Vol. 6 No. 2 (2017) 59 - 66 ISSN Media Elektronik: 1979-2204
Sita Jaminan Dalam Hukum Acara Perdata
Pantas Sianturi, SH.,MH1
1Ilmu Hukum, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia, Medan
Abstract
Bail is the confiscation that is requested to the judge before the verdict is passed. This guarantee confiscation is very important considering that the defendant has the possibility to transfer the property being sued before the verdict is made. If the jud ge's petition for seizure is granted, it is impossible for the defendant to transfer his assets, so that the plaintiff's claim can be realized if the plaintiff is won by the court. Filing for confiscation of guarantees certainly has certain procedures and certain lega l consequences. These two things are the main focus in this paper.
Keywords: Guarantee, Civil Law, Confiscation
Abstrak
Sita jaminan adalah sita yang dimohonkan kepada hakim sebelum putusan dijatuhkankan. Sita jaminan ini sangat penting mengingat, pihak tergugat berkemungkinan mengalihkan harta yang digugat sebelum adanya putusan. Jika permohonan sita dikabulkan oleh hakim, maka tertutup kemungkinan pihak tergugat mengalihkan hartanya, sehingga gugatan penggugat dapat direalisasi seandainya penggugat dimenangkan oleh pengadilan. Pengajuan sita jaminan tentu memiliki prosedur tertentu dan akibat hukum tertentu. Kedua hal inilah yang menjadi focus utama dalam tulisan ini.
Kata kunci: Jaminan, Hukum Perdata, Sitaan
© 2017 Jurnal FHU
1. Pendahuluan
Sudah merupakan hal yang umum, bahwa seseorang yang gugatan lewat pengadilan, berkeinginan agar gugatannya tersebut dikabulkan oleh hakim. Di samping itu pihak yang mengajukan gugatan juga berkepentingan, jika gugatannya dikabulkan, apa yang disebutkan dalam putusan hakim itu, dapat direalisasi dalam kenyataan. Alangkah kecewanya jika gugatan penggugat dimenangkan oleh hakim, namun putusan tersebut tidak dapat dilaksanakan, disebabkan karena pihak tergugat sudah tidak memiliki apa – apa lagi. Hal ini disebabkan karena sebelum putusan hakim dijatuhkan, pihak tergugat telah mengalihkan hartanya kepada pihak lain.
Oleh karena itu untuk mencegah supaya pihak tergugat tidak mengalihkan hartanya sebelum adanya putusan hakim, maka sebaiknya pihak penggugat mengajukan permohonan kepada hakim, agar seluruh harta tergugat, dikenakan sita. Penyitaan yang dimohonkan untuk mencegah dialihkannya harta pihak tergugat kepada pihak lain itu, dissebut dengan istilah sita jaminan.
Dengan demikian sita jaminan adalah sita dimohonkan oleh pihak penggugat kepada hakim, agar harta milik tergugat tidak dialihkan kepada pihak lain.
Sudikno Mertokusumo menyebutkan bahwa penyitaan adalah merupakan tindakan persiapan untuk menjamin
dapat dilaksanakannya putusan perdata”. Dengan demikian barang – barang yang disita untuk kepentingan kreditur dibekukan ini berarti bahwa barang tersebut disimpan untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual. Penyitaan yang demikian disebut dengan istilah sita conservatoir atau sita jaminan.
2. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah yaitu sekitar Pertanggung Jawaban Perdata Terhadap Kecelakaan Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya ( Bus Penumpang ).
Hal ini dimaksudkan supaya didalam penulisan laporan Magang ini jelas arah dan tujuannya. Karena kalau tidak dibatasi bisa kemungkinan didalam pembahasan tidak sesuai dengan judul yang diteliti, jadi dengan adanya batasan masalah ini akan mempermudah penulis dalam menyusun laporan magang ini.
3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Pengertian Sita Jaminan
Sita jaminan atau yang sering disebut dengan istilah conservatoir beslag adalah merupakan suatu tindakan pendahuluan untuk pemenuhan suatu tuntutan hak kreditur dikemudian hari. Maksudnya agar kelak apa yang dituntut kreditur tidak kosong begitu saja, bilaman
gugatan dikabulkan. Dengan kata lain sita jaminan adalah untuk menjamin pelaksanaan putusan dikemudian hari.
M. Yahya Harahap menyebutkan bahwa tujuan utama concevatoir beslag tidak lain dari pad upaya hukum yang diberikan kepada pihak penggugat untuk meminta kepada pengadilan atau hakim supaya harta yang disengketakan ataupun harta kekayaan tergugat diletakkan dibawah sita guna menjaga dan untuk menjamin agar gugatan yang diajukan tidak illussoir tidak hampa kelak apabila putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.2
Dalam hal meletakkan sita jaminan, maka harus terlebih dahulu diajukan permohonan oleh pihak penggugat dalam surat gugatannya. Tanpa adanya permohonan, maka hakim tidak akan meletakkan sita jaminan di atas benda milik tergugat.
