• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran

c. Sarana membina silaturahmi yang akrab dalam koridor ukhuwah Islamiyah.48

Majelis Ta’lim yang begitu penting disadari oleh berbagai pihak, yang ditandai oleh lahirnya Majelis Ta’lim terutama kota-kota besar, baik yang diprakarsai oleh umat yang membutuhkannya, maupun yang terbentuk atas prakarsa tokoh agama, lembaga keagamaan maupun tokoh politik.

Tujuan Majelis Ta’lim adalah salah satu lembaga pendidikan nonformal yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada

47Anwar H Rosehan, Majelis Taklim & Pembinaan Umat, ( Jakarta : Puslitbang Lektur Keagamaan, 2002),Ed-1 Cet-1 h. 75

48Ibid ., h. 73

Allah Swt dan akhlak mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan bagian alam semesta.49

3. Pengembangan Majeli Ta’lim

Majelis Ta’lim selain perlu membenahi dirinya juga harus melakukan pengembangan kurikukulum. Interaksi kegiatan-kegiatan sosial sebagai perwujudan dari belajar harus ditingkatkan untuk tetap mempertahankan dan memelihara eksistensinya di era modern yang penuh tantangan ini. Hal ini sangat penting agar keberadaan majelis ta’lim bermanfaat bagi para jamaah dan masyarakat sekitarnya. Untuk itu, berbagai gagasan, inovasi, dan kreativitas dari para jamaah yang berpotensi perlu diperdayakan guna meningkatkan dan mengembangkan majelis ta’lim ke arah yang lebih baik.

Pengembangan-pengembangan itu dapat dilakukan dengan mengadakan rapat progam, diskusi bersama (antara pengurus dengan para jamaah), melakukan studi banding terhadap majelis-majelis ta’lim yang dianggap baik menerapkan konsep manajemen dan administrasi modern agar majelis ta’lim dapat dikelola dengan lebih baik, serta melakukan berbagai kegiatan dan kerjasama yang diharapkan dapat memicu semangat para jamaah untuk terus berkomitmen menyukseskan dan menyemarakkan kegiatan mejelis ta’lim.50

C. PEMBINAAN PERILAKU MASYARAKAT 1. Pengertian Pembinaan

Arti kata Pembinaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasala dari kata bina, pembinaan yaitu :

49Helmawati, Pendidikan Nasional Dan Optimalisme Majelis Ta’lim, h. 80

50Ibid., h.100

a) proses, cara, perbuatan membina (negara dsb).

b) pembaharuan; penyempurnaan.

c) usaha, tindakan, dan kegiatan yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik.

pembinaan dibagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu : a) pembinaan bahasa

upaya untuk meningkatkan mutu penggunaan bahasa, antara lain mencakupi peningkatan sikap, pengetahuan, dan keterampilan berbahasa yang dilakukan msl melalui jalur pendidikan dan pemasyarakatan.

b) pembinaan hukum

kegiatan secaara berencana dan terarah untuk lebih menyempurnakan tata hukum yang ada agar sesuai dengan perkembangan masyarakat.

c) Pembinaan kesatuan bangsa

Penyatuan bangsa dan golongan keturunana asing dengan cara sedemikian rupa sehingga dalam segala aspek kehidupan masyarakat, kesukuan dan keturunan sudah tidak sesuai lagi untuk dikembangkan.

d) Pembinaan watak

Pembangunan watak manusia sebagai pribadi dan makhluk sosial melalui pendidikan dalam keluarga, sekolah, organisasi, pergaulan, ideologi, dan agama.51

2. Pengertian perilaku

Istilah perilaku merujuk pada suatu perbuatan konkret yang dalam ungkapan literatur bahasa indonesia diartikan sebagai suatu tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan, atau sikap, tidak saja anggota badan atau ucapan. perilaku memiliki arti yang sangat luas dan banyak. Ia mencakup pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap.52

Kelangsungan perilaku perubahan manusia tidak terjadi scara sporadis (timbul begitu saja), tetapi selalu ada kelangsungan (kontinuitas) antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya. Perilaku manusia tidak

51Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2002)Edisi-3 cet-2

52 Nanih Machedrawaty, Pengembangan Masyarakat Islam (Bandung : Remaja Rosdakarya,2001) h.54

pernah berhenti pada suatu saat. “Perbuatan terdahulu merupakan persiapan bagi perbuatan yang kemudian, sedangkan perbuatan yang kemudian merupakan kelanjutan dari perbuatan sebelumnya”.53

“Lingkungan sudah cukup banyak penelitian tentang kontribusi lingkungan terhadap perkembangan individu”.54

3. Pengertian masyarakat

Masyarakat adalah “satu kesatuan yang utuh, terdiri dari beberapa individu yang hidup disuatu wilayah ataudaerah tertentu”.55 Masyarakat dalam konteks kemanusiaan ialah masyarakat dibentuk dan membentuk dengan sendirinya, dengan tujuan untuk saling menguatkan, saling menolong, dan saling myempurnakan. Dengan demikian, dalam masyarakat terkandung makna komunitas, sistem organisasi, peradaban, dan silaturahmi.

Ali syar’iati berpendapat bahwa masyarakat diartikan sebagai semua kelompok yang dihimpun oleh persamaan agama, waktu, tempat, baik secara terpaksa maupun kehendak sendiri.

Sedangkang murthadha muthahhari mengatakan bahwa masyarakat adalah kumpulan dari manusia yang antara satu dan lainnya saling terkait oleh sistem nilai, adat istiadat, ritus-ritus serta hukum-hukum tertentu dan bersama-sama berada dalam suatau iklim dan bahan makanan yang sama.

53 Sarlito w. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta : Rajawali Pers, 2013) Cet-5 h. 51

54Ibid., h. 64

55 Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al Ikhlas,2003) h.66

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah tempat berkumpulnya manusia yang di dalamnya terdapat sistem hubungan, aturan serta pola-pola hubungna dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Manusia adalah makhluk yang berarti sesuatu yang diciptakan.

Secara logika dan riil, setiap yang diciptakan tentu ada penciptanya.

Dalam islam, pencipta manusia disebut Allah Swt. Pernyataan manusia adalah makhluk dapat diterima manusia dari latar belakang dan tingkat kecerdasan yang berbeda, mulai dari seorang profesor maupun sampai tukang becak sekalipun.56

Sebagai makhluk individual, manusia juga sebagai makhluk sosial.

Sebagai makhluk individual manusia membutuhkan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan kebutuhan lainnya. Sedangkan sebagai makhluk sosial, ia merupakan teman untuk bergaul untuk menyatakan suka dan duka, dan memenuhi berbagai kebutuhan lainnya yang bersifat kolektif. Manusia membutuhkan kedua sisi tersebut.57 Manusia dengan kapasitasnya yang serba terbatas (makhluk) dan dengan segala intrumen hidup yang serba canggih dibanding dengan makhluk Tuhan yang lain dijadikan oleh Allah Swt. Sebagai makhluk pilihan, yaitu sebagai khalifah di muka bumi ini. Ia mendapatkan amanah untuk mengurusi bumi dan segala isinya yang mengatur makhluk-makhluk Tuhan lainnya yang sangat beraneka ragam.58 Sesuai dengan firman Allah Q.S Al-Baqarah (2) ayat 30

ًةىفيِلىخ ِضْرىْلْا ِفِ ٌلِعاىج ِّنِِّإ ِةىكِئ ىلَىمْلِل ىكُّبىر ىلاىق ْذِإىو اىهيِف ُلىعْىتَىأ اوُلاىق ۖ

ىكىل ُسِّدىقُ نىو ىكِدْمىِبِ ُحِّبىسُن ُنْىنَىو ىءاىمِّدلا ُكِفْسىيىو اىهيِف ُدِسْفُ ي ْنىم ىلاىق ۖ

ىنوُمىلْعى ت ىلَ اىم ُمىلْعىأ ِّنِِّإ

56 Ki Moesa A. Machfoeld, Filsafat Dakwah Ilmu Dakwah dan Penerapannya, (Yogyakarta : Bulan Bintang, 2004) h. 53

57 H Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir Al-Ayat Al-Tarbawiy), (Jakarta:Rajawali Pers, 2012) h. 231

58Rafy Sapuri, Psikologi Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2009) h.97

