BAB VI. BIJI SORGUM COKLAT LOKAL
6.2 Pemanfaatan Biji Sorgum Coklat
Biji sorgum coklat secara tradisional telah digunakan sebagai bagian dari olahan jajanan seperti cenil atau pengganti nasi untuk makanan pokok. Untuk dijadikan cenil, biji sorgum sosoh direbus dengan air sampai teksturnya lunak dan mengental, setelah itu dikonsumsi dengan
66
ditabur kelapa parut dan sirup gula merah/kelapa di atasnya. Untuk dijadikan pengganti nasi, biji yang telah disosoh di tanak seperti menanak nasi dan dimakan dengan lauk/sayur. Selain dua produk tersebut, biji sorgum coklat dapat diolah lebih lanjut dengan cara difermentasi baik secara terendam untuk dijadikan ampok, maupun solid state ditempekan. Setelah jadi ampok atau tempe bisa dikeringkan dan ditepungkan untuk menjadi tepung sorgum yang memiliki nilai fungsional dan dapat diaplikasikan menjadi banyak produk olahan seperti muffin, roti, mi, dan sebagainya.
1. Ampok sorgum coklat
Ampok adalah istilah yang digunakan untuk menyebut produk fermentasi biji jagung yang diolah melalui tahapan proses biji jagung dipecah hingga menjadi grit, direndam selama 3-4 hari dalam air hingga terjadi fermentasi secara spontan, grit selanjutnya dikeringkan dan siap untuk ditanak. Proses ini kemudian diadopsi untuk membuat ampok dari biji sorgum, namun produk akhir dari pembuatan ampok sorgum tidak ditanak menjadi nasi ampok, namun ditepungkan untuk dapat digunakan sebagai bahan baku berbagai produk olahan pangan. Sebelum difermentasi menggunakan metode ampok, biji sorghum sosoh di pecah menggunakan mesin penepung sampai terbentuk grit dengan ukuran ½ sampai ¼ biji utuh. Tahapan membuat ampok sorgum meliputi perendaman dalam air dengan rasio sorgum: air 1:4 selama 4 hari dalam wadah yang ditutup (kain saring) tanpa penggantian air, dicuci, dikeringkan pada suhu 55oC selama 12 jam, ditepungkan dan diayak, seperti disajikan pada gambar 6.2.
Grit sorgum Direndam Dikeringkan Ditepungkan
Gambar 6. 2. Proses pembuatan ampok sorgum
Struktur biji sorgum yang keras dan dilapisi oleh kulit luar yang licin dan kuat membuat air sulit untuk menembus kulit biji. Sehingga, untuk mempermudah perendaman, biji disosoh dan biji dipecah terlebih dulu menjadi grit. Selama proses perendaman air menghidrasi biji dan selanjutnya terjadi proses fermentasi secara spontan, yang ditandai dengan terbentuknya gelembung gas di bagian atas, air rendaman menjadi sedikit viskus dan pH air rendaman yang turun dari sekitar 7 menjadi 5,8 di akhir perendaman. Selama 4 hari perendaman terdapat berbagai mikroba yang terlibat. Teridentifikasi sebanyak 25 isolat bakteri dengan ciri gram positif, tidak motil, bentuk sel coccus/basil, putih susu dengan elevasi timbul, tepian entire, koloni bulat, katalase negatif, tipe fermentasi asam dan lain-lain yang diduga dari golongan Streptococcus dan Lactobacillus serta 76 isolat khamir yang memiliki karakteristik morfologi berwarna putih susu,
67
berbentuk bulat/oval, pewarnaan positif, tidak motil, menghasilkan alkohol dan gas, serta mampu memfermentasi glukosa, fruktosa dan sukrosa yang diduga dari golongan Sacharomices sp (Murtini dan Utami; data belum dipublikasi). Pertumbuhan mikroba tersebut nampak terjadi secara suksesi, seperti tersaji pada gambar 6.3. Setelah 1 hari perendaman, terjadi peningkatan jumlah bakteri dan khamir dengan jumlah bakteri lebih banyak dari kamir, peningkatan jumlah bakteri dan kamir masih terjadi pada hari kedua, namun jumlah bakteri turun setelah hari kedua dan kamir mendominasi. Turunnya jumlah bakteri setelah hari ke-2 dan kamir setelah hari ke-3 dapat disebabkan salah satunya adalah peningkatan konsentrasi metabolit yang bisa menghambat pertumbuhan mikroba tersebut. Mikroba yang terlibat dalam perendaman ampok memiliki aktivitas amilase dan protease.
