• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Pemahaman

Dalam dokumen pendidikan agama islam - berbasis it (Halaman 56-60)

Metode ini menuntut pemahaman anak didik terhadap apa yang telah disampaikan. Berikut ini jenis metode tersebut.

2.1.1 Penggunaan Akal (Rasio)

Dalam metode ini manusia dianjurkan agar memfungsikan akal secara optimal untuk mencari kebenaran sehingga ia dapat mengoptimalisasi logika untuk melihat kebenaran dan kesalahan serta untuk membedakan antara yang haq dan yang bathil yang semata-mata didasarkan pada kajian empirik dan bukan taklid buta.

Al-Qur’an banyak menggunakan retorika yang variatif untuk menganjurkan akal agar memikirkan ‘illat di balik yang diwahyukan.

Dialektika tersebut sangat baik bila digunakan dalam pendidikan, karena anak didik akan merasa puas jika setiap ilmu yang dipelajari, tingkah laku yang dilakukan, perintah yang dilaksanakan serta larangan yang dijauhi diketahui ‘illat-nya, bukan semata-mata lantaran Tuhan telah mengatakan begini dan begitu atau karena ilmu menganjurkan begini dan begitu, tetapi didasarkan pada argumen yang jelas mengapa hal tersebut dilakukan.

Al-Qur’an menyeru manusia untuk melakukan percobaan (exsperiment) guna menegaskan kebenaran yang telah disampaikan.

Hal inis ebagaimana dijumpai dialog Nabi Ibrahim as. dalam Al- Qur’an.

َّنِئَمْطَيِل ْنِكَٰلَو ٰىَلَب َلاَق ْنِمْؤُت ْمَلَوَأ َلاَق ٰىَتْوَمْلا ي ِيْحُت َفْيَك يِنِر َ

أ ِّبَر ُمي ِهاَرْبِإ َلا َق ْذِإَو ا ًء ْز ُج َّن ُهْن ِم ٍلَب َج ِّل ُك ٰىَلَع ْلَعْجا َّمُث َكْيَلِإ َّنُهْرُصَف ِرْيَّطلا َنِم ًةَعَبْرَأ ْذُخَف َلاَق يِبْلَق

﴾٢٦۰:ةرقبلا﴿ ٌمي ِك َح ٌزيِزَع َهَّللا َّنَأ ْمَلْعاَو اًيْع َس َكَنيِتْأَي َّنُهُعْدا َّمُث

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian- bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (Q.S. Al-Baqarah:

260).

Dalam dialog tersebut Ibrahim ingin mengetahui rahasia ciptaan Tuhan yang ada di alam, bukan masalah keimanan untuk mengetahui rahasia Illahi ketika ia melaksanakan perbuatan. Rasa hasil uji coba yang dilakukan manusia tidak sama dengan rasa keimanan terhadap hal-hal yang ghaib. Al-Qur’an mengisyaratkan perlunya uji coba empirik untuk mengetahui rahasia alam untuk menenangkan hati dan meneguhkan keyakinan. Bila pikiran manusia menemukan kebuntuan dan terhalang dengan masalah, Al-Qur’an mengisyaratkan agar kembali kepada rujukan yang benar berdasarkan logika ilmiah.

Oleh sebab itu, pendidikan Islam harus menentukan langkah dalam mencanangkan program pendidikan dan pengajarn, yaitu dengan membenahi langkah sehingga pengajar bersikap lapang dada yang dapat memberi jawaban terhadap pertanyaan anak didik dengan baik. Sikap keterbukaan pandangan ini buka hanya pada pengajar, melainkan juga pada pelajar. Kebekuan pola pikir masyarakat, disebabkan keyakinan terhadap sesuatu yang bukan pasti. Padahal keyakinan sebenarnya hanyalah difungsikan

terhadap yang ghaib, sementara terhadap masalah empirik lebih dibutuhkan rasionalitas. Dengan demikian, Al-Qur’an juga melarang penggunaan prasangka (zhann) dan mengatakan sesuatu yang tidak didasarkan pada ilmu.

