• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan Biologi dengan Sistem Anaerobik

4. PENGOLAHAN TAHAP KEDUA: PENGOLAHAN BIOLOGI

4.1 Pengolahan Biologi dengan Sistem Anaerobik

4.1.1 Anaerobik – Sistem Pertumbuhan Bakteri Tersuspensi (Suspended Growth System) 4.1.1.1 Kolam Anaerobik

4.1.1.1.1 Definisi dan Prinsip Kerja

Kolam Anaerobik merupakan salah satu teknologi pengolahan yang memanfaatkan peran mikroorganisme anaerob untuk mendegradasi materi organik karbon yang terkandung di dalam air limbah domestik. Kolam anaerobik dapat dirancang tunggal atau seri bersama dengan kolam lainnya, diantaranya fakultatif dan/atau maturasi. Skenario metode pengolahan dengan melibatkan kolam anaerobik, kolam fakultatif, dan kolam maturasi secara seri disebut juga sebagai kolam stabilisasi.

Masing-masing kolam tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda. Variasi skenario pengolahan dengan menggunakan kolam anaerobik dapat dilihat pada Gambar 4-3.

Metode pengolahan air limbah domestik dengan menggunakan Kolam Anaerobik dapat memiliki efisiensi yang sangat baik

(Mara, 2003). Desain yang tepat, sesuai dengan kriteria desain dan lingkungan yang tepat, dapat menyisihkan BOD hingga >60%

pada temperatur 20oC. Pada kondisi konsentrasi BOD kurang dari 300 mg/L, waktu tinggal kolam anaerobik relatif singkat, yakni 1 hari pada temperatur 20oC (Mara, 2003). Untuk daerah tropis seperti Indonesia, sistem kolam anaerobik cukup efektif dan efisien untuk dapat bekerja dengan baik karena tidak terganggu dengan perubahan temperatur yang signifikan seperti yang terjadi pada daerah subtropis. Selain itu, posisi Indonesia yang berada di daerah tropis juga memberikan kesempatan kepada sistem kolam maturasi untuk bekerja dengan baik karena penyinaran matahari yang lebih lama jika dibandingkan dengan daerah subtropis.

Pada kolam anaerobik, pengendapan padatan terjadi, terakumulasi, dan terdegradasi (digesting) di dasar kolam. Akumulasi lumpur tersebut memerlukan penyedotan secara regular. Menurun Mara (2003), penyedotan endapan lumpur pada kolam anaerobik dapat dilakukan setiap 1 hingga 3 tahun. Pembentukan scum juga berpotensi terjadi sehingga dapat membuat lapisan di atas permukaan kolam yang turut membantu menjaga kondisi anaerob di dalam kolam.

4.1.1.1.2 Komponen Penting

Gambar 4-3. Alternatif Skenario Penggunaan Kolam Anaerobik KOLAM ANAEROBIK

KOLAM FAKULTATIF KOLAM ANAEROBIK

KOLAM FAKULTATIF

KOLAM ANAEROBIK KOLAM MATURASI

inlet

inlet

inlet

Outlet

Outlet

Outlet

yang relatif luas. Metode ini digunakan oleh operator IPALD Bojongsoang, Bandung untuk menguras lumpur baik di kolam anaerobik, fakultatif, maupun maturasi. Jika menggunakan alat berat, maka perencana harus turut mempertimbangkan akses untuk melakukan pengerukan lumpur.

4.1.1.1.3 Kriteria Desain

Adapun kriteria desain dalam perencanaan Kolam Anaerobik dapat dilihat pada Tabel 4-1 hingga Tabel 4-3.

Tabel 4-1. Kriteria Desain Kolam Anaerobik

No Parameter Nilai Satuan Sumber

1 Kedalaman Air 2–5 m

Mara, 2003

2 Rasio Panjang : Lebar 2–3 : 1 -

3 Waktu Pengurasan Lumpur 1–3 tahun

Tabel 4-2. Nilai Volumentrik Beban BOD dan Persentase Penyisihan BOD di Kolam Anaerobik pada Berbagai Temperatur No Temperatur

(oC)

Beban Volumentrik BOD (g/

m3.hari)

