KONSEP DIRI DAN KECEMASAN SOSIAL PADA MAHASISWA
( SELF-CONCEPT AND SOCIAL ANXIETY IN COLLEGE STUDENTS )
Intan Nurul Kholisa, Santi Esterlita Purnamasari, Martaria Rizky Rinaldi Fakultas Psikologi, Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Indonesia
Email: [email protected]; [email protected]; martariarizky@mercubuana- yogya.ac.id
ABSTRAK
Interaksi sosial merupakan kebutuhan fundamental bagi mahasiswa yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal, karena kemampuan menyesuaikan diri dan mengendalikan kecemasan sangat penting. Banyak mahasiswa mengalami kecemasan sosial yang dapat menghambat kemampuan mereka untuk berinteraksi secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan kecemasan sosial pada mahasiswa dewasa awal di Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain korelasional. Subjek penelitian ini terdiri dari 110 mahasiswa berusia 19-28 tahun yang dipilih menggunakan teknik convenience sampling. Data dikumpulkan menggunakan Skala Kecemasan Sosial dan Skala Konsep Diri. Metode analisis data menggunakan product moment dari Karl Pearson, dan hasilnya diperoleh koefisien korelasi sebesar rxy = -0,664 (p < 0,000), yang berarti ada hubungan negatif antara konsep diri dengan kecemasan sosial pada mahasiswa dewasa awal di Yogyakarta. Kesimpulan dari penelitian ini adalah semakin positif konsep diri mahasiswa maka semakin rendah tingkat kecemasan sosial yang mereka alami, dan sebaliknya, semakin negatif konsep diri mahasiswa maka semakin tinggi tingkat kecemasan sosial yang mereka alami.
Kata kunci: kecemasan social, konsep diri, mahasiswa
ABSTRACT
Social interaction is a fundamental need for university students, who are in the early adulthood developmental stage where the ability to adapt and control anxiety is crucial. Many students experience social anxiety that can hinder their ability to interact effectively. This study aims to determine the relationship between self-concept and social anxiety among early adult university students in Yogyakarta. This research employs a quantitative method with a correlational design. The subjects of this study consisted of 110 students aged 19-28 years, selected using a convenience sampling technique. Data were collected using a social anxiety scale and a self-concept scale. The data analysis method used was Karl Pearson's product moment, resulting in a correlation coefficient of rxy = -0.664 (p < 0.000), indicating a negative relationship between self-concept and social anxiety among early adult university students in Yogyakarta. The conclusion of this study is that the more positive the students' self-concept, the lower the level of social anxiety they experience; conversely, the more negative the students' self-concept, the higher the level of social anxiety they experience.
Keywords: self-concept, social anxiety, students
PENDAHULUAN
Manusia secara alami berinteraksi dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan sosial mereka (Izzaty et al., 2008). Interaksi sosial adalah hubungan antara individu ketika mereka saling memengaruhi dan memiliki hubungan timbal balik (Chater et al., 2022; Walgito, 2009). Interaksi sosial terjadi ketika individu mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya (De Felice et al., 2022).
Mahasiswa, sebagai makhluk sosial, juga berinteraksi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Mahasiswa umumnya berusia antara 18 hingga 29 tahun, yang berada pada tahap perkembangan dewasa awal (Halloran, 2024). Tugas perkembangan mahasiswa meliputi kerja sama
dan kompetisi dengan orang lain, menjaga hubungan sosial, berfungsi secara efektif dalam Masyarakat, serta menyesuaikan diri dengan lingkungan tanpa merasa cemas. Namun, banyak mahasiswa yang merasa tidak nyaman saat berinteraksi sosial karena kecemasan. Kecemasan sosial adalah ketakutan terhadap situasi sosial yang melibatkan penampilan di hadapan orang lain dan evaluasi dari mereka, serta ketakutan akan perlakuan tidak nyaman seperti diamati, dipermalukan, dan dihina (La Greca & Lopez, 1998; Tone et al., 2018).
