• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Tindak Pidana (Strafbaar Feit)

Dalam dokumen hukum pidana - UIN Sunan Ampel Surabaya (Halaman 60-65)

TINDAK PIDANA

A. Pengertian Tindak Pidana (Strafbaar Feit)

pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang konkret dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.

Para pakar asing hukum pidana menggunakan istilah

“Tindak Pidana”, “Perbuatan Pidana”, atau “Peristiwa Pidana”

dengan istilah:

1. Strafbaar Feit adalah peristiwa pidana;

2. Strafbare Handlung diterjemahkan dengan “perbuatan Pidana”, yang digunakan oleh para Sarjana Hukum Pidana Jerman; dan

3. Criminal Act diterjemahkan dengan istilah “Perbuatan Kriminal”.

Delik yang dalam bahasa Belanda disebut Strafbaarfeit, terdiri atas tiga kata, yaitu Straf, baar, dan feit. Yang masing- masing memiliki arrti:

1. Straf diartikan sebagai pidana dan hukum, 2. Baar diartikan sebagai dapat dan boleh,

3. Feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan.

Jadi, istilah strafbaarfeit adalah peristiwa yang dapat dipidana atau perbuatan yang dapat dipidana. Sedangkan delik dalam bahasa asing disebut delict yang artinya suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman (pidana).

Strafbaarfeit diartikan oleh pakar sebagai berikut:

1. Moeljatno mendefinisikan strafbaarfeit adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang- undangan.

2. Jonkers menjelaskan strafbaarfeit sebagai peristiwa pidana yang diartikan sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum (wederrechtelijk) yang berhubungan dengan

Tindak Pidana | 51

kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.

3. Pompe mengartikan strafbaarfeit sebagai suatu pelanggaran norma (ganggugan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau pun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum.

4. Simons merumuskan strafbaarfeit sebagai suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.3

Starfbaarfeit setelah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, beberapa sarjana memberikan arti yang beragam, seperti (1) Peristiwa Pidana, (2) Perbuatan Pidana, (3) Perbuatan yang boleh dihukum; (4) Tindak Pidana; (5) Delik. Tapi istilah yang paling populer dipakai adalah “tindak pidana”, seperti di dalam KUHP dengan penggunaan tindak pidana memiliki alasan sebagai berikut:

1. Penggunaan istilah “tindak pidana” dipakai karena jika ditinjau dari segi sosio-yuridis, hampir semua perundang- undangan pidana memakai istilah “tindak pidana”.

2. Semua instansi penegak hukum dan hampir seluruh penegak hukum menggunakan isitlah “tindak pidana”.

Tampaknya pengertian secara kebahasaan ini belum cukup komprehensif untuk mencari hakekat arti daripada strafbaar feit.

Adapun dalam lintasan sejarah, menurut Lukman Hakim penerjemahan strafbaar feit diimlementasikan secara tidak konsisten, semisal penggunaan strafbaar feit sebagai peristiwa pidana tertera pada Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Pada Undang-Undang No. 1/drt/1951strafbaar feit diartikan sebagai perbuatan pidana, Undang-Undang No

3 Tomalili, Hukum Pidana, 6–7.

16/drt/1951 menggunakan istilah ‘perbuatan-perbuatan yang dapat dikenakan hukuman’.

Baru dewasa inilah istilah ‘tindak pidana’ sebagai terjemahan strafbaar feit secara konsisten:

1. Undang-Undang Nomor 7/Drt/1953 tentang Pemilihan Umum memakai istilah ‘tindak pidana’

2. Undang-Undang Nomor 7/Drt/1955 Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi;

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana, di dalamnya menggunakan istilah tindak pidana;

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

5. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, dan lain sebagainya

Dari beberapa undang-undang yang dibentuk kisaran 30 tahun ke belakang, tampaknya istilah ‘strafbaar feit’ sudah diterjemahkan secara konsisten dengan istilah ‘tindak pidana’.

Selain itu, tampaknya masyarakat pun juga lebih familiar dengan istilah tindak pidana dibanding peristiwa pidana, perbuatan pidana, dan delik. Bahkan apabila merujuk pada Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dijabarkan secara spesifik tentang ketentuan memasukkan ‘tindak pidana’

dalam undang-undang maupun perda.

Kendati Moeljatno pernah mengatakan bahwa pengistilahan ‘tindak pidana’ yang bermula dari Kementerian Kehakiman lebih cenderung dimaknai sebagai perbuatan manusia konkret yang bersifat aktif – sedangkan strafbaar feit terdapat juga yang pasif, namun dalam ilmu kebahasaan telah dikenal adanya perubahan makna baik secara amelioratif

Tindak Pidana | 53

maupun pejoratif sehingga menurut hemat penulis tidak salah mengartikan strafbaar feit sebagai tindak pidana.4

Ditinjau secara istilah, arti tindak pidana merupakan setiap perbuatan yang diancam dengan hukuman dalam perundang- undangan sebagai pelanggaran atau kejahatan.5 Dalam bahasa Inggris, istilah tindak pidana disebut dengan criminal act yang artinya:

“A term which is equivalent to crime; or is sometimes used with a slight softening or glossing of the meaning, or as importing a possible question of the legal guilt of the deed. The intentional violation of statute designed to protect human life is criminal act.”6

Secara jelas dapat dipahami bahwa dalam bahasa Inggris, criminal act dapat dimaknai sebagai suatu kejahatan dan pelanggaran terhadap undang-undang yang berlaku untuk melindungi kehidupan manusia dari perbuatan jahat.

Sebagai sesuatu yang dilarang, sejatinya tindak pidana berisikan ketentuan yang mengatur perbuatan manusia, entah yang bersifat aktif maupun pasif. Perbuatan dibedakan dengan kejadian atau peristiwa. Perbuatan manusia adalah apa yang timbul dari diri manusia, jadi bukan yang muncul sebagai kejadian secara alamiah. Perundang-undangan hanya akan melarang apa yang diperbuat manusia, bukan apa yang terjadi pada manusia. Sebagai contoh kematian, jika kematian tersebut diakibatkan oleh seseorang yang berbuat menghilangkan nyawa terhadap manusia tersebut, maka ia dapat dianggap sebagai perbuatan yang dilarang. Namun apabila kematian manusia tersebut disebabkan bukan oleh manusia, semisal bencana alam, mati dengan sendirinya, atau diterkam hewan buas, maka ia

4 Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, 1980., 37-8.

5 Widagdo, Kamus Hukum, 2012., 561.

6 Black, Black’s Law Dictionary: Definitions of the Terms and Phrases of American and English Jurisprudence, Ancient and Modern., 447.

bukanlah hal yang dilarang, sebab tidak ada unsur perbuatan manusia.

B. Sifat Melawan Hukum dalam Hukum Pidana (Wederrechtelijk)

Dalam dokumen hukum pidana - UIN Sunan Ampel Surabaya (Halaman 60-65)