• Tidak ada hasil yang ditemukan

Melukis Objek Budaya

Dalam dokumen MEMBENTUK KARAKTER ANAK (Melalui Seni Melukis) (Halaman 121-125)

M E M B E N T U K K A R A K T E R A N A K (Melalui Seni Melukis)

108

tetapi terjadi secara prosesual, dalam arti tahapan ketiga baru akan terjadi bila tahapan kedua sudah dilalui.

Demikian pula tahapan kedua akan terjadi bila tahapan pertama telah terlewati. Dalam banyak kasus ketiga tahapan tersebut tidak terjadi secara utuh. Misalnya, bisa jadi ada orang yang prosesnya hanya sampai pada tahap moral knowing, dan berhenti sebatas memahami. Kemudian ada pula orang yang mengalami proses sampai pada tahap moral feeling, dan tidak tertutup kemungkinan juga pada realitasnya ada orang yang mengalami perkembangan mulai dari tahap moral knowing sampai pada tahap moral action.

Proses Pembentukan Karakter Anak Melalui Kreativitas Melukis

lebih berpeluang terjadinya interaksi sosial secara timbal balik antara si penjual dengan si pembeli, dibandingkan dengan di pasar-pasar modern seperti minimarket, supermarket, dan hypermarket yang saat ini keberadaannya telah menjamur sampai ke plosok-plosok pedesaan. Ha ini disebabkan di dalam pasar tardisional para pedagang dan pembeli biasa melakukan upaya tawar-menawar barang dagangan yang dijualnya.

Sementara di pasar modern interaksi yang terjadi antara penjual dengan pembeli relatif kecil, bahkan hampir tidak terjadi interaksi di antara mereka. Sebab semua barang dagangan sudah diberi label harga yang tidak mungkin ditawar-tawar, sehingga hal demikian mempersempit peluang terjadinya interaksi sosial di antara penjual dengan pihak pembeli. Padahal menurut Sjarkawi (dalam Adisusilo, 2011:4) bahwa hubungan timbal balik antara satu orang dengan orang lainnya merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kehidupan sosial mereka, sebab dengan adanya interaksi sosial semacam itu, berbagai aspek dalam diri seseorang (seperti aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik) akan dapat berkembang ke arah kedewasaan, baik secara fisik, spiritual, sosial, maupun secara moral.

Atau dengan bahasa lainnya dapat dikatakan bahwa melalui interaksi sosial di antara sesama, maka kesejajaran perkembangan moral, kognitif, sosial, dan intelegensi akan terjadi secara harmonis. Hal ini sejalan dengan pandangan Piaget yang mengatakan bahwa intelegensi berkembang sebagai akibat hubungan timbal balik antara unsur keturunan dan lingkungan, di mana hubungan tersebut begitu menentukan seperti halnya dalam perkembangan moral seseorang.

Perkembangan moral merupakan proses dinamis yang umum dalam setiap perkembangan kebudayaan

M E M B E N T U K K A R A K T E R A N A K (Melalui Seni Melukis)

110

masyarakat. Dengan demikian melalui pemilihan objek lukisan seperti pasar tradisioal, tari-tarian tardisional, dan tata rias busana adat tradisional, yang dilakukan oleh anak- anak akan dapat mempengaruhi perkembangan moral anak-anak itu sendiri. Sebab selain, mendapatkan inspirasi dari objek yang dilukisnya, seperti pengetahuan tentang pentingnya interaksi sosial yang terjadi di lingkungan pasar tradisonal, dengan belajar melukis bersama di sanggar tersebut anak-anak juga dapat saling bertukar pengalaman dengan teman sebayanya. Bahkan tidak jarang mereka mendiskusikan tugas sekolah yang diberikan oleh gurunya di sekolah di sanggar tersebut.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembentukan karakter anak-anak tidak hanya dilakukan melalui kreativitas seni, yakni seni melukis, tetapi juga dilakukan melalui aktivitas diskusi tentang materi pelajaran yang diajarkan oleh gurunya di sekolah. Hal ini sejalan dengan teori konstruktivismenya Peaget bahwa anak-anak dalam proses belajarnya harus aktif mengonstruksi pengetahuannya sendiri, sementara guru atau instrukturnya hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator yang harus menciptakan suasana kondusif bagi anak-anak, agar mereka lebih mudah mengonstruksi pengetahuannya sendiri.

