8 DESAIN REKONSTRUKSI PERKERASAN
8.1 Pendahuluan
Rusak berat dan retak yang signifikan dan meluas merupakan indikasi bahwa perkerasan telah mencapai akhir dari umur pelayanannya dan/atau terlambat ditangani. Berbagai teknik dapat dilakukan untuk merekonstruksi perkerasan seperti pengupasan dan penggantian seluruh lapisan aspal, reklamasi atau daur-ulang perkerasan dan pembongkaran diikuti dengan penggantian seluruh struktur perkerasan (full depth replacement). Kesesuaian teknik yang digunakan tergantung pada kondisi perkerasan yang akan ditangani.
Penggantian lapisan aspal dilakukan jika lapis aspal eksisting telah dalam kondisi mencapai umur pelayanan sedangkan lapis fondasi di bawahnya masih dalam keadaan baik. Aspal eksisting dikupas, material kupasan diangkut keluar, dikumpulkan dan dapat diproses untuk digunakan kembali sebagai bahan jalan (daur ulang). Selanjutnya, permukaan lapis fondasi dibentuk dan diratakan kembali untuk kemudian dilapis kembali dengan lapisan beraspal yang baru. Penggantian aspal (lapis permukaan) dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan teknik daur ulang lapis aspal di tempat (hot in-place recycling).
Reklamasi perkerasan meliputi pengupasan dan penggemburan perkerasan eksisting (lapisan aspal dan bahan berbutir) untuk didaur-ulang dengan menambahkan bahan pengikat (seperti aspal atau semen) membentuk lapis fondasi baru yang lebih kokoh. Reklamasi perkerasan dapat menjadi opsi penanganan rekonstruksi yang efektif dengan memanfaatkan material eksisting di tempat, mengurangi penggunaan material baru dan aktivitas pengangkutan material ke lapangan.
Penggantian seluruh struktur perkerasan dilakukan apabila kerusakan perkerasan telah mencapai kerusakan tanah dasar sehingga seluruh perkerasan harus diganti.Tanah dasar yang rusak disingkirkan dan drainase perkerasan diperbaiki. Selanjutnya lapis fondasi dan perkerasan dibangun kembali.
Bab ini menguraikan desain rekonstruksi dengan reklamasi perkerasan aspal menggunakan foam bitumen dan stabilisasi semen. Diuraikan pula aplikasi kedua pendekatan tersebut untuk desain rekonstruksi perkerasan dengan beban sangat berat. Desain rekonstruksi perkerasan jalan kerikil dengan dan tanpa lapis penutup dan rekonstruksi pada tanah lunak dan gambut juga dibahas.
Desain rekonstruksi dengan penggantian seluruh struktur perkerasan atau full depth replacement sama dengan desain perkerasan baru telah diuraikan dalam bagian I dan karena itu tidak dibahas secara khusus pada bab ini.
8.2 Desain Rekonstruksi Dengan Foam bitumen
Foam bitumen adalah bahan pengikat aspal yang panas yang dalam waktu singkat diubah bentuknya dari bentuk cair menjadi busa (foam) dengan cara menambahkan sedikit air (2% – 3% terhadap berat bitumen). Dalam keadaan berbentuk busa tersebut bitumen dapat dicampur dengan agregat pada temperatur udara dan kadar air (kelembaban) lapangan. Busa bitumen tersebut melapisi fraksi halus agregat, membentuk bubur (mastic) yang mengikat partikel-partikel yang lebih besar dalam campuran agregat. Bahan pembentuk foam (foaming agent) dapat digunakan untuk menjamin terpenuhinya persyaratan sifat-sifat aspal foam.
SALINAN
DESAIN REKONSTRUKSI PERKERASAN 8-2
Gambar 8.1. Daur Ulang Perkerasan dengan Foam Bitumen
Kadar foam bitumen yang ditambahkan ke agregat hasil pengupasan (milling) biasanya berkisar dari 2,0% sampai 3,0% dan ditambah semen 1,0% sebagai pengikat kedua. Kapur dapat digunakan untuk material yang mempunyai plastisitas lebih tinggi.
Kekuatan atau kekakuan campuran foam bitumen diperoleh dari:
gesekan antara partikel agregat;
viskositas bitumen pada kondisi operasional;
kohesi antar partikel yang dihasilkan oleh pengikat dan adhesi antara pengikat yang bersifat bitumen dan hidrolis (seperti semen) dengan agregat.
Seperti halnya dengan pengikat stabilisasi yang lain, stabilisasi foam bitumen dapat dilakukan di lapangan atau di instalasi pencampur aspal (AMP). Foam bitumen tersebut dimasukkan ke dalam drum atau instalasi daur ulang. Di dalam instalasi tersebut foam bitumen membasahi dan menyelimuti permukaan partikel halus agregat membentuk material perkerasan yang fleksibel. Kualitas pencampuran antara foam bitumen dengan agregat menentukan keberhasilan proses stabilisasi foam bitumen. Proses penyelimutan partikel agregat oleh bitumen harus terjadi secepat mungkin pada waktu bitumen masih dalam bentuk busa karena kondisi bitumen berbentuk busa tersebut berlangsung dalam waktu yang sangat singkat.