Penelitian oleh Suryaningrum (2006) pada 211 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang menemukan bahwa 22,27% mahasiswa mengalami kecemasan sosial, dan 20,85% menunjukkan indikasi gangguan kecemasan sosial. Studi oleh Vriends, Pfaltz, Novianti, dan Hadiyono (2013) menunjukkan bahwa 15,8% dari 311 mahasiswa Psikologi UGM berada pada tingkat kecemasan sosial yang tinggi. Survei awal yang dilakukan pada Januari 2020 terhadap 134 mahasiswa dewasa awal di Yogyakarta menunjukkan bahwa 47% atau 68 mahasiswa memenuhi aspek-aspek kecemasan sosial yang dipaparkan oleh La Greca dan Lopez (1998), dengan 46,18%
mengalami ketakutan akan evaluasi negatif, 37,02% menghindari situasi sosial baru atau interaksi dengan orang asing, dan 38,28% menghindari interaksi sosial secara umum atau dengan orang yang dikenal.
Kecemasan sosial menghambat mahasiswa dalam berinteraksi sosial, menyebabkan mereka tidak bisa mengungkapkan ide, merasa gugup, ragu, takut dinilai buruk, mengalami kesulitan bersosialisasi, merasa canggung, khawatir pembicaraannya tidak nyambung, gelisah, takut, dan cenderung membatasi pertemanan. Wittchen dan Fehm (2003) menyatakan bahwa kecemasan sosial berdampak negatif pada kesejahteraan individu, kualitas hidup, peranan sosial, dan perkembangan karier. Dampak lebih lanjut dapat berupa ketakutan terus-menerus, jaringan sosial yang lebih kecil, dukungan sosial berkurang, dan isolasi sosial yang berpotensi pada bunuh diri (Al-Ruwaili et al., 2018;
Alomari et al., 2022).
Penelitian menunjukkan berbagai faktor yang berkaitan dengan kecemasan sosial, seperti konsep diri (Hidayah, 2017; Prawoto, 2010), kepercayaan diri (Mutahari, 2016; Nainggolan, 2011), harga diri (Tirsae, 2016), pola asuh otoriter (Rachmawaty, 2015), dan kelekatan orangtua (Salma, 2019). Dalam penelitian ini, konsep diri dipilih sebagai faktor yang memengaruhi kecemasan sosial karena data survei menunjukkan bahwa penyebab perilaku kecemasan sosial lebih banyak mengarah ke konsep diri. Pada fase dewasa awal, konsep diri mahasiswa mulai terbentuk, sehingga penelitian ini fokus pada konsep diri pada mahasiswa dewasa awal. Pada fase dewasa awal, tahap perkembangan kognitif mahasiswa mencapai tahapan berpikir postformal, yang lebih kaya dibandingkan remaja (Tucker-Drob et al., 2019).
Rakhmat (2007) mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran dan penilaian deskriptif individu tentang dirinya sendiri, meliputi aspek fisik, fisiologis, dan sosial. Konsep diri merupakan hal yang penting dalam interaksi sosial (Showers et al., 2014). Konsep diri dapat memfasilitasi proses peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam belajar di lingkungan yang baru (Zhang et al., 2018). Calhoun dan Acocella (1995) membagi konsep diri menjadi positif dan negatif. Individu dengan konsep diri negatif merasa lemah, tidak kompeten, gagal, dan tidak menarik, sehingga cenderung pesimistis. Sebaliknya, individu dengan konsep diri positif meningkatkan kepercayaan diri dalam berinteraksi sosial (Palenzuela-Luis et al., 2022). Semakin positif konsep diri, semakin rendah manifestasi kecemasannya. Mahasiswa yang yakin terhadap kemampuan dirinya cenderung memiliki tingkah laku dan pemikiran yang baik, mengurangi kecemasan, dan mendorong prestasi.
Penelitian sebelumnya telah secara ekstensif mengkaji hubungan antara konsep diri dan kecemasan sosial tetapi sebagian besar penelitian ini berfokus pada populasi remaja (Annisa, 2018;
Revaldi & Rachmawati, 2019). Dinamika konsep diri dan kecemasan sosial mungkin berbeda secara signifikan antara remaja dan dewasa awal, mengingat tantangan perkembangan dan peran sosial yang berbeda yang dihadapi pada tahap dewasa awal. Mahasiswa, yang umumnya berada pada tahap dewasa awal, menghadapi tekanan unik terkait dengan kinerja akademik, hubungan sosial, dan persiapan karier. Tekanan ini dapat memengaruhi baik konsep diri maupun pengalaman kecemasan sosial mereka.
