• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. BAB II Imam Susetyo 1510201025

N/A
N/A
Pondnaravit

Academic year: 2025

Membagikan "3. BAB II Imam Susetyo 1510201025"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Publik

Manajemen publik atau dapat juga disebut manajemen pemerintah secara umum merupakan suatu upaya pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan publik dengan menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia. Manajerialisme sektor publik berorientasi pada pemenuhan tujuan, pencapaian visi dan misi organisasi yang sifat pemenuhannya jangka panjang (Mahmudi, 2010:37).

Perkembangan paradigma manajemen publik terbagi menjadi 3 konsep yaitu:

a. Old Public Administration

Wodrow Wilson dalam Thoha (2008:72-73) mengemukakan konsep pemerintahan dalam konsep Old Public Administration (yang kemudian dikenal dengan OPA) mempunyai tugas melaksanakan kebijakan dan memberikan pelayanan yang pada pelaksanaannya dilaksanakan dengan netral, professional, dan lurus mengarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Ada setidaknya dua tema kunci memahami OPA yang telah diletakkan oleh Wilson. Pertama, ada perbedaan yang jelas antara politik dengan administrasi. Perbedaan itu dikaitkan dengan akuntabilitas yang harus dijalankan oleh pejabat terpilih dan kompetensi yang netral dimiliki oleh administrator. Kedua, adanya perhatian untuk menciptakan struktur dan strategi pengelolaan administrasi yang memberikan hak organisasi publik dan manajernya yang memungkinkan untuk menjalankan tugas- tugas secara efektif dan efisien.

(2)

13 b. New Public Management

Organisasi sektor publik sering divisualisasikan sebagai organisasi yang kaku, tidak inovatif, minim kualitas, dan beberapa kritikan lainnya hingga memunculkan sebuah gerakan reformasi di sektor publik yaitu dengan adanya konsep New Public Management (NPM). Ditinjau dari perspektif historis, istilah New Public Management pada awalnya dikenalkan di Eropa tahun 1980-an dan 1990-an sebagai reaksi terhadap tidak memadainya model administrasi publik tradisional (Mahmudi, 2010:33-34). Konsep OPA perlahan tergantikan dengan konsep NPM yang mampu menjawab adanya tuntutan masyarakat yang semakin besar agar sektor publik dapat manghasilkan produk (barang/jasa) yang memiliki kualitas lebih baik atau minimal sama dengan yang dihasilkan sektor swasta.

c. New Public Service

Periode ketiga dalam perkembangan manajemen publik yaitu periode New Public Service (NPS). Berbeda dengan konsep model klasik dan NPM, konsep NPS adalah konsep yang menekankan berbagai elemen. Walaupun demikian NPS mempunyai normatif model yang dapat dibedakan dengan konsep-konsep lainnya.

Thoha (2008:84) menyatakan bahwa ide dasar dari NPS dibangun dari konsep- konsep; (1) teori democratic citizenship; (2) model komunitas dan civil society;

(3) organisasi humanism; (4) postmodern ilmu administrasi publik.

Hakikatnya menurut Islamy (2003:56), manajemen publik memiliki karakter antara lain:

1. Manajemen publik merupakan bagian yang sangat penting dari administrasi publik (yang merupakan bidang kajian yang lebih luas), karena administrasi publik tidak membatasi dirinya hanya pada

(3)

14 pelaksanaan manajemen pemerintahan saja tetapi juga mencakup aspek politik, sosial, kultural, dan hukum yang berpengaruh pada lembaga- lembaga publik;

2. Manajemen publik berkaitan dengan fungsi dan proses manajemen yang berlaku baik pada sektor publik (pemerintahan), maupun sektor diluar pemerintahan yang tidak bertujuan mencari untung (nonprofit sector);

3. Manajemen publik memfokuskan atau mengarahkan administrasi publik sebagai suatu profesi dan manajernya sebagai praktisi dari profesi tersebut;

4. Manajemen publik berkaitan dengan kegiatan internal (internal operations) dari organisasi pemerintahan maupun sektor non pemerintahan yang tidak bertujuan mencari untung;

5. Manajemen publik secara spesifik menyuarakan tentang bagaimanakah organisasi (organizational how to) publik melaksanakan kebijakan publik;

6. Manajemen publik memanfaatkan fungsi-fungsi: perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan sebagai sarana untuk mencapai tujuan publik, maka berarti memfokuskan diri pada the managerial tools, techniques, knowledges and skills yang dipakai untuk mengubah kebijakan menjadi pelaksanaan program

Pelaksananya, manajemen publik selalu menghadirkan perkembangan dengan mengadopsi konsep majamenen sektor swasta, guna meningkatkan kepuasan masyarakat terutama dalam memendapatkan pelayanan pubik. Selain itu tentunya efektivitas dan efisiensi serta fleksibilitas dalam memberikan pelayanan harus terus di tingkatkan. Nilai publik merupakan perkembangan dari konsep

(4)

15 manajemen publik dimana masyarakat berperan menentukan apakah sebuah kebijakan publik sudah sesuai atau belum dalam pelaksananya.