Artinya : Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".59

Tugas kekhalifahan sebenarnya adalah tugas yang berat terutama bagi manusia yang hanya merupakan satu makhluk kecil bila dipandang dari segi besar tubuhnya dan kemampuan fisiknya. Untuk merealisasikan kemakmuran hidupnya ia harus mampu menundukan dan menguasai makhluk lain yang lebih besar dan lebih kuat dari padanya. Akan tetapi, dari segi mental dan akal, ia memiliki kemampuan yang lebih daripada makhluk lainnya, termasuk malaikat. Kemampuan ini dapat disebut sebagai kemampuan yang bersifat konseptual. Jika ditinjau lebih jauh, sebenarnya kemampuan inilah yang menjadi faktor pengangkatan Adam sebagai Khalifah pertama.60

4. Pengertian Pembinaan Perilaku Masyarakat

Sebagai makhluk sosial, manusia mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lainnya, dan membutuhkan lingkungan di mana ia berada. Ia menginginkan adanya lingkungan yang ramah,peduli, santun, saling menjaga dan menyayangi, bantu membantu, taat pada aturan, tertib, disiplin, menghargai hak-hak asasi manusia dan sebagainya.

Lingkungan yang demikian itulah yang memungkinkan ia dapat melakukan berbagai aktivitasnya dengan tenang, tanpa terganggu oleh berbagai hal yang dapat merugikan dirinya.61

Keinginan untuk mewujudkan lingkungan yang demikian itu, pada gilirannya mendorong perlunya membina masyarakat yang berpendidikan, beriman, bertakwa kepada Tuhan. Karena hanya di dalam masyarakat yang

59 QS. Al-Baqarah(2) : 30

60H Abuddin Nata, Kajian Tematik Al-Qur’an Tentang Kemasyarakatan, (Bandung : Angkasa, 2008) h. 35

61Ibid., h 231-232

demikian itulah akan tercipta lingkunagn di mana berbagai aturan dan perundang-undang dapat ditegakkan.

Berkenaan tentang itu maka telah bermunculan konsep dan teori tentang pembinaan masyarakat, baik yang bersumber dari barat maupun yang bersumber dari dunia Islam sendiri, munculnya berbagai corak masyarakat seperti yang ada saat ini, tidak dapat dilepaskan dari konsep yang mempengaruhinya.

Al-Quran sebagai sumber ajaran Islam yang telah memberikan perhatian yang besar terhadap perlunya pembinaan masyarakat.

Sehubungan dengan itu, pada bagian ini akan dikaji ayat-ayat yang berhubungan dengan pembinaan masyarakat. Pembahasan akan dimulai dengan mengungkap istilah-istilah dalam al-Quran yang ada hubungannya dengan konsep masyarakat.

Ciri-ciri masyarakat ideal menurut al-Quran, serta cara-cara yang ditempuh untuk membina masyarakat yang ideal tersebut. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS.al-Hujarat (49):11

ْمُهْ نِم اًرْ يىخ اوُنوُكىي ْنىأ ٰىىسىع ٍمْوى ق ْنِم ٌمْوى ق ْرىخْسىي ىلَ اوُنىمآ ىنيِذَّلا اىهُّ يىأ اىي اًرْ يىخ َّنُكىي ْنىأ ٰىىسىع ٍءاىسِن ْنِم ٌءاىسِن ىلَىو َّنُهْ نِم

ىلَىو ْمُكىسُفْ نىأ اوُزِمْلى ت ىلَىو ۖ

ِباىقْلىْلْاِب اوُزى باىنى ت ِناىيِْْلإا ىدْعى ب ُقوُسُفْلا ُمْس ِلَا ىسْئِب ۖ

ْبُتى ي ْىلَ ْنىمىو ۖ

ىنوُمِلاَّظلا ُمُه ىكِئٰىلوُأىف

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.

Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.62

Pada ayat tersebut kaum dihubungkan dengan kelompok orang- oarang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan. Ini menunjukan bahwa kata kaum berhubungan dengan manusia. Al-Quran menghendaki agar hubungna kemasyarakatan manusia dapat berjalan baik, hendaknya disertai dengan etika. Antara satu dengan yang lain tidak boleh saling mengejek, memanggil sebutan dengan sebutan yang buruk.