Selain itu, meskipun terdapat banyak literatur tentang faktor-faktor yang memengaruhi kecemasan sosial, seperti harga diri (Tirsae, 2016), kelekatan orang tua (Salma, 2019), dan pola asuh otoriter (Rachmawaty, 2015), peran spesifik konsep diri dalam konteks ini masih kurang dieksplorasi di kalangan mahasiswa di Indonesia. Kesenjangan ini sangat penting mengingat konsep diri, yang mencakup persepsi dan evaluasi individu tentang dirinya sendiri, memainkan peran penting dalam kemampuan mereka untuk berinteraksi secara sosial dan mengelola kecemasan.
Dewasa awal adalah periode kritis untuk pembentukan konsep diri (Moshman, 1998), sehingga penting untuk memahami bagaimana konsep diri memengaruhi kecemasan sosial dalam demografi ini. Studi-studi sebelumnya yang membahas konsep diri dan kecemasan sosial cenderung kurang fokus pada mahasiswa, terutama dalam konteks Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan tersebut dengan mengeksplorasi hubungan antara konsep diri dan kecemasan sosial khususnya pada mahasiswa dewasa awal di Yogyakarta. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang bagaimana konsep diri yang positif atau negatif memengaruhi tingkat kecemasan sosial, yang pada akhirnya berkontribusi pada intervensi dan mekanisme dukungan yang lebih tepat sasaran untuk populasi ini.
METODE PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah 110 mahasiswa dewasa awal di Yogyakarta yang berusia 19-28 tahun. Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah convenience sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan berdasarkan kemudahan akses partisipan yang tersedia dalam populasi (Sugiyono, 2017). Pengumpulan data dilakukan menggunakan skala Likert yang disebarkan melalui formulir Google yang disebarkan melalui media sosial. Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa aktif di perguruan tinggi yang tersebar di 23 perguruan tinggi di Yogyakarta, baik negeri maupun swasta.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Kecemasan Sosial dan Skala Konsep Diri. Skala Kecemasan Sosial diadaptasi dari Social Anxiety Scale for Adolescent (SASA) yang dikembangkan oleh La Greca dan Lopez (1998). Berdasarkan hasil uji coba Skala Kecemasan Sosial, dari 42 aitem terdapat 3 aitem yang gugur dalam koefisien daya beda aitem, dan diperoleh reliabilitas alpha (α) sebesar 0,934. Sedangkan Skala Konsep Diri disusun oleh peneliti berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Rakhmat (2007). Setelah dilakukan uji coba, Skala Konsep Diri terdiri dari 36 aitem terdapat 6 aitem yang gugur, sehingga digunakan 30 aitem dengan reliabilitas (α) sebesar 0,907. Seluruh item yang gugur dalam uji coba tidak digunakan dalam penelitian.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson. Analisis Product Moment digunakan untuk melihat hubungan antara variabel konsep diri sebagai variabel bebas dengan variabel kecemasan sosial sebagai variabel terikat. Perhitungan statistik dalam analisis data penelitian ini dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Science).
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan pengumpulan data, didapatkan 110 partisipan dalam penelitian ini. Tidak ada data yang hilang (missing) dari kedua variabel yang diteliti. Rata-rata skor kecemasan sosial pada responden adalah 97,32 dengan standar deviasi (SD) sebesar 14,33. Skor kecemasan sosial berkisar antara 63 hingga 130, menunjukkan adanya variasi tingkat kecemasan sosial di antara responden.
Skor rata-rata yang mendekati 100 dengan standar deviasi yang relatif besar mengindikasikan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kecemasan sosial yang cukup tinggi, namun terdapat perbedaan signifikan di antara mereka.
Untuk variabel konsep diri, rata-rata skor adalah 80,02 dengan standar deviasi sebesar 9,79.