3.2 Jenis–Jenis Sita Jaminan
Menurut jenisnya sita jaminan dapat dibedakan atas dua jenis yaitu :
1. Sita jaminan terhadap harta milik sendiri (pemohon).
2. Sita jaminan terhadap barang milik debitur (termohon)
Sita jaminan terhadap barang milik pemohon atau terhadap barang milik sendiri dibedakan atas beberapa jenis yaitu :
1. Sita Revindicatoir 3. Sita Marital
Sita revindicatoir adalah permohonan sita yang diajukan oleh pihak penggugat kepada pengadilan atas barang – barang bergerak milik pemohon yang ada di tangan pihak tergugat. Sita yang demikian ini hanya boleh dimintakan terhadap benda bergerak milik kreditur atau penggugat. Untuk dapat dikabulkannya permohonan sita ini, maka tidak perlu ada alasan, bahwa pihak tergugat akan mengalihkan harta tersebut kepada pihak lain, sebelum adanya putusan.
Sedang sita marital adalah permohonan sita yang diajukan oleh penggugat terhadap harta bersama dalam suatu perkawinan, yang ada ditangan tergugat. Biasanya pemohon sita ini adalah pihak istri yang mempunyai harta bersama dengan suaminya yang menguasai harta bersama tersebut. Jadi dengan adanya permohonan sita ini diharapkan pihak suami tidak akan mengalihkan harta bersama itu kepada pihak lain, sebelum adanya putusan pengadilan.
Sedangkan sita jaminan terhadap benda milik debitur, dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu :
1. Consevatoir beslag 2. Pand beslag.
Conservatoir beslag adalah tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata, dengan menguangkan atau menjual barang yang debitur yang disita guna memenuhi tuntutan penggugat.
Yang dapat disita secara conservatoir ini adalah barang bergerak milik debitur, barang tidak bergerak maupun juga barang bergerak milik debitur yang ada di tangan pihak ketiga.
Untuk dapat dikabulkannya permohonan sita ini, maka harus ada alasan yang kuat bahwa pihak debitur atau tergugat akan mengalihkan harta miliknya sebelum adanya putusan pengadilan.
Pand beslag adalah sita gadai yang hanya dapat diajukan berdasarkan tuntutan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1139 sub 2 BW dan dijalankan atas barang- barang yang disebutkan dalam Pasal 1140 BW.
Pand beslag ini pada umumnya diajukan oleh orang yang menyewakan rumah atau tanah, agar diletakkan suatu sita terhadap perabot rumah tangga milik pihak penyewa (tergugat) guna menjamin pembayaran uang sewa yang harus dibayarkan penyewa kepada pihak yang menyewakan rumah.
3.3 Upaya Menjamin Putusan Pengadilan
Untuk menjamin agar putusan pengadilan tidak hampa atau dapat direalissi setelah dijatuhkannya putusan oleh hakim, maka pihak penggugat dapat mengajukan permohonan sita. Sita yang dimohonkan ini disebut dengan istilah sita jaminan. Hal ini disebabkan karena sifat dari permohonan sita ini hanyalah sebagai jaminan, agar apa yang dimohonkan oleh pihak penggugat dapat direalisasi atau dilaksanakan.
Karena sifatnya hanya sebagai jaminan, maka penguasaan benda milik tergugat, bukanlah tujuan yang utama. Sebab apabila pihak tergugat bersedia melaksanakan isi putusan secara sukarela, maka benda yang telah ditelakkan sita tersebut, dikembalikan seperti sedia kala.
Jadi tegasnya, kendatipun pihak penggugat dalam gugatannya mengajukan permohonan sita kepada pengadilan, itu hanya dimaksudkan agar pihak tergugat tidak main – main dalam melaksanakan isi putusan pengadilan tersebut.
Seperti diketahui bahwa suatu putusan pengadilan yang tidak dapat direalisasi, maka akan menimbulkan rasa kekecewaan bagi pihak penggugat. Rasanya apa yang dituntut oleh pihak penggugat adalah sia – sia. Oleh karena itu untuk menjamin agar tuntutan pihak penggugat tidak sia – sia, maka hukum memberikan kesempatan kepada pihak penggugat untuk mengajukan permohonan sita jaminan.
Sita jaminan yang dimohonkan oleh pihak penggugat tersebut, dapat berbentuk sita jaminan atas benda sendiri, maupun sita jaminan terhadap benda atau harta milik debitur atau terggugat.
3.4 Kreteria Benda Yang Dapat Dimohonkan Sita Jaminan
Seperti yang telah penulis kemukakan dalam uraian terdahulu bahwa sita jaminan (conservatoir beslag) adalah merupakan suatu tindakan pendahuluan untuk pemenuhan suatu tuntutan hak kreditur dikemudian hari.
Maksudnya agar kelak apa yang dituntut kreditur tidak kosong begitu saja, bilaman gugatan dikabulkan.
Dengan kata lain sita jaminan adalah untuk menjamin pelaksanaan putusan dikemudian hari.
