2. LANDASAN TEORI
2.2 Perencanaan dan Pengendalian Persediaan
2.2.4 Sistem Pengawasan Persediaan
24
menunjukkan service leveltertentu. Tabel 2.2 menunjukkan beberapa nilai faktor keamanan yang sering digunakan.
Tabel 2.2.Nilai Safety Factor Service Level (%) Faktor
Keamanan
50 0.00
75 0.67
80 0.84
85 1.04
90 1.28
94 1.56
95 1.65
96 1.75
97 1.88
98 2.05
99 2.33
99.86 3.00
99.99 4.00
(Sumber: Introduction to Materials Management, 2004)
Hasil dari periodic review model dapat ditunjukkan dengan service level, dengan penghitungan seperti pada rumus 2.2. Dalam periodic review model, M.
Eric Johnson, Hau L. Lee, Tom Davis, dan Robert Hall (1995) dalam karyanya Expressions for Item Fill Rates in Periodic Inventory Systems menyatakan bahwa perencanaan dapat dikatakan akurat ketika service level mencapai lebih dari 90%
dan variabilitas permintaan rendah (Ballou, 2004, h. 361).
tergantung pada tingkat kepentingan persediaan. Kedua, perlu dilakukan investasi sistem informasi yang sesuai dengan kondisi rantai suplai persediaan.
Jenis persediaan tertentu mungkin saja lebih penting dibandingkan jenis persediaan lainnya. Beberapa jenis barang memiliki tingkat pemakaian yang sangat tinggi sehingga banyak pelanggan yang akan kecewa jika kehabisan persediaan barang tersebut. Jenis barang lainnya memiliki nilai/harga cukup tinggi, sehingga membutuhkan cukup banyak dana untuk menyimpan barang tersebut dalam jumlah banyak. Salah satu cara untuk membedakan persediaan adalah memberi peringkat berdasarkan nilai pemakaian (jumlah yang terpakai/terjual dikalikan dengan nilai/harga satu unit barang). Jenis barang dengan nilai pemakaian tinggi mendapatkan pengawasan penuh, sedangkan jenis barang dengan nilai pemakaian rendah hanya membutuhkan pengawasan yang cukup (lebih jarang dibandingkan jenis barang dengan nilai pemakaian tinggi).
Umumnya, sedikit jenis barang memberikan proporsi nilai pemakaian yang besar.
Fenomena ini dikenal sebagai hukum Pareto, atau disebut juga dengan aturan 80/20. Hukum Pareto juga disebut aturan 80/20 yang diartikan menjadi 80%
penjualan berasal dari 20% jenis barang. Hukum Pareto juga digunakan pada bidang lain pada manajemen operasional. Dalam konteks pengawasan persediaan, aturan ini dipakai untuk mengklasifikasikan jenis barang berdasarkan nilai pemakaian. Salah satu klasifikasi yang sering dipakai adalah sebagai berikut:
Kelas A: 20% jenis barang memberikan penjualan sekitar 80%
Kelas B: 30% jenis barang memberikan penjualan sekitar 15%
Kelas C: 50% jenis barang memberikan penjualan sekitar 5%4
Contoh dari grafik hasil klasifikasi Hukum Pareto dapat dilihat pada Gambar 2.6.Selain nilai pemakaian, kriteria di bawah ini juga dapat dipakai untuk mengklasifikasikan persediaan:
Konsekuensi stockout. Prioritas tinggi diberikan kepada jenis barang yang menyebabkan penundaan atau mengganggu aliran operasional lainnya, atau merugikan pelanggan, jika persediaan habis.
4Arnold, J. R. Tony & Chapman, Stephen N. (2004). Introduction to materials management (5th
26
Ketidakpastian suplai. Beberapa jenis barang, walaupun nilainya rendah, mungkin saja membutuhkan perhatian lebih jika suplai tidak pasti.