Isyarat Al-Qur’an tentang etika tersebut pada gilirannya dapat membentuk hukum-hukum kemasyarakatan. Al-Quran sarat dengan uraian tentang hukum-hukum yang mengatur lahir, tumbuh, dan runtuhnya suatu masyarakat. Hukum tersebut dari segi kepastiannya tidak akan berubah, dan tidak pula berbeda dengan hukum-hukum alam. Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Ra’d (13) ayat 11.

ِّ يىغُ ي َّٰتَّىح ٍمْوىقِب اىم ُرِّ يىغُ ي ىلَ ىهَّللا َّنِإ ْمِهِسُفْ نىأِب اىم اوُر

62 Q.S Al-Hujurat (49) : 11

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.63

Ayat tersebut berbicara tentang dua macam perubahan dengan dua perilaku. Pertama perubahan masyarakat yang pelakunya Allah; dan kedua perubahan keadaan diri manusia (sikap mental) yang pelaku utamanya manusia. Perubahan yang dilakukan Tuhan terjadi secara pasti melalui hukum-hukum kemasyarakatan yang ditetapkan Tuhan.

Hukum-hukum tersebut tidak pilih kasih atau diskriminasi antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya.64

Simpulannya bahwa sebuah masyarakat yang ingin kokoh dan bertahan dalam menghadapi berbagai tantangan, adalah masyarakat yang berpegang pada nilai-nilai moral dan akhlak yang mulia. Yaitu masyarakat antara satu dan lainnya tidak saling menyakiti, menzalimi, merugikan, mencurigai mengejek dan sebagainya.

5. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Setelah manusia mengetahui, menjaga, mengembangkan kapasitas diri, potensinya (jasmani dan ruhani) dan memelihara struktur bingkainya.

Ia memfungsikan unsur-unsur jasmani (naluri, insting dan refleks), jiwa (pikiran, kemauan) dan ruhnya. Tindakan ini merupakan bagian dari manajemen faktor pribadi. Kemudian individu memilih, dan menghabiskan waktu di lingkungan keluarga, sahabat, sekolah dan tempat berkreativitas (faktor situasi) yang mendukung untuk faktor pribadinya.

“Konsep hijrah, manusia hijrah berarti dimensi jism (jasmani) dirinya meningkat. Adapun hijrah yang dimaksud di sini adalah hijrah

63 QS. Al-Ra’d (13) : 11

64H. Abuddin Nata, Kajian Tematik Al-Qur’an Tentang Kemasyarakatan, h. 239

menjaga keseimbangan antara aspek jism, ruh, akal, kalbu, nafs. Hijrah ke faktor lingkungan yang memperteguh potensi fitrah manusiaan”.65

Sistem peranan diterapkan dalam sistem masyarakat, struktur kelompok, dan organisasi. Karakteristik oraganisasi populasi seperti usia, kecerdasan, karakteristik biologis, mempengaruhi berbagaipola perilaku angota-anggota populasi tersebut. Pendakwah memahami stratifikasi sosialnya berdasarkan pekerjaan, pendapatan, etnis, dan agama.

6. Metode – Metode Pembinaan Islami a) Tahap Demi Tahap

Sudah menjadi sunanatullah dalam penciptaan dan penumbuhan untuk menjadikan “tahap demi tahap” sebagai sarana atau jalan untuk mencapai puncak dan kesempurnaan. Ini merupakan hukum yang berlaku secara paten dalam penciptaan Allah Swt serta menjadi prinsip umum kehidupan makhluk hidup.

Sesungguhnya memperhatikan tahap demi tahap proses pembinaan keimanan sang anak adalah persoalan kejiwaan dan intelektual yang sangat penting. Tabiat kemanusiaan tidak dapat menerima sebuah perubahan yang bersifat mendadak atau pembinaan yang tergesa gesa.

b) Teladan

Merupakan sarana yang paling bermanfaat dalam menanamkan aqidah Islam dalam diri anak-anak yang sedang bertumbuh, paling

65 Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi dan Tabligh, (Jakarta : Amzah, 2012)Cet-1, h.80

sesuai unruk memberikan pengaruh dalam jiwa manusia. Karena itu, sudah menjadi ketetapan hikmah dan ilmu Allah Swt terhadap seluruh seluk beluk jiwa manusia, ketika Dia memilih para Rasul dari kalangan manusia untuk menyampaikan dakwah keimanan dan tauhid.