Menurut jenisnya sita jaminan dapat dibedakan atas dua jenis yaitu sita jaminan terhadap harta milik sendiri (pemohon) dab sita jaminan terhadap barang milik debitur (termohon). Sita jaminan terhadap barang milik pemohon atau terhadap barang milik sendiri dibedakan atas beberapa jenis yaitu sita revindicatoir dan sita marital
Sita revindicatoir adalah permohonan sita yang diajukan oleh pihak penggugat kepada pengadilan atas barang – barang bergerak milik pemohon yang ada di tangan pihak tergugat. Sita yang demikian ini hanya boleh dimintakan terhadap benda bergerak milik kreditur atau penggugat. Untuk dapat dikabulkannya permohonan sita ini, maka tidak perlu ada alasan, bahwa pihak tergugat akan mengalihkan harta tersebut kepada pihak lain, sebelum adanya putusan. Sedang sita marital adalah permohonan sita yang diajukan oleh penggugat terhadap harta bersama dalam suatu perkawinan, yang ada ditangan tergugat. Biasanya pemohon sita ini adalah pihak istri yang mempunyai harta bersama dengan suaminya yang menguasai harta bersama tersebut. Jadi dengan adanya permohonan sita ini diharapkan pihak suami tidak akan mengalihkan harta bersama itu kepada pihak lain, sebelum adanya putusan pengadilan.
Sedangkan sita jaminan terhadap benda milik debitur, dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu consevatoir beslag dan pand beslag.
Conservatoir beslag adalah tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata, dengan menguangkan atau menjual barang yang debitur yang disita guna memenuhi tuntutan penggugat. Yang dapat disita secara conservatoir ini adalah barang bergerak milik debitur, barang tidak bergerak maupun juga barang bergerak milik debitur yang ada di tangan pihak ketiga.
Untuk dapat dikabulkannya permohonan sita ini, maka harus ada alasan yang kuat bahwa pihak debitur atau tergugat akan mengalihkan harta miliknya sebelum adanya putusan pengadilan. Sedang pand beslag adalah sita gadai yang hanya dapat diajukan
berdasarkan tuntutan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1139 sub 2 BW dan dijalankan atas barang-barang yang disebutkan dalam Pasal 1140 BW. Pand beslag ini pada umumnya diajukan oleh orang yang menyewakan rumah atau tanah, agar diletakkan suatu sita terhadap perabot rumah tangga milik pihak penyewa (tergugat) guna menjamin pembayaran uang sewa yang harus dibayarkan penyewa kepada pihak yang menyewakan rumah.
Dari apa yang telah penulis kemukakan di atas terlihat bahwa ada beberapa jenis sita jaminan, namun yang umum berlaku dalam lingkup perkara perdata adalah sita jaminan dalam bentuk sita conservatoir terhadap barang milik debitur.
Berkaitan dengan benda yang dimintakan sita, pada umumnya adalah benda-benda yang memiliki nilai ekonomi, seperti tanah, mobil, rumah dan lain –lain, sepanjang benda – benda tersebut diketahui dengan pasti posisi dan letaknya serta kepemilikannya. Jika benda – benda tersebut tidak diketahui dengan pasti, maka permohonan sita yang akan diajukan tidak akan dikabulkan oleh hakim atau pengadilan.
o Demikian juga hak – hak perorangan, pada dasarnya tidak dapat diletakkan sita. Hal yang demikian jelas disebutkan dalam Pasal 823 dan Pasal 827 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.
Pasal 823 KUH Perdata menyebutkan bahwa “pemakai tak diperbolehkan menyerahkan atau menyewakan haknya kepada orang lain”.3 Demikian juga dalam Pasal 827 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa “Hak mendiami tak boleh diserahkan atau disewakan kepada orang lain”.
Tujuan diadakan sita ini menurut responden adalah agar apa yang digugat oleh pihak penggugat dapat diujudkan dalam kenyataannya. Hal disebabkan karena banyak tindakan tergugat yang merugikan kepentingan pihak penggugat, sehingga pada waktu pengajukan gugatan ke pengadilan, tergugat berupaya mengalihkan harta miliknya kepada pihak lain.
Namun yang menjadi hambatan dalam penetapan sita jaminan ini adalah, bahwa permohonan sita jaminan baru dapat dikabulkan oleh hakim atau pengadilan, apabila ada dugaan yang kuat bahwa pihak tergugat akan mengalihkan hartanya sebelum putusan pengadilan dijatuhkan.
Dari uraian yang telah penulis kemukakan di atas, dapat disebutkan bahwa semua benda milik tergugat baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang ada ditangan tergugat sendiri maupun yang berada ditangan pihak lain, dapat dimohonkan sita kepada pengadilan. Tujuan sita ini adalah sebagai tindakan awal manakala pihak tergugat yang dikalahkan dalam suatu putusan pengadilan tidak mau melaksanakan putusan itu secara sukarela. Oleh karena itu benda yang telah diletakkan
sita tersebut dapat dieksekusi dengan cara dilelang.