Gambar 2.6.Contoh Grafik Hukum Pareto
(Sumber: Operations Management, 2007)
Risiko keusangan atau pembusukan tinggi. Jenis barang yang dapat kehilangan nilainya karena keusangan atau pembusukan mungkin membutuhkan perhatian dan pengawasan ekstra.
Sistem klasifikasi yang lebih kompleks mungkin memasukkan kriteria- kriteria di atas dengan klasifikasi berbeda untuk setiap kriteria. Misalnya, suatu jenis barang mungkin dikelompokkan sebagai kelas A/B/A yang berarti termasuk kelas A berdasarkan nilai, kelas B berdasarkan konsekuensi stockout, dan kelas A berdasarkan risiko keusangan.
27 3.1 Profil Perusahaan
3.1.1 Sejarah
RS PGI Cikini adalah salah satu RS swasta tertua di Indonesia. Awalnya, RS ini diberi nama RS Ratu Emma yang didirikan pada tanggal 12 Januari 1898 oleh Ny. Adriana Josina de Graaf-Kooman, istri misionaris Belanda, dengan tujuan untuk merawat orang-orang sakit dari berbagai golongan masyarakat tanpa memandang kedudukan dan untuk semua suku, bangsa, dan agama. Biaya pendirian RS diperoleh dari Ratu Belanda pada saat itu, yaitu Ratu Emma. Dana yang didapat digunakan untuk membeli bekas rumah pelukis kenamaan Raden Saleh di Menteng (Huis van Raden Saleh). Rumah inilah yang dijadikan RS dengan nama pusat layanan kesehatan Stichting Medische Voorziening Kooningen Emma Zuikenhuis Tjikini. RS ini terletak di pusat kota Jakarta, namun tetap mempertahankan suasana taman yang jarang ditemui di kota Jakarta. Namanya berubah menjadi RS Tjikini pada 1 Agustus 1913.
3.1.2 Layanan yang Tersedia
RS PGI Cikini menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap dan unggul, dengan tenaga medis dan perawatan yang berpengalaman serta berkualitas tinggi. Layanan-layanan yang tersedia, yaitu: layanan gawat darurat, unit rawat jalan, dan unit rawat inap.
Layanan gawat darurat beroperasi setiap hari dengan kapasitas 11 tempat tidur, termasuk 2 kamar VIP. Tersedia pula armada ambulans untuk evakuasi medis dan keadaan darurat. Unit rawat jalan terdiri dari klinik penyakit dalam (ginjal hipertensi, hematologi, rheumatologi, endokrin, gastro, hepatologi, infeksi/tropik, dan jantung), klinik paru-paru, obstetrik & ginekologi, mata, neurologi, anak, penyakit kulit, gigi, telinga hidung tenggorokan (THT), psikiater, penyakit tulang, rehabilitasi, gizi, dan klinik bedah dengan spesialis bedah berpengalaman, juga dilengkapi dengan layanan one-day-care.
28
Unit rawat inap berkapasitas 341 tempat tidur yang terdiri atas kamar super VIP, kelas VIP, kelas semi VIP, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Ada pula instalasi rawat intensif (ICU dan ICCU), instalasi rawat intensif untuk anak (ICU anak), instalasi perawatan bayi, juga dilengkapi dengan kamar operasi.
Layanan instalasi penunjang medis terdiri dari instalasi laboratorium kesehatan, yang mencakup hematologi, kimia darah, dan mikrobiologi, serta instalasi radiologi dengan peralatan pemeriksaan yang canggih, seperti:
bonedensitometer, USG & color doppler flow imaging, mammografi, radiografi, DSA, dan CT scan. Tersedia pula layanan lain seperti pelayanan jenazah dan rumah duka, pelayanan kerohanian, dan pelayanan sosio medik.
3.2 Sistem Pengadaan Obat-obatan di RS PGI Cikini
Obat-obatan dikelola oleh instalasi farmasi RS. Dari data tahun 2009, tercatat ada 3379 jenis obat yang dikelola oleh instalasi farmasi RS. Semua persediaan disimpan di satu gudang pusat dan diolah atau diatur pembagiannya pada gudang farmasi. Semua pengambilan obat, baik rawat inap ataupun rawat jalan dilakukan melalui instalasi farmasi .
