan (2.4) diturunkan berdasarkan hubungan qc = 4N (Meyerhof, 1956 dalam Hardiyatmo, 2010), dengan N diperoleh dari uji SPT.

Dalam dokumen Tunnel Outlet (Halaman 47-76)

Dokumen terkait