• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelatihan Resiliensi Pada Remaja Panti Asuhan

Dalam dokumen 2623-0364 e-ISSN - Jurnal Unimus (Halaman 95-98)

Jurnal Surya Masyarakat p-ISSN: 2623-0364

Vol. 4 No. 1, November 2021, Halaman 89-96 e-ISSN: 2623-0569

Jurnal Surya Masyarakat p-ISSN: 2623-0364

Vol. 4 No. 1, November 2021, Halaman 89-96 e-ISSN: 2623-0569

Pelatihan Resiliensi Pada Remaja Panti Asuhan Kimmy Katkar, Purwaningtyastuti, Retno Ristiasih Utami DOI: https://doi.org/10.26714/jsm.4.1.2021.89-96

90 pada fase remaja bisa dikatakan sebagai fase

perubahan. Masa yang penuh gejolak dan tekanan, karena pada fase ini remaja dihadapkan dengan berbagai macam masalah, tantangan, perubahan fisik, sosial, psikologis dan emosi.

Remaja perlu memiliki daya tahan atau yang biasa disebut dengan resiliensi.

Kemampuan tersebut tidak bisa didapatkan begitu saja namun butuh proses yang cukup lama, maka dari itu setiap remaja dapat belajar untuk menjadi pribadi yang resilien darimana saja, kapanpun dan dimanapun. Kemampuan resiliensi yang dimiliki tentu sangat bermanfaat sebagai bekal ketika di masa mendatang saat mengalami suatu masalah, remaja akan mampu untuk mengatasinya, bangun dan bangkit dari keterpurukan hingga menjadi seorang pribadi yang mempunyai rasa percaya diri, optimis, mampu berpikir logis dan memiliki rasa tanggung jawab.

Kondisi di panti asuhan sendiri terdapat jumlah yang tidak seimbang dimana jumlah pengasuh yang tidak seimbang dengan jumlah anak asuh yang berada di panti. Situasi semacam ini dapat mendorong munculnya berbagai macam permasalahan psikologis. Remaja di panti asuhan bisa menjadi kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang atau pengarahan dari para pengasuh. Sedikitnya bimbingan yang diterima, individu harus mampu menjalani hidupnya sendiri. Hal ini sesuai dengan (Illahi & Akmal, 2017) yang berpendapat bahwa kehidupan yang dijalani oleh remaja di panti asuhan memiliki beberapa tantangan. Sebagai contoh, jumlah pengasuh yang tidak seimbang dengan jumlah anak asuhnya bisa menjadikan remaja yang tinggal di panti asuhan kurang memperoleh dukungan sosial, moral dan bimbingan.

Dimana seharusnya seorang remaja yang masih mengalami perkembangan psikologis lebih membutuhkan keberadaan dan dukungan dari orang tua, namun hal itu tidak bisa di dapatkannya. Sehingga dengan kondisinya seperti itu maka akan mendorong

anak panti untuk bisa lebih mandiri.

Masa remaja termasuk salah satu fase yang penting dalam proses perkembangan, oleh karena itu dibutuhkan pendampingan secara intens baik fisik maupun psikologis dari orang tua agar dapat membantu individu saat dihadapkan suatu permasalahan terutama jika masalah tersebut tergolong masalah berat. Namun karena menyandang status yatim piatu saat remaja, maka bisa menimbulkan suatu masalah bagi individu.

Oleh karena itu remaja membutuhkan perhatian dan bimbingan secara mendalam agar membantu proses perkembangan remaja dalam menjalani kehidupan.

Pengalaman selama berada di panti asuhan akan memengaruhi sikap dan perilaku remaja dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Selama berada di panti asuhan kebutuhan fisiologis remaja akan terpenuhi namun tidak kebutuhan psikologisnya, hal ini disebabkan karena kurangnya bimbingan, kasih sayang dan perhatian secara intens pada masing- masing individu. Suseno (2013), menyatakan bahwa remaja yatim piatu dapat terhambat perkembangan pribadinya dengan menunjukkan sikap menutup diri, berperilaku agresif dan memperlihatkan prasaan inferior dan pasif.

