METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2021 di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Genetika Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makassar.
B. Alat dan Bahan 1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer UV-Vis, incubator Heracus Thermo Scientific TYP B6120, shaker incubator Thermo Scientific Max Q4000, autoklav YX 28OD, oven Memmert, laminar air flow (LAF) ESCO, neraca analitik Kern ABJ, digital multimeter Masda DT830B, blender Maspion, pemanas listrik Maspion, bio reaktor MFC double chamber, gelas kimia 1000 mL; 500 mL; 250 mL; 100 mL; 50 mL, Erlenmeyer 250 mL, pipet skala 25 mL; 10 mL, cawan petri, tabung reaksi, bulb, corong, pipet tetes, kabel, capit buaya, kawatose, spatula dan rak tabung.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu kulit Pisang (diperoleh dari Kelurahan Samata, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan) aluminium foil, asam klorida (HCl) 1 M, alkohol 70%, aquades (H2O), agar Swallow, buffer kalium fosfat (K2PO4) pH 7, buffer natrium fosfat (Na2PO4) pH 7, elektroda grafit baterai ABC AA,garam KCl, isolat Pseudomonas Sp, kawat tembaga, kalium ferisianida (K3Fe(CN)6) 0,2 M, kalium permanganat (KMnO4) 0,2 M, media nutrient agar (NA), media nutrient broth, natrium hidroksida (NaOH) 1 M.
23
C. Prosedur Penelitian 1. Konstruksi MFC
Sistem MFC dalam penelitian terdiri dari anoda dan katoda dengan volume masing-masing 500 mL kompartemen anoda dan katoda dihubungkan dengan jembatan garam. Pembuatan jembatan garam terbuat dari KCl 1M dan 5% agar yang kemudian dimasukkan dalam pipa PVC. Elektroda yang digunakan bersumber dari baterai bekas. Elektroda direndam dengan larutan NaOH 1M dan HCl 1M masing-masing selama 1 hari. Elektroda direndam dengan aquades hingga saat digunakan.
Pembuatan bioreaktor MFC yaitu dengan cara menghubungkan dua buah wadah plastik yang dihubungkan dengan jembatan garam dan dibagian permukaan wadah ditempatkan batang elektroda yang ditempelkan dengan kawat penghantar.
Desain sistem MFC seperti Gambar 3.1 :
Gambar 3.1 Desain kompartemen ganda (Sumber: Logan et al, 2006)
2. Preparasi Bakteri Pseudomonas Sp
Isolat Pseudomonas sp digoreskan pada media Nutrien Agar (NA) yang telah dibuat lalu disimpan selama 24 jam. Setelah itu, membuat media inokulum dengan
Jembatan Garam Kompartemen Kawat
Tembaga
Elektroda grafit
menimbang 2,4 gram Nutrien Broth (NB) dalam 300 mL aquades. Diinkubasi selama 30 menit lalu diletakkan ke dalam Laminar Air Flow. Bakteri yang telah dibiakkan diambil dengan menggunakan kawatose lalu masukkan kedalam Erlenmeyer yang telah berisi media Nutrien Agar (NA). Inokulum di shaker selama 24 jam pada suhu 37oC dengan kecepatan putaran 125 rpm.
3. Preparasi Substrat Kulit Pisang
Kulit Pisang diambil di sekitaran Kelurahan Samata, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Sampel kulit pisang diambil kemudian dipotong dengan ukuran 3 cm, setelah itu dihaluskan menggunakan blender lalu ditimbang sebanyak 300 gram dan ditambahkan air secukupnya lalu dimasukkan ke dalam bioreaktor MFC.
4. Pembuatan larutan elektrolit KMnO4 0,2 M dan K3Fe(CN)6 0,2 M a. Pembuatan larutan elektrolit KMnO4 0,2 M
Padatan KMnO4 ditimbang sebanyak 31,6 gr kemudian dilarutkan dalam 1000 mL aquades di dalam labu takar 1000 mL, setelah itu disimpan ke dalam botol berwarna coklat.
b. Pembuatan Larutan elektrolit K3Fe(CN)6 0,2 M
Padatan K3Fe(CN)6 ditimbang sebanyak 33 gr kemudian dilarutkan ke dalam 500 mL aquades lalu disimpan ke dalam wadah.
