• Tidak ada hasil yang ditemukan

Struktur sedimen yang terbentuk segera setelah/pasca pengendapan (post depositional sedimentary structure)

a. Slide b. Slump

c. Convolute bedding dan laminasi d. Load cast

e. Stylolite f. Sand volcano

g. Dish, pillar dan sheet dewatering.

32 4. Struktur biogenik : trace fossil.

Trace fossil terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu :

a. Trace fossil yang dibentuk oleh organisme epibentik pada permukaan sedimen (track dan trail).

b. Trace fossil yang dibentuk oleh organisme endobentik di dalam sedimen (burrow).

Interpretasi Arus Purba

Beberapa struktur sedimen primer seperti telah diterangkan pada bagian sebeumnya dapat mengindikasikan arah arus pada masa lalu atau arus purba. Interpretasi yang bida dihasilkan dari analisa arus purba antara lain adalah arah paleoslope, arah atau pola penyebaran sedimen, serta hubungannya dengan arah sumber sedimen. Interpretasi tersebut juga memiliki arti ekonomis misalnya untuk mengetahui penyebaran placer deposit. Beberapa struktur sedimen penanda arus purba dapat dilihat pada gambar 5.4.

Gambar 5.4. Struktur sedimen yang dapat mengindikasikan arah arus purba.

Untuk penentuan araah arus, singkapan struktur sedimen harus bisa diamati dalam bentuk 3 dimensi sehingga dapat diukur jurus (strike dan direction) dan kemiringan sesungguhnya (dip dan plunge) sesungguhnya. Apabila hanya bisa diukur kedudukan semunya, maka koreksi harus dilakukan, misalnya dengan mempergunakan

A : Asymmetrical ripple mark G : Parting Lineation C : Rid and furrow H : Fossil Lineation E : Festoon Cross-Bedding I : Flute Casts

F : Planar Cross-Bedding J : Striations dan Groove Casts

33 analisa stereografi. Koreksi pada analisa arus purba juga dilakukan apabila struktur sedimen yang diukur berada pada lapisan yang telah termiringkan lebih dari 15o.

Struktur sedimen yang bersifat planar, seperti struktur sedimen silang siur dapat diukur arah strike-dip, dan pada prinsipnya arah arus purba adalah tegak lurus dari arah strikenya. Pada struktur sedimen yang bersifat linear seperti groove cast dan flute cast, arah arus ditunjukkan oleh arah memanjang struktur (direction) jika lapisannya horisontal, atau oleh plunge/pitch jika lapisannya miring.

Hasil pengukuran arus purba disajikan dalam bentuk diagram mawar (rose diagram). Terdapat 4 tipe dasar pola arus purba yaitu unimodal, bimodal-bipolar, bimodal-oblique dan polimodal seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.5. Unimodal menunjukkan arus satu arah misalnya pada daerah fluvial, bimodal menunjukkan arus dua arah misalnya pada daerah pasang surut, dan polimodal menunjukkan arah arus yang lebih beragam, contohnya pada daerah eolian.

Gambar 5.5. Empat tipe data arus purba yang diplot pada diagram mawar. Data yang di plot adalah nilai azimut yang menunjukkan arah arus.

Interpretasi Ripple

Ripple (gelembur) dan dune (gumuk) merupakan kenampakan stuktur sedimen yang menunjukan adanya undulasi berjarak teratur pada permukaan pasir atau pada permukaan perlapisan batupasir. Kedua struktur sedimen ini terbentuk oleh agen transportasi berupa angin atau air. Struktur ripple dan dune dibedakan berdasarkan ukurannya, dimana ripple mempunyai panjang gelombang kurang dari 50 cm, dan tingginya berkisar 0.5- 3 cm, sedangkan apabila ukurannya lebih besar dimasukkan dalam dune. Sedang cross lamination adalah pola struktur laminasi internal yang berkembang saat migrasi dari struktur ripple.

