F. METODE PENELITIAN
6. Pengertian dan Objek Ushul Fiqh
Alquran sebagai way of life bagi umat manusia secara garis besar mengandung dasar-dasar tentang aqidah, syari’ah dan akhlak bagi keberlangsungan kehidupan makhluk di jagad raya ini. Tujuan pembuatan, penentuan, dan pembebanan hukum Islam adalah untuk mewujudkan kemaslahatan hidup bagi umatnya, sesuai dengan firman Allah swt dalam Q.S. an-Nahl [16]: 90
ِرَكْنُمْلا َو ِءاَشْحَفْلا ِنَع ٰىَهْنَي َو ٰىَب ْرُقْلا يِذ ِءاَتيِإ َو ِناَسْحِ ْلْا َو ِلْدَعْلاِب ُرُمْأَي َ َّاللَّ َّنِإ ََ
28نو ُرَّكَذَت ْمُكَّلَعَل ْمُكُظِعَي ۚ ِيْغَبْلا َو
27 Kepmen ESDM Tentang Harga Jual Eceran BBM Jenis Tertentu dan Khusus Penugasan | Situs Ditjen Migas
28 Sahya Anggara, Kebijakan Publik (Bandung:Pustaka Setia 2018),2.
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
Oleh karena itu sistem hukum Islam selalu memfasilitasi dan mengakomodasi segala hajat hidup manusia sesuai dengan tingkatannya, baik yang bersifat primer (dharuriyat), sekunder (hajiyah), atau tersier (tahsiniyah).29 Dalam perspektif hukum Islam, yang dimaksud dengan hajat hidup primer (dharuriyah) meliputi segala sesuatu yang harus ada untuk tegaknya kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Apabila hidup dharuriyah ini tidak terwujud, maka akan cederalah arti kehidupannya. Adapun hajat hidup sekunder (hajiyah) meliputi segala yang dibutuhkan untuk menghindari kesulitan dan menghilangkan kepicikan30.
Ilmu Fiqih yang notabene sebagai ilmu tentang hukum-hukum syariat yang bersifat praktis-spesifik, merupakan sebuah “jendela” yang dapat digunakan untuk melihat perilaku dan tradisi masyarakat Islam.
Definisi fiqh sebagai sesuatu yang digali (al-muktasab) dari sumber Alquran dan Sunnah, menumbuhkan pemahaman bahwa fiqh lahir melalui serangkaian proses, sebelum akhirnya dinyatakan sebagai hukum praktis.31
29 Hasbi Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1974),186-192.
30 Alfian Qodri Azizi, “Penggunaan Metode Kaidah Ushuliyah Dalam Memahami Nash Secara Tekstualis Dan Kontekstual”, Journal of Islamic Studies and Humanities, Vol. 5,No.1 (2020),14.
31 Ibid.,15
Proses penemuan hukum yang dikenal dengan ijtihad ini bukan saja memungkinkan adanya perubahan, tetapi juga pengembangan yang tak terbatas atas berbagai aspek kehidupan yang selalu mengalami dinamika.32 Oleh karena itu diperlukan upaya memahami pokok-pokok dalam mengkaji perkembangan fiqh agar tetap dinamis sepanjang masa sebagai pijakan yang disebut dengan istilah ushul fiqh.
Ushul fiqh merupakan gabungan dari dua kata, yakni ushul yang berarti pokok, dasar, pondasi, dan kata "fiqh" secara literal berarti paham atau mengerti tentang sesuatu. ushul fiqh juga dikatakan sebagai kumpulan kaidah atau metode yang menjelaskan kepada ahli hukum Islam (fuqaha) tentang cara menetapkan, mengeluarkan atau mengambil hukum dari dalil- dalil syara, yakni Alquran dan Hadis Nabi atau dalil- dalil yang disepakati para ulama.33
Objek Kajian Ushul Fiqh Berdasarkan berbagai literatur, terutama berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ulama ahli ilmu ushul fiqh dapat diketahui bahwa ruang lingkup kajian (maudhu’) dari ilmu ushul fiqh secara global, di antaranya:34
1. Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.
2. Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
3. Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
32 Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz, Fiqh Sosial: Upaya pengembangan Madzhab Qauli dan Manhaji, dalam naskah pidato ilmiah penganugerahan gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) , 18 Juni 2003 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
33 Ibid .,17
34 Ade Dedi Rohayana, Ilmu Ushul Fiqh ,(Pekalongan : STAIN Press, 2006),10.
4. Syarat – syarat orang yang berwenang melakukan istinbath (mujtahid) dengan berbagai permasalahannya.
Menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Mustashfa ruang lingkup kajian ushul fiqh ada 4, yaitu:
1. Hukum-hukum syara, karena hukum syara adalah tsamarah (buah /hasil) yang dicari oleh ushul fiqh.
2. Dalil-dalil hukum syara, seperti al-Kitab, Sunnah dan ijma, karena semuanya ini adalah mutsmir (pohon).
3. Sisi penunjukkan dalil-dalil (wujuh dalalah al-adillah), karena ushul fiqh ini merupakan thariq al-istitsmar (proses produksi). Penunjukan dalil-dalil ini ada 4, yaitu dalalah bil manthuq (tersurat), dalalah bil mafhum (tersirat), dalalah bil dharurat (secara pasti), dan dalalah bil ma’na al-ma’qul (makna yang rasional).
4. Mustamir (produsen) yaitu mujtahid yang menetapkan hukum berdasarkan dugaan kuatnya (zhan). Lawan kata mujtahid adalah muqallid yang wajib mengikuti mujtahid.35
Melihat pengertian dan objek ushul fiqh tersebut, penulis ingin lebih mendalami terkait kaidah ushuliyah yang mana nanti pada proposal skripsi ini penulis akan menggunakan teori kaidah ushuliyah mengenai sumber perumusan kaidah ini dan menemukan jawaban terhadap prinsip kemaslahatan yang terkandung dalam sebuah produk perundang-undangan negara.
35 Ade Dedi Rohayana, Ilmu Ushul,11.
ُنَم ِةَّيِعا َّرلا ىَلَع مِاَمِ ْلْا ُف ُّرَصَت َمْلاِب ٌط ْو
ةَحَلْص ِ
Kaidah dan ushliyah. Dalam bahasa Arab, kaidah adalah arti dari kata qa'idah yang merupakan mufrad (bentuk tunggal) dari qawa'id (aturan).
Kata qa'idah sendiri sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia yaitu kaidah Secara etimologis makna aturan menurut al Asfahani dan Al Zaidy sebagaimana dikutip oleh Rahmat Syafei adalah al-Asas (basis) yang merupakan dasar dari tegaknya sesuatu. Bisa juga diartikan sebagai dasar dari sesuatu dan pondasinya (esensi).36
Arti dari "Kaidah Ushuliyah" adalah hukum kulli yang dapat dijadikan patokan hukum bagi juz'i yang diambil dari landasan kulli yaitu Al-Qur'an dan as-sunnah. Oleh karena itu aturan Ushuliyyah bisa dikatakan istinbathiyah atau aturan lughawiyah. Penggunaan aturan ushuliyah hanya digunakan sebagai cara untuk memperoleh bukti hukum dan hasil hukum.
Misalnya penetapan hukum amr, nahi dan sebagainya serta penerimaan atau penggalian dalil dhanniyah seperti qiyas, istishab, istihsan dan sebagainya.37