Penyisihan BOD

(%) Sumber

1 <10 100 40

Mara & Pearson, 1998

2 10–20 20T – 100 2T + 20

3 20–25 10T +100 2T + 20

4 >25 350 70

Tabel 4-3. Hubungan Waktu Detensi, Volumentrik Beban BOD, dan Persen Penyisihan BOD No Waktu Detensi

(hari)

Beban Volumentrik BOD (g/m3.hari)

Penyisihan BOD

(%) Sumber

1 0,8 306 76

Mara 2003

2 1,0 215 76

3 1,9 129 80

4 2,0 116 75

5 4,0 72 68

6 6,0 35 74

Catatan: Berdasarkan hasil penelitian di Brazil pada temperatur 25oC

4.1.1.1.4 Tahapan Penghitungan

Penghitungan kolam anaerobik dilakukan secara bertahap untuk seluruh komponen bangunan pada unit pengolahan

pada kriteria desain, lihat Tabel 5.1 dan Gambar 5.2. Kebutuhan volume kolam anaerobik dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut ini:

Va = LiQ

λV ... Persamaan 3-40

di mana: Li = konsentrasi BOD Influen (mg/L) Q = debit air limbah domestik (m3/hari) Va = volume kolam anaerobik (m3) λV = beban volumetrik BOD (g/m3.hari)

Hubungan volume juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan terhadap waktu detensi (θa, hari).

Adapun persamaan yang dapat digunakan yakni:

θa = Va

Q ... Persamaan 3-41

atau Aa = Qθa

Da = LiQ

λVDa ... Persamaan 3-42

Da merupakan kedalaman air pada kolam anaerobik.

B. Hitung Dimensi Kolam

Hasil penghitungan area dan volume berdasarkan persamaan di atas selanjutnya digunakan untuk menghitung dimensi kolam. Kolam Anaerobik umumnya didesain menggunakan geometri limas terpancung seperti yang diilustrasikan pada Gambar 4-4. Untuk menghitung dimensi kolam, persamaan berikut ini (Environmental Protection Agency, 1983):

Va = [(LW)+ (L-2sD)(W-2)+4(L-sD)] [D ⁄6] ... Persamaan 3-43 di mana: Va = volume kolam (m3)

L = panjang kolam pada permukaan air atau Top Water Level/TWL (m) W = lebar kolam pada permukaan/TWL (m)

s = faktor kemiringan horizontal (contoh: kemiringan 1 dalam s) D = kedalaman air kolam, belum termasuk free board (m)

Dengan mensubtitusi L sebagai nW (nilai n berdasarkan rasio n hingga 1) maka persamaan Va dapat diselesaikan untuk mendapatkan nilai W yang selanjutnya dapat secara langsung untuk menentukan nilai L. Gambar 5.2 menunjukkan hubungan dari setiap variabel pada persamaan di atas. Variabel-variabel tersebut jika diturunkan untuk mendapatkan nilai volume kolam anaerobik (Va), maka dapat dideskripsikan menjadi sebagai berikut:

Gambar 4-4. Penghitungan Dimensi pada Geometri Kolam Anaerobik Rectangular Sumber: Mara, 2003

C. Cek Kriteria Desain

Setelah melakukan penghitungan dimensi kolam anaerobik, perencana harus melakukan pengecekan kembali kesesuaian penghitungan dengan kriteria desain. Hal ini perlu dilakukan karena dalam proses penghitungan, khususnya dimensi bangunan, akan terdapat pembulatan nilai yang berpengaruh secara langsung terhadap variabel-variabel dalam kriteria desain.

D. Struktur Inlet dan Outlet

Tidak terdapat penghitungan khusus struktur inlet maupun outlet pada kolam anaerobik. Terdapat beberapa variasi struktur inlet dan outlet yang dapat digunakan. Pada dasarnya struktur inlet dan outlet harus dirancang sederhana dan tidak membutuhkan biaya yang tinggi. Salah satu contoh struktur inlet yang dapat diterapkan dalam kolam anaerobik yakni adanya komponen penyisihan scum sehingga tidak ikut mengalir masuk ke tengah kolam anaerobik.

4.1.1.2 Anaerobic Baffled Reactor (ABR) 4.1.1.2.1 Definisi dan Prinsip Kerja

Anaerobic Baffle Reactor (ABR) merupakan salah satu jenis pengolahan suspended growth yang memanfaatkan sekat (baffle) dalam pengadukan yang bertujuan memungkinkan terjadinya kontak antara air limbah domestik dan mikroorganisme.

