Pengelolaan Tanah dan Tanaman di Lahan Rawa Pasang Surut
Prof. Dr. Ir. Rujito Agus Suwignyo, M.Agr.
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
Bahan Kuliah Pengelolaan Tanah dan Tanaman di Lahan Rawa Program Magister Ilmu Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya
Haryono. 2012. Swamps,Indonesia’sFood Storage for the Future. Indonesian Agency for Agricultural Research and Development (IAARD) Press, Jakarta.
Sumatera Sumatera
Papua Papua
Ps Surut (20.1 mill. ha)
Lebak (13.3 mill. ha) Potensial 2.1 Pematang 4.2 Sulfat masam 6.7 Tengahan 6.1
Gambut 10.9 Dalam 3.0
Salin 0.4
Ps Surut Lebak Total %
Sumatera 6.60 2.77 9.37 28.05
Kalimantan 8.13 3.58 11.71 35.06
Sulawesi 1.15 0.65 1.80 5.39
Papua 4.22 6.30 10.52 31.50
20.10 13.30 33.40 100.00
Keberadaan lapisan pirit: jumlah dan kedalaman sangat menentukan kondisi lahan pada ekosistem
pasang surut
Kedalaman tanah Gambut
Pirit teroksidasi
Lapisan pirit (FeS2)
tanah baik tanah jelek
Berdasarkan macam dan tingkat kendala yang diperkirakan dapat ditimbulkan oleh faktor fisiko-kimia tanahnya, lahan pasang surut dibagi menjadi empat tipologi utama:
1. Lahan potensial:lapisan pirit berkadar≤2 % terletak pada kedalaman lebih dari 50 cm dari permukaan tanah.
2. Lahan sulfat masam:lapisan pirit atau sulfidik > 2 % pada kedalaman kurang dari 50 cm.
a. Lahan sulfat masam potensial: lapisan pirit belum teroksidasi.
b. Lahan sulfat masam aktual: lapisan piritnya sudah teroksidasi yang dicirikan dengan terbentuknya horizon sulfurik dan pH tanah < 3,5.
3. Lahan gambut: lahan yang terbentuk dari bahan organik yang dapat berupa bahan jenuh air dengan kandungan karbon organik 12 –18 %, atau bahan tidak jenuh air dengan kandungan karbon organik 20 %.
4. Lahan salin: lahan pasang surut yang mendapat pengaruh intrusi air asin lebih dari 3 bulan dalam setahun dan kandungan Na dalam larutan tanah > 8 %.
Pembentukan pirit:
•Pirit (FeS2) wakan stabil dan tidak berbahaya dalam kondisi tergenang atau berada di bawah muka air.
•pH tanah 5.5 –6.5.
Oksidasi Pirit:
•pH tanah 1.3 –3.5
•Keracunan logam berat: Al, Fe, Mn, Zn, Cu, Mo.
Proses utama yang terjadi bila tanah sulfat masam teroksidasi adalah oksidasi pirit.
Pirit yang semula tidak berbahaya pada kondisi tergenang, secara perlahan berubah menjadi unsur beracun dan merupakan sumber kemasaman tanah bila kondisi tanah berubah menjadi oksidatif.
Oksidasi pirit dapat terjadi bila:
▪ Reklamasi lahan rawa melalui pembuatan saluran drainase mengakibatkan perubahan kimia di dalam tanah sulfat masam.
▪ Perbedaan yang besar antara pasang surutnya air laut serta musim kemarau yang panjang menyebabkan pirit teroksidasi secara alami.
Lahan Pasang Surut Kedalaman tanah
gambut
Pirit teroksidasi Lapisan Pirit
(FeS2)
Makin dekat lapisan pirit ke permukaan lahan akan semakin berbahaya
Bagus Jelek
Oksidasi Pirit terjadi karena:
•Reklamasi lahan,
•Pembuatan saluran,
•Pengolahan lahan,
•Musim kemarau.
Oksidasi pirit yang terjadi setelah pengolahan lahan
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Monthly Average Tide Height (cm)
Tide during the day
Jan Feb Mar Apr Jun Jul Aug Sep
Siklus pasang harian air laut menyebabkan air masuk ke lahan
Pada saat pasang tinggi, air dapat masuk ke lahan melalui sungai dan saluran primer- sekunder-tersier.