Gambar 6. 3. Kurva pertumbuhan mikroba yang terlibat dalam fermentasi spontan ampok sorgum 2. Tempe sorgum coklat
Tempe umumnya terbuat dari kedelai dengan menggunakan starter ragi tempe yang di dalamya terdapat campuran mikroba didominasi oleh jamur Rhizopus sp. Tempe dinela dengan sebutan super food karena nutrisnya yang bagus, baik disumbangkan oleh kedelai sebagai bahan baku atau degradasi/sintesis yang terbentuk selama fermentasi tempe. Oleh karena itu, biji sorgum difermentasi dengan mengadopsi proses pembuatan tempe dengan harapan perubahan- perubahan positif yang didapatkan selama fermentasi tempe juga terjadi pada tempe sorgum.
Salah satu kelemahan biji sorgum coklat adalah daya cerna proteinnya yang rendah, sehingga dengan fermentasi menjadi tempe sorgum, diharapkan daya cerna proteinnya meningkat.
Tempe sorgum dipersiapkan dengan urutan proses 1) perendaman; biji sorgum direndam dalam air dengan rasio 1:3 selama 1 hari (24 jam), 2) perebusan; biji sorgum yang telah direndam selama 24 jam direbus sampai mendidih dan dipertahankan selama 10 menit, 3) pendinginan; biji
68
sorgum rebus ditiriskan dan dibiarkan dingin hingga mencapai suhu ruang, 4) inokulasi; ragi tempe dalam bentuk powder sebanyak 0,1% (dari berat biji sorgum) dicampurkan dengan biji sorgum, 5) pengemasan dan inkubasi; biji sorgum yang telah tercampur dengan starter dikemas dalam plastik yang telah dilubangi (perforasi) dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2-3 hari (60-72 jam), hingga dihasilkan tempe (Gambar 6.4). Proses pembentukan miselia kapang pada fermentasi tempe sorgum digambarkan oleh Murtini, Radite & Sutrisno (2011) bahwa meskipun pada jam ke 24 telah terdapat tanda adanya metabolisme mikroba dengan terlihatnya uap air menempel di plastik pembungkus, namun belum terlihat miselia terbentuk. Miselia tipis terlihat pada jam ke 36 dan membentuk lapisan miselia putih tebal pada jam ke 60 dan pada saat inilah sebaiknya tempe sorgum dipanen, karena jika fermentasi dilanjutkan sampai jam ke-72 miselia menjadi kehitaman karena terbentuknya spora jamur.
Gambar 6. 4. Tempe sorgum
Andayani, Wardani & Murtini (2008) melakukan isolasi dan identifikasi mikroba dari tempe sorgum. Dari isolasi tersebut didapatkan 25 isolat bakteri asam laktat dari genus lactococcus sp, enterococcus sp dan streptococcus sp, 10 isolat khamir Saccharomycessp dan 1 isolat jamur Rhizopus sp. Isolat-isolat tersebut memiliki aktivitas amilolitik dan proteolitik ( untuk informasi lebih banyak silahkan baca artikel dengan judul ‘isolasi dan identifikasi mikrob dari tempe sorgum coklat serta potensinya dalam mendegradasi pati dan protein).
Perubahan yang terjadi selama fermentasi tempe sorgum adalah terjadinya 1)penurunan pH dari kisaran 6 menjadi sekitar 4 pada akhir fermentasi jam ke-72. Hal ini karena dalam fermentasi terdapat mikroba yang berperan mendegradasi pati, menghasilkan gula yang selanjutnya diubah menjadi asam. 2) Kandungan protein sedikit menurun pada proses perendaman dan awal fermentasi karena pengaruh naiknya kadar air, namun setelah itu terjadi peningkatan protein karena adanya penambahan biomassa dari sel jamur dan khamir.