Skor konsep diri berkisar antara 59 hingga 104, yang menunjukkan variasi yang lebih kecil
dibandingkan dengan kecemasan sosial. Rata-rata skor yang berada di angka 80 menunjukkan bahwa secara umum, responden memiliki konsep diri yang cenderung positif. Namun, dengan adanya responden yang memiliki skor mendekati batas bawah (59), ini menunjukkan bahwa terdapat beberapa responden yang memiliki konsep diri yang lebih rendah. Data untuk variabel yang dijelaskan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Hasil Analisis Deskriptif
Variabel N Missing Mean SD Min Maks
Kecemasan Sosial 110 0 97,32 14,33 63 130
Konsep Diri 110 0 80,02 9,79 59 104
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, didapatkan partisipan berasal dari 23 perguruan tinggi di Yogyakarta, baik negeri maupun swasta, dengan rincian 14 universitas, 3 sekolah tinggi, 3 politeknik, 2 institut, dan 1 akademi. Mayoritas partisipan berjenis kelamin perempuan (91 orang dengan rentang usia 19 hingga 28 tahun, dan menempuh pendidikan pada jenjang sarjana (S1). Data demografi partisipan secara detail dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2.
Data demografi (N=110)
Karakteristik n % Jenis kelamin
Perempuan 91 82,7
Laki-laki 19 17,3
Jenjang perkuliahan
D3 8 7,3
D4 1 0,9
S1 85 77,3
S2 16 14,5
Jenis Perguruan Tinggi
Perguruan Tinggi Negeri 55 50 Perguruan Tinggi Swasta 55 50
Dari hasil uji normalitas untuk variabel kecemasan sosial diperoleh KS-Z = 0,048 dengan p = 0,200 (p > 0,050), berarti sebaran data variabel kecemasan sosial mengikuti sebaran data yang normal. Selanjutnya untuk variabel konsep diri diperoleh KS-Z = 0,051 dengan p = 0,200 (p > 0,050), berarti sebaran data variabel konsep diri mengikuti sebaran data yang normal. Hasil uji linearitas diperoleh nilai F = 74,569 dengan p = 0,000 (p < 0,050), berarti hubungan antara konsep diri dengan kecemasan sosial pada mahasiswa dewasa awal di Yogyakarta merupakan hubungan yang linear.
Berdasarkan analisis korelasi product moment menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara konsep diri dengan kecemasan sosial dengan rxy = -0,664 dengan p = 0,000 (p < 0,050), berarti terdapat korelasi yang negatif antara konsep diri dengan kecemasan sosial pada mahasiswa dewasa awal di Yogyakarta. Selanjutnya untuk koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,44 menunjukkan
bahwa variabel konsep diri memiliki kontribusi sebesar 44% terhadap variabel kecemasan sosial pada mahasiswa dewasa awal di Yogyakarta dan sisanya 56% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.
Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis penelitian dengan analisis korelasi Product Moment, diperoleh koefisien korelasi rxy = -0,664 dengan taraf signifikansi sebesar p = 0,000 (p <
0,050) yang berarti terdapat korelasi yang negatif antara konsep diri dengan kecemasan sosial, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Semakin negatif konsep diri pada mahasiswa maka akan cenderung meningkat kecemasan sosialnya. Sebaliknya semakin positif konsep diri pada mahasiswa maka cenderung menurun pula kecemasan sosialnya.
Penelitian ini dilakukan pada 110 mahasiswa sebagai partisipan penelitian. Hasil kategorisasi variabel kecemasan sosial dan konsep diri dapat dilihat pada tabel 3 yang mengategorikan kecemasan sosial ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah, sedangkan konsep diri menjadi tiga kategori yaitu positif, sedang, dan negatif. Temuan menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa dewasa awal di Yogyakarta memiliki kecemasan sosial yang sedang atau cukup tinggi dan juga konsep diri yang sedang atau cukup positif.
Tabel 3.
Kategori Variabel Penelitian
Variabel Kategori Jumlah subjek %
Kecemasan sosial Tinggi 13 12
Sedang 87 79
Rendah 10 9
Konsep Diri Positif 19 17
Sedang 90 82
Negatif 1 1
Selanjutnya untuk koefisien determinasi (R2) yang diperoleh sebesar 0,44 menunjukkan bahwa variabel konsep diri memiliki kontribusi sebesar 44% terhadap variabel kecemasan sosial pada mahasiswa dewasa awal di Yogyakarta dan sisanya 56% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti sebagai variabel yang berhubungan dengan kecemasan sosial pada mahasiswa dewasa awal di Yogyakarta.