Belajar dengan cara diskusi, bekerja kelompok, tukar pendapat dengan sesama teman sesungguhnya dapat mendorong anak-anak untuk mengonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga pengetahuan yang mereka dapati menjadi lebih sempurna. Selain itu, dengan belajar berkelompok, dan bekerja sama seperti itu, pada diri anak-anak dapat dikembangkan berbagai nilai seperti:

rasa tanggung jawab, rasa hormat kepada sesama teman, rasa keadilan, keberanian untuk saling mengemukakan

Proses Pembentukan Karakter Anak Melalui Kreativitas Melukis

pendapat, rasa kejujuran, sikap disiplin, rasa peduli terhadap sesama teman, dan sikap ketekunan untuk menyelesaikan suatu tugas.

Pengembangan nilai-nilai dasar seperti itu tampaknya dialami pula oleh anak-anak yang belajar melukis di lokasi penelitian ini. Misalnya, anak-anak dilatih untuk bertanggung jawab terhadap penyelesaian lukisan yang dibuatnya masing-masing. Mereka akan merasa sangat malu kepada temanya, jika ia tidak bisa menyelesaikan lukisan yang dibuatnya. Jadi, dengan belajar melukis bersama anak-anak akan merasa tertantang untuk menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawabnya.

Kemudian ketika mereka bisa menyelesaikan lukisannya dengan baik, maka secara tidak langsung teman-temannya akan menaruh rasa hormat kepada mereka, sebab dia bertanggung jawab terhadap pekerjaannya.

Di dalam kegiatan melukis tersebut dibangun pula sebuah sistem kebersamaan, yakni siapapun di antara mereka yang lukisannya laku terjual, maka 5% dari hasil penjualannya dijadikan kas dalam untuk keperluan membeli bahan-bahan lukisan seperti kuas, cat, dan kertas yang dapat dipakai oleh semua anak yang tergabung pada sanggar seni tersebut. Cara-cara seperti ini sangat bermanfaat untuk mengembangkan rasa kebersamaan dan keadilan pada diri anak-anak itu sendiri. Selain itu, melalui sistem demikian pada diri anak-anak juga akan terbentuk sikap keberanian untuk menyisihkan sedikit penghasilannya untuk keperluan bersama, di samping juga dapat ditumbuhkan sikap-sikap seperti kejujuran, rasa kebangsaan, disiplin diri, rasa peduli dan sikap ketekunan.

Apa yang diuraikan di atas sejalan dengan pandangan Daniel Goleman dalam bukunya yang cukup terkenal, yakni Multiple Intelligences, dan Emosional Intelligence (1999)

M E M B E N T U K K A R A K T E R A N A K (Melalui Seni Melukis)

112

yang menyatakan bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai yang mencakup sembilan nilai dasar yang saling terkait satu sama lainnya, yaitu: (1) responsibility (tanggung jawab); (2) respect (rasa hormat); (3) fairness (rasa keadilan); (4) courage (keberanian); (5) honesty (kejujuran);

(6) citizenship (kebangsaan); (7) self discipline (disiplin diri);

(8) Carring (peduli); dan (9) perseverance (ketekunan).

Jika pendidikan nilai berhasil menginternalisasikan kesembilan nilai dasar tersebut dalam diri anak-anak, maka menurut Daniel Goleman akan terbentuk seorang pribadi yang berkarakter atau seorang pribadi yang berwatak.

lebih lanjut menurut Goleman, pendidikan nilai harus dimulai dari lingkungan keluarga, kemudian dilanjutkan pada lingkungan pendidikan formal, dan non-formal, baru kemudian diterapkan secara nyata dalam kehidupan masyarakat (masyarakat politik, industri, dunia usaha, dan lain-lain). Dalam pandangannya pendidikan karakter atau pendidikan nilai amat penting bagi perkembangan anak- anak, sebab menurut hasil penelitiannya, bahwa keberhasilan atau kesuksesan hidup seseorang 80%

ditentukan oleh karakternya (kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritualnya) sementara hanya 20% ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya.

4.3 Latar Belakang Pemilihan Objek Lukisan

Dalam dokumen MEMBENTUK KARAKTER ANAK (Melalui Seni Melukis) (Halaman 121-125)