Profil ripple dapat menunjukkan bentuk yang asimetri dan simetri. Profil asimetri bilamana bagian muka (front side/lee side) lebih terjal dari bagian punggung (stoss side)

34 ynag landai (Gambar 5.6). Arah aliran pengendapan sedimen adalah dari stoss side menuju ke lee side atau dari bagian puncak (crest) menuju palung (trough). Pembentukan struktur ripple dapat berlangsung dari adanya suatu arus, misalnya arus air yang membawa material berukuran pasir dengan mekanisme pergerakan arus yang mengendapkan material tertransport tadi pada bagian front side dari ripple. Migrasi ripple terjadi karena adanya aliran di atas bidang lapisan ripple yang sudah ada, sebagian mengerosi material di daerah stoss side dan mengendapkan di lee side. Arus yang melewati palung akan membentuk suatu arus turbulensi yakni arus eddy dengan arah pergerakan random.

Gambar 5.6. Terminologi yang digunakan untuk mendeskripsikan ripple asimetri dan pola aliran (Boggs, 2006).

Parameter yang dapat digunakan untuk menentukan genesa pembentukan disebut sebagai ripple index (Gambar 5.7), parameter ini menunjukkan pembentuk ripple apakah berupa gelombang (wave) atau aliran arus (current). Beberapa istilah dan parameter- parameter deskripsi dan perhitungan untuk analisis terlihat pada gambar 5.8.

Gambar 5.7.. Beberapa parameter ripple dan kisaran nilai untuk membedakan ripple hasil aktivitas dari arus (current) atau gelombang (wave) (Collinson & Thomson, 1982).

35 Gambar 5.8. Diagram yang menunjukkan berbagai istilah yang sering dipakai untuk mendeskripsikan ripple. Sebagian besar istilah dapat juga diaplikasikan pada ripple dengan skala yang lebih besar. Sumbu X paralel dengan arus, sedangkan sumbu Y vertikal dan sumbu Z horizontal dan tegak lurus dengan arus. Warna arsiran abu-abu mengindikasikan posisi dari lee slope yang lebih curam pada bedform (Collinson &

Thomson, 1982).

36 Untuk mengetahui pola arah arus dapat ditunjukkan dengan diagram mawar atau garis radial berdasarkan arah pengukuran arus yang diukur tegak lurus arah memanjangnya puncak ripple.

Arah arus rata-rata dihitung sebagai rata-rata vektor (vector mean, ), yaitu : tan m =∑ sin

∑ cos , m = vector mean

Pada tingkat penyebaran arah arus dihitung sebagai vector strength (s) atau cosistency ratio (contoh pada Gambar 5.9)

𝑆 = √∑(sin)²+∑(cos )²

𝑛 , n= jumlah data

Gambar 5.9. Diagram lingkaran yang menunjukkan arah kemiringan dari cross bedding.

III. Bahan dan Alat

Bahan : Data hasil pengukuran arah struktur sedimen untuk analisa arus purba/

pengukuran ripple

Alat :

4. Kompas 5. Penggaris 6. Kertas HVS 7. Kalkulator 8. Stereonet 9. Form Isian

37 IV. Cara Kerja

Analisa Arus purba:

1. Ukur strike (direction) / dip struktur sedimen yang ada untuk struktur sedimen berupa bidang. Untuk struktur yang bersifat linear hitung direction.

2. Tentukan arah arus purba dengan disajikan dalam diagram rose.

Analisa Ripple

1. Ukur tinggi dan panjang untuk struktur ripple (lihat parameter di gambar 5.8).

2. Hitung parameter ripple 3. Tentukan genesa ripple

4. Tentukan pola arusnya dengan vector strength.

Gambar 5. 10. Contoh hasil pengkuran cross bedding pada point bar dan analisa arah arus utamanya (Potter & Pettijohn, 1962).

