BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. Pajak
Banyak definisi atau batasan pajak yang telah dikemukakan oleh para ahli yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga mudah dipahami. Perbedaannya hanya terletak pada sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing pihak pada saat merumuskan pengertian pajak. Adapun pengertian pajak secara umum yang harus dipahami oleh masyarakat adalah sebagai berikut :
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sebagai bahan perbandingan pengertian pajak, maka penulis mengutip beberapa definisi dari para ahli dalam bidang perpajakan :
a. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Siti Resmi dalam bukunya yang berjudul Perpajakan teori dan kasus.
“Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran-pengeluaran umum.” (2008:1)
b. Menurut S.I. Djajadiningrat
“Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.” (2008:1).
Selanjutnya definisi yang diberikan oleh Edwin Robert Anderson Seligman seorang ekonom, guru besar, pendiri dan presiden pertama American Economic Association, (Nurmantu,2005) merumuskan pajak sebagai berikut :
“a tax a compulsory contribution from the person to the government to defray the expenses incurred in the common interest of all without reference to special benefits conferred”.
Pajak adalah sumbangan wajib seseorang kepada pemerintah yang dapat dipaksakan oleh pemerintahnya tanpa imbalan langsung yang dapat diterima oleh yang membayarnya. Dari definisi tersebut disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :
a. Pajak merupakan iuran dari rakyat kepada negara.
b. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang.
c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan imbalan secara langsung satu per satu oleh pemerintah.
d. Digunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
a. Dasar Hukum Pajak
Dasar hukum pemungutan pajak di Indonesia adalah UUD 1945 pasal 23A yang berbunyi “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang”.
b. Fungsi Pajak
Menurut Supramono (2010:6) terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi regularend (pengatur).
a. Fungsi budgeter (sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgeter, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain-lain.
b. Fungsi regularend (pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
Contoh :
a) Pengenaan pajak yang tinggi terhadap minuman keras gunanya untuk mengurangi atau membatasi jumlahnya.
b) Tarif pajak yang tinggi terhadap barang-barang mewah dari luar negeri dengan tujuan untuk membatasi membanjirnya barang-barang dari luar negeri sehingga barang-barang dalam negeri laku dan produksinya meningkat.
c. Syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo dalam buku perpajakan (revisi 2011:2) pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Pemungutan Pajak Harus Adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, Undang-Undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam Perundang-Undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk menngajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis pertimbangan pajak.
2. Pemungutan Pajak Harus Berdasarkan Undang-Undang (Syarat Yuridis) Di indonesia pajak di atur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.
3. Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan Pajak Harus Efisien (Syarat Finansial)
Sesuai fungsi budgeter, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya
5. Sistem Pemungutan Pajak Harus Sederhana
Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
d. Pengelompokan Pajak
Pajak dapat di bedakan menurut golongan, sifat dan lembaga pemungutnya.
1. Jenis Pajak Menurut Golongannya a) Pajak Langsung
Pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.
Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak langsung karena pengenaan pajaknya adalah langsung kepada Wajib Pajak yang menerima penghasilan, tidak dapat dilimpahkan kepada Wajib Pajak lain.
b) Pajak Tak Langsung
Pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan ke pihak lain. Contoh:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah contoh dari pajak tak langsung sebab yang menjadi Wajib Pajak Pertambahan Nilai (PPN) seharusnya adalah penjualannya, karena penjualannyalah yang mengakibatkan adanya per-tambahan nilai, tetapi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dapat dilimpahkan kepada pembeli (pihak lain).
2. Jenis Pajak Menurut Sifatnya a) Pajak Subyektif
Pajak yang didasarkan atas keadaan subjeknya, memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak yang selanjutnya dicari syarat objektifnya (memperhatikan keadaan Wajib Pajak). Contoh: Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak subjektif, karena pengenaan pajak penghasilan memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak yang menerima penghasilan.
b) Pajak Objektif
Pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan diri Wajib Pajak.Contoh :
(1) Pajak Pertambahan Nilai (PPN), karena pengenaan Pajak Pertambahan Nilai adalah peningkatan nilai dari suatu barang, bukan pada penjual yang meningkatkan nilai barang.
(2) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), karena Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan terhadap keadaan dari tanah dan bangunan, bukan dari keadaan pemiliknya.
3. Jenis Pajak Menurut Lembaga Pemungutnya a) Pajak Pusat (Negara)
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Contoh : Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM), Bea Materai, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
b) Pajak Daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. Pajak daerah diatur dalam PP No.18 tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan PP No.34 tahun 2000 dan yang terakhir diubah dengan PP No.28 tahun 2009. Pajak daerah dibedakan menjadi 2, yaitu :
(1) Pajak Provinsi
Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan, serta Pajak Rokok.
(2) Pajak Kabupaten / Kota
Contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, Pajak Parkir, Pajak Air Tanah, Pajak Sarang Burung Walet, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) pedesaan dan perkotaan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
e. Pengertian Wajib pajak
Wajib pajak merupakan orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan perpajakan (Rosdiana dan Irianto, 2011).Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotong pajak tertentu.
Wajib pajak bisa berupa wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan. Wajib pajak pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan diatas pendapatan tidak kena pajak. Rahman, (2010 : 85) Dalam KUP, ketentuan mengenai kewajiban mendaftarkan diri untuk wajib pajak orang pribadi (WP OP) dibedakan perlakuannya (tax treatment) antara wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. Wajib pajak orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor pokok wajib pajak (NPWP) paling lama satu bulan setelah saat usaha mulai dijalankan (Rosdiana dan Irianto, 2011).
Yang dimaksud dengan saat usaha mulai dijalankan adalah saat yang terjadi lebih dulu antara saat pendirian dan saat usaha nyata-nyata mulai dilakukan.