Berdasarkan pengaruh pasang surutnya air atau berdasarkan pada tipe luapan air:
1. Lahan bertipe luapan Ayang selalu terluapi air pasang, baik pada musim hujan maupun musim kemarau,
2. Lahan bertipe luapan Byang hanya terluapi air pasang pada musim hujan saja,
3. Lahan bertipe luapan Cyang tidak terluapi air pasang, dan kedalaman muka air tanahnya kurang dari 50 cm,
4. Lahan bertipe luapan Dyang kondisi lahannya sama dengan tipe lahan C tetapi kedalaman air tanahnya lebih dari 50 cm.
Pada sistem tabela, tanaman padi yang baru berkecambah dapat mengalami cekaman terendam
Salinitas tinggi (pada musim kemarau)
Kandungan pirit tinggi (kedalaman < 50 cm, konsentrasi 2%)
Cekaman terendam pada fase perkecambahan sistem tabela
Cekaman terendam pada lahan tipe A
pH rendah: keracunan logam berat dan defisiensi unsur hara makro
Kematangan dan kedalaman gambut
Salinitas tinggi (pada musim kemarau)
Kandungan pirit tinggi (kedalaman < 50 cm, konsentrasi 2%)
Cekaman terendam pada fase perkecambahan sistem tabela
Cekaman terendam pada lahan tipe A
pH rendah: keracunan logam berat dan defisiensi unsur hara makro
Kematangan dan kedalaman gambut
Permasalahan di lahan rawa pasang surut
1. Pengelolaan Air:
▪ Jaringan tata air makro.
▪ Jaringan tata air mikro.
2. Pengelolaan Lahan:
▪ Penataan lahan.
▪ Ameliorasi.
▪ Pemupukan.
3. Pengelolaan Tanaman:
▪ Varietas tanaman yang toleran.
▪ Peningkatan indeks pertanaman.
Sistem jaringan tata air makro:
▪ sistem garpu,
▪ tangga,
▪ sisir tunggal,
▪ sisir berpasangan,
▪ kombinasi garpu dengan sisir.
Pembuatan saluran harus mengikuti atau memperhatikan garis kontur dan tipologi lahannya.
▪ aliran air dapat mengalir dengan baik,
▪ tinggi air di saluran rata.
▪ proses pencucian bahan-bahan beracun dari lahan ke saluran dan seterusnya ke sungai berjalan lancar.
Dimensi dan kedalaman saluran perlu dipertimbangkan untuk menghindari penurunan muka air yang drastis:
▪ oksidasi lapisan pirit, besi, Al, dan sulfat akan muncul ke permukaan dan dengan adanya air hujan akan meningkatkan kemasaman (pH) air di saluran.
▪ gambut kering tak balik (irrevisible drying) sehingga akan mempercepat penurunan permukaan gambut (subsidence) dan atau cepat hilangnya lapisangambut.
Lima fungsi jaringan pengairan rawa:
1. Berfungsi sebagai saluran drainase,
2.Sebagai pemasukan air, 3. Sebagai alat trasportasi, 4.Berfungsi sebagai
konservasi sumberdaya air rawa, dan
5.Sebagai pendukung bagi proses reklamasi
Sistem pengelolaan tata air mikro berfungsi untuk:
▪ Mencukupi kebutuhan evapotranspirasi tanaman,
▪ Mencegah pertumbuhan tanaman liar pada padi sawah,
▪ Mencegah terjadinya bahan beracun bagi tanaman melalui penggelontoran dan pencucian,
▪ Mengatur tinggi muka air, dan
▪ Menjaga kualitas air di petakan lahan dan di saluran
Untuk lebih memperlancar keluar masuknya air pada petakan lahan yang sekaligus memperlancar
pencucian bahan racun, perlu dibuat saluran cacing
pada petakan lahan dan di sekeliling petakan lahan.
Penataan air di lahan petani dapat dilakukan dengan:
▪ sistem aliran satu arah (one-way flow system) dan
▪ sistem aliran yang sifatnya bolak-balik (two way flow system).
Pada sistem aliran satu arah dirancang saluran irigasi dan saluran drainase secara terpisah.
▪ Pintu klep (flapgate)dipasang berlawanan arah.Pada saluran irigasi pintu klep membuka ke arah dalam sedang pada saluran drainase pintu klep membuka ke arah luar, sehingga pencucian lahan dapat berlangsung dengan efektif.
▪ Pencucian lahan dimaksudkan agar unsur yang bersifat racun bagi tanaman seperti Fe+2, sulfat, dan Al+3keluar dari lahan usaha dan pH tanah menjadi lebih baik.
Hal yang perlu mendapat perhatian khusus dalam sistem tata air adalah sinkronisasi antara tata air makro dan mikro .
▪ Penerapan aliran sistem satu arah untuk pencucian hanya akan berjalan efektif jika kondisi saluran tersier, sekunder, dan primer semuanya dalam kondisi baik dan arah aliran tidak bolak-balik.
Tata air pada lahan yang bertipe luapan A dan B perlu diatur dalam sistem aliran satu arah (one way flow system),
Lahan bertipe luapan C dan D, saluran air perlu
ditabat/disekat dengan stoploguntuk menjaga permukaan air tanah agar sesuai dengan kebutuhan tanaman serta
memungkinkan air hujan tertampung dalam saluran tersebut.
Pengelolaan air satu arah untuk menurunkan oksidasi pirit
Untuk lebih memperlancar keluar masuknya air pada petakan lahan yang sekaligus memperlancar pencucian bahan racun, dibuat saluran cacing pada petakan lahan dan di sekeliling petakan lahan.