Inilah yang disebut dengan istilah sita eksekusi.
3.5 Prosedur Pengajuan Sita Jaminan
Berkenaan dengan prosedur pengajuan sita jaminan, maka dapat disebutkan bahwa permohonan sita harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara atau gugata tersebut. Pengajuan ini dapat dilakukan bersamaan dengan pengajuan gugatan atau berdasarkan permohonan tersendiri. Namun dalam kenyataan biasanya permohonan sita diajukan bersamaan dengan pengajuan gugatan atau tercantum dalam gugatan penggugat. Namun yang pasti dalam permohonan sita, harus mencantumkan dengan jelas benda yang dimohonkan sita, letak benda dan sifat kepemilikan benda. Jangan sampai terjadi benda yang dimohonkan sita itu bukan milik si tergugat. Hal ini berdampak tidak akan diterimanya permohonan sita yang diajukan.
Disamping pada permohonan sita disebutkan dengan jelas jenis benda dan posisi benda serta kepemilikan dari benda yang dimohonkan sita, maka garus diuraikan pula kekhawatiran atau kecurigaan bahwa pihak tergugat akan mengalihkan harta benda miliknya sebelum adanya putusan pengadilan. Ini adalah dasar utama untuk dapat dikabulkannya permohonan sita jaminan. Tanpa alasan yang demikian, maka permohonan sita akan ditolak oleh pengadilan.
Apakah permohonan sita akan dikabulkan atau tidak, maka pihak penggugat dapat mengajukan permohonan supaya diadakan pemeriksaan pendahuluan dan kemudian mengharapkan penetapan dari pengadilan.
Pada umumnya permohonan sita atau penolakan permohonan sita akan dijawab dalam putusan sela atau putusan antara. Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan diluar pokok perkara. Jika dalam suatu putusan sela permohonan sita dikabulkan, maka akan keluar penetapan pengadilan yang intinya mengabulkan permohonan sita. Dengan demikian, barang kepunyaan debitur telah berada dibawah penetapan sita dan berada di bawah pengawasan pengadilan.
Tindakan selanjutnya yang dilakukan atas dikabulkannya permohonan sita tersebut adalah barang – barang tersebut akan ditempatkan pada tempat khusus dipengadilan dibawah pengawasan juru sita. Tetapi ini hanya untuk benda – benda bergerak. Sementara untuk benda – benda tetap, maka juru sita akan memberitahukan bahwa benda tersebut dalam keadaan disita oleh pengadilan, dan diminta kepada pemilik benda untuk tidak mengalihkan benda tersebut kepada pihak lain.
Pemberitahuan bahwa benda dalam keadaan tersita juga disampaikan juru sita kepada Kepala Desa pada desa atau Kelurahan dimana benda yang tersita tersebut berada. Biasanya juru sita membuat pengumuman pada benda yang disita tersebut yang intinya menyebutkan
bahwa benda atau tanah atau rumah ini dalam penyitaan pihak pengadilan.
Selanjutnya jika pihak penggugat dimenangkan oleh pengadilan, dan pihak tergugat dihukum untuk membayar sesuatu, maka dalam putusan pengadilan disebutkan bahwa penyitaan dinyatakan sah dan berharga. Tetapi apabila dalam putusan pihak tergugat yang dimenangkan, maka dalam putusan itu disebutkan bahwa sita yang telah dilakukan dinyatakan diangkat.
Jika dalam putusan pihak penggugat yang dimenangkan dan dinyatakan sah dan berharga dalam putusan tersebut, serta pihak tergugat dihukum untuk melaksanakan prestasi tertentu, maka lebih dahulu dimintakan kepada pihak tergugat untuk melaksanakan putusan itu secara sukarela. Namun apabila pihak tergugat tidak bersedia untuk melaksanakan isi putusan tersebut secara sukarela, maka pelaksanaan putusan itu dapat dilakukan secara paksa dan benda yang telah disita dapat dieksekusi atau dijual dengan cara lelang.
Berkenaan dengan masalah lelang dapat penulis kemukakan bahwa lelang berarti “penjualan dihadapan orang banyak (dengan tawaran yang atas mengatasi) dipimpin oleh pejabat lelang”5. Penjualan dihadapan orang banyak atau dapat disebut juga di muka umum itu dapat terjadi karena menurut prosesnya sebelum pelaksanaan lelang terlebih dahulu dilakukan pengumumam menurut tata cara tertentu yang di sebar luaskan kepada khalayak ( masyarakat ) luas, bahkan ada kalanya dilakukan undangan kepada para calon pesertanya.
Dalam Ordonasi tanggal 28 Februari 1908 terdapat suatu defenisi lelang atau penjualan didepan umum, disebutkan bahwa penjualan di muka umum ialah pelelangan dan penjualan barang – barang yang diadakan dimuka umum dengan panawaran harga yang semakin meningkat, makin menurun atau dengan pendaftaran harga, atau dimana kepada orang – orang diundang untuk itu yang sebelumnya telah diberi tahukan tentang pelelangan atau penjualan itu diberi kesempatan untuk menawar harga degan cara makin meningkat, makin menurun atau dengan pendaftaran harga.
