• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pengalengan Ikan

Dalam dokumen pengolahan ikan sarden (Halaman 33-42)

Pada umumnya proses pengalengan bahan pangan terdiri atas beberapa tahap, diantaranya persiapan bahan, pengisian bahan kedalam kaleng, pengisian medium, exhausting, sterilisasi, pendinginan dan penyimpanan (Desrosier, 1978 dalam Utami, 2012).

Adawyah (2008), menyatakan bahwa berdasarkan cara pengolahannya, pengalengan hasil perikanan dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu direbus dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat dan dibumbui. Ada pula pembagian produk pengalengan ikan atas dasar bentuk bahan yang dikalengkan, dalam keadaan mentah atau dimasak terlebih dahulu. Hudaya (2008) menambahkan bahwa proses pengalengan ikan terdiri dari penyiapan wadah, penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah dan proses pengalengan.

A. Persiapan Bahan

Penyiapan wadah terdiri dari proses pembersihan wadah sebelum dipakai dan pemberian kode. Untuk pembersihan wadah dapat dilakukan dengan wadah dicuci terlebih dahulu dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci. Sedangkan untuk pemberian kode pada wadah perlu diberikan kode tentang tingkat kualitas bahan yang diisikan, tanggal, tempat dan nomor dari batch pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan (Hudaya, 2008).

Penyiapan bahan mentah dapat terdiri dari sortasi dan grading, pencucian, pengupasan atau pemotongan bahan mentah. Sortasi dilakukan untuk memilih bahan yang masak optimal untuk buah-buahan dan bahan yang berkualitas untuk sayuran, daging atau ikan. Sortasi dan grading dapat dilakukan berdasarkan ukuran atau diameter, berat jenis atau warna. Selanjutnya proses pembersihan, proses ini dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku dapat dilakukan dengan cara pencucian dengan air dingin untuk sayur-sayuran dan buah-buahan, dan menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan untuk daging dan ikan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau menyemprot bahan dengan air (Hudaya, 2008).

Pengupasan dilakukan untuk membuang bagian-bagian yang tidak dapat dimakan dan tidak diinginkan, seperti kulit, tangkai, bagian-bagian yang cacat atau busuk, dan lain sebagainya. Blansing dilakukan pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Blansing dapat dilakukan dengan merendamnya sebentar dalam air

mendidih atau dengan uap air panas, kemudian diikuti dengan pendinginan dalam air (Hudaya, 2008).

Untuk bahan yang dibekukan dilakukan dengan uap air panas, sedangkan pada bahan yang akan dikalengkan digunakan blansing dengan cara perendaman dalam air panas. Dan proses terakhir dengan penambahan bahan tertentu, dapat diberikan larutan garam dengan konsentrasi 1-3 % sebagai media untuk sayur-sayuran, daging dan ikan, minyak dipakai untuk pengalengan ikan, larutan sirup (sukrosa atau glukosa) untuk pengalengan buah-buahan (Hudaya, 2008).

B. Pengisian Bahan Pangan

Pengisian bahan pangan kedalam wadah harus memperhatikan ruangan pada bagian dalam atas kaleng (head space). Head space adalah ruang kosong antara permukaan produk dengan tutup yang berfungsi sebagai ruang cadangan untuk pengembangan produk selama disterilisasi agar tidak menekan wadah karena dapat menyebabkan kaleng menjadi menggelembung (Adawyah, 2008).

Besarnya head space bervariasi tergantung jenis produk dan jenis wadah. Umumnya untuk produk cair dalam kaleng, tinggi head space adalah sekitar 0,25 inci, sedangkan bila wadah yang digunakan adalah gelas jars, direkomendasikan head space yang lebih besar (Adawyah, 2008). Bila dalam pengalengan tersebut ditambahkan medium pengalengan, tinggi head space tidak boleh kurang dari 0,25 inchi, tetapi bila produk dikalengkan tanpa penambahan medium, diperbolehkan produk diisi sampai hampir penuh dengan meninggalkan sedikit ruang head space (Muchtadi, 1994 dalam Utami, 2012). Pengisian bahan kedalam wadah harus seragam dengan tujuan untuk mempertahankan keseragaman rongga

udara (head space), memperoleh produk yang konsisten dan menjaga berat bahan secara tetap (Utami, 2012).

C. Pengisian Medium

Medium pengalengan adalah larutan atau bahan lainnya yang ditambahkan kedalam produk waktu proses pengisian. Jenis-jenis medium yang biasa digunakan adalah larutan garam, sirup, kaldu dan minyak. Larutan garam digunakan untuk bahan pangan yang tidak asam, sirup digunakan untuk buah-buahan, kaldu untuk daging dan minyak digunakan untuk ikan dan hasil perikanan lainnya. Medium pengalengan tersebut dapat memberikan cita rasa pada produk kalengan, dan juga berfungsi untuk mengurangi waktu sterilisasi, dengan cara meningkatkan proses perambatan panas serta dapat mengurangi korosi kaleng dengan cara menghilangkan udara (Adawyah, 2008).

D. Penghampaan Udara

Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), penghampaan udara (exhausting) adalah proses pengeluaran sebagian besar oksigen dan gas-gas lain dari dalam wadah agar tidak bereaksi dengan produk sehingga tidak mempengaruhi mutu, nilai gizi dan umur simpan produk kalengan. Exhausting juga dilakukan untuk memberikan ruang bagi pengembangan produk selama proses sterilisasi sehingga kerusakan wadah akibat tekanan dapat dihindari dan untuk meningkatkan suhu produk didalam wadah sampai mencapai suhu awal (initial temperature). Penutupan wadah dilakukan setelah proses penghampaan udara (exhausting) yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pembusukan.