38 BAB VI

KONSEP RUANG DAN WAKTU

I. Maksud dan Tujuan

Maksud : Melakukan pengurutan kejadian geologi berdasarkan hukum geologi.

Tujuan : Mengetahui urutan kejadian geologi dalam ruang dan waktu.

II. Dasar Teori

Ruang lingkup studi geologi menyangkut pada segi fisik dan sejarah. Segi fisik merupakan materi dan proses. Materi merupakan benda yang secara fisik merupakan penyusun bumi, contoh: Mineral, batuan, bukit, gunung, lembah, sungai, dataran, dll.

Materi dapat diartikan pula suatu keadaan yang terjadi akibat suatu proses pada benda, contohnya kekar, sesar, foliasi, dll. Proses merupakan kejadian alami yang bekerja pada materi yang dapat dipengaruhi oleh gaya dari dalam seperti intrusi dan pengangkatan, maupun gaya dari luar seperti erosi dan sedimentasi. Sedangkan sejarah akan membahas perkembangan sepanjang waktu geologi.

Akibat adanya interaksi materi dan proses maka akan dijumpai gejala/fenomena geologi contohnya adanya singkapan batugaming yang mengalami pensesaran. Gejala tersebut perlu diketahui besarannya karena besaran tersebut sangat ditentukan oleh proses-proses yang bekerja membentuk, merubah ataupun merusaknya yang penting dalam penafsiran kondisi geologi. Contoh gejala geologi intrusi, perlu diketahui bentuk, ukuran dan kedudukannya; gejala geologi perbukitan, perlu diketahui kemiringan, lereng, arah memanjang punggungan, luas daerah perbukitan. Gejala-gejala geologi yang terjadi di bumi ini tidak terjadi secara bersamaan sekaligus, namun ada yang lebih awal atau lebih akhir dari gejala yang lain.

Untuk dapat memahami ilmu geologi, pemahaman tetang konsep-konsep dan hukum-hukum dalam ilmu geologi sangat penting dan merupakan dasar dalam membuat interpretasi. Adapun hukum dan konsep geologi yang menjadi acuan antara lain adalah konsep tentang susunan, aturan dan hubungan antar batuan dalam ruang dan waktu.

Pengertian ruang dalam geologi adalah tempat dimana batuan itu terbentuk, sedangkan waktu adalah kapan batuan itu terbentuk dalam skala waktu geologi.

39 Hukum-hukum dasar geologi tersebut antara lain :

Hukum Initial Horizontality

Pada waktu baru terjadi, endapan akan teronggok oleh pengaruh gravitasi, mengikuti permukaan alas pengendapan dan mempunyai permukaan yang horizontal, menerus dan membaji di tepian cekungan (Gambar 6.1).

Gambar 6.1 Ilustrasi yang menunjukkan hukum initial horizontality.

Hukum Superposisi

Dalam keadaan tidak terganggu, dalam suatu urutan perlapisan batuan, lapisan yang terbentuk terdahulu (yang tua) akan terletak di bawah lapisan yang terbentuk kemudian (yang muda) atau lapisan muda terletak di atas lapisan tua (Gambar 6.2 dan 6.3).

Gambar 6.2. Ilustrasi yang menunjukkan hukum superposisi, dimana lapisan a adalah lapisan yang paling tua (terbentuk paling awal) dan lapisan e adalah lapisan yang paling muda (terbentuk paling akhir).

40 Gambar 6.3. Penerapan hukum superposisi pada urutan lapisan yang lengkap (kolom litologi lokasi A) dan pada urutan perlapisan yang tidak menerus (kolom litologi lokasi B).