Peningkatan jumlah protein sejalan dengan tebalnya miselia jamur yang tumbuh. 3) penurunan kadar pati dari 68,63% pada awal fermentasi menjadi 45,66 setelah fermentasi jam ke-72. Hal ini terjadi karena mikroba baik kapang dan bakteri yang memiliki aktivitas amilolitik memecah pati
69
menjadi gula sederhana dan dimanfaatkan oleh mikroba lainnya untuk membentuk asam. 4) penurunan kadar lemak, karena penggunaan asam lemak tersebut sebagai sumber ebnergi bagi mikroba yang terlibat dalam fermentasi tempe. 5) penurunan kandungan antigizi seperti tanin dan asam fitat. Asam fitat pada awal fermentasi adalah 0,51 mg/g turun menjadi 0,28 mg/g sementara asam fitat dari 1,79 mg/g menjadi tidak lagi terdeteksi meski fermentasi baru berjalan 36 jam. 6) peningkatan daya cerna protein in vitro, dari awalnya 51,91% menjadi 79,13% pada akhir fermentasi jam ke-72. Peningkatan daya cerna dapat dihubingkan dengan penurunan antigizi, semakin lunaknya biji dan terdenaturasinya protein sehingga memudahkan protease menghidrolisis protein.
3. Karakteristik tepung sorgum dari biji yang difermentasi ampok dan tempe
Biji sorgum yang telah diproses dengan fermentasi ampok dan tempe dapat ditepungkan dengan sebelumnya dikeringkan dulu. Untuk ampok, sorgum dipisahkan dari air perendam lebih dulu sebelum dikeringkan. Pengeringan ampok dan tempe sorgum dilakukan di kabinet dryer suhu 50oC selama 12 jam. Setelah kering, sorgum terfermentasi selanjutnya ditepungkan dengan alat penepung dan diayak. Tepung yang dihasilkan berwarna kecoklatan seperti yang terlihat pada Gambar 6.5. Tepung pada Gambar 6.5 dihasilkan dari pengayakan lolos 80 mesh sehingga partikel masih terlihat tidak terlalu halus, sehingga disarankan untuk bisa diaplikasikan sebagai bahan baku pembuatan produk pangan seperti mi atau bakeri sebaiknya diayak lolos ayakan minimal 120 mesh.
Secara fisik ada perbedaan antara tepung yang dihasilkan dari sorgum yang difermentasi dengan cara yang berbeda. Tepung ampok sorgum nampak lebih terang (putih) dengan butiran tepung yang opaque, sedangkan tepung tempe sorgum lebih coklat (gelap) dengan butiran tepung yang lebih transparan. Secara teknis ampok sorgum lebih mudah ditepungkan daripada tempe sorgum, karena tekstur tempe sorgum yang lebih keras dan liat. Tepung sorgum yang dihasilkan dari proses penempean lebih gelap dibanding tepung sorgum kontrol, namun sebaliknya tepung sorgum yang diproses dari ampok cenderung lebih cerah dari kontrol.
Rendahnya nilai kecerahan tepung tempe sorgum dapat di sebabkan oleh adanya kontribusi warna dari miselia jamur dan juga faktor pengeringan. Cuevas-Rodriguez et al. (2004) mendapatkan hasil yang sama ketika menempekan jagung selama 54,6 jam pada suhu 34,4 oC dengan menggunakan R. Oligosporus, kecerahan tepung menjadi 82,3 dibanding kontrol tanpa fermentasi (L* 91,9).