DISKUSI
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel konsep diri dengan kecemasan sosial pada mahasiswa dewasa awal. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang mendukung adanya hubungan negatif antara konsep diri dengan kecemasan sosial (Hidayah, 2017; Prawoto, 2010). Konsep diri merupakan persepsi dan
penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup berbagai aspek seperti kemampuan, nilai, dan identitas (Denche-Zamorano et al., 2023). Ketika seseorang memiliki konsep diri yang positif, ia cenderung melihat dirinya secara lebih positif, merasa lebih percaya diri, dan memiliki harga diri yang tinggi. Sebaliknya, konsep diri yang negatif dapat membuat seseorang merasa tidak berharga, kurang percaya diri, dan cenderung pesimis terhadap kemampuannya (Schlegel et al., 2009).
Individu dengan konsep diri yang tinggi lebih percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain (Biagi & Uyun, 2023). Mereka merasa nyaman dengan diri mereka sendiri, tidak terlalu khawatir dengan penilaian orang lain, dan mampu mengekspresikan diri tanpa rasa takut. Rasa percaya diri ini mengurangi kecemasan sosial karena individu tidak merasa perlu menghindari situasi sosial atau merasa terancam oleh opini orang lain (Wardhana et al., 2024). Individu dengan konsep diri yang positif cenderung lebih tahan terhadap kritik atau penilaian negatif (Astiza et al., 2022). Mereka mampu menerima umpan balik dengan lebih objektif dan tidak membiarkannya merusak persepsi diri mereka. Akibatnya, mereka tidak terlalu cemas tentang kemungkinan kritik dalam interaksi sosial.
Individu dengan konsep diri yang tinggi cenderung memiliki ekspektasi yang positif terhadap hasil interaksi sosial (Masela, 2019). Mereka yakin bahwa mereka dapat berkomunikasi dengan baik dan meninggalkan kesan yang baik pada orang lain. Hal ini mengurangi rasa cemas yang sering kali muncul dari ketakutan akan penolakan atau penilaian negatif.
Konsep diri yang kuat juga berkaitan dengan kemampuan regulasi emosi yang lebih baik (Sulistivani, 2012). Orang yang merasa positif terhadap dirinya sendiri lebih mampu mengelola emosi negatif, seperti cemas atau takut, yang sering muncul dalam situasi sosial. Dengan demikian, mereka lebih mampu menghadapi situasi sosial tanpa merasa kewalahan oleh kecemasan.
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain penggunaan teknik conveniece sampling, pengumpulan data dengan formulir online, dan desain korelasional. Teknik convenience sampling digunakan dalam penelitian ini, yang berarti pemilihan partisipan didasarkan pada kemudahan akses dan kesediaan mereka untuk berpartisipasi. Teknik ini dapat menyebabkan bias dalam sampel karena partisipan yang terlibat mungkin tidak mewakili populasi mahasiswa secara keseluruhan. Hal ini dapat memengaruhi generalisasi temuan penelitian ke populasi yang lebih luas.
Pengumpulan data dilakukan melalui formulir Google yang disebarkan melalui media sosial.
Meskipun metode ini efisien dan memungkinkan akses ke partisipan yang luas, terdapat risiko partisipasi yang tidak konsisten dan kualitas data yang bervariasi. Selain itu, partisipan yang tidak memiliki akses atau keterampilan teknologi yang memadai mungkin tidak terwakili dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan desain korelasional, sehingga tidak dapat menjelaskan hubungan sebab-akibat antara konsep diri dan kecemasan sosial. Meskipun ditemukan korelasi negatif yang signifikan, penelitian ini tidak dapat memastikan apakah konsep diri yang rendah menyebabkan kecemasan sosial yang tinggi, atau sebaliknya. Desain penelitian eksperimental atau longitudinal diperlukan untuk mengkaji hubungan kausal antara variabel-variabel tersebut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penelitian ini mengkaji hubungan antara konsep diri dan kecemasan sosial pada mahasiswa dewasa awal di Yogyakarta. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara konsep diri dengan kecemasan sosial. Semakin tinggi konsep diri seseorang, semakin rendah tingkat kecemasan sosialnya, dan sebaliknya. Rata-rata skor kecemasan sosial dan konsep diri menunjukkan variasi di antara partisipan, dengan sebagian besar memiliki kecemasan sosial yang cukup tinggi namun dengan konsep diri yang cenderung positif.