Rehabilitasi dengan stabilisasi foam bitumen tergolong teknologi baru jika dibandingkan dengan penanganan rehabilitasi yang lain. Prosedur pencampuran serta desainnya
Suplaiair (untuk menyesuaikan kadar air); atau suplaibubursemen
Suplai air untuk pembentukan foam
Suplai air untuk pembentukan foam
Suplai aspal panas
SALINAN
DESAIN REKONSTRUKSI PERKERASAN 8-3 dikembangkan di banyak negara. Metode desain ketebalan sementara (interim) diuraikan di pada Lampiran L.
Karena metode tersebut masih bersifat sementara, kinerja perkerasan dengan stabilisasi foam bitumen yang telah dilaksanakan di Indonesia perlu dievaluasi untuk pengembangan metode ini dimasa yang akan datang.
8.2.1 Material untuk stabilisasi foam bitumen
Di Indonesia stabilisasi dengan foam bitumen umumnya dilaksanakan untuk mendaur-ulang lapisan aspal dan material lapis fondasi agregat eksisting.
Untuk menilai kecocokan material daur ulang yang akan distabilisasi dengan foam bitumen, indeks plastisitas (IP) hendaknya tidak lebih dari 10, kecuali jika dilakukan stabilisasi dengan kapur yang dapat diaplikasikan pada material dengan IP hingga 20. Lihat Tabel 7.1 sebagai panduan.
Gradasi ukuran butir material harus terletak di Zone A pada distribusi ukuran butir yang ditunjukkan pada Gambar 7.2.
SALINAN
DESAIN REKONSTRUKSI PERKERASAN 8-4 Tabel 8.1. Pemilihan Metode Stabilisasi
* Penggunaan beberapa pengikat bahan kimia sebagai bahan tambahan dapat memperpanjang efektivitas pengikat bersemen (cementitious). Bahan kimia adalah bahan tambahan semen atau additive sesuai buku petunjuk beton.
** Hanya diambil sebagai panduan. Rujuk literatur lain untuk informasi lainnya pada tanah berbutir halus atau plastisitas lebih tinggi.
WPI: Weighted Plasticity Index = % lolos ayakan 0,425 mm x Indeks Plastisitas (IP)
Catatan:
Bahan stabilisasi di atas dapat digunakan dalam bentuk kombinasi, misalnya kombinasi kapur semen;
stabilisasi kapur digunakan untuk mengeringkan dan menurunkan plastisitas material daur ulang sehingga material bersangkutan sesuai untuk distabilisasi dengan semen.
Sumber: Austroads, Guide to Pavement Technology Part 4D (Stabilised Materials)
Gambar 8.2. Amplop Gradasi Zona A
SALINAN
DESAIN REKONSTRUKSI PERKERASAN 8-5
8.2.2 Pelapisan minimum
Seperti diuraikan pada Lampiran L, Tabel 8.2. menunjukkan ketentuan pelapisan aspal minimum yang disarankan di atas lapisan yang distabilisasi dengan foam bitumen.
Tabel 8.2. Tebal Pelapisan Minimum di Atas Material yang Distabilisasi dengan Foam Bitumen
Beban Lalu lintas Rencana
(juta – ESA5) Pelapisan minimum ESA ≥ 10
100 mm terdiri atas:
40 mm AC-WC 60 mm AC-BC
1 < ESA 10 40 mm AC-WC
ESA 1 30 HRS WC
atau pelaburan
8.2.3 Bagan desain tebal lapis fondasi stabilisasi foam bitumen
Metode desain secara mekanistik untuk mendesain perkerasan lentur baru dan ketentuan pelapisan minimum (Tabel 8.1 Bagian I: Struktur Perkerasan Baru) digunakan sebagai dasar pembuatan bagan desain). Bagan desain secara lengkap diberikan pada Lampiran L dan Lampiran M. Sebagai contoh, Gambar 8.3. adalah salah satu bagan desain tersebut.
Pada pembuatan bagan desain tersebut, ketebalan yang distabilisasi dengan foam bitumen dibatasi hingga maksimum 300 mm mengingat kemampuan pemadatan dan pencampuran di lapangan. Untuk perkerasan dengan kondisi fondasi yang tidak stabil, perlu ditambah CTRB.
Gambar 8.3. Contoh Bagan Desain Untuk Merancang Tebal Daur Ulang dengan Stabilisasi Foam Bitumen
SALINAN
DESAIN REKONSTRUKSI PERKERASAN 8-6
8.2.4 Prosedur desain
Tabel 8.3. menunjukkan langkah-langkah desain stabilisasi foam bitumen.
Tabel 8.3. Prosedur Desain Stabilisasi dengan Foam Bitumen
Langkah Kegiatan
1 Hitung desain lalu lintas dalam ESA5.
2
Menggunakan data catatan pembangunan dan pemeliharaan, test pit dan core, tentukan jenis lapisan material lapangan dan kualitas serta ketebalannya.
3 Tentukan CBR tanah dasar desain dalam pekerjaan tersebut berdasarkan data DCP lapangan atau CBR rendaman material yang diambil dari test pit.
4 Menggunakan data dari langkah-3, tentukan apakah material lapangan cocok untuk distabilisasi dengan foam bitumen.
5
Menggunakan data ketebalan lapisan, pilih kedalaman stabilisasi dan hitung ketebalan sisa material perkerasan di bawah lapisan yang distabilisasi.
Untuk perkerasan dengan CBR desain tanah dasar kurang dari 5%, diperlukan material perkerasan sisa setebal minimum 100 mm di bawah foam bitumen.
6
Menggunakan bagan desain pada Lampiran L dan Lampiran M, tentukan ketebalan lapisan aspal yang diperlukan di atas material yang distabilisasi dengan foam bitumen.