Firman Allah:

َنوُلَعۡفَي اَمِب ُۢميِلَع َهَّللٱ َّنِإ ۚأًۡي َش ِّقَحۡلٱ َنِم يِنۡغُي َل َّنَّظلٱ َّنِإ ۚاًّنَظ َّلِإ ۡمُهُرَثۡكَأ ُعِبَّتَي اَمَو ) ٦ (

Artinya: Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan (Q.S. Yunus:

36).

2.1.2 Metode Tamtsil dan Tasybih

Metode ini digunakan untuk memudahkan dalam menjelaskan sesuatu yang immateri dengan cara yang mudah dengan memberikan tamtsil (perumpamaan) agar mudah dicerna oleh rasio.

Tamtsil ini merupakan salah satu metode yang dominan digunakan untuk menyampaikan pesan Ilahi yang tertuang dalam kitab suci.

Firman Allah:

) 43( َنو ُم ِلَٰع ۡ

لٱ َّل ِإ ٓاَهُلِقۡعَي اَمَو ِۖساَّنلِل اَهُبِرۡضَن ُلَٰثۡمَ ۡلٱ َكۡلِتَو

Artinya: Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang- orang yang berilmu (Q.S. Al-Ankabut: 43).

Metode ini banyak digunakan oleh ahli ilmu eksakta, karena ilmu tersebut hanya bisa dipahami dengan menggunakan bantuan analogi untuk mencapai objek yang ingin dicapai. Analogi dari alam indrawi untuk mengetahui di luar jangkauan indra itulah yang dikehendaki dengan tamtsil. Metode ini bukan sekedar digunakan untuk menjabarkan materi ilmiah yang empirik saja, melainkan pula dapat digunakan di luar pengajaran, berikut ini diantaranya.

a. Untuk memahamkan sesuatu yang abstrak sehingga dapat diindra agar mudah diterima, karena makna yang diproses oleh tamtsil belum terlintas dalam pikiran kecuali setelah diilustrasikan.

b. Untuk menyingkapkan hakikat sesuatu sehingga akal mampu mengungkapkan hal-hal yang sebelumnya dianggap abstrak.

c. Untuk memadatkan makna yang luas, dengan ungkapan yang singkat dan ringkas.

d. Untuk menarik simpatisan audiensi sehingga menyenangi sesuatu yang menjadi kesenangan jiwa.

e. Untuk menghindarkan sesuatu yang tidak disenangi oleh jiwa.

f. Untuk memuji sesuatu yang dijadikan percontohan.

g. Untuk menunjukkan sifat kurang baik yang ada pada contoh.

2.1.3 Mengambil Pelajaran Peristiwa Masa Lalu

Metode ini dipakai Al-Qur’an ketika masa turun, yang mana Al- Qur’an diturunkan secara gradual sesuai dengan situasi peristiwa.

Al-Qur’an mengarahkan agar manusia mencari pengalaman yang dijadikan pelajaran dan setiap hambatan dicarikan upaya pemecahan. Peristiwa masa lalu merupakan sarana yang efektif untuk menghubungkan materi pengajaran dengan kondisi jiwa peserta didik untuk menghantarkan kepada kesuksesan. Inilah rahasia Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan dan keadaan (Al-Wahidi, 1315 H: 113), supaya:

a. Peserta didik dapat mengetahui hubungan berbagai elemen yang berbeda-beda dan hubungan antar-mahluk yang bercorak ragam.

b. Peserta didik mampu mencari sumber yang menjadi tempat pengembalian berbagai ilmu serta berbagai topik yang berbeda-beda.

c. Peserta didik mampu membedakan antara tulisam pengarang dengan karya penyadur, serta mampu menganalisis gagasan masing-masing penulis.

d. Peserta didik mampu membedakan antara hakikat yang tetap dan yang berubah-ubah, dan mampu menggeneralisasikan unsur yang beragam.

e. Menumbuhkan kecenderungan untuk membaca dan meneliti.

f. Memberi wawasan peserta didik sikap solidaritas dari keberagaman, baik secara individu, kelompok, maupun golongan.

g. Melatih peserta didik agar mampu berpikir kritis.

h. Menjadikan peserta didik mampu mengambil pelajaran dari peristiwa yang menimpa kelompok tertentu untuk mencari terobosan lain.

Dalam dokumen pendidikan agama islam - berbasis it (Halaman 56-60)

Dokumen terkait