Dari ketentuan Ordonansi tanggal 28 Februari 1908 tersebut di atas maka jelaslah bahwa lelang itu merupakan suatu penjualan barang di muka umum dengan tatacara khusus yang berlaku dalam peraturan lelang.
Lelang hanya boleh dilakukan atau baru memperoleh perlindungan hukum apabila dilakukan dihadapan Juru lelang, atau dengan perkataan lain penjualan lelang baru sah apabila dilakukan dengan perantaraan atau dengan bantuan juru lelang dari Kantor Lelang yang telah ditunjuk untuk itu.
Ciri lain dari suatu lelang ini lazimnya adalah terhadap benda-benda harta kekayaan tergugat yang telah disita
eksekusi atau barang siatan milik tergugat. Sedangkan cara penjualannya adalah dengan memilih suatu tawaran yang tertinggi diantara para hadirin dalam acara lelang tersebut.
M. Yahya Harahap, dalam bukunya Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata menyebutkan kalau Pasal 200 ayat 1 HIR atau Pasal 25 ayat 1 RBg dikaitkan dengan Pasal 1 Peraturan Lelang ( LN. 1908 No. 189 ) akan diketemukan pengertian yang sebenarnya dari penjualan lelang, yang dapat dirinci sebagai berikut penjualan di muka umum harta kekayaan tergugat yang telah disita eksekusi. Atau dengan kata lain menjual di muka umum barang sitaan milik tergugat (debitur).
Penjualan dimuka umum ( pelanggan ) hanya boleh dilakukan di depan juru lelang perantaraan atau bantuan Kantor Lelang ( juru lelang ), dan cara penjualannya dengan jalan harga penawaran secara tertulis ( penawaran dengan pendaftaran ).
Dalam Surat Keputusan Direktirat Jenderal Piutang Dan Lelang Negara No 37/PL/2002 Tentang Petunjuk Teknis Balai Lelang, disebutkan bahwa Balai Lelang dapat didirikan oleh Badan Hukum Indonesia atau perorangan Warga Negara Indonesia dan Modal Balai Lelang dapat berasal dari Modal Swasta Nasional dan atau Swasta Asing.
Prosedur pelaksanaan lelang ini dibagi dalam tiga tahapan, yaitu tahap persiapan lelang, tahap pelaksanaan lelang, dan tahap setelah pelaksanaan lelang.
3.6 Tahap Persiapan Lelang
Setiap penjual yang bermaksud melakukan penjualan secar lelang mengajukan permohonan lelang secara tertulis disertai dengan dokumen yang dipersyaratkan kepada Kepala Kantor Lelang. Dokumen persyaratan lelang terdiri dari dokumen yang bersifat umum dan dokumen yang bersifat khusus. Adapun dokumen yang bersifat umum terdiri dari :
a. salinan/fotocopy Surat Keputusan Penunjukan Pejabat Penjual;
b. asli dan fotocopy bukti kepemilikan hak;
c. syarat lelang dari pihak penjual (apabila ada);
d. daftar barang yang akan di lelang.
Sedangkan dokumen persyaratan lelang yang bersifat khusus tergantung pada jenis lelangnya.
Untuk setiap pelaksanaan lelang tanah dan atau bangunan, Kepala Kantor Lelang Wajib meminta Surat Keterangan Tanah (SKT) dari Kantor Pertanahan setempat, selambat-lambatnya tujuh hari sebelum pelaksanaan lelang. Lelang dilaksanakan dalam wilayah kerja Kantor lelang di tempat mana barang berada.
Untuk hal yang demikian, harus ada persetujuan dari Direktur Jendral Piutang dan Lelang Negara atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jendral Piutang dan Lelang Negara. Demikian pula, lelang juga dapat dilaksanakan di luar dan hari kerja dengan ijin dari superintenden.
Sebagai salah satu syarat umum pelelangan, maka setiap pelaksanaan lelang harus didahului dengan pengumuman lelang ini dilakukan oleh penjual melalui berbagai media, seperti surat kabar harian, selebaran, atau tempelan yang mudah dibaca oleh umum dan atau melalui media elektronik berupa TV, radio atau internet di wilayah kerja Kantor Lelang di tempat barang akan dijual. Kantor Lelang kemudian menyebarluaskan Pengumuman Lelang kepada pihak-pihak yang berkepentingan, untuk terpenuhinya sifat lelang yang transparan.
Pengumuman Lelang tersebut sekurang-kurangnya memuat identitas Penjual, kecuali untuk lelang sukarela, hari, tanggal, jam dan tempat lelang dilaksanakan, nama, jenis, tipe, merk, jumlah serta kondisi barang, khusus untuk barang yang tidak bergerak berupa tanah, disebutkan lokasi dan luas tanah serta jenis hak atau tanahnya;
dalam hal di atas terdapat bangunan, disebutkan luas dan kondisi bangunan.