Aktivitas pelayanan obat dilakukan oleh pekerja farmasi. Seorang apoteker senior menjadi penanggung jawab pelayanan obat. Beliau memiliki staf yang tugasnya dibagi-bagi menjadi: pengelola obat untuk rawat inap dan obat untuk rawat jalan. Di gudang, aktivitas gudang dikepalai oleh seorang penanggung jawab dengan beberapa anggota yang melakukan aktivitas operasional bagian administrasi, pengawas mutasi (keluar masuknya) barang, dan pengawas jumlah persediaan. Selain itu, ada pula seorang karyawan yang tugasnya dikhususkan untuk memprediksi permintaan dan berhubungan langsung dengan pemasok untuk melakukan pengadaan barang. Penanggung jawab pelayanan obat, gudang, dan pengadaan obat bertanggung jawab langsung pada seorang kepala instalasi farmasi.
Berdasarkan wawancara dengan kepala instalasi farmasi dan penanggung jawab pengadaan barang, diketahui bahwa perencanaan pengadaan barang dibuat setiap awal bulan dengan asumsi bahwa proyeksi permintaan yang akan datang
dana tertentu yang menjadi batas maksimal untuk pengeluaran obat per bulan Gambar 3.1 memperlihatkan alur aktivitas perencanaan
barang sampai ke gudang.
Gambar 3.1. Alur Aktivitas Pengadaan Pengawasan jumlah persediaan dilakukan pemakaian obat yang mengikuti
menggunakan alat bantu perangkat lunak yang bernama “Billing Farmasi”
dapat diakses kapan pun dengan tingkat keamanan yang baik karena hanya karyawan yang berkepentingan saja yang dapat mengetahuinya
ini mencatat jumlah obat yang terjual obat yang masuk ke
perangkat lunak. Pencatatannya stok. Sebenarnya, aplikasi mengetahui jumlah
namun hal ini belum dilakukan. Karena itulah, pencatatan manual dilakukan setiap hari.
menghabiskan waktu dan tenaga pekerja farmasi.
•Membuat perencanaan kebutuhan satu bulan yang akan datang
•Rencana = rata-rata permintaan 1 bulan lalu
Perencanaan kebutuhan
dana tertentu yang menjadi batas maksimal untuk pengeluaran obat per bulan Gambar 3.1 memperlihatkan alur aktivitas perencanaan pengadaan
barang sampai ke gudang.
Alur Aktivitas Pengadaan Obat-obatan di RS P
Pengawasan jumlah persediaan dilakukan berdasarkan prioritas nilai pemakaian obat yang mengikuti Hukum Pareto. Dalam mengelola persediaan, menggunakan alat bantu perangkat lunak yang bernama “Billing Farmasi”
dapat diakses kapan pun dengan tingkat keamanan yang baik karena hanya karyawan yang berkepentingan saja yang dapat mengetahuinya.
umlah obat yang terjual secara lengkap. Namun, pencatatan jumlah obat yang masuk ke tempat penyimpanan belum tercatat dengan baik pada perangkat lunak. Pencatatannya masih menggunakan cara manual
Sebenarnya, aplikasi “Billing Farmasi” dapat dipakai sebagai sarana untuk jumlah obat yang masuk ke tempat penyimpanan
namun hal ini belum dilakukan. Karena itulah, pencatatan manual
dilakukan setiap hari. Cara kerja seperti ini sangat tidak efisien karena menghabiskan waktu dan tenaga pekerja farmasi.
kebutuhan satu bulan yang
Perencanaan kebutuhan
•Mencatat jumlah persediaan saat ini
•Menghitung kuantitas pembelian
Perencanaan
Pembelian •Memesan obat via telepon kepada supplier
•Membuat
•Setelah obat datang, membuat
dana tertentu yang menjadi batas maksimal untuk pengeluaran obat per bulan.