Emosi remaja yang hidup tanpa orang tua sering bergejolak dan tidak stabil, karena status dirinya yang berbeda dengan teman, orang lain dan orang terdekat lainnya.

Remaja yang tinggal di panti asuhan tentu akan mengalami perkembangan psikologis berbeda dengan remaja yang masih memiliki keluarga utuh dan tinggal di rumah. Remaja panti akan lebih rentan terhadap tekanan- tekanan negatif dan akan mudah terpuruk saat dihadapkan suatu permasalahan yang cukup berat karena kurangnya dukungan psikologis dari orang tua.

Remaja yang tinggal di panti asuhan memiliki perasaan rendah diri, cenderung pasif, kurang peduli, menarik diri, mudah putus asa, cepat merasa takut dan cemas jika dibandingkan dengan remaja yang masih

Jurnal Surya Masyarakat p-ISSN: 2623-0364

Vol. 4 No. 1, November 2021, Halaman 89-96 e-ISSN: 2623-0569

Pelatihan Resiliensi Pada Remaja Panti Asuhan Kimmy Katkar, Purwaningtyastuti, Retno Ristiasih Utami DOI: https://doi.org/10.26714/jsm.4.1.2021.89-96

91 memiliki orang tua (Widiasavitri, 2016). Hal

ini sesuai dengan hasil wawancara awal dengan pimpinan panti asuhan yang mengemukakan bahwa ada beberapa remaja yang cenderung menutup diri dan pasif sehingga sulit membedakan apakah remaja tersebut sedang mengalami suatu masalah atau tidak. Ketika di dekati oleh pengasuh, terdapat beberapa remaja yang terlihat kurang percaya diri, hal ini disebabkan karena kurang dekatnya hubungan antara pengasuh dengan remaja tersebut. Sehingga individu lebih memilih untuk membatasi dirinya dengan orang lain yang dirasa tidak memiliki kelekatan hubungan.

Selain itu permasalahan yang sering dialami oleh remaja di panti asuhan adalah mempunyai perasaan berbeda dengan remaja lain yang memiliki orang tua. Hal ini bersumber dari faktor utama yaitu kelengkapan sebuah keluarga, yang mana hal ini tidak bisa dirasakan oleh remaja yang tinggal di Panti Asuhan. Karena tidak mempunyai sebuah keluarga yang utuh, seringkali mereka mendapat perlakuan yang berbeda dari lingkungan sosialnya. Situasi seperti ini bisa menjadi faktor pemicu munculnya berbagai macam emosi negatif sehingga tidak mampu beradaptasi dan menjalin interaksi sosial dengan baik di lingkungan sosial.

Menurut (Rojas F., 2015), berpendapat bahwa resiliensi adalah kemampuan menghadapi tantangan, resiliensi akan terlihat ketika seseorang menghadapi pengalaman yang sulit dan tahu bagaimana menghadapi atau beradaptasi dengannya. Situasi yang dialami oleh remaja dalam hal ini adalah situasi di mana tidak semua orang mampu mengatasinya. Oleh sebab itu, resiliensi merupakan suatu proses yang dialami oleh individu bukan suatu sifat yang melekat pada individu. Terdapat beberapa ciri-ciri individu yang resilien menurut (Desmita, 2014) yaitu kesanggupan diri untuk melayani orang lain, menggunakan keterampilan hidup (keterampilan

mengambil keputusan dengan baik, tegas, keterampilan mengontrol impuls dan problem solving), sosiabilitas (kemampuan untuk menjadi seorang teman, kemampuan untuk membentuk hubungan-hubungan yang positif), memiliki perasaan humor, lokus kontrol internal, otonomi, memiliki pandangan yang positif terhadap masa depan, fleksibilitas, memiliki kapasitas untuk terus belajar, motivasi diri, kompetensi personal dan memiliki harga diri.