Rasulullah Saw adalah teladan paling besar bagi umat manusia.

Pada dirinya terkumpul berbagai sifat kesempurnaan dan kemampuan untuk memberikan pengaruh. Beliau pribadi agung serta brjalan konsisten di atas pedoman hukum Islam yang komprehensif, sehingga kepribadian beliau menjadi suluh penerang hidayah, teladan dalam keistiqamahan, serta puncak hikmah dan pengetahuan di mana jin dan manusia memetik cahayanya dan terbina di atas petunjuknya.66

c) Pengarahan Terhadap Perasaan

Metode ini merupaka metode yang paling penting dalam membina aqidah seoarang anak muslim, sebab melalui metode ini sang anak akan memiliki respon yang segera yang bahkan mendahului responnya dan penggunaannya terhadap dalil-dalil aqli dalam menetapkan wujud Allah Swt, keberkahan-Nya unruk disembah satu- satunya dan ketersifatan-Nya dengan sifat-sifat kesempurnaan.

Perasaan akan berkembang sesuai dengan perhatian dan wawasan yang diterima oleh sang anak, hingga rasa keimanan sampai pada tingkat menguasai perasaan-perasaan lain yang merupakan akibat dari meluasnya kesiapan psikologi untuk menerima pengaruh, berpikir, dan memberikan reaksi terhadap persoalan keimanan pada Allah Swt sehingga perasaan ini menjadi isu utama kehidupannya, pengatur semua motivasi dan pengaruh aktifitasnya. Iman menjadi sumber kukuatan penggerak yang selalu menghubungkannya dengan Allah Swt, memanfaatkan semua aktifitasnya demi meraih tujuanya yang mulia serta menuntutnya untuk mengerahkan seluruh upayanya secara terus menerus sesuai dengan petunjukNya.67

66Ibid., h. 123

67Ibid., h. 131

Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan faktor pribadi dan situasi mempengaruhi perilaku manusia. Faktor pribadi seperti emosi dinetralkan kembali melalui kepasrahan, bersabar, bersyukur, berusaha, berdzikir, dan shalat tahajjud sehingga kondisi ini mendorong kekuatan jiwa, ketahanan tubuh, dan sistem syaraf yang dapat meningkatkan kesehatan jasmani dan ruhani. Orang tawakal bukanlah pasif, orang tawakal itu bertindak, gesit, lincah, enerjik, jiwa khusyu’ dan jasmani khusyu’.

40 1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan yaitu

“suatu penelitian yang dilakukan dilapangan atau di lokasi penelitian, suatu tempat yang dipilih sebagai lokasi untuk menyelidiki gejala objektif sebagai terjadi di lokasi tersebut, yang dilakukan juga untuk menyusun laporan ilmiah”68.

Penelitian lapangan ini merupakan metode untuk menemukan realita yang terjadi. Penelitian lapangan ini datanya diperoleh dari informasi yang benar-benar dibutuhkan. Dalam hal ini informasi yang dibutuhkan adalah dengan mencari data mengenai Metode Dakwah Mau’izhah Hasanah Majelis Ta’lim Nurul Yaqin dalam Pembinaan Perilaku Masyarakat di Desa Bumi Nabung Selatan Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu menggambarkan apa yang terjadi di lapangan. Penelitian deskriptif yaitu

“penelitian yang bermaksud mengadakan pemeriksaan dan pengukuran-

68Abdurrahman Fatoni, Metode Penelitiandan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2006), h. 96

pengukuran terhadap gejala tertentu”.69 Sedangkan penelitian kualitatif Bogdan dan Taylor berpendapat bahwa metodologi kualitatif “sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”. 70

Jadi penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif yaitu hanya semata-mata melakukan pengamatan keadaan atau peristiwa tanpa untuk mengambil suatu kesimpulan-kesimpulan berlaku secara umum.