2.2. Nilai Publik (Public Value)

Nilai publik pada dasarnya adalah bagaimana masyarakat menilai sebuah organisasi, pelayanan, program dan lain sebagainya. Penciptaan nilai publik dibangun dari suatu strategi organisasional yakni Trilogi Strategi (a strategic triangle) yang dipopulerkan oleh Mark Moore. Spano berpendapat bahwa nilai publik dapat tercapai bilamana layanan yang dihasilkan oleh organisasi sektor publik memenuhi kebutuhan penduduk, sehingga semakin tinggi kepuasan masyarakat, semakin besar nilai publik yang diciptakan (Spano:2009). Nilai publik adalah nilai untuk publik. Nilai untuk publik adalah hasil evaluasi tentang bagaimana kebutuhan dasar individu, kelompok dan masyarakat secara keseluruhan dipengaruhi dalam hubungan yang melibatkan publik. Nilai publik kemudian juga merupakan nilai dari publik, yaitu, "diambil" dari pengalaman publik.3

Berbicara mengenai nilai publik itu sendiri, nilai publik dapat diartikan sebagai sebuah pemikiran dan tindakan strategis oleh para pembuat kebijakan publik dan manajer, dalam menghadapi kompleksitas dan penghematan atau sebuah sarana populer untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi pelayanan publik (Moore, 1995). Ini menyediakan sebuah kerangka kerja inklusif untuk memeriksa kinerja administrasi publik pada proses penciptaan nilai publik bagi warga (Kelly et all, 2002: Alford dan O‟Flynn). Nilai publik itu sendiri berasal

3 Timo Meynhardt. 2009. Public Value Inside: What is Public Value Creation?. International Journal of Public Administration. Vol.32, Issue 3-4: Hal 192

(5)

16 dari keyakinan, aspirasi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat untuk mempertahankan dan mensejahterakan kehidupan fisik dan kejiwaannya.4

Kepuasan masyarakat dianggap sangat penting dalam menciptakan public value (Kelly et al., 2002). Pengukuran public value didapatkan dari usulan delapan indikator kesuksesan penerapan public value oleh Kearns (2004).

Kedelapan indikator tersebut adalah :

1. Semakin banyaknya masyarakat yang menggunakan layanan.

2. Meningkatnya level kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik yang diberikan.

3. Meningkatnya informasi dan pilihan yang tersedia bagi masyarakat.

4. Menciptakan dan lebih fokus pada pelayanan yang dipercaya oleh masyarakat.

5. Meningkatnya fokus pelayanan yang baru dan inovatif sesuai dengan yang paling banyak dibutuhkan oleh masyarakat.

6. Berkurangnya biaya yang dibutuhkan dalam penyediaan layanan.

7. Adanya perbaikan dalam penyampaian hasil (layanan kepada masyarakat).

8. Berkontribusi untuk memperbaiki level kepercayaan antara masyarakat dengan pemerintah

Para manajer sektor publik harus berpikir strategis dan seimbang terhadap ketiga aspek pelayanan dan nilai publik. Ketiga aspek harus berjalan secara seimbang dan beriringan karena apabila salah satu diabaikan maka penciptaan nilai publik yang diharapkan akan hilang.5 Ketiga komponen utama pelayanan

4 M. Irfan Islamy. 2007. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta:PT Bumi Aksara. hlm.120

5 M. H Moore. 1995. Creating Public Value. Strategic Management in Government. Cambridge:

Harvard University Press. Hal 74

(6)

17 publik tersebut merupakan fitur pembeda antara pelayanan publik dengan pelayanan yang diberikan oleh sektor swasta. Pertama adalah pelayanan (services), merupakan azas utama pelayanan publik melalui pelayanan yang bermutu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan prinsip-prinsip yang benar seperti keterbukaan, keadilan dan kepastian hukum. Kedua, manfaat (outcomes) yaitu seperti pengurangan kemiskinan, kesehatan publik, ketertiban dan kenyamanan kota. Manfaat yang dihasilkan oleh pelayanan publik kental dengan kepentingan publik yang bukan mencari keuntungan sehingga akan terjadi ambigu bila pelayanan publik di-drive oleh prinsip-prinsip yang dipakai oleh korporasi, karena manfaat layanan publik lebih mengutamakan manfaat sosial, lingkungan hidup yang berkelanjutan (sustainable) serta ketertiban umum. Dan ketiga adalah kepercayaan (trust), setiap organisasi pelayanan publik dibentuk untuk menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dengan cara partisipasi dan keterlibatan yang lebih nyata.