Pengolahan ini adalah pengolahan yang relatif murah dari aspek operasional, sebab tidak diperlukan penggunaan energi listrik dan memiliki efisiensi penyisihan organik yang cukup baik. Namun, teknologi ini memiliki kemampuan penyisihan bakteri patogen dan nutrient yang rendah. Oleh karena itu, efluennya masih membutuhkan pengolahan tambahan dan membutuhkan pengolahan awal berupa pengendapan/sedimentasi untuk mencegah terjadinya clogging. Aliran yang terjadi dalam ABR merupakan aliran upflow dan downflow. Populasi mikroorganisme berkembang dalam air limbah domestik dan lapisan lumpur yang terdapat pada dasar komparteman.

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan kinerja reaktor, banyak penelitian yang telah dilakukan dengan memodifikasi ABR. Alasan lain melakukan modifikasi pada ABR adalah dikarenakan kandungan padatan atau beban organik yang tinggi, atau untuk mengurangi biaya investasi. Beberapa modifikasi dibuat untuk ABR sejak 1980-an (Barber dan Stuckey, 1999), diantaranya:

- Baffle vertikal dimasukkan untuk meningkatkan retensi padatan dan memungkinkan untuk meningkatkan waktu kontak dengan endapan lumpur dan populasi metanogen.

- Kompartemen downflow dirancang sempit untuk mendorong retensi sel dalam kompartemen upflow.

- Baffle dapat dimodifikasi dengan tepi miring untuk mengarahkan aliran menuju pusat kompartemen untuk mendorong pencampuran.

- Dalam beberapa ABR, outlet masing-masing kompartmen dimodifikasi untuk mencegah terjadinya washout padatan.

- ABR telah dirancang dengan kamar gas terpisah untuk kontrol pengukuran gas. Ini juga meningkatkan stabilitas reaktor ABR.

- Ruang pertama telah diperbesar dalam beberapa kasus untuk meningkatkan treatability terhadap air limbah domestik yang mengandung padatan tinggi.

4.1.1.2.2 Kriteria Desain

Adapun kriteria desain unit pengolahan ABR dapat dilihat pada Tabel 4-4 berikut ini.

Tabel 4-4. Kriteria Desain Anaerobic Baffled Reactor

Parameter Satuan Nilai Sumber

Debit desain m3/hari 2–200 sswm

Waktu retensi hidraulik jam 48–72 sswm

Kecepatan upflow m/jam < 0,6 sswm

Jumlah kompartemen buah 3–6 sswm

Kebutuhan lahan m2/m3 1 Borda, 1998

Beban organik kgCOD/m3.hari < 3 Borda, 1998

4.1.1.2.3 Tahapan Penghitungan

Penghitungan unit pengolahan ABR dapat dilakukan dengan menggunakan tahapan sebagai berikut:

A. Efisiensi penyisihan Kompartemen I (Kompartemen Pengendapan)

Efisiensi penyisihan pada kompartemen 1 dapat dilakukan dengan mengasumsikan waktu detensi pada kompartemen 1.

Selanjutnya, persentase penyisihan COD (μ) dapat ditentukan dengan melihat grafik hubungan waktu detensi terhadap penyisihan COD (lihat Gambar 4-6).

a. Konsentrasi COD ke komparteman selanjutnya (area sekat kompartemen ABR) COD efluen kompartemen 1 = (1-μ ) x S (mg/l)

Gambar 4-6. Faktor Penyisihan COD terhadap Waktu Pengendapan pada unit Anaerobic Baffled Reactor Sumber: Ulrich et al, 2009

b. Hitung faktor penyisihan COD/BOD. Faktor penyisihan BOD dapat dilihat pada Gambar 4-9. Konsentrasi BOD5 ke komparteman selanjutnya (area sekat) dapat dihitung dengan mengalikan BOD influen dengan faktor penyisihan BOD.

c. Hitung rasio COD/BOD setelah melalui area pengendapan.