pengadaan obat sampai
di RS PGI Cikini berdasarkan prioritas nilai
mengelola persediaan, RS menggunakan alat bantu perangkat lunak yang bernama “Billing Farmasi” yang dapat diakses kapan pun dengan tingkat keamanan yang baik karena hanya . Perangkat lunak . Namun, pencatatan jumlah penyimpanan belum tercatat dengan baik pada masih menggunakan cara manual melalui kartu dapat dipakai sebagai sarana untuk penyimpanan setiap waktu, namun hal ini belum dilakukan. Karena itulah, pencatatan manual masih perlu
Cara kerja seperti ini sangat tidak efisien karena
Memesan obat via telepon kepada supplier
Membuat purchase order Setelah obat datang, membuat receiving note
Melakukan pembelian
30
3.3 Data Penelitian
Seperti yang telah disebutkan pada Landasan Teori, diperlukan beberapa data untuk membentuk perencanaan pengadaan. Data-data yang diperlukan adalah: nilai obat untuk analisis Pareto, data pemasok obat, data historis permintaan, komponen biaya dan lead time, serta service level saat ini. Data-data yang diperoleh berasal dari aplikasi “Billing Farmasi” yang menjadi sistem informasi di RS, observasi langsung, dan wawancara dengan kepala bidang farmasi serta karyawan di instalasi farmasi.
3.3.1 Nilai Pemakaian Obat dan Kelompok Pemasok
Dari 3379 jenis obat yang dikelola instalasi farmasi RS, klasifikasi setiap kelas adalah sebagai berikut:
Kelas A: 80,02% penjualan berasal dari 12,96% jenis obat
Kelas B: 14,98% penjualan berasal dari 19,63% jenis obat
Kelas C: 5% penjualan berasal dari 67,41% jenis obat
Perencanaan pengadaan obat-obatan yang dibuat dalam penelitian ini dapat berlaku pada semua jenis obat. Namun, dalam penelitian ini, perencanaan pengadaan dibatasi untuk 30 jenis obat yang berasal dari kelas A, B, dan C.
Sampel diambil sejumlah 20 jenis obat dengan nilai pemakaian tertinggi dari kelas A, 5 jenis obat dengan nilai pemakaian tertinggi dari kelas B, dan 5 jenis obat dengan nilai pemakaian tertinggi dari kelas C. Kelas, kumulatif % jenis obat, dan kumulatif % nilai pemakaian dapat dilihat pada Tabel 3.1. Suplai 30 sampel obat ini berasal dari 11 pemasok. Pada kondisi sebenarnya, jumlah pemasok lebih dari 11, dan jumlah jenis obat yang berasal dari suatu pemasok lebih banyak.
Pengelompokkan sampel berdasarkan pemasok dapat dilihat pada Tabel 3.2.
3.3.2 Permintaan
Permintaan obat yang menjadi bahan penelitian ini adalah permintaan obat dari pasien rawat jalan dan pasien rawat inap yang tercatat lengkap pada aplikasi
“Billing Farmasi”. Data permintaan yang diambil adalah data historis dari periode
Tabel 3.1.Daftar Sampel Obat
(sumber: RS, telah diolah kembali) No.