5. Preparasi Jembatan Garam
Ditimbang sebanyak 5 gr agar dilarutkan dengan 100 ml aquades kemudian dipanaskan. Selanjutnya ditambahkan 3 gr KCl dihomogenkan, larutan dimasukkan ke dalam pipa PVC tunggu hingga memadat dan siap untuk digunakan (Farida, dkk., 2017).
25
6. Pengujian MFC
a. Tanpa menggunakan larutan elektrolit dan larutan buffer
Substrat kulit pisang yang telah dibuat dimasukkan ke dalam ruang anoda sebanyak 300 ml kemudian ditambahkan 10 ml bakteri Pseudomonas Sp. Untuk ruang katoda dimasukkan 300 ml aquades setelah itu pasang penutup chamber dan hubungkan dengan voltmeter menggunakan capit buaya. Mengukur arus listrik dan tegangan yang dihasilkan setiap jam selama 36 jam.
b. Penentuan arus listrik dan tegangan arus terhadap penambahan larutan elektrolit KMnO4 0,2 M, larutan buffer Natrium Fosfat pH 7 dan Kalium Fosfat pH 7.
Substrat kulit pisang yang telah dibuat dimasukkan ke dalam ruang anoda sebanyak 300 ml dan ditambahkan 10 ml bakteri Pseudomonas Sp kemudian ditambahkan lagi 5 mL larutan buffer Natrium fosfat pH 7. Pada ruang katoda dimasukkan 300 ml KMnO4 0,2 M. Setelah itu pasang penutup chumber dan hubungkan dengan voltmeter menggunakan capit buaya. Mengukur arus listrik dan tegangan yang dihasilkan setiap jam selama 36 jam. Mengulangi percobaan dengan menggunakan larutan buffer Kalium fosfat pH 7.
c. Penentuan arus listrik dan tegangan arus terhadap penambahan larutan elektrolit K3Fe(CN)6 0,2 M, larutan buffer Natrium fosfat dan larutan buffer Kalium Fosfat pH 7
Substrat kulit pisang yang telah dibuat dimasukkan ke dalam ruang anoda sebanyak 300 ml dan ditambahkan 10 ml bakteri Pseudomonas sp kemudian ditambahkan lagi 5 mL larutan buffer Natrium fosfat pH 7. Pada ruang katoda dimasukkan 300 ml K3Fe(CN)6. Memasang penutup chamber dan hubungkan dengan
voltmeter menggunakan capit buaya. Mengukur arus listrik dan tegangan yang dihasilkan setiap jam selama 36 jam. Mengulangi percobaan dengan menggunakan larutan buffer Kalium fosfat pH 7.
d. Perhitungan Energi Listrik dan Power Density (mW/m2)
Tabel 3.1. Pelaksanaan Percobaan
No Parameter Waktu
Pengukuran Alat Lama
Pengukuran
1. Arus
Listrik Setiap jam Multimeter 36 jam
2. Tegangan Setiap jam Multimeter 36 jam
Perhitungan Nilai Power Density (mW/m2):
Dari data kuat arus dan tegangan, dapat diperoleh nilai daya per satuan luas permukaan elektroda
Nilai Power Density (mW/m2) = mA x V volt A m2 Dimana:
I = kuat arus (mili amper) V = tegangan (volt)
A = luas permukaan elektroda (m2)
(Kristin, 2012)
27 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tabel Hasil Penelitian
1. Hasil penelitian dengan menggunakan substrat kulit pisang tanpa perlakuan dalam sistem MFC dapat dilihat dalam tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Beda Potensial dan Arus Substrat Kulit Pisang Tanpa Penambahan larutan Elektrolit dan larutan Buffer
Jam Tegangan (Volt) Arus (mA)
0 0,6 0,8
4 0,4 0,12
8 0,7 0,4
12 0,31 0,22
16 0,33 0,7
20 0,36 0,18
24 0,29 0,46
28 0,19 0,15
32 0,5 0,8
36 0,3 0,5