Gambar 4-7.Faktor Efisiensi Penyisihan COD terhadap Suhu dalam Reaktor Anaerobik

Sumber: DEWATS, Ulrich et al, 2009

Gambar 4-9.Faktor Efisiensi Penyisihan BOD terhadap Beban Organik BOD Sumber: DEWATS, Ulrich et al, 2009

Gambar 4-10.Persentase Efisiensi Penyisihan BOD terhadap Waktu Tinggal Hidraulik pada unit Anaerobic Baffled Reactor Sumber: Ulrich et al, 2009

B. Dimesi area sekat (baffled area)

Panjang (P) satu kompartemen sekat tidak boleh lebih dari setengah kedalaman tangki. Kedalaman ABR dapat diasumsikan 2,5 hingga 3,5 m. Luas satu kompartemen sekat dibutuhkan:

A = vQpeak

upflow

Lebar satu kompartemen sekat, L = A/P. Cek kecepatan upflow:

vupflow = debit

luas permukaan kompartemen (jika <2 m/jam maka dapat diterima)"

C. Efisiensi penyisihan pada area sekat

Hitung seluruh efisiensi dengan menggunakan faktor penyisihan

• Faktor penyisihan BOD berdasarkan beban organik BOD (Gambar 4-9)

• Faktor penyisihan berdasarkan BOD5 influen (Gambar 4-8)

• Faktor penyisihan COD berdasarkan suhu lingkungan (Gambar 4-7)

• Faktor penyisihan BOD berdasarkan HRT total (Gambar 4-10)

• Laju penyisihan teoritis = f-overload x f-strength x f-temperature x f-HRT 4.1.1.3 Upflow Anaerobic Sludge Blanket

4.1.1.3.1 Definisi dan Prinsip Kerja

Upflow Anaerobic Sludge Blanket (UASB) menstimulasi pembentukan selimut lumpur yang terbentuk di tengah tangki oleh partikel dan mengendapkan partikel yang dibawa aliran ke atas. Dengan kecepatan aliran naik ke atas yang perlahan, maka partikel yang semula akan mengendap akan terbawa ke atas. Namun, aliran juga diatur tidak terlalu lambat karena dapat mengakibatkan terjadinya pengendapan di dasar reaktor. Dengan demikian, pengaturan aliran konstan dalam tangki mutlak diperlukan sehingga dibutuhkan pelengkap unit sistem buffer untuk penampungan fluktuasi debit yang masuk sebelum didistribusikan ke tangki UASB. Ilustrasi unit UASB dapat dilihat pada Gambar 4-11.

Gambar 4-11.Ilustrasi Bangunan Upflow Anaerobic Sludge Blanket Sumber: TBW, 2001

4.1.1.3.2 Kriteria Desain

Kriteria desain untuk perencanaan unit pengolahan UASB dapat dilihat pada Tabel 4-5 berikut ini:

Konsentrasi sludge blanket Kg VSS/m3 15–30

Beban organik dalam sludge blanket Kg COD/kg VSS.hari 0,3–1,0

Volumetric Organic Loading kg COD/m3.hari 1–3

% Penyisihan BOD % 75–85

% Penyisihan COD % 74–78

Kecepatan Upflow m/jam 0,5–1,2

Produksi Lumpur Kg TS/m3 0,15–0,25

Produksi Gas m3/kg COD yang tersisihkan 0,1–0,3

Penyisihan Nitrogen dan Fosfor % 5–10

Kedalaman reaktor m 4,5–5,0

Lebar atau fiameter m 10–12

Kedalaman sludge blanket m 2–2,5

4.1.1.3.3 Tahapan Penghitungan

Adapun penghitungan UASB dapat dilihat pada tahapan berikut ini:

A. Produksi Lumpur

• Hitung produksi VSS sebagai hasil dari penyisihan BOD. Untuk menghitung konsentrasi VSS tersebut maka asumsikan nilai Yield Coefficient berdasarkan nilai yang tertera pada tabel kriteria desain. Penghitungan dapat menggunakan persamaan berikut ini:

produksi VSS dalam penyisihan BOD = konsentrasi BOD influen x % penyisihan BOD x Yield Coeff

• Selanjutnya, hitung residu VSS pada influen, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini:

residu yang tidak dapat terdegradasi (mg/L) = VSS (mg/L) x (1 – degradable fraction)

• Ash received in the inflow dapat dihitung sebagai berikut:

New ash received in the flow (mg/L) = TSS (mg/L) – VSS (mg/L)

• Sehingga, total lumpur yang diproduksi, yakni:

total solid yang diproduksi = VSS yang diproduksi + residu non biodagradable + ash receive B. Solid Retention Time (SRT)