Klasifi- kasi Pareto
Kode Nama Obat
% Kumulatif Jenis Obat
dari Total Jumlah Jenis Obat
% Kumulatif
Nilai Pemakaian
Obat dari Total Nilai Pemakaian
Obat
1 A sulpea Sulperazon Ampul 0,03% 2,01%
2 A albumb2 Albummin cutter 25% 100
ml 0,06% 3,60%
3 A meronv2 Meronem IV 1 gr vial 0,09% 4,92%
4 A clafov2 Claforan 1 gr vial 0,12% 6,21%
5 A sulbaa01 Sulbacef 500 mg injeksi 0,15% 7,43%
6 A terfv1 Terfacef 1 gr vial 0,18% 8,62%
7 A progr Prograf 1 mg 0,21% 9,77%
8 A nexiuv Nexium 40 mg injeksi 0,24% 10,91%
9 A eprexv2 Eprex 4000 – 1 ml vial 0,27% 12,02%
10 A omz40 Omz injeksi 10 ml 0,30% 13,10%
11 A broadv1 Broadced 1 gr vial 0,33% 14,17%
12 A caprol Caprol 40 mg / 10 ml 0,36% 15,13%
13 A hemapa Hemapo 3000 iu injeksi 0,39% 15,88%
14 A spuitx06 Spuit Terumo 10 cc 0,42% 16,58%
15 A dianeb5 Dianeal 1,5% Twinbag 0,45% 17,28%
16 A trijev1 Trijec 1 gr injeksi 0,48% 17,96%
17 A meropa01 Meropenem 1 gram 0,51% 18,65%
18 A losecv1 Losec 40 mg vial 0,54% 19,32%
19 A lancef Lancef 1 gr injeksi 0,57% 19,96%
20 A albumb8 Albummin cutter 20% 100
ml 0,60% 20,60%
21 B unasyt3 Unasyn 1,5 gram vial 12,99% 80,07%
22 B tanapt1 Tanapres 5 mg tablet 13,02% 80,12%
23 B micart1 Micardis 40 mg tablet 13,05% 80,17%
24 B infusx02 Infus Set Microdip Anak 13,08% 80,21%
25 B cordat2 Cordarone Tablet 13,11% 80,26%
26 C chlort1 Chlorpenon 4 mg Tablet 32,62% 95,01%
27 C phisib1 Phisiogel 150 ml 32,65% 95,02%
28 C rimacc4 Rimactane 600 mg Tablet 32,68% 95,03%
29 C avandt1 Avandamet 4 mg / 500 mg 32,71% 95,04%
30 C md-cal Md-cal Tablet 32,74% 95,05%
32
Tabel 3.2. Pengelompokan Sampel Obat berdasarkan Pemasok
(sumber: RS)
1 Januari 2009 sampai 2 Januari 2010. Karena variabilitas data yang sangat tinggi, data permintaan dikelompokkan menjadi satuan waktu mingguan, menjadi dari minggu pertama Januari 2009 sampai minggu terakhir Desember 2009.
Dengan perubahan ini, data historis permintaan setiap obat yang tadinya 365 periode hari menjadi 52 periode mingguan sehingga cukup menggambarkan pola permintaan setiap obat. Pada dasarnya, perubahan ini diperbolehkan asalkan jumlah total data tidak menjadi terlalu sedikit. Sebagai contoh, jika satuan waktu yang dipilih adalah bulanan, maka total data historis menciut menjadi dua belas periode bulanan. Jumlah ini dirasa sedikit dan kurang dapat menggambarkan pola permintaan secara detail. Tabel 3.3 menunjukkan rata-rata dan standar deviasi permintaan. Dari tabel dapat terlihat bahwa secara umum variabilitas permintaan 30 sampel obat cukup besar. Karena banyaknya data permintaan, rincian permintaan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
No Klasifikasi
Pareto Kode Kode
Pemasok No Klasifikasi
Pareto Kode Kode
Pemasok
1 A sulpea 1 A sulbaa01
2 A omz40 2 A meropa01
3 B unasyt3 1 A terfv1 5
4 B tanapt1 1 A progr 6
1 A albumb2 1 A broadv1
2 A meronv2 2 A hemapa
3 A eprexv2 3 A dianeb5
4 A caprol 1 A spuitx06
5 A albumb8 2 B infusx02
1 A clafov2 1 A trijev1
2 A nexiuv 2 A lancef
3 A losecv1 1 B micart1 10
4 B cordat2 1 C chlort1 11
5 C phisib1
6 C rimacc4
7 C avandt1
8 C md-cal
1
4
2
7
8
3
9
Tabel 3.3. Data Rata-rata Permintaan dan Standar Deviasi
(sumber: RS, telah diolah kembali)
3.3.3 Biaya dan Lead Time
Data biaya yang dikumpulkan adalah sesuai dengan kebutuhan komponen biaya yang dibutuhkan untuk membeli/melakukan pengadaan barang. Komponen biaya yang pertama adalah biaya pengadaan yang terdiri dari common cost dan procurement cost. Common cost bagi RS PGI Cikini adalah biaya tenaga kerja yang mengelola kegiatan perencanaan dan pengadaan obat serta biaya listrik yang digunakan sumber energi alat bantu komputer untuk membuat perencanaan.