Aspek-aspek yang membentuk resiliensi diantaranya adalah kompetensi personal, standar yang tinggi dan ketekunan, percaya diri, memiliki toleransi terhadap afek negatif dan tangguh dalam menghadapi tekanan, penerimaan positif terhadap perubahan, interaksi sosial dengan baik terhadap orang lain, mampu mengendalikan emosi dan spiritualitas (Connor & Davidson, 2003). Sedangkan faktor yang memengaruhi resiliensi ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan kemampuan yang berasal dari diri sendiri, sedangkan lingkungan merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat memengaruhi resiliensi individu (Herdiani, 2018).

Berdasarkan permasalahan diatas, diperlukan adanya pelatihan tentang strategi untuk meningkatkan resiliensi dengan tujuan para remaja di panti asuhan lebih mampu dan tangguh dalam menghadapi segala permasalahan hidupnya dengan penuh emosi positif, perasaan optimis, sabar dalam menghadapi suatu cobaan dan mampu beradaptasi dengan baik di lingkungan sosialnya tanpa ada emosi negatif atau tekanan-tekanan dalam diri individu.

METODE

Pelaksanaan program kegiatan pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan pada hari Senin tanggal 12 April 2021.

Pelatihan ini diikuti oleh 16 remaja di panti asuhan YBMI Semarang. Bapak Didin selaku pemimpin panti asuhan turut serta mendampingi mulai dari awal kegiatan

Jurnal Surya Masyarakat p-ISSN: 2623-0364

Vol. 4 No. 1, November 2021, Halaman 89-96 e-ISSN: 2623-0569

Pelatihan Resiliensi Pada Remaja Panti Asuhan Kimmy Katkar, Purwaningtyastuti, Retno Ristiasih Utami DOI: https://doi.org/10.26714/jsm.4.1.2021.89-96

92 sampai selesai. Kegiatan pengabdian

berbentuk program pelatihan yaitu berupa pelatihan mengenai bagaimana strategi untuk meningkatkan resiliensi pada masing-masing remaja. Kegiatan pengabdian berlangsung sekali selama 180 menit. Metode yang digunakan untuk menganalisis hasil pelatihan ini adalah metode kuantitatif eksperimen dengan desain pretest dan posttest. Pretest diberikan sebelum pelatihan dan posttest diberikan setelah pelatihan. Teknik pengolahan data dilakukan menggunakan uji beda (T-Test).

Adapun bentuk pelaksanaan pengabdian yaitu sebagai berikut :

a. Ceramah : diberikan sebagai pengantar pelatihan. Dalam sesi ceramah ini dibagi menjadi tiga tahap. Pertama, diberikan ceramah sebagai sarana pemberian informasi terkait dengan gambaran dan makna resiliensi. Ceramah selanjutnya adalah membahas mengenai dampak positif individu yang memiliki tingkat resiliensi tinggi dan dampak negatif individu yang memiliki tingkat resiliensi rendah. Sedangkan ceramah terakhir membahas mengenai bagaimana cara meningkatkan resiliensi yang ada pada masing-masing remaja.

b. Pelatihan : Pelatihan diberikan setelah sesi ceramah, yaitu latihan yang ditunjukkan melalui pemberian tiga game dan analisa kasus secara individu maupun kelompok.

c. Tanya Jawab dan Evaluasi : dilakukan bersama, sebagai penguatan dan saling tukar pengalaman dalam menghadapi sebuah permasalahan dalam kehidupan.

Selain itu melalui diskusi dan sharing, sesi ini juga menjadi sesi evaluasi terkait dengan pelaksanaan dan isi materi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pretest dan posttest terkait pelatihan resiliensi remaja panti asuhan, diketahui terdapat perbedaan mengenai tingkatan resiliensi remaja dari sebelum dan sesudah diberikan pelatihan.

Tabel 1 :

Hasil Pre-Test dan Post-Test

Kelompok N Mean

Resiliensi Pretest 16 56,95

Dalam dokumen 2623-0364 e-ISSN - Jurnal Unimus (Halaman 95-98)