O'Flynn (2002) menilai konsep "nilai publik" telah digambarkan sebagai struktur multideminsi, sebagai cermin dari ekspresi kolektif yang diciptakan tidak hanya melalui hasil, tetapi juga melalui proses yang dapat menghasilkan kepercayaan dan kesetaraan. Simbol utama dari pendekatan nilai publik yang harus dipenuhi yaitu:

a. Legitimasi dan Dukungan (Legitimacy and Support)

Legitimasi dan dukungan menjadi sah dan berkelanjutan secara politis yang menarik cukup banyak waktu dan dukungan secara bersamaan dari lingkungan yang memberikan otoritas pemangku kepentingan politik dan lainya dengan alasan pengakuan atas kekuatan politis mereka. secara

(7)

18 sederhana adalah adanya payung hukum yan jelas dan mendapat dukungan dari pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pemilik kekuatan politis.

b. Kemampuan Operasional (Operational Capabilities)

Kemampuan operasional dapat diartikan bahwa program tersebut layak dilakukan dan dapat dilakukan serta tersedia dukungan organisasi sehingga mampu mengelola sumberdaya operasional yang diperlukan untuk memenuhi hasil yang diinginkan. sederhananya adalah adanya sebuah lembaga yang dapat mengelola program tersebut sehingga dapat menghasilkan nilai publik.

c. Nilai Substansial (Subtantively Valuable)

Nilai substansial dalam segitiga triangel Moore ditujukan untuk menciptakan suatu yang secara substansial berharga. Peran administrasi publik di masyarakat sebagai tidak hanya sebagai penyedia layanan dan jaminan sosial, melainkan juga pencipta potensi nilai publik dan pembentuk yang proaktif baik di bidang politik, sosial, ekonomi maupun budaya.

Masih dalam lingkup yang sama, nilai publik dijabarkan menjadi berbagai sub aspek agar lebih memudahkan dalam mencapai tujuannya. Sub aspek tersebut dikenal dengan score nilai publik yaitu:

(8)

19 Tabel 2.1: Nilai Umum

Sumber: Moore dalam Kavanagh,Shayne. 2014. Defining and Creating Value for the Public.

Tabel 2.2 : Legitimasi dan Kapasitas

Perspektif Legitimasi dan Dukungan Perspektif Kapasitas Operasional Penyesuaian misi dengan nilai-nilai

yang melekat di masyarakat

Aliran sumber dana Berdiri dengan otoritas resmi Sumber daya manusia Liputan media

Kebijakan, program, dan prosedur operasional

Berdiri sendiri dalam pemerintahan Output organisasi Posisi organisasi

Peran pemerintah untuk mendukung kebijakan tersebut

Keterlibatan masyarakat

Sumber : Morre dalam Kavanagh,Shayne. 2014. Defining and Creating Value for the Public.

Penggunaaan Aset Dan Biaya Keuangan Secara Kolektif

Pencapaian Hasil Sosial Yang Dianggap Kolektif

Biaya keuangan Pencapaian misi

Konsekuensi negatif yang tidak disengaja

Kepuasan Masyarakat Biaya sosial menggunakan otoritas Hukum dan keadilan

(9)

20 Pendekatan lain mengenai nilai publik yaitu nilai publik berbasis psikologi yang pertama kali disebutkan oleh Meynhardt pada tahun 2007 dan selanjutnya dirinci dalam artikelnya Public Value Inside: What is Public Value Creation?

(2009a). Tidak seperti Moore (1995) dan Bozeman (2002; 2007) pendekatan untuk nilai publik, Meynhardt memberikan dasar untuk konsepsi lebih halus dari nilai: Dia tidak hanya jangkar nilai publik dalam pendekatan relasional dengan nilai-nilai dan komprehensif dalam sebuah landasan ontologis di dasar kebutuhan manusia, tetapi juga menghubungkannya dengan gagasan masyarakat yang berakar pada representasi individu dan kelompok. Sederhananya: nilai Umum mencerminkan kebutuha dasar, dan kebutuhan dasar membentuk landasan untuk nilai masyarakat.

Tabel 2.3 : Hubungan antara kebutuhan dasar dan dimensi dasar nilai.

Kebutuhan Dasar Untuk...

Penerjemahan Motivasi Untuk...

Dimensi Nilai Dasar