Pengumunan lelang dibedakan dalam pengumuman untuk jenis lelang eksekusi dan lelang non eksekusi.
Selain pembedan berdasarkan jenis lelang tersebut, pengumuman juga dibedakan untuk lelang barang bergerak dan barang tidak bergerak sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Republik Indonesia Nomor : 304/KMK.01/2002 tanggal 13 Juni 2002 tantang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
Setelah seluruh persiapan untuk dilaksankannya pelelangan telah selesai dilakukan dan seluruh dokumen persyaratan lelang sudah terpenuhi, maka tahap selanjutnya adalah tahap pelaksanaan lelang. Namun sebelumnya, bagi para peserta lelang yang berminat untuk mengikuti lelang, harus menyetorkan uang jaminan lelang yang besarnya ditentukan oleh penjual, apabila dipersyaratkan adanya uang jaminan lelang.
Terhadap uang jaminan ini berlaku ketentuan sebagai berikut :
Apabila peserta lelang tidak ditunjuk sebagai pembeli yang sah, uang jaminan akan dikembalikan tanpat potonga apapun.
Apabila peserta lelang tersebut ditunjuk sebagai pembeli yang sah, uang jaminan akan diperhitungkan dengan pembayaran hasil lelang.
Namum apabila peserta lelang yang sudah ditunjuk pembeli tidak melunasi kewajiban membayar hasil lelang sesuai dengan ketentuan (wanprestasi), uang jaminan lelang disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan lain-lain.
3.7 Tahap Pelaksanaan Lelang
Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan di hadapan Pejabat Lelang. Pejabat Lelang dengan tata cara sebagai berikut :
1. Pejabat Lelang membukan pelaksanaan lelang, apabila dipandang perlu kepada Penjual diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan tambahan, terutama mengenai barang yang akan dilelang.
2. Pejabat Lelang kemudian mencantumkan kepada risalah lelang. Bagian kepala risalah ini dibuat sebelum pelaksanaan lelang.
3. Pejabat Lelang kemudian memberikan kesempatan kepada peserta lelang untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengn lelang.
4. Selanjutnya Pejabat Lelang menerima nilai limit dalam amplop tertutup dari penjual. Nilai limit ini merupakan pedoman bagi Pejabat Lelang untuk menetapkan pembeli. Peserta lelang yang mengajukan harga penawaran tertinggi dan telah mencapai atau melampaui Nilai Limit, akan ditetapkan sebagai pembeli/pemenang lelang.
5. Pejabat Lelang mulai menawarkan barang yang akan dilelang kepada peserta lelang. Cara penawaran lelang ini dapat dilakukan dengan penawaran secara lisan dengan harga naik-naik atau turun-turun dan penawaran secara tertulis.
Apabila penawaran lelang dilakukan secara lisan dengan harga naik-naik, Pejabat Lelang menawarkan objek lelang kepada para peserta lelang dengan tawaran harga yang semakin naik mulai dari nilai limit sampai didapat penawaran yang tertinggi dari peserta lelang. Dalam penawaran lisan dengan harga turun-turun, Pejabat Lelang menawarkan objek lelang dimulai dari penawaran harga tinggi dan kemudian penawaran terus turun menurun sampai didapat harga yang disetujui peserta lelang, namun tetap di atas nilai limit.
Apabila penawaran dilakukan secara tertulis, Pejabat lelang membagikan formulir surat penawaran kepada para peserta lelang untuk diisi oleh peserta lelang. Dalam hal ini, setelah surat penawaran tersebut telah mencapai nilai limit, maka penawaran yang tertinggi yang mencapai limit tersebut ditunjuk sebagai pembeli. Akan tetapi apabila harga dalam surat penawaran ternyata belum ada yang mencapai nilai limit, maka lelang data dilanjutkan kembali dengan penawaran secara lisan dengan harga naik-naik sampai terdapat penawaran akhir yang mencapai/melampaui nilai limit.
Peserta lelang yang mengajukan penawaran tertinggi dan telah mencapai nilai limit ditetapkan sebagai pembeli oleh Pejabat Lelang. Pembeli wajib melunasi pembayaran hasil lelang selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja setelah pelaksanaan lelang. Ketentuan yang mengatur tentang tenggang waktu pembayaran ini dapat disimpangi apabila ada dispensasi pembayaran hasil lelang.
1. Tahap Setelah Pelaksanaan Lelang (Pasca Lelang)
2. Setelah lelang selesai dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku, tugas selanjutnya dari Pejabat Lelang adalah :
3. Menyerahkan hasil lelang kepada yang berhak menerimnya.
4. Menyetorkan bea lelang dan uang masuk ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak.
5. Menyelesaikan pembuatan risalah lelang sebagai berita acara pelaksanaan lelang sekaligus kelengkapan bagi pembeli lelang untuk membalik nama atas barang yang telah dibelinya atau digunakan untuk keperluan lainnya.