Meskipun penelitian ini memberikan wawasan penting mengenai hubungan antara konsep diri dan kecemasan sosial, terdapat beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan. Teknik convenience sampling, metode pengumpulan data online, dan desain penelitian korelasional menjadi beberapa faktor yang dapat memengaruhi validitas dan generalisasi temuan. Berdasrkan kelemahan ini, penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan teknik sampling yang lebih representatif, seperti stratified random sampling, untuk memastikan bahwa sampel yang diambil lebih mencerminkan populasi yang lebih luas dan beragam. Kombinasi metode pengumpulan data, seperti wawancara langsung dan survei online, dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dan keakuratan data yang diperoleh. Hal ini juga membantu menjangkau partisipan yang mungkin tidak terlibat dalam pengumpulan data online. Penelitian eksperimental atau longitudinal diperlukan untuk mengkaji hubungan sebab-akibat antara konsep diri dan kecemasan sosial. Desain ini memungkinkan peneliti untuk memahami dinamika hubungan tersebut secara lebih mendalam dan memastikan apakah perubahan pada konsep diri dapat memengaruhi tingkat kecemasan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Alomari, N. A., Bedaiwi, S. K., Ghasib, A. M., Kabbarah, A. J., Alnefaie, S. A., Hariri, N., Altammar, M.
A., Fadhel, A. M., & Altowairqi, F. M. (2022). Social anxiety Disorder: associated conditions and therapeutic approaches. Cureus. https://doi.org/10.7759/cureus.32687
Al-Ruwaili, M., Al-Turki, Y., & Alardan, A. (2018). Social anxiety and its effect on self-efficacy among family medicine residents in Riyadh. Journal of Family Medicine and Primary Care, 7(2), 389.
https://doi.org/10.4103/jfmpc.jfmpc_360_17
Annisa, M. D. (2018). Hubungan antara konsep diri dengan kecemasan umum pada remaja awal.
Jurnal Psikologi 10 (2). https://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/view/1778 Astiza, L., Sumarna, N., & Herik, E. (2022). Konsep diri dengan penerimaan diri pada
mahasiswa. Jurnal Sublimapsi, 3(2), 162-172.
Biagi, M., & Uyun, M. (2023). KONSEP DIRI, OPTIMISME, DAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA SMA NEGERI 3 PALEMBANG. MOTIVA JURNAL PSIKOLOGI, 6(1), 35.
https://doi.org/10.31293/mv.v6i1.6731
Calhoun, J. F., & Acocella, J. R. (1995). Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan.
Diterjemakan oleh Sasmoko. Semarang: IKIP Press.
Chater, N., Zeitoun, H., & Melkonyan, T. (2022). The paradox of social interaction: Shared intentionality, we-reasoning, and virtual bargaining. Psychological Review, 129(3), 415–437.
https://doi.org/10.1037/rev0000343
De Felice, S., De C Hamilton, A. F., Ponari, M., & Vigliocco, G. (2022). Learning from mothers is good,with others is better: the role of social interaction in human acquisition of new knowledge.
Philosophical Transactions of the Royal Society B Biological Sciences, 378(1870).
https://doi.org/10.1098/rstb.2021.0357
Denche-Zamorano, A., Mayordomo-Pinilla, N., Galán-Arroyo, C., Mañanas-Iglesias, C., Adsuar, J. C.,
& Rojo-Ramos, J. (2023). Differences in Self-Concept and its dimensions in students of the third cycle of primary school, obligatory secondary education, and baccalaureate. Healthcare, 11(7), 987. s
Halloran, E. C. (2024). Adult development and associated health risks. Journal of Patient-centered Research and Reviews, 11(1), 63–67. https://doi.org/10.17294/2330-0698.2050
Hidayah, K. (2017). Hubungan konsep diri dengan kecemasan sosial pada kelas 2 SMAN 1 Tumpang: Skripsi. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Izzaty, R. E., Suadirman, S. P., Ayriza, Y., Purwandari, Hiryanto, Kusmaryani, R. E. (2008).
Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.
La Greca, A. M., & Lopez, N. (1998). Social Anxiety Among Adolescents: Linkages with Peer Relations and Friendships. Journal of Abnormal Child Psychology, 26(2), 83-94.
Masela, M. S. (2019). Hubungan antara gaya hidup dan konsep diri dengan interaksi sosial pada remaja. Psikovidya, 23(1), 64-85.
Moshman, D. 1998. Cognitive Development in Childhood. New York: Willey.