Penelitian deskripstif kualitatif pada pembahasan skripsi ini adalah penelitian yang akan mengarah tentang fakta-fakta yang terjadi mengenai metode dakwah mau’izhah hasanah yang dilakukan Majelis Ta’lim Nurul Yaqin dalam Pembinaan Perilaku Masyarakat di Desa Bumi Nabung Selatan Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampun Tengah.

B. Sumber Data

Data artinya “informasi yang didapat melalui pengukuran – pengukuran tertentu, untuk digunakan sebagai landasan dalam menyusun argumentasi logis menjadi fakta”.71 Dengan demikian tidak segala informasi atau keterangan merupakan data. Dan hanyalah sebagian saja dari informasi yakni yang berkaitan dengan penelitian. Karena pembicaraan berkisar soal penelitian maka selalu dipergunakan dengan istilah data untuk menyebut informasi (keterangan dari segala sesuatunya). Penelitian ini menggunakan dua data yaitu:

69 Ibid, h. 97

70 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), h.4

71 Abdurrahman Fatoni, Metodelogi Penelitian &Teknik Penyusunan Skripsi, h. 104

1. Data primer

Sumber data primer adalah “sumber data utama yang didapat dari sumber pertama baik individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa silakukan peneliti”.72 Untuk menjawab pertanyaan penelitian, dalam penelitian ini peneliti memperoleh sumber data primer melalui wawancara dengan Ketua Majelis Ta’lim Nurul Yaqin dan 5 Jamaah Majelis Tak’lim Nurul Yaqin mengenai dengan metode dakwah yang dilakukan.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan sumber dari bahan bacaan. Sumber

“sekunder terdiri atas berbagai macam, dari surat–surat pribadi, kitab harian, notula rapat perkumpulan, sampai dokumen dokumen resmi dari berbagai isntansi pemerintah”.73 Data sumber sekunder penelitian ini yaitu dokumen-dokumen dan buku-buku di Majelis Ta’lim Nurul Yaqin untuk mengemukakan masalah dalam pembinaan perilaku masyarakat. . C. Teknik Pengumpulan Data

“Merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan”.74

72 Husain, Metode Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Pustaka, 2009) Edisi 2, h.42 73 S. Nasution, Metode Research ( Penelitian Ilmiah ), (Jakarta : Bumi Aksara, 2012), h.

143 74

Sugiyono, Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D (Bandung : Alfabeta, 2013), h . 308

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah “sebuah proses interaksi yang dilakukan oleh setidaknya dua orang, atas dasar ketersediaan dan dalam setting alamiah, di mana arah pembicaraan mengacu kepada tujuan yang telah ditetapkan dengan mengedepankan trust sebagai landasan utama dalam proses memahami”.75

Dengan demikian wawancara (Interview) merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi dengan tujuan mendapatkan informasi penting yang diinginkan. Dalam kegiatan wawancara terjadi hubungan antara dua orang atau lebih, dimana keduanya berperilaku sesuai dengan status dan peranan mereka masing-masing.

Wawancara dibedakan menjadi dua macam yaitu terstruktur dan semiterstruktur, wawancara terstruktur yaitu digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.

Oleh karena itu dalam wawancara, pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah disiapkan.

Sedangkan wawancara semiterstruktur merupakan wawancara yang di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk

75Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, Dan Focus Groups, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2013) h.31

menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.76

Adapun teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semiterstruktur dimana dalam hal ini observe hanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan kerangka pertanyaan yang telah dipersiapkan. Sedangkan narasumber diberikan kebebasan dalam memberikan jawaban.

Wawancara dalam pengumpulan data ini penulis akan mengajukan kepada Ketua Majelis Ta’lim Nurul Yaqin dan 5 masyarakat sekitarnya mengenai : profil Majelis Ta’lim Nurul Yaqin, penerapan metode dakwah mau’izhah hasanah, dan faktor pendukung dan penghambat Majelis Ta’lim Nurul Yaqin dalam pembinaan perilaku masyarakat di Desa Bumi Nabung Selatan Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah.

2. Observasi

Adalah teknik “pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatann-pencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran”.77 Teknikini menuntut adanya pengamatan dari peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap objek peneliti.

76Sugiyono, Metode Penelitian Pendidika Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 320.

77 Abdurrahman Fatoni, Metodelogi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi., h. 104

Dokumen terkait