6. Setelah semua persyaratan pembayaran diselesaikan oleh pembeli maka ia berhak untuk menerima petikan risalah lelang beserta dengan dokumen-dokumen yang terkait dengan barang yang dibelinya.
Kartono, menyebutkan “apabila si debitur tidak membayar hutangnya dengan sukarela atau tidak membayarnya, walaupun telah ada keputusan pengadilan yang menghukumnya supaya melunasi hutangnya, atau karena tidak mau untuk membayar seluruh hutangnya, maka semua harta bendanya disita untuk dijual.7
Penjualan harta benda yang disita itu dilakukan dengan cara lelang, yaitu dijual di depan umum. Bagi yang berminat pada barang lelangan itu melakukan penawaran, sedangkan mereka yang dinyatakan sebagai pembeli lelang adalah yang menawar dengan jumlah harga tertentu (menyaingi penawar lainnya). Lelang eksekusi merupakan tindakan penjualan dengan tatacara khusus terhadap harta benda milik tereksekusi untuk menjalankan putusan pengadilan.
Lelang eksekusi sebagai tindak lanjut pelaksanaan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tersebut menyangkut citra hukum dan wibawa pengadilan, karena keberhasilan lelang eksekusi adalah tujuan para pencari keadilan. Di pihak lain lelang eksekusi memberatkan tereksekusi karena tindakan itu menyangkut harta bendanya yang pada prinsipnya
“terlepas dari kehidupan keluarga, semua kegiatan manusia ditujukan untuk memperoleh hak-hak kebendaan (mutlak) dan hak-hak yang bersifat pribadi, sejauh Undang-undang memberikan peraturan untuk itu”.8 Sehubungan dengan itu Bismar Siregar menyebutkan “Prosedur Eksekusi Barang Jaminan digunakan tidak hanya berdasarkan hukum formal tercantum dalam peraturan perundang-undangan dalam hal ini Hukum Acara Perdata (HIR dan Pasal-pasalnya), tetapi harus berdasarkan Pancasila.9
Dari uraian yang telah penulis kemukakan di atas, dapat disebutkan bahwa prosedur permohonan sita jaminan
adalah sebagai berikut. Pertama – tama pihak penggugat mengajukan permohonan sita kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara tersebut. Permohonan ini dapat diajukan bersamaan dengan gugatan atau diajukan secara terpisah dari gugata. Dalam permohonan ini disebutkan jenis benda yang dimohonkan sita serta posisi atau letak dari benda yang dimohonkan sita.
Kemudian hakim yang mengadili perkara tersebut memeriksa permohonan sita yang diajukan oleh pihak penggugat. Apabila permohonan tersebut beralasan, maka pengadilan akan mengeluarkan surat penetapan sita. Tetapi apabila permohonan tersebut tidak beralasan, maka permohonan sita tersebut akan ditolak oleh pengadilan. Jika permohonan sita dikabulkan oleh hakim dan perkara tersebut dimenangkan oleh pihak penggugat, maka dalam putusan hakim disebutkan bahwa penetapan sita dinyatakan sah dan berharga.
Tetapi apabila gugatan tersebut dimenangkan oleh pihak tergugat, maka dalam putusan hakim disebutkan bahwa penetapan sita dinyatakan diangkat. Apabila dalam perkara tersebut pihak penggugat dimenangkan oleh pengadilan dan dalam putusan disebutkan bahwa penetapan sita dinyatakan sah dan berharga, maka langkah selanjutnya jika pihak tergugat tidak bersedia melaksanakan putusan dengan sukarela, maka pihak pengugat dapat mengajukan penetapan sita eksekusi kepada pengadilan. Kemudian benda yang telah diletakkan sita tersebut, dapat dieksekusi dengan cara dilelang, guna mengambil penulasan dari kewajiban pihak tergugat. Pelaksanaan eksekusi dalam bentuk lelang dilakukan oleh Balai lelang oleh juru lelang yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pelaksanaan lelang ini meliputi 3 tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan lelang dan tahap pasca lelang.
3.8 Akibat Hukum Sita Jaminan
Setiap tindakan hukum tentu akan melahirkan akibat hukum, demikian juga dalam masalah penyitaan.
Penyitaan yang dilakukan oleh pengadilan membawa akibat hukum, bahwa pihak pemilik benda yang bendanya telah ditetapkan sebagai benda yang berada dibawah penyitaan, tidak berhak lagi untuk mengalihkan harta yang telah disita tersebut. Berarti dengan adanya penetapan sita, pihak pemilik benda telah kehilangan sebagian dari hak atas benda miliknya sendiri.
Sebagai akibat dari kehilangan sebagian hak ini, maka pihak pemilik benda tidak dapat lagi mengalihkan dalam bentuk menjual atau mengagunkan benda tersebut kepada pihak lain.
Jika pihak pemilik benda mengalihkan benda yang telah dinyatakan disita tersebut, maka secara hukum ia telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum.