Procurement cost bagi RS terdiri dari biaya administrasi untuk pembuatan purchase order (PO)dan biaya telepon untuk menghubungi pemasok. Jumlah PO rata-rata harian adalah 20 PO. Rincian biayanya adalah seperti pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Data Biaya Pengadaan
(sumber: RS)
No Kode D sd No Kode D sd
1 sulpea 76.64 30.98 16 trijev1 39.19 20.35 2 albumb2 10.83 8.05 17 meropa01 30.71 24.53 3 meronv2 27.31 16.61 18 losecv1 37.99 20.31 4 clafov2 59.36 30.11 19 lancef 47.43 23.00 5 sulbaa01 65.56 30.81 20 albumb8 4.60 4.03 6 terfv1 64.46 21.44 21 unasyt3 2.40 4.58 7 progr 425.75 257.50 22 tanapt1 47.37 33.26 8 nexiuv 69.44 30.36 23 micart1 35.04 30.75 9 eprexv2 22.23 8.03 24 infusx02 30.04 13.77 10 omz40 84.86 28.54 25 cordat2 65.22 43.55 11 broadv1 58.17 28.99 26 chlort1 668.25 263.61 12 caprol 84.89 30.50 27 phisib1 0.81 1.48 13 hemapa 35.33 10.38 28 rimacc4 9.12 18.71 14 spuitx06 1,681.09 389.94 29 avandt1 0.67 2.86 15 dianeb5 144.46 76.81 30 md-cal 48.54 58.04
Uraian Nominal (Rp.) Jenis Biaya Biaya tenaga kerja per bulan 2,000,000Common cost Biaya listrik per bulan 100,000 Common cost Biaya telepon per bulan 100,000 Procurement cost Biaya administrasi per order 200Procurement cost
34
Komponen biaya yang kedua adalah biaya persediaan. Pada RS yang diteliti, biaya persediaan terdiri dari biaya modal (suku bunga deposito bank saat ini sebesar 6,50% dikalikan dengan harga beli obat) dan biaya gudang (biaya listrik, biaya pemeliharaan, dan biaya perlengkapan). Biaya listrik dibagi lagi menjadi dua nilai karena ada dua cara penyimpanan obat, yaitu pada suhu ruang dan suhu di bawah 0 oC (di dalam kulkas). Tenaga kerja yang mengelola mutasi barang dan kegiatan administrasi berjumlah 6 orang.
Tenaga kerja yang melakukan aktivitas pemeliharaan gudang adalah satu orang. Rincian biayanya adalah seperti pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Data Biaya Persediaan
(sumber: RS)
Lead time sejak obat dipesan sampai obat masuk ke gudang adalah 2 hari, sama untuk setiap pemasok.
3.3.4Service Level
Saat ini, service level yang sudah dicapai RS adalah sekitar 80%. Data ini diperoleh dari wawancara dengan karyawan bagian pelayanan obat. Obat yang tidak dapat dipenuhi akan disubstitusi dengan obat lain, sesuai rujukan dokter yang mengeluarkan resep. Jika dokter tersebut tidak mengizinkan untuk mensubstitusi obat, dokter akan melihat tingkat kepentingan obat tersebut. Jika obat tidak terlalu dibutuhkan dalam waktu dekat, pasien akan diminta mencari
Uraian Nominal
(Rp.)