2. Hasil penelitian dengan menggunakan substrat kulit pisang dengan penambahan larutan elektrolit KMnO4 0,2 M dengan variasi buffer natrium fosfat dan kalium fosfat pH 7 bertujuan untuk meningkatkan produksi listrik pada sistem MFC. Menurut (Geun-Cheol Gil dkk., 2003), pada anoda penambahan Buffer dapat membantu mengurangi perubahan pH, sehingga pH berada pada range yang cocok untuk pertumbuhan bakteri yang digunakan pada sistem MFC dan hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 4.2 sebagai berikut:
Tabel 4.2 Data Hasil Pengukuran Beda potensial dan Arus larutan elektrolit KMnO4 0,2 M dengan Variasi Buffer Na3PO4 dan K3PO4
Jam Substrat + KMnO4 0,2 M
Buffer Na3PO4 Buffer K3PO4
Tegangan (Volt) Arus (mA) Tegangan (Volt) Arus (mA)
0 0,12 0,4 0,1 0,03
4 0,60 0,15 0,5 0,20
8 0,40 0,35 0,10 0,15
12 0,49 0,86 0,65 0,18
16 0,22 0,55 0,50 0,32
20 0,84 0,71 0,43 0,39
24 0,92 0,32 0,82 0,19
28 0,88 0,40 0,57 0,19
32 0,65 0,36 0,29 0,15
36 0,7 0,4 0,9 0,11
3. Perbandingan dilakukan menggunakan larutan elektrolit K3Fe(CN)6, agar diketahui pengaruh penggunaan larutan elektrolit dan buffer fosfat. Hasil penelitian dengan menggunakan substrat kulit pisang dengan penambahan larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dengan variasi buffer natrium fosfat dan kalium fosfat dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Data Hasil Pengukuran Beda Potensial dan Arus larutan elektrolit K3Fe(CN)6 0,2 M denganVariasi Buffer Na3PO4 dan K3PO4
Substrat + K3Fe(CN)6 0,2 M
Jam Buffer Na3PO4 Buffer K3PO4
Tegangan (volt) Arus (mA) Tegangan (volt) Arus (mA)
0 0,4 0,17 0,1 0,4
4 0,20 0,9 0,19 0.5
8 0,11 0,34 0,25 0,17
12 0,20 0,23 0,48 1,16
16 0,58 0,62 0,21 0,17
29
20 0,32 0,41 0,45 0,36
24 0,13 0,30 1,56 0,49
28 0,23 0,68 0,94 0,72
32 0,68 0,35 0,88 0,29
36 0,12 0,27 0,53 0,18
4. Hasil penelitian dengan menggunakan substrat kulit pisang dengan penambahan larutan elektrolit KMnO4 dan K3Fe(CN)6 dengan variasi buffer natrium fosfat dan kalium fosfat diperoleh data hasil tegangan dan arus, maka dilakukan perhitungan nilai Power Density (mW/m2) untuk mengetahui kerapatan daya yang dihasilkan. Nilai kerapatan daya yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 4.4 sebagai berikut
Tabel 4.4 Data Hasil Power Density (mW/m2) pada Setiap penambahan Larutan Elektrolit dengan Buffer
Variasi Elektrolit dan Bahan Buffer Kerapatan daya (mW/m2)
Tanpa Penambahan 91,369 mW/m2
KMnO4 0,2 M dan Buffer Natrium Fosfat 288,630 mW/m2 KMnO4 0,2 M dan Buffer Kalium Fosfat 114,863 mW/m2 K3Fe(CN)6 0,2 M dan Buffer Natrium Fosfat 107,123 mW/m2 K3Fe(CN)6 0,2 M dan Buffer Kalium Fosfat 397,714 mW/m2 B. Pembahasan
Microbial Fuel Cell (MFC) merupakan alat yang mengubah energi kimia menjadi energi listrik dengan mikroorganisme sebagai pengurai dan terjadi reaksi reduksi dan oksidasi. Pada penelitian ini menggunakan bakteri Pseudomonas sp dan substrat kulit pisang. Preparasi mikroorganisme dilakukan dengan membuat inokulum bakteri Pseudomonas sp dalam media nutrient broth. Media nutrient broth berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri Pseudomonas sp. Nutrisi pada nutrien broth dapat membuat bakteri berkembang biak. Kemudian bakteri Pseudomonas sp
dimasukkan ke dalam substrat kulit pisang yang mengandung antara lain selulosa 60- 65%, hemiselulosa 6-8%, dan lignin 5-10% (Novianti, dkk., 2016). Lignin merupakan salah satu komponen lignoselulosa yang strukturnya sangat kompleks sedangkan Hemiselulosa juga polimer yang umumnya dibentuk oleh unit-unit gula.