Dalam arti melakukan perbuatan diluar kewenangan untuk bertindak. Ketentuan yang demikian dapat diancam dengan dua sanksi hukum yaitu hukum perdata dan hukum pidana.
Secara perdata orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan dalam bentuk mengalihkan suatu benda yang bukan merupakan kewenangannya, maka perbuatan hukum itu dapat dibatalkan dan tindakan orang yang mengalihkan tersebut dapat diancam dengan tuntutan ganti rugi oleh pihak yang dirugikan sebagai akibat dari perbuatannya tersebut. Hal yang demikian diatur dalam Pasal 1356 KUH Perdata yang menyatakan bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, maka wajiblah orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Sedangkan secara pidana, perbuatan mengalihkan benda yang telah dinyatakan disita, dapat diancam dengan Pasal 231 KUH Pidana. Pasal 231 KUH Pidana menyebutkan (1). Barang siapa melepaskan barang yang telah disita menurut peraturan perundang-undangan atau melapaskan simpanan atas perintah hukum, atau menyembunyikan barang itu sedang diketahuinya bahwa barang itu dilepaskan dari sitaan atau simpanan itu, dihukum penjara selama – lamanya empat tahun. (2).
Dengan hukuman itu juga dihukum barangsiapa dengan sengaja membinasakan, merusakkan atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi suatu barang yang disita menurut peraturan perundang – undangan. (3).
Sipenyimpan yang dengan sengaja melakukan atau membiarkan salah satu perbuatan ini, atau membantu orang yang membantu kejahatan ini, dihukum penjara setinggi – tingginya lima tahun. (4). Jikalau salah satu perbuatan itu terjadi lantaran kelalaian sipenyimpan, maka dihukum kurungan setinggi – tingginya satu bulan, denda setinggi – tingginya Rp. 1.800.11
Dari pasal di atas, dapat diketahui bahwa ancaman pidana terhadap pelepasan barang sitaan, tidak saja dapat dikenakan kepada pihak yang melakukan perbuatan tersebut, tetapi juga bagi pihak lain yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung.
Jika dikaitkan dengan ketentuan perdata, maka pelaku dalam hal ini adalah pemilik benda asal yang mengalihkan benda yang telah disita dapat dikenakan ketentuan Pasal 231 KUH Pidana. Demikian pula pihak pembeli atau penyimpan yang membeli atau menyimpan barang sitaan secara tidak berhak, maka dapat diancam dengan ketentuan Pasal 231 KUH Pidana.
4. Kesimpulan
Prosedur permohonan sita jaminan adalah sebagai berikut. Pertama – tama pihak penggugat mengajukan permohonan sita kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara tersebut. Permohonan ini dapat diajukan bersamaan dengan gugatan atau diajukan secara terpisah dari gugata. Dalam permohonan ini disebutkan jenis benda yang dimohonkan sita serta posisi atau letak dari benda yang dimohonkan sita.
Kemudian hakim yang mengadili perkara tersebut memeriksa permohonan sita yang diajukan oleh pihak penggugat. Apabila permohonan tersebut beralasan,
maka pengadilan akan mengeluarkan surat penetapan sita. Tetapi apabila permohonan tersebut tidak beralasan, maka permohonan sita tersebut akan ditolak oleh pengadilan.
Akibat hukum dari adanya sita jaminan adalah pihak pemilik benda yang harta bendanya disita, telah kehilangan hak atas benda yang semula dimilikinya. Hak yang dinyatakan hilang tersebut adalah hak untuk mengalihkan harta yang disita tersebut. Apabila pemilik benda yang disita mengalihkan objek sitaan, maka dapat dikenakan sanksi hukum dalam bentuk sanksi perdata dan saksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata dan Pasal 231 KUH Pidana.
Daftar Rujukan
Emirzon Joni, 2001, Alternatif Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Mertokusumo Sudikno, 1986, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty Yogyakarta.
---, 1988, Mengenal Hukum, Liberty Yogyakarta.
---, 1984, Bunga Rampai Ilmu Hukum, Liberty Yogyakarta.
Harahap M. Yahya, 1984, Permasalahan Dan Penerapan Sita Jaminan, Pustaka, Bandung
---, 1988, Ruang Lingkungan Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, PT. Gramedia, Jakarta, 1988
Kartono, 1977, Hak-hak Jaminan Kredit, Pradnya Paramita, Jakarta.
Projodikoro Wirjono, 1991, Hukum Acara Perdata Di Indonesia, Sumur Bandung.
Subekti R, 1989, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Bandung.
---, & R. Tjitrosudibio, 1986, Kitab Undang – Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta.
Suijling, J.PH., (terjemahan Hoesein Soemadiredja), 1985, Hak-hak Subjektif Dalam Hukum Perdata dan Hukum Publik Positif, Amrico, Bandung.
Siregar Bismar, 1983, Berbagai Segi Hukum dan Perkembangannya dan Masyarakat, Alumni, Bandung.
Soeroso, R, 1980, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana, Politea Bogor.
Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Jakarta.