Di dalam petakan lahan dibuat saluran cacing dengan interval 3-12 m dan di sekeliling petakan lahan tergantung pada kondisi lahannya.
Semakin tinggi tingkat keracunan, semakin rapat pula jarak antar saluran cacing tersebut.
Pencucian bahan beracun dari petakan lahan dilakukan dengan
memasukkan air ke petakan lahan sebelum tanah dibajak, kemudian air tersebut dikeluarkan setelah pengolahan tanah selesai.
Usaha pencucian ini akan berjalan baik apabila terdapat cukup air segar, baik dari hujan maupun dari air pasang.
Air di petakan lahan perlu diganti setiap dua minggu pada saat pasang besar.
1. Pembuatan saluran cacing
2. Permukaan lahan dibuat rata
Cekaman terendam pada fase perkecambahan
1. Pengelolaan Air:
▪ Jaringan tata air makro.
▪ Jaringan tata air mikro.
2. Pengelolaan Lahan:
▪ Penataan lahan.
▪ Ameliorasi.
▪ Pemupukan.
3. Pengelolaan Tanaman:
▪ Varietas tanaman yang toleran.
▪ Peningkatan indeks pertanaman.
Produktivitas lahan pasang surut yang bersifat sulfat masam biasanya rendah karena:
▪ Tingginya kemasaman (pH rendah),
▪ Tingginya kelarutan Fe, Al, dan Mn,
▪ Rendahnya ketersediaan unsur hara terutama P dan K dan kejenuhan basa.
Ameliorasi tanah sulfat masam:
▪ Memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah,
▪ Harus dilakukan terlebih dahulu sebelum pemupukan dilaksanakan.
▪ Pemupukan tanpa perbaikan tanah tidak akan efisien bahkan tidak respon.
1. Pengelolaan Air:
▪ Jaringan tata air makro.
▪ Jaringan tata air mikro.
2. Pengelolaan Lahan:
▪ Penataan lahan.
▪ Ameliorasi.
▪ Pemupukan.
3. Pengelolaan Tanaman:
▪ Varietas tanaman yang toleran.
▪ Peningkatan indeks pertanaman.
Tidak melakukan tanam pindah tetapi benih ditabur secara langsung.
Konsekuensi dari Tabela adalah lahan memerlukan pengolahan tanah dan pengaturan air yang berbeda dengan lahan untuk tanam pindah.
Tabela sesuai untuk diterapkan pada wilayah yang kekurangan tenaga kerja dan musim hujan pendek.
Tabela tidak ada pembuatan persemaian dan pindah tanam sehingga memerlukan tenaga kerja lebih sedikit.
Tanaman padi yang ditanam langsung akan mencapai stadia generatif lebih cepat sehingga memperpendek periode produksi padi dan meningkatkan indeks pertanaman.
Pada wilayah yang periode hujan terbatas, pertanaman padi Tabela dapat terhindar dari kekeringan atau menyediakan peluang untuk budidaya tanaman pangan yang lain.
A. Populasi tanaman terlalu tinggi,
B. Tanaman mati terkena cekaman terendam, C. Populasi tanaman
rendah,
D. Tidak ada yang tumbuh.
A
B
B
C
D B
A
Pada sistem tabela, tanaman padi yang baru berkecambah dapat mengalami cekaman terendam
Penggunaan varietas toleran yang mengandung gen AG (anaerobic
germination)
Cekaman terendam pada fase perkecambahan
Tolerant Sensitive
0 20 40 60 80 100
LSD.05
Survival (%)
Musim Hujan Musim Kemarau Musim Hujan
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
2nd Crop (Rice, Corn) 3rdCrop (corn/soybean)
1st Crop
(broadcasting rice) Flooding +
Acidity +Metal
Acidity + Metal Toxicity Salinity + drought Flooding + Acidity + Metal Toxicity
Periode kritis oksidasi pirit:
akhir musim kemarau dan awal musim hujan Periode kritis oksidasi pirit:
akhir musim kemarau dan awal musim hujan
pasang surut Sumsel
Sistem tabela:
permasalahan yang dihadapi petani adalah tebar benih kering atau benih basah yang sudah mentis
Surjan system
• 25x25 cm cropping pattern = 160,000 plant/ha.
• Jajar Legowo 2:1 cropping pattern = 213,300 plant/ha (increase 33.31%).
Jajar Jegowo
planting system
Dry seed Sowing Water absorption
Acceleration germination and
emergence Increase of seed germination and emergence capacity
Growth uniformity
Varietal differentiations to priming effect Direct sowing under dry condition
Improving ratoon cultivation system
Rainy Season Dry Season Rainy Season
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 2nd Crop (rice, corn +
vegetable)
3rdCrop (corn/soybean/
water melon) 1st Crop
(broadcasting rice)