Peningkatan kecerahan warna pada tepung hasil fermentasi ampok dapat dikaitkan pada keberadaan tanin. Beberapa proses pendahuluan dan fermentasi dapat menyebabkan jumlah tanin turun. Pertama, adanya proses pemecahan biji sorgum menjadi grit sebelum dilakukan perendaman. Dalam bentuk grit berarti biji telah sebagian terbuka, kondisi ini memungkinkan komponen warna yang ada dalam biji terlarut ke dalam air rendaman. Hal ini ditunjukkan dengan semakin tinggi intensitas warna air perendam dengan lamanya fermentasi. Cuevas-Rodriguez et
70
al (2004) menyatakan bahwa proses perendaman secara signifikan meningkatkan nilai L* tepung jagung terfermentasi. Kedua, adanya penurunan jumlah tanin selama fermentasi karena dalam fermentasi ampok sorgum terlibat sejumlah mikroba yaitu BAL dan yeast. BAL dapat mendegradasi tanin dan fitat dalam serealia maupun legum.
Tepung ampok sorgum Tepung tempe sorgum
Tepung sorgum kontrol Tepung ampok sorgum Tepung tempe sorgum
Gambar 6. 5. Kenampakan tepung sorgum yang didahului oleh proses fermentasi ampok dan tempe tanpa perbesaran dan perbesaran 400x
Granula tepung sorgum secara mikroskopis dapat dilihat pada Gambar 6.5. Granula pati pada tepung sorgum yang dibuat tanpa melalui proses fermentasi nampak bulat dan utuh, namun bentuk granula pati ampok sorgum tidak sebulat kontrol dan bentuk granula pati semakin tidak beraturan pada tepung tempe sorgum. Perubahan struktur pada granula pati ampok dan tempe karena proses hidrolisis/pemutusan ikatan pada pati dan juga komponen lain seperti protein yang terjadi selama serangkaian proses mulai dari perendaman, fermentasi, dan pemanasan/pengeringan. Perubahan struktur terparah terjadi pada granula pati tepung tempe, karena adanya proses perebusan yang menyebabkan sebagian pati mengalami gelatinisasi sebelum difermentasi. Perubahan struktur inilah yang menyebabkan terjadinya perbedaan suhu gelatinisasi, viskositas dan daya serap air dan sifat lainnya.
Murtini, Prawira-Atmaja & Sutrisno (2016) telah menganalisis perbedaan karakteristik antara tepung sorgum yang diproses dengan fermentasi ampok dan tempe. Secara umum proses fermentasi berpengaruh pada sifat fisik, kandungan kimia dan sifat amilografi tepung sorgum
71
yang dihasilkan. Perlakuan fermentasi tempe menyebabkan penurunan kecerahan, kadar pati, kekentalan dan kemampuan mengembang, dan meningkatkan penyerapan air dan ukuran partikel tepung, tanpa mempengaruhi komposisi proksimat. Perlakuan fermentasi ampok meningkatkan kecerahan, kemampuan mengembang, kekentalan, namun menurunkan kadar pati dan protein. Rekomendasi untuk aplikasi tepung tempe sorgum adalah diolah menjadi produk yang berkarakter ‘cair’ seperti bubur dsb, sementara tepung sorgum metode ampok cocok untuk dibuat bahan baku produk yang memerlukan kekentalan tinggi.
Tabel 6. 3 Perbedaan karakter fisik, kimia, antigizi tepung sorgum coklat; kontrol, tempe dan ampok
Komponen Tepung sorgum
Kontrol Tempe Ampok
warna
L 62,6±0,2 61,5±0,3 64,5±0,3
a 15,76±0,1 15,47±0,5 14,97±0,4
b 15,83±0,1 16,63±0,1 15,60±0,3
proksimat
Kadar air (%) 9,53±0,2 9,81±0,2 8,63±0,4
Kadar pati (%) 71,89±0,1 69,23 ± 1,2 67,34±0,3
Kadar protein (%) 10,27±0,1 9,85 I ± 0,53 7,76±0,7
Kadar lemak (%) 0,64±0,1 0,64 ± 0,03 0,56±0,1
Kadar abu (%) 0,43±0,1 0,39 ± 0,08 0,27±0,2
Fitat (mg/g) 1,80 1,34 1,38
Tanin (mg/g) 8,82 0,17 0,21
Anti tripsin (unit/g) 17,19 7,29 16,26
Ikatan disulfit (mmol/g*) 0,34 0,14 0,16
Daya cerna protein invitro (%) 48,45 54,82 71,11
6.3 Produk olahan dari sorgum coklat