Berbeda dengan selulosa, dimana selulosa hanya terdiri dari polimer glukosa, hemiselulosa adalah polimer dengan 5 gula berbeda yaitu glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, dan arabinosa. Selanjutnya lignin, selulosa dan hemiselulosa akan diurai menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu glukosa dan fruktosa dengan bantuan bakteri. Gula sederhana akan digunakan bakteri untuk proses metabolisme dan menghasilkan energi berupa proton (H+) , elektron dan CO2 (Ahn dan Bruce, 2013).
Elektron dari proses metabolisme akan ditransfer elektroda grafit melalui membran plasma luar bakteri. Sedangkan proton akan terdifusi dari anoda ke katoda melalui jembatan garam yang terbuat dari agar dan KCl. Penggunaan KCl sebagai jembatan garam karena K+ memiliki jari jari lebih besar dibandingkan dengan H+ sehingga proton akan terdifusi. Selanjutnya elektron akan mengalir dari anoda ke katoda melalui kawat eksternal akibat beda potensial yang terjadi antara ruang anoda dan ruang katoda. Proton dan elektron pada ruang katoda digunakan untuk mereduksi Mn7+ menjadi Mn4+ jika menggunakan larutan elektrolit KMnO4 atau mereduksi Fe3+
menjadi Fe2+ jika menggunakan larutan elektrolit K3Fe(CN)6. Ruang katoda terdapat oksigen, maka ion H+ cenderung berikatan dengan oksigen membentuk H2O tetapi proses pembentukan H2O dibutuhkan elektron, maka elektron yang berada diruang anoda akan ditransfer ke ruang katoda melalui kawat eksternal. Aliran elektron dari anoda ke katoda tersebut dikonversikan menjadi energi listrik pada sistem MFC
31
(Muftiana, dkk., 2018).
1. Beda Potensial dan Arus Substrat kulit pisang Tanpa Variasi Larutan Elektrolit dan Buffer Fosfat
Hasil pengukuran beda potensial dari sistem MFC menggunakan bakteri Pseudomonas sp dengan substrat kulit pisang tanpa menggunakan variasi larutan elektrolit dan bahan buffer menunjukkan peningkatan jumlah beda potensial, mulai dari jam ke-4 sampai dengan jam ke-20 terus meningkat, Sehingga diperoleh beda potensial maksimum yaitu sebesar 0,36 Volt. Setelah itu terjadi penurunan kembali mulai dari jam ke- 24 sampai jam ke- 36. Hal ini terjadi karena tidak adanya penambahan larutan elektrolit dan buffer sehingga mempengaruhi pertumbuhan bakteri, karena keduanya mengandung unsur logam nutrisi yang dibutuhkan bakteri untuk sintesis komponen sel dan menghasilkan energi seperti kalium dan natrium (Geun-Cheol Gil dkk., 2003).
Gambar 4.1 Nilai arus dan beda potensial substrat kulit pisang tanpa variasi larutan elektrolit dan buffer
Berdasarkan penelitian Kurniawati, dkk., (2013) yang menggunakan substrat dari feses sapi dengan penambahan bakteri Pseudomonas sp, Cellulomonas sp dan Cell vibrio sp menghasilkan beda potensial yaitu sebesar 750 mV. Hasil tersebut lebih besar dibandingkan penelitian yang dilakukan, karena menjaga suhu dalam
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
0 10 20 30 40
Tegangan (volt) dan Arus (mA)
Waktu (jam)
Tegangan (Volt) Arus (mA)
melakukan penelitian sehingga bakteri dapat tumbuh dengan baik dan penggunaan substrat yang cocok terhadap bakteri selulitik. Temperatur, pH dan jenis mikroorganisme sangat berperan untuk menghasilkan beda potensial.