Satuan
Waktu Jenis Biaya Biaya listrik (tanpa kulkas) 1,494,374 Per bulan Listrik Biaya listrik (dengan kulkas) 2,154,125 Per bulan Listrik
Biaya tenaga kerja 2,000,000 Per bulan Pemeliharaan Kelengkapan alat kebersihan 50,000 Per bulan Pemeliharaan Biaya pemeliharaan pendingin ruangan 60,000 Per 3 bulan Pemeliharaan Biaya pemeliharaan computer 100,000 Per tahun Pemeliharaan
Alat tulis kantor 100,000 Per bulan Perlengkapan
dalam waktu dekat, maka pihak RS akan berusaha mencarikan obat tersebut dari RS lain, pemasok lain, atau apotek lain. Kedua solusi ini tentunya menimbulkan ketidakefesiensian kerja pengelola perencanaan pengadaan obat-obatan sehingga perlu dibuat perencanaan yang lebih baik untuk meningkatkan service level.
BAB 4
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1 Usulan Perencanaan Pengadaan Obat-obatan
Setelah mempelajari berbagai literatur seperti yang sudah dijabarkan pada Landasan Teori, dapat diambil beberapa hal yang menjadi keluaran yang diperlukan dari perencanaan pengadaan obat-obatan RS, yaitu: keputusan tentang jumlah obat yang dibutuhkan dan yang perlu dibeli (procured), keputusan tentang kapan akan dilakukan pengadaan, serta bagaimana cara mengawasi persediaan.
Keputusan tentang jumlah kebutuhan dapat diperoleh melalui proses peramalan permintaan, sedangkan keputusan tentang waktu pengadaan dan cara pengawasan persediaan dapat diperoleh melalui penghitungan dengan periodic review model.
Periodic review model menjadi model yang terpilih pada penelitian ini karena continous review model tidak dapat diterapkan pada RS yang mengelola banyak jenis obat-obatan sedangkan teknologi sistem informasi komputer dan perangkat lunak RS yang seharusnya dapat mengotomatisasi pengambilan keputusan belum dapat berfungsi optimal. Aktivitas operasional pengadaan obat-obatan dengan periodic review model juga lebih efisien karena intensitas pengawasan persediaan dapat dikurangi sesuai hasil perhitungan. Rangkaian proses pada usulan perencanaan pengadaan obat-obatan dapat dilihat pada Gambar 4.1 sampai sampai Gambar 4.3.
Gambar 4.1.Alur Peramalan Permintaan
Gambar 4.2.Alur Perhitungan Periodic Review Model
38
Gambar 4.3.Alur Teknis Perencanaan Pengadaan Obat-obatan Dengan keterangan gambar:
Ketiga alur di atas diintegrasikan ke dalam aplikasi yang akan mempermudah penghitungan perencanaan pengadaan obat-obatan di RS.
Mixrosoft Excel with Visual Basic Application (VBA) adalah perangkat lunak yang terpilih untuk membuat alat bantu karena beberapa keunggulan yang akan dijelaskan lebih lanjut pada subbab 4.3.
4.2 Pengolahan Data
Seperti penjabaran usulan perencanaan pengadaan obat-obatan yang tertera pada Gambar 4.1 sampai Gambar 4.3, ada lima proses pengolahan data
untuk mendapatkan keluaran dari perencanaan pengadaan ini. Proses-proses tersebut akan dijelaskan pada subbab ini.
4.2.1 Peramalan
Sebelum meramalkan permintaan, karakter permintaan harus diidentifikasi dengan baik. Langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung rata-rata permintaan historis (d) dan standar deviasinya (sd) untuk melihat variabilitas permintaan. Sesuai dengan pernyataan pada Landasan Teori, jika standar deviasi lebih besar atau sama dengan rata-rata permintaan historis, maka permintaan disebut lumpy1. Langkah ini menjadi langkah pertama yang perlu dilakukan karena umumnya karakter permintaan di RS memiliki ciri-ciri lumpy2sehingga tidak dapat diramalkan dengan metode kuantitatif yang reguler, seperti rata-rata bergerak atau pemulusan eksponensial tunggal.