Mutahari, H. (2016). Hubungan antara Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Sosial pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Kalasan Tahun Ajaran 2015-2016. Jurnal Riset Mahasiswa Bimbingan Dan Konseling, 5(3).
Nainggolan, T. (2011). Hubungan Antara kepercayaan Diri dengan Kecemasan Sosial pada Penggunaan NAPZA: Sosiokonsepsia, 16 (02), 161-174.
Palenzuela-Luis, N., Duarte-Clíments, G., Gómez-Salgado, J., Rodríguez-Gómez, J. Á., & Sánchez- Gómez, M. B. (2022). International Comparison of Self-Concept, Self-Perception and Lifestyle in Adolescents: A Systematic review. International Journal of Public Health, 67.
https://doi.org/10.3389/ijph.2022.1604954
Prawoto, Y. B. (2010). Hubungan Antara Konsep Diri Dengan Kecemasan Sosial Pada Remaja Kelas XI SMA Kristen 2 Surakarta. Skripsi. Surakarta: Universitas Negeri Solo.
Rakhmat, J. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Revaldi, N. M. D., & Rachmawati, R. (2019). Konsep diri dan kecemasan sosial pada remaja homoseksual di kota palembang. Psychology Journal of Mental Health, 1(1), 89–97.
https://doi.org/10.32539/pjmh.v1i1.10
Salma, N. (2019). Hubungan Antara Kelekatan Orangtua Dan Kecemasan Sosial Pada Remaja.
Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.
Schlegel, R. J., Hicks, J. A., Arndt, J., & King, L. A. (2009). Thine own self: True self-concept accessibility and meaning in life. Journal of Personality and Social Psychology, 96(2), 473–490.
https://doi.org/10.1037/a0014060
Showers, C. J., Ditzfeld, C. P., & Zeigler‐Hill, V. (2014). Self‐Concept structure and the quality of Self‐ Knowledge. Journal of Personality, 83(5), 535–551. https://doi.org/10.1111/jopy.12130 Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, CV.
Sulistivani, N. W. (2012). Hubungan konsep diri dan regulasi diri dengan motivasi berprestasi. Psikostudia: Jurnal Psikologi, 1(2), 118-126.
Sulistivani, N. W. (2012). Hubungan konsep diri dan regulasi diri dengan motivasi berprestasi. Psikostudia: Jurnal Psikologi, 1(2), 118-126.
Suryaningrum, C. (2006). Indikasi gangguan kecemasan pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Laporan Penelitian. Malang: Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Malang.
Tirsae, O. V. (2016). Pengaruh Harga Diri Terhadap Kecemasan Sosial Pada Remaja Korban Bullying di Palangkaraya Kalimantan Tengah. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Tone, E. B., Nahmias, E., Bakeman, R., Kvaran, T., Brosnan, S. F., Fani, N., & Schroth, E. A. (2018).
Social Anxiety and social Behavior: A test of predictions from an evolutionary model. Clinical Psychological Science, 7(1), 110–126. https://doi.org/10.1177/2167702618794923
Tucker-Drob, E. M., Brandmaier, A. M., & Lindenberger, U. (2019). Coupled cognitive changes in adulthood: A meta-analysis. Psychological Bulletin, 145(3), 273–301.
https://doi.org/10.1037/bul0000179
Vriends, N., Pfaltz, M. C., Novianti, P., & Hadiyono, J. (2013). Taijin Kyofusho and Social Anxiety and Their Clinical Relevance in Indonesia and Switzerland. Frontiers in Psychology, 4, 3.
Walgito, B. (2003). Psikologi Sosial. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Wardhana, N. R. S., Hudaniah, & Sakinah Nur Rokhmah. (2024). Hubungan kepercayaan diri dengan
kecemasan sosial pada remaja. Cognicia, 12(1), 25–30.
https://doi.org/10.22219/cognicia.v12i1.30456
Wittchen, H. U., & Fehm, L. (2003). Epidemiology and Natural Course of Social Fears and Social Phobia. Acta Psychiatrica Scandinavica, 108, 4-18.
Zhang, D., Cui, Y., Zhou, Y., Cai, M., & Liu, H. (2018). The role of School adaptation and Self-Concept in influencing Chinese high school students’ growth in math achievement. Frontiers in Psychology, 9. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2018.02356