Adapun nilai arus yang dihasilkan dalam sistem MFC tanpa menggunakan larutan elektrolit dan bahan buffer juga terjadi perubahan. Dari hasil pengukuran memperlihatkan data arus mengalami fluktuatif. Bakteri mengalami persaingan untuk memperoleh nutrisi dari substrat (Ibrahim dkk., 2017). Bakteri juga harus menghidrolisis lignin, selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana sebelum menghasilkan energi listrik terlebih dahulu (Lanas, dkk., 2014).
2. Pengaruh Penambahan Variasi Larutan Elektrolit KMnO4 dengan Bahan Buffer natrium Fosfat dan Kalium Fosfat
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran beda potensial pada larutan elektrolit KMnO4 dengan masing-masing penambahan 2 jenis larutan buffer yaitu larutan buffer natrium fosfat dan larutan buffer kalium fosfat. Penggunaan variasi larutan buffer pada larutan elektrolit KMnO4 bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan jenis larutan buffer dengan larutan elektrolit dalam menghasilkan beda potensial dalam sistem MFC serta mencari paduan yang sesuai antara kedua larutan pada bakteri Pseudomonas sp dan substrat kulit pisang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Utami dkk (2018: 62-67) penambahan larutan elektrolit KMnO4 pada katoda berguna untuk menangkap elektron (aseptor elektron) yang berasal dari anodik. Permanganat dapat digunakan sebagai efektif katodik aseptor elektron untuk MFC, dengan menggunakan permanganat sebagai aseptor elektron dibawah kondisi asam dapat meningkatkan power density 11 kali lipat dibandingkan menggunakan ferisianida dan oksigen.
33
Reaksi yang terjadi pada katoda, dengan menggunakan KMnO4 sebagai katodik dalam lingkungan asam diberikan dibawah ini:
Katoda: MnO4-
+ 4H+ + 3e → MnO2 + 2H2O (E° = 1,7 V; pH = 1)
Proton dan elektron yang berasal dari anoda digunakan untuk mereduksi Mn7+ menjadi Mn4+. Kalium permanganat juga mengalami fotodekomposisi atau terdekomposisi jika terkena cahaya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2KMnO4 → K2MnO4 + MnO2 + O2
Maka pada saat penelitian dilaksanakan, bejana katoda dibuat berwarna hitam untuk menghindari fotodekomposisi.
Hasil pengukuran beda potensial dalam sistem MFC yang menggunakan bakteri Pseudomonas sp dengan substrat kulit pisang menggunakan larutan elektrolit KMnO4. Larutan elektrolit tersebut menggunakan variasi penambahan larutan buffer natrium fosfat dan kalium fosfat ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Nilai beda potensial substrat kulit pisang dengan variasi larutan elektrolit KMnO4 dan buffer
Pada Gambar 4.2 menunjukkan perbedaan grafik beda potensial dari larutan elektrolit KMnO4 dengan variasi penambahan larutan buffer natrium fosfat dan kalium fosfat yang memiliki pola penurunan dan kenaikan yang hampir sama. Beda
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
0 10 20 30 40
Tegangan (Volt)
Waktu (jam)
Natrium Fosfat Kalium Fosfat
potensial maksimum ditunjukkan pada larutan elektrolit dengan buffer natrium fosfat yaitu sebesar 0,92 volt. Sedangkan untuk larutan elektrolit dengan buffer kalium fosfat dihasilkan beda potensial sebesar 0,82 volt. Sehingga dapat dilihat dari beda potensial yang dihasilkan dari kedua jenis larutan buffer, variasi larutan buffer natrium dengan larutan elektrolit KMnO4 menghasilkan rata-rata beda potesial yang lebih tinggi dibandingkan dengan variasi larutan buffer kalium dengan larutan elektrolit KMnO4.
Berdasarkan penelitian David, dkk (2014) yang menggunakan substrat whey tahu dengan menggunakan bakteri S.cerevisiae ATCC 9763 menghasilkan beda potensial maksimum yaitu sebesar 40,67 mV. Pada penelitian ini dihasilkan beda potensial maksimum yaitu sebesar 0,76 volt. Hal tersebut dikarenakan menggunakan substrat kulit pisang yang mengandung lignin,selulosa dan hemiselulosa yang tinggi.