Penerapan hukum superposisi untuk perlapisan yang berkemiringan besar atau posisinya vertikal, superposisi perlu ditentukan dengan jalan facing (Penentuan top dan bottom suatu lapisan). Contoh pelaksanaan facing di lapangan dengan melihat beberapa penanda (gambar 6.4) :

1. Gradasi tekstur batuan pada setiap lapisan.

2. Keberadaan sole marks pada muka lapisan, contoh: flute cast, load cast.

3. Keberadaan top marks pada muka lapisan, contoh: ripple mark.

4. Perlandaian pada cross-bedding.

5. Terminasi vertikal dari fosil jejak.

Hukum Cross-Cutting Relationship

Hubungan potong memotong adalah hubungan kejadian antara satu batuan yang dipotong atau diterobos oleh batuan lainnya, dimana batuan yang dipotong/ diterobos terbentuk lebih dahulu dibandingkan dengan batuan yang menerobos. Apabila suatu tumpukan perlapisan batuan diterobos oleh batuan beku, maka batuan yang menerobos tadi berumur lebih muda dari lapisan batuan yang paling muda yang diterobos (Gambar 6.5).

41 Gambar 6.4. Beberapa struktur yang dapat mengindikasikan arah top atau bagian atas perlapisan (Nichols, 2009).

Variasi dalam cross cutting relationship

Sesar : Sesar yang memotong sejumlah lapisan batuan terjadi lebih muda dari lapisan batuan termuda yang terkena sesar.

Lipatan : Lipatan yang melipat sejumlah lapisan batuan terjadi lebih muda dari lapisan batuan termuda yang terlipat.

Gambar 6.5. Ilustrasi hukum cross cutting relationship, dimana batuan batuan B (metamorf), diterobos oleh intrusi batuan beku A, dan selanjutnya batuan B dan A diterobos oleh intrusi batuan beku C. Urutan batuan dari tua ke muda adalah batuan B, A dan C.

42 Hukum Inkusi

Prinsip hukum ini adalah batuan yang menginklusi selalu lebih tua dari batuan yang diinkulsinya (Gambar 6.6).

Gambar 6.6. a. Inklusi granit pada batupasir menunjukkan granit lebih tua dari batupasi;

b. Inklusi batupasir pada granit menunjukkan bahwa batupasir lebih tua dari granit.

Sejarah geologi suatu wilayah dapat diketahui dengan menerapkan hukum-hukum dasar geologi, contoh pada gambar 6.7.

Gambar 6.7. Ilustrasi kondisi suatu wilayah dari penampang geologi. Sejarah geologi dapat diketahui dengan menerapkan hukum-hukum dasar geologi. Pada gambar diatas urutan sejarahnya adalah pengendapan batulempung A- batugamping B, batupasir C, batulempung berfosil D, batulempung E, batupasir F, selanjutnya terjadi intrusi granit G, menyebabkan proses metamorfisme kontak. Setelah intrusi granit terjadi tektonik yang mengangkat lapisan batuan menjadi miring. Terjadinya pengangkaan dan erosi yang dibuktikan dengan adanya hubungan ketidakselarasan menyudut, dijumpai pula hasil erosi berupa fragmen-fragmen granit (inklusi granit) pada batulanau pasiran H. Proses selanjutnya diendapkan batupasir I.

a. b.

43 Diagram Blok pada gambar 6.8 dibawah ini menunjukkan beberapa hubungan stratigrafi

a. Ketidakselarasan

b. Lipatan

c. Patahan

Gambar 6.8. Diagram blok yang menunjukkan hubungan antar batuan (Bennison, 1990) Pada gambar diagram blok disamping dapat dilihat bahwa terdapat kontak tidak selaras yang ditunjukkan oleh adanya kedudukan perlapisan yang saling memotong.

Pada gambar diagram blok disamping dapat dilihat bahwa terdapat batuan yang mengalami perlipatan, adanya lipatan dapat diketahui dari rekonstruksi perlapisan batuan. Antiklin, arah dip batuan saling membelakangi, pada Sinklin arah dip saling behadapan.

Urutan pembentukan batuan dapat dilihat dari nomer pada lapisan batuan.