Data yang dipakai adalah data mingguan selama tahun 2009. Berdasarkan informasi dari karyawan bidang pelayanan obat, biasanya pola permintaan berulang setiap 3 bulan. Asumsi ini hanya berdasarkan intuisi, belum dibuktikan berdasarkan data yang ada. Karena itulah, range data yang diambil adalah data permintaan historis selama satu tahun untuk melihat apakah asumsi tersebut benar dan berharap dapat melihat pola berulang permintaan di RS. Tahun yang dipilih adalah tahun 2009 karena merupakan periode waktu terbaru dan paling dekat dengan waktu penelitian (awal 2010) sehingga paling baik untuk meramalkan permintaan yang akan datang.
Hasil penentuan karakter permintaan pada 30 sampel obat adalah seperti pada Tabel 4.1. 5 dari 30 sampel obat berkarakter lumpy, yaitu obat dengan kode unasyt3, phisib1, rimacc4, avandt1, dan md-cal. Hasil ini menjadi petunjuk bahwa tidak semua permintaan di RS dapat memakai metode peramalan kuantitatif yang reguler karena adanya permintaan yang lumpy.
1 Ballou, R.H. (2004). Business logistics/supply chain management (5th ed.). New Jersey:
Prentice-Hall Inc. h. 367.
2Woosley, John Michael. (2009).Dissertation: Improving healthcare supply chains and decision
40
Tabel 4.1.Hasil Penentuan Permintaan Lumpydan Tidak Lumpy
Pada penelitian ini, 5 jenis obat yang lumpy akan diramalkan dengan metode Croston yang sudah dipakai secara umum untuk meramalkan permintaan lumpy serta dinyatakan dalam sebuah penelitian tentang peramalan oleh Johnston F. R. & Boylan, J. E. (1996) bahwa metode ini menghasilkan akurasi ramalan yang lebih unggul dibandingkan metode pemulusan eksponensial tunggal. Metode
No Kode D sd Karakter Permintaan
1 sulpea 76.64 30.98 Tidak Lumpy 2 albumb2 10.83 8.05 Tidak Lumpy 3 meronv2 27.31 16.61 Tidak Lumpy 4 clafov2 59.36 30.11 Tidak Lumpy 5 sulbaa01 65.56 30.81 Tidak Lumpy 6 terfv1 64.46 21.44 Tidak Lumpy 7 progr 425.75 257.50 Tidak Lumpy 8 nexiuv 69.44 30.36 Tidak Lumpy 9 eprexv2 22.23 8.03 Tidak Lumpy 10 omz40 84.86 28.54 Tidak Lumpy 11 broadv1 58.17 28.99 Tidak Lumpy 12 caprol 84.89 30.50 Tidak Lumpy 13 hemapa 35.33 10.38 Tidak Lumpy 14 spuitx06 1,681.09 389.94 Tidak Lumpy 15 dianeb5 144.46 76.81 Tidak Lumpy 16 trijev1 39.19 20.35 Tidak Lumpy 17 meropa01 30.71 24.53 Tidak Lumpy 18 losecv1 37.99 20.31 Tidak Lumpy 19 lancef 47.43 23.00 Tidak Lumpy 20 albumb8 4.60 4.03 Tidak Lumpy 21 unasyt3 2.40 4.58 Lumpy 22 tanapt1 47.37 33.26 Tidak Lumpy 23 micart1 35.04 30.75 Tidak Lumpy 24 infusx02 30.04 13.77 Tidak Lumpy 25 cordat2 65.22 43.55 Tidak Lumpy 26 chlort1 668.25 263.61 Tidak Lumpy 27 phisib1 0.81 1.48 Lumpy 28 rimacc4 9.12 18.71 Lumpy 29 avandt1 0.67 2.86 Lumpy 30 md-cal 48.54 58.04 Lumpy