Gambar 4.3 Nilai arus substrat kulit pisang dengan variasi larutan elektrolit KMnO4 dan buffer
Pada Gambar 4.3 menunjukkan bahwa penambahan variasi larutan elektrolit dan bahan buffer fosfat mempengaruhi jumlah energi yang dihasilkan dalam sistem MFC. Sama halnya dengan beda potensial, variasi larutan KMnO4 dengan buffer natrium fosfat menghasilkan rata-rata arus lebih tinggi dibandingkan dengan variasi larutan KMnO4 dengan buffer kalium fosfat. Kedua grafik mengalami penurunan
-0,2 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1
0 20 40
Arus (mA)
Waktu (jam)
Natrium Fosfat Kalium Fosfat
35
setelah jam ke-20. Hal itu dapat terjadi karena bakteri sudah mengalami fase kematian akibat penumpukan sisa-sisa metabolisme yang sudah bersifat racun sehingga energi yang dihasilkan berkurang (Muftiana, dkk., 2018). Arus maksimum yang diperoleh pada variasi larutan KMnO4 dengan buffer kalium fosfat yaitu sebesar 0,99 mA. Sedangkan untuk variasi larutan KMnO4 dengan buffer natrium fosfat menghasilkan arus maksimum yaitu sebesar 0,86 mA.
Berdasarkan penelitian Pramono dan Rani (2014), yang menggunakan bakteri Eschericia coli pada sel bahan bakar urine diperoleh arus maksimum yaitu sebesar 0,149 mA. Pada penelitian ini diperoleh arus yang lebih tinggi yakni sebesar 1,75 mA untuk variasi larutan KMnO4 dengan buffer natrium fosfat, diduga karena pada ruang anoda ditambahkan bahan buffer yang selain berfungsi untuk menjaga pH lingkungan, juga berfungsi sebagai sumber nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri sehingga energi yang dihasilkan lebih banyak (Sari, dkk., 2016).
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa bahan Buffer yang digunakan dalam sistem MFC berpengaruh terhadap beda potensial yang dihasilkan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perbedaan beda potensial yang dihasilkan disebabkan oleh perbedaan daya hantar jenis K+ dan Na+. Daya hantar jenis bergantung pada jumlah ion yang ada, yang biasanya dikenal dengan daya hantar molar. Perbedaan daya hantar molar kedua ion tersebut berkaitan dengan mobilitas ion. Semakin besar mobilitas ionik suatu ion maka semakin aktif ion tersebut di dalam larutan, sehingga kontribusi pada daya hantar makin besar(PW Atkins,1999).
Dengan adanya kedua ion tersebut mikroba dapat tumbuh atau berkembang menjadi lebih banyak, sehingga semakin banyak elektron yang akan dihasilkan pada metabolisme bakteri tersebut yang akan ditransfer dari anoda ke katoda sehingga
semakin besar beda potensial yang dihasilkan.
3. Pengaruh Penambahan Variasi Larutan Elektrolit K3Fe(CN)6 dengan Bahan Buffer Natrium Fosfat dan Kalium Fosfat
Untuk mengetahui pengaruh variasi antara larutan elektrolit dan bahan buffer, maka dilakukan juga pengukuran beda potensial yang menggunakan variasi larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dengan bahan buffer natrium fosfat dan kalium fosfat. Hasil pengukuran beda potensial ditunjukan pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Nilai beda potensial substrat kulit pisang dengan variasi larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dan buffer
Berdasarkan gambar 4.4. menunjukkan bahwa variasi antara larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dengan larutan buffer Natrium fosfat menghasilkan rata-rata nilai beda potensial yang lebih tinggi dibandingkan dengan variasi antara larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dengan buffer kalium fosfat. Beda potensial maksimum yang diperoleh untuk variasi K3Fe(CN)6 dengan larutan buffer natrium fosfat yaitu sebesar 0,68 volt, sedangkan untuk variasi K3Fe(CN)6 dengan larutan buffer kalium fosfat menghasilkan beda potensial maksimum sebesar 1,56 volt.