Tujuan exhausting antara lain mencegah terjadinya tekanan yang berlebihan dalam wadah pada waktu sterilisasi, mengeluarkan O2 dan gas-gas dari makanan dan kaleng, mengurangi kemungkinan terjadinya karat atau korosi, agar tutup kaleng tetap cekung, mencegah reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan kerusakan flavour serta kerusakan vitamin, misalnya vitamin A dan vitamin C (Hudaya, 2008).

E. Penutupan Wadah (Sealing)

Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produk. Sebelum wadah ditutup diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng atau wadah perlu dibersihkan jika ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng atau wadah. Pencucian dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2°C) yang mengandung larutan H2PO4 dengan konsentrasi 1,0-1,5% kemudian dibilas dengan air bersih beberapa kali (Hudaya, 2008).

F. Sterilisasi

Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), sterilisasi adalah operasi yang paling penting dalam pengalengan makanan. Sterilisasi tidak hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilannya, teksturnya dan cita rasa sesuai yang diinginkan. Oleh karena itu, proses pemanasan ini harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk

menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat produk menjadi terlalu masak.

Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), sterilisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis mikroba yang dihancurkan, kecepatan perambatan panas kedalam titik dingin, suhu awal bahan pangan di dalam wadah, ukuran dan jenis wadah yang digunakan, suhu dan tekanan yang digunakan untuk proses sterilisasi dan keasaman atau pH (power of hydrogen) produk yang dikalengkan.

Menurut Muchtadi (1994) dalam Utami (2012), berdasarkan derajat keasaman atau pH produk pangan, operasi sterilisasi dapat digolongkan menjadi dua kelas, yaitu produk yang disterilisasi pada suhu 100°C yang merupakan suhu air mendidih pada tekanan atmosfer dan produk yang harus disterilisasi pada suhu lebih tinggi dari 100°C. Bahan pangan yang asam (pH < 4.5) seperti sari buah, buah-buahan, beberapa macam sayuran, umumnya disterilisasi dengan cara memanaskan wadah dalam waktu yang cukup agar suhu pada titik dingin mencapai 93°C atau lebih. Dengan cara ini, mikroba yang dapat membusukkan bahan pangan asam dapat hancur. Golongan bahan pangan lainnya yang memiliki pH ˃ 4,5 seperti sayuran yang tidak asam, sup, daging, ikan dan unggas, dilakukan sterilisasi pada suhu tinggi dibawah tekanan, agar diperoleh tingkat sterilitas yang memadai.

Tabel 2. Ketahanan panas bakteri pada proses sterilisasi produk kaleng

Sumber : Muchtadi dan Sugiyono (2008) dalam Utami (2012)

Secara industri, teknik pengemasan untuk mengawetkan makanan sudah sangat berkembang, sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk pangan beberapa bulan hingga beberapa tahun. Menurut Hariyadi (2000) dalam Utami (2012), ada beberapa keuntungan dari proses termal. Keuntungan dari proses pemanasan atau pemasakan ini adalah terbentuknya tekstur dan cita rasa yang khas dan disukai, rusak atau hilangnya beberapa komponen anti gizi, peningkatan ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna protein dan karbohidrat, terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan keawetan pangan dan menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan.

Ada pula kerugian yang diakibatkan oleh proses pemanasan, antara lain adanya kemungkinan rusaknya beberapa zat gizi dan mutu (umumnya yang berkaitan dengan mutu organoleptik seperti tekstur, warna dan lain-lain), terutama jika proses pemanasan tidak terkontrol dengan baik. Oleh karena itu, proses

pengolahan dengan suhu tinggi perlu dikendalikan dengan baik. Kontrol terpenting dalam pemanasan adalah kontrol suhu dan waktu. Selama pemanasan terdapat dua hal penting yang terjadi, yaitu destruksi atau reduksi mikroba dan inaktivasi enzim yang tidak dikehendaki. Proses pemanasan untuk meningkatkan daya simpan, dilakukan dengan cara blansir, pasteurisasi dan sterilisasi (Hariyadi, 2000 dalam Utami, 2012).

G. Pendinginan (Cooling)

Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit diatas suhu kamar (35-40°C) dengan maksud agar air yang menempel pada dinding wadah cepat menguap sehingga terjadinya karat dapat dicegah. Tujuan pendinginan adalah untuk mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan serta mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum mati (Hudaya, 2008).

Adawyah (2008) menambahkan bahwa apabila pendinginan terlalu lambat dilakukan maka produk akan cenderung terlalu masak sehingga akan merusak tekstur dan cita rasa. Selain itu, selama produk berada pada antara suhu ruang dan proses, pertumbuhan spora dan bakteri tahan panas akan distimulir. Pendinginan juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan hidup akan shock dan kemudian akan mati.

H. Penyimpanan

Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng. Suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur

dan vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya reaksi kimia. Selain itu, juga memacu pertumbuhan bakteri yang pada saat proses sterilisasi sporanya masih dapat bertahan (Adawyah, 2008).

Hudaya (2008), menambahkan bahwa suhu penyimpanan yang dapat mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 15°C. Suhu penyimpanan yang tinggi dapat mempercepat terjadinya korosi dan perubahan tekstur, warna, rasa serta aroma makanan kaleng. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut maka penyimpanan harus memenuhi syarat yaitu suhu rendah, RH (kelembaban udara) rendah dan ventilasi atau pertukaran udara didalam ruangan penyimpanan harus baik. Penyimpanan bertujuan agar makanan yang dikalengkan tidak berubah kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut atau dipasarkan.

Dalam dokumen pengolahan ikan sarden (Halaman 33-42)

Dokumen terkait