SRT (hari)= total lumpur yang diproduksi

massa lumpur yang disisihkan per hari (kg/hari) C. Hydraulic Retention Time (HRT)

HRT (hari) = solid retention time x total produksi lumpur x 24

konsentrasi rerata lumpur didalam reaktor x kedalaman efektif x koef.efektivitas

E. Kebutuan Luas Reaktor

luas penampang reaktor (m2) = kecepatan upflow (m/jam)debit (m3) F. Diameter Reaktor

Diameter reaktor dapat diperoleh dengan persamaan berikut ini:

luas penampang reaktor (m2) = π4 x d2 G. Cek Kesesuaian Kriteria Desain

Pengecekan kriteria desain perlu dilakukan karena ketika penghitungan dimensi reaktor berpeluang dilakukan pembulatan nilai sehingga perlu dilakukan pengecekan kembali apakah berdampak terhadap kriteria desain. Kriteria desain yang harus dicek kembali diantaranya HRT, SRT, dan kecepatan upflow.

4.1.2 Anaerobik – Sistem Pertumbuhan Bakteri Terlekat (Attached Growth System) 4.1.2.1 Anaerobic Biofilter

4.1.2.1.1 Definisi dan Prinsip Kerja

Filter anaerobik merupakan reaktor biologis dengan pertumbuhan terlekat atau fixed-bed. Air limbah domestik dalam reaktor ini mengalir melalui filter sehingga partikel terjebak dan bahan organik didegradasi oleh mikroorganisme yang melekat pada permukaan media (contoh media dapat dilihat pada Gambar 4-13). Air limbah domestik mengalir/lewat di antara media dan mikroba yang akan menguraikan bahan organik terlarut dan organik tersuspensi di dalam air limbah domestik, sehingga terjadi pengurangan kandungan organik pada efluen. Dengan adanya media yang menjadi tempat berkembangnya bakteri membentuk lendir/film akibat fermentasi oleh enzim bakteri terhadap bahan organik yang ada dalam air limbah. Film ini akan menebal menutupi aliran air limbah dicelah diantara media filter tersebut, sehingga perlu dilakukan pencucian terhadap media dengan metode back wash secara periodik. Ilustrasi unit pengolahan anaerobic biofilter dapat dilihat pada Gambar 4-12.

Gambar 4-13. Contoh Beberapa Media yang dapat Digunakan dalam Unit Anaerobic Biofilter

4.1.2.1.2 Kriteria Desain

Adapun kriteria desain anaerobic biofilter dapat dilihat pada Tabel 4-6 berikut ini.

Tabel 4-6. Kriteria Desain Anaerobic Biofilter

No. Parameter Nilai Satuan Sumber

1 Organic Loading 4–5 kg COD/m3.hari

Bimbingan Teknis Bidang Plp Sektor Air Limbah-Perencanaan Teknis Rinci SPALD,

PU

2 Ukuran Media Padat 2–6 cm

3 Porositas rongga dalam media 70–95 %

4 Luas permukaan media filter 90–300 m2/m3

5 Kedalaman media filter 90–150 cm

6 Waktu Tinggal Hidrolik dalam filter 0,5–4 hari

7 Beban organik 0,2–15 kg COD/m3.hari

8 Efisiensi penyisihan BOD 70–90 %

9 Tinggi air di atas media 20 cm

10 Jarak plat penyangga media dengan dasar bak UAF 50–60 cm 11 Plat penyangga media memiliki diameter lubang atau

bukaan lebih kecil dari media UAF, jarak antar plat

maksimum 10 cm

4.1.2.1.3 Tahapan Penghitungan

Adapun penghitungan perencanaan unit pengolahan anaerobic biofilter dapat dilihat sebagai berikut:

A. Ruang/Bak Pengendap Awal 1) Kriteria Perencanaan

a. Waktu retensi dalam ruang pengendap,td = 2–5 jam.

b. Kedalaman pengendap, H = 1,5–4 m

c. Beban Permukaan, SLR = 30–50 m3/m2.hari (Metcalf and Eddy, 2003) d. Rasio P : L = 2–6

e. Kemiringan dasar:

• Bak bentuk empat persegi = 1–3%

• Bak sirkular = 40–100 mm/m

b. Beban permukaan atau Surface Loading Rate, Ql = Q / APermukaan

= Q / (L x P) = m3/m2.hari

di mana: Td = waktu tinggal air limbah dalam ruang pengendapan Vol = volume ruang pengendap = panjang x lebar x tinggi Q = debit air limbah yang diolah