1 2 3

( 4 ) 5

1

1 1

2 3 4 5

Perlipatan ( 6 )

Antiklin simetri

Sinklin asimetri 2

3 4 5

Perlipatan ( 6 )

Pada gambar diagram blok disamping dapat dilihat bahwa terdapat batuan yang terpatahkan (tersesarkan).

Keberadaan sesar dapat menyebabkan terjadinya perulangan batuan tua-muda.

2

3 4 5

( 6 ) Terpatahkan

44 Contoh pembuatan sayatan geologi untuk melihat hubungan stratigrafi

Gambar 6.9. Rekonstruksi sayatan geologi berdasarkan peta geologi daerah X

Berdasarkan rekonstruksi sayatan geologi diatas urutan batuan di peta tersebut adalah Tm, Jsm, Cl, Pi dan kemudian terjadi tektonik yang membuat batuan terlipat dan tersesarkan (sesar naik).

III. Bahan dan Alat

Bahan : Peta Geologi suatu daerah

Alat :

1. Kertas HVS 2. Alat tulis

IV. Cara Kerja

1) Buat penampang geologi dari peta geologi yang ada.

2) Urutkan kejadian atau sejarah geologi suatu wilayah berdasarkan konsep/hukum dasar geologi.

45 BAB VII

KOLOM STRATIGRAFI

I. Maksud dan Tujuan

Maksud : Melakukan penggambaran dan pengelompokan satuan batuan berdasarkan ciri fisik

Tujuan : Menggambarkan susunan satuan batuan, umur serta hubungan antar satuan.

V. Dasar Teori

Suatu tubuh batuan dapat dikelompokkan atau dibedakan dengan tubuh batuan lain menjadi suatu satuan atas dasar penggolongan :

• Litostratigrafi

• Biostratigrafi

• Kronostratgrafi

• Seismic stratigrafi

• Magneto stratigrafi

Pada praktikum ini akan lebih difokuskan pada pengelompokan satuan berdasarkan litostratigrafi dan biostratigrafi.

Satuan litostratigrafi

Penggolongan lapisan-lapisan di bumi secara bersistim menjadi satuan-satuan bernama yang bersendikan pada ciri-ciri litologi

Ciri-ciri litologi: - Jenis Batuan

- Kombinasi Jenis Batuan

- Keseragaman Gejala Litologi Batuan - Gejala-Gejala Lain Tubuh Batuan ( Data Dari Geofisika, Geokimia)

Tingkat Satuan Litostratigrafi:

- Kelompok

- Formasi ... (Satuan Dasar) - Anggota

46 Formasi:

• Harus memiliki keseragaman atau ciri-ciri litologi yang nyata, baik terdiri dari satu macam jenis batuan, perulangan dari dua jenis batuan atau lebih.

• Dapat tersingkap dipermukaan, berkelanjutan ke bawah permukaan atau seluruhnya dibawah permukaan.

• Harus mempunyai nilai stratigrafi yang meliputi daerah cukup luas dan lazimnya dapat dipetakan pada skala 1 : 25.000.

• Tebal suatu formasi berkisar antara kurang dari satu meter sampai beberapa ribu meter (bukan suatu syarat pembatas formasi).

Anggota:

Adalah bagian dari suatu formasi yang secara litologi berbeda dengan ciri umum formasi yang bersangkutan, serta memiliki penyebaran lateral yang berarti (gambar 7.1)

Kelompok:

Satuan litostratigrafi resmi setingkat lebih tinggi dari pada Formasi dan karenanya terdiri dari dua Formasi atau lebih yang menunjukkan keseragaman ciri-ciri litologi (gambar 7.2).

Gambar 7.1. Hubungan antar Formasi dan Anggota dan kesamaan waktu dalam Satuan Lithostratigrafi; a, s dan c = garis kesamaan waktu/garis korelasi, berdasarkan SSI 1996.

