BAB VI KETENTUAN SANKSI
B. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo. Undang-Undang
B. Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo. Undang-Undang Nomor 1
Sanksi dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Jo. Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak ditujukan terhadap pelanggar larangan-larangan yang diatur dalam Undang-Undang tersebut. Dengan demikian, sebelum menguraikan mengenai sanksi, perlu dipahami terlebih dahulu larangan-larangan yang diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dimana larangan-larangan dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tidak dilakukan perubahan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Berikut ini diuraikan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 yang mengatur mengenai larangan:
Pasal 76A
Setiap orang dilarang:
a. memperlakukan Anak secara diskriminatif yang mengakibatkan Anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya; atau
b. memperlakukan Anak Penyandang Disabilitas secara diskriminatif.
Pasal 76B
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam situasi perlakuan salah dan penelantaran.
Pasal 76C
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
Pasal 76D
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Pasal 76E
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Pasal 76F
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan Anak.
Pasal 76G
Setiap Orang dilarang menghalang-halangi Anak untuk menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya dan/atau menggunakan bahasanya sendiri tanpa mengabaikan akses pembangunan Masyarakat dan budaya.
Pasal 76H
Setiap Orang dilarang merekrut atau memperalat Anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan Anak tanpa perlindungan jiwa.
Pasal 76I
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak.
Pasal 76J
(1) Setiap Orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi narkotika dan/atau psikotropika.
(2) Setiap Orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan Anak dalam penyalahgunaan, serta produksi dan distribusi alkohol dan zat adiktif lainnya.
Adapun sanksi terhadap pengikaran larangan tersebut telah ditentukan dalam Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Jo. Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, yakni:
Pasal 77 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 77A Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
(1) Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap Anak yang masih dalam kandungan dengan alasan dan tata cara yang tidak dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45A, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kejahatan.
Pasal 77B Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76B, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 78 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak korban kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 79 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002
Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 80 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).
(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 81 Undang-Undang No. 1 Tahun 2016
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D.
(5) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 (sepuluh) tahun dan paling lama 2O (dua puluh) tahun.
(6) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
(7) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan. Pidana tambahan dan tindakan dikecualikan bagi pelaku Anak.
Pasal 81A Undang-Undang No. 1 Tahun 2016
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (71 dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok.
(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.
(3) Pelaksanaan kebiri kimia disertai dengan rehabilitasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan dan rehabilitasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 82 Undang-Undang No. 1 Tahun 2016
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (21, penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 768.
(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5) Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
(6) Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (21 sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
(7) Tindakan sebagaimana dimaksud diputuskan bersama-sama dengan dengan memuat jangka waktu tindakan.
(8) Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.
Pasal 82A Undang-Undang No. 1 Tahun 2016
(1) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (6) dilaksanakan selama dan/atau setelah terpidana menjalani pidana pokok.
(2) Pelaksanaan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di bawah pengawasan secara berkala oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, sosial, dan kesehatan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tindakan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan uraian diatas, ketentuan mengenai larangan-larangan dalam perlindungan anak masih berpedoman pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Sedangkan mengenai sanksi bagi pelanggar larangan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 masih mengacu pada tiga peraturan, yakni Undang- Undang No. 23 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Jo. Undang-Undang No. 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. Yang harus digarisbawahi bahwasanya keberlakuan Undang-Undang Pelrindungan Anak yang baru belum mengahapus seluruh ketentuan dalam Undang-Undang yang lama, tetapi hanya melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan saja. Berdasarkan asas Lex Posterior Derogat Lege Priori, yang bermakna Undang-Undang yang baru mengesampingkan Undang-Undang yang lama.
Artinya mengenai perlindungan anak tetap mengacu pada Undang-Undang yang lama selama belum dilakukan perubahan dengan Undang-Undang yang baru.