Pada gambar 4.4 menunjukkan grafik beda potensial maksimum variasi K3Fe(CN)6 dengan larutan buffer natrium fosfat diperoleh pada jam ke-32. Pada
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4 1,6 1,8
0 10 20 30 40
Tegangan (Volt)
Waktu (jam)
Natrium Fosfat Kalium Fosfat
37
buffer kalium posfat terjadi kenaikan pada akhir pengujian dan mencapai beda potensial maksimum sebesar 1,56 volt pada jam ke- 24, hal ini diduga terjadi pemutusan lignoselulosa oleh bakteri, menjadi lignin dan selulosa sehingga selulosa dan hemiselulosa langsung digunakan oleh bakteri untuk menghasilkan energi, hemiselulosa mengandung glukosa juga. Berdasarkan penelitian Prayogo, dkk (2017) yang menggunakan substrat dari limbah air septik tank dengan bakteri Bacillus subtilis. Menunjukkan pola kesamaan grafik beda potensial dengan penelitian yang dilakukan. Beda potensial maksimum yang dihasilkan sebesar 140 mV.
Gambar 4.5 Nilai arus substrat kulit pisang dengan variasi larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dan buffer
Pada Gambar 4.5. menunjukkan variasi larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dengan buffer natrium fosfat menghasilkan rata-rata arus lebih rendah dibandingkan dengan variasi larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dengan buffer kalium fosfat. Pengaruh aktivitas bakteri dan kondisi pH yang sesuai. Jumlah aktivitas bakteri akan mempengaruhi penguraian substrat dalam sistem MFC (Faridah, dkk., 2017). Nilai arus maksimum yang diperoleh yaitu 1,16 mA untuk variasi larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dengan buffer kalium fosfat. Sedangkan untuk variasi larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dengan
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 1,4
0 10 20 30 40
Arus (mA)
Waktu (jam)
Natrium Fosfat Kalium Fosfat
buffer natrium fosfat menghasilkan nilai arus maksimum yaitu sebesar 0,68 mA.
Penambahan buffer kalium fosfat juga dapat berperan sebagai sumber nutrisi yang dibutuhkan bagi bakteri dalam pertumbuhannya. Akibatnya semakin banyak elektron yang dihasilkan untuk ditransfer ke ruang katoda sehingga energi yang dihasilkan besar.
4. Nilai Power Density (mW/m2)
Pada penelitian yang dilakukan menghasilkan data kuat arus dan beda potensial sehingga diperoleh nilai power density yaitu daya per satuan luas permukaan elektroda. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa variasi antara larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dengan buffer kalium fosfat menghasilkan nilai power density tertinggi yaitu sebesar 397,714 mW/m2. Sedangkan penelitian Novitasari (2011), yang menggunakan bakteri Lactobacillus bulgarius dengan penambahan larutan elektrolit yang sama menghasilkan power density yaitu sebesar 201,9 mW/m2. Nilai tersebut lebih besar dari penelitian yang dilakukan Novitasari (2011), Pseudomonas sp cukup sesuai dengan substrat. Selain itu penambahan larutan elektrolit dan bahan buffer fosfat sangat mempengaruhi besar energi yang dihasilkan dalam sistem.
Penelitian yang dilakukan oleh Maminska, dkk (2018) yang menggunakan substrat selulosa diperoleh nilai Power Density (mW/m2 ) yaitu sebesar 44 mW/m2. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai Power Density (mW/m2) yang menggunakan substrat kulit pisang kepok menghasilkan nilai Power Density (mW/m2) yang lebih tinggi.
Penggunaan variasi larutan elektrolit dengan penambahan larutan buffer fosfat dengan pH yang sesuai dapat mempengaruhi produksi energi yang dihasilkan
39
oleh bakteri. Karena selain berfungsi untuk menjaga kondisi lingkungan, larutan buffer yang digunakan juga berfungsi sebagai sumber nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri dalam proses metabolismenya. Penelitian yang dilakukan untuk nilai beda potensial variasi larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dengan buffer kalium fosfat menghasilkan beda potensial maksimum yaitu sebesar 1,56 volt, demikian pula untuk nilai arus variasi antara larutan elektrolit K3Fe(CN)6 dengan buffer kalium fosfat juga menghasilkan rata-rata arus paling tinggi yaitu 1,16 mA.