47 Gambar 7.2. Hubungan antara kelompok dan Formasi; ABCDEF adalah nama Formasi maka ABC dan DEF masing-masing dapat dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu Kelompok X dan Kelompok Y berdasarkan SSI 1996.

Satuan Biostratigrafi

Pembagian Biostratigrafi dimaksudkan untuk menggolongkan lapisan-lapisan batuan di bumi secara bersistim menjadi satuan-satuan bernama yang berdasarkan kandungan dan penyebaran fosil (Gambar 7.3).

Satuan Biostratigrafi: ialah tubuh lapisan batuan yang dipersatukan berdasar kandungan fosil atau ciri-ciri paleontologi sebagai sendi pembeda terhadap tubuh batuan sekitarnya.

Tingkat satuan Biostratigrafi:

- Super Zona

- Zona ... (Satuan Dasar) - S ub Zona

- Zonula

Zona: suatu lapisan atau tubuh batuan yang dicirikan oleh satu takson fosil atau lebih.

Contoh aplikasii satuan Litostratigrafi dan Biostratigrafi dapat dilihat pada gambar 7.4.

48 Gambar 7.3. Satuan Biostratigrafi berdasarkan SSI 1996.

49 Gambar 7.4. Contoh aplikasi Litostratigrafi dan Biostratigrafi, dimana pembagian satuan batuan tidak selalu sama atau berhimpit karena perbedaan dasar pembagian (litologi dan fosil).

Kolom Litologi :

Merupakan rekaman urutan perlapisan batuan yang ada pada suatu daerah dengan pengandaian bahwa daerah tersebut belum mengalami deformasi. Kolom litologi dimanfaatkan untuk merekonstruksi urutan kejadian batuan di suatu daerah, urutan proses

50 yang terjadi dan perkembangan lingkungan dimana batuan tersebut terjadi. Contoh seperti pada gambar 7.5.

Kolom litologi dapat diperoleh dari data permukaan dengan metode stratigrafii terukur (measured stratigraphic/ms), mupun data bawah permukaan melalui pemboran yakni inti pengeboran (core) dan atau logging pertrofisik.

Kolom Stratigrafi :

Kolom yang menggambarkan susunan berbagai jenis batuan, pengelompokan satuan batuan dan umur, serta hubungan antar satuan (Gambar 7.6).

Gambar 7.5. Contoh kolom litologi yang menggambarkan urutan batuan di suatu wilayah. Kolom ini memuat deskripsi dari litologi yang dijumpai meliputi memerian jenis batuan, warna, tekstur, struktur, kandungan fosil dan keterangan lain yang diperlukan.

51 Gambar 7.6. Contoh Kolom Stratigrafi suatu wilayah yang memuat pembagian satuan,

umur batuan serta hubungan antara satuan batuan.

III. Bahan dan Alat

Bahan : Kolom Litologi suatu wilayah

Alat :

3. Kertas HVS 4. Alat tulis

IV. Cara Kerja

1) Kelompokkan satuan batuan dari kolom litologi yang ada menjadi kolom stratigrafi.

52 BAB VIII

KOLOM LITOLOGI

I. Maksud dan Tujuan

Maksud : Melakukan perekaman data stratigrafi dilapangan dengan membuat log batuan serta melakukan analisa proses pembentukan batuan secara sederhana.

Tujuan : Menghasilkan log / kolom litologi dan memperkirakan proses pembentukan batuan (transportasi dan deposisi).

II. Dasar Teori

Sebagian besar dari ilmu sedimentologi modern berfokus pada interpretasi sedimen dan batuan sedimen dalam hal proses transportasi dan deposisi serta bagaimana batuan tersebut terdistribusi dalam ruang dan waktu di lingkungan pengendapan. Untuk dapat melakukan analisa sedimentologi beberapa data diperlukan dan sebagian besar data tersebut dikumpulkan dari singkapan batuan di permukaan.