Ql = beban permukaan

APermukaan = luas bidang permukaan pengendap = panjang x lebar

Tabel 4-7. Contoh Pembobotan untuk Pemilihan Media Biofilter

Tipe Media A B C D E F G

Luas Permukaan Spesifik 5 1 5 5 5 5 5

Volume Rongga 1 1 1 1 4 5 5

Diameter celah bebas 1 3 1 1 2 2 5

Ketahanan terhadap penyumbatan 1 1 1 1 3 3 5

material 5 5 5 5 5 5 5

Harga persatuan luan 5 3 3 5 4 1 4

Kekuatan mekanik 5 5 1 1 2 2 5

Berat Media 1 1 5 5 4 5 5

Fleksibilitas 2 2 1 3 3 4 4

Perawatan 1 1 1 1 3 3 5

Konsumsi Energi 2 2 1 5 4 5 5

Sifat dapat basah 5 5 3 3 3 1 5

Total Bobot 34 32 28 36 42 41 56

Sumber: Pedoman Biofilter DepKes RI

Keterangan: A = Gravel atau kerikil kecil B = Garavel atau kerikil besar C = Mash Pad

D = Brillo Pad E = Bioball

F = Random Dumped

B. Biofilter Anaerob 1) Rumus Perencanaan

a. Media padat yang digunakan berukuran 2–6 cm dan bersifat porous dengan specific gravity mendekati 1 (satu);

b. Porositas rongga dalam media, � = 70–95%;

c. Luas permukaan media filter persatuan volume media = 90–300 m2/m3 media;

d. Kedalaman media dalam filter, H = 90–150 cm;

e. Waktu Tinggal Hidrolik dalam filter, td = 0,5–4 hari;

f. Beban organik (Organic Loading Rate, OLR) = 0,2–15 kg COD/m3.hari;

g. Efisiensi penyisihan BOD sebesar = 70–90%;

h. Tinggi air di atas media, h = 20 cm;

i. Jarak plat penyangga media dengan dasar bak biofilter = 50–60 cm;

j. Plat penyangga media memiliki diameter lubang atau bukaan lebih kecil dari media biofilter, jarak antar plat maksimum 10 cm.

2) Kriteria Perencanaan

a. Volume Ruang Biofiltrasi = Q x td

b. Volume media = (Q x COD)/beban organik.

C. Biofilter Aerob

1) Kriteria Perencanaan

a. Waktu tinggal (retention time) rata-rata, td = 6–8 jam b. Tinggi ruang lumpur, hl = 0,5 m c. Tinggi bed media filter = 0,9–150 m d. Tinggi air di atas media filter = 20 cm e. Beban BOD per satuan permukaan media filter:

5–30 g BOD/m2.hari. (EBIE Kunio, Eisei Kougaku Enshu, Morikita shuppan kabushiki Kaisha, 1992).

0,5–4 kgBOD/m3.hari media.(menurut Nusa Idaman Said, BPPT, 2002) 2) Rumus Perencanaan

a. Volume ruang biofiltrasi = Q x td

b. Volume media = (Q x COD)/ Beban Organik.

c. Kebutuhan Oksigen = Kebutuhan BOD yang dihilangkan d. Kebutuhan udara untuk perencanaan blower

= (Kebutuhan O2/hari) / (berat jenis udara x % O2 diudara x efisiensi transfer O2)

D. Bak Pengendap Akhir 1) Rumus Perencanaan

a. Waktu Tinggal, td = 1–5 jam

b. Laju beban permukaan (surface loading rate) Ql = 10 m3/m2.hari c. Beban permukaan = 30–50 m3/m2.hari (Metcalf and Eddy, 2003) 2) Kriteria Perencanaan

a. Td = Vol/Q = (P x L x H)/Q

b. Ql = Q / A permukaan = Q / (L x P) = m3/m2.hari

di mana: Td = waktu tinggal air limbah dalam ruang pengendapan Vol = volume ruang pengendap = panjang x lebar x tinggi Q = debit air limbah yang diolah

Ql = beban Permukaan

Apermukaan= luas bidang permukaan pengendap = panjang x lebar

Dokumen terkait