Sedimentary log atau log sedimen merupakan metode grafis untuk menggambarkan seri dari lapisan sedimen atau batuan sedimen (Nichols, 1999). Ada berbagai macam format yang digunakan. Tujuan dari setiap grafik log sedimen harus mempersentasikan data dengan cara yang mudah dikenali dan diinterpertasi menggunakan simbol sederhana (Gambar 8.1)

Penggambaran grafik log sedimen

Skala vertikal yang dipakai dalam menggambarkan log sedimen disesuaikan dengan seberapa detail pengambilan data yang dilakukan. Pengukuran dengan skala 1: 10 memungkinkan mendapatkan data secata detail pada bidang perlapisan. Sedangkan jika melakukan pengukuran pada jalur atau lokasi yang panjang misalnya puluhan hingga ratusan meter maka grafik log dapat digambarkan dengan skala 1:100.

Simbol litologi kurang lebih mengikuti standar yang sudah ada, misalnya titik-titik untuk pasir dan batupasir, bata untuk batugamping, strip-strip untuk lempung dan batulempung. Simbol struktur dan beberapa simbol lain juga sebaiknya mengikuti standar yang ada, agar memudahkan dalam penggambaran dan pembacaan

53 Gambar 8.1. Contoh grafik batuan sedimen disertai dengan interpertasi proses dan lingkungan pengandapan.

54 DAFTAR PUSTAKA

Bennison, G. M., 1990, An Introduction to Geological Structures and Maps, British Library Cataloguing in Publication Data. 69 p

Boggs, S. Jr., 2006, Principles of Sedimentology and Stratigraphy, Merril Publishing Co., Columbus, 662p.

Boggs, S. Jr., 2009, Petrology of Sedimentary Rocks, Cambridge University Press, Cambridge, 600p.

Coe, A.L., 2010, Geological Filed Technique, Wiley-Blackwell, United Kingdom.

Collinson, J.D. & Thompson, D.B., 1982, Sedimentary Structures, George Allen

& Unwin (Punlishers) Ltd., London, 280p.

Dickinson, R.W & Suczeck,C.A.,1979, Plate Tectonic and Sandstone Compositions, The American Association of Petroleum Geologists Bulletin, vol. 63, No. 12, p.264

Folks., R.L., 1968, Petrology of Sedimentary Rocks, Hemphills, Austin, Texas., 170p.

Lewis., D.W. and Mc Conchie, D.M., 1994, Analitical Sedimentology, Kluwer Academic Publisher, Netherlands.

Nichols, G., 2009, Sedimentology and Stratigraphy, Wiley-Black-Well, UK,.419p.

Pettijohn, F.G., 1957, Sedimentary Rocks, Harper, New York.

Pettijohn, F.G., 1975, Sedimentary Rocks, Harper, New York.

Pettijohn., F.J., Potter, P.E. & Siever, R., 1987, Sand and Sandstone, Springer, New York, 580p

Potter, P.E. & Pettijohn, F.J., 1977, Paleocurrents and basin analysis, Springer- Verlag, Berlin.

Powers, M.C., 1953, A new roundness scale for sedimentary particles, Journal of Sedimentary Petrology, v.13, p.79-81.

Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996, Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, Ikatan Ahli Geologi Indonesia.

Sneed, E.D., & Folk, R.L., 1958, Pebbles in the lower Colorado River, Texas, a study in particle morphogenesis, Journal Geology, v.66, p.114-150

Tucker, M.E., 1991, Sedimentary petrology: an introduction to the origin of sedimentary rocks, Blackwell Scientific Publications, London.

Van der Plas, L., & Tobi, A. C., 1965, A chart for judging the reliability of point counting result, American Journal of Science, v.263, p.87-90

Wadell, H., 1932, Volume, shape and roundness of rocks particles, Journal Geology, v.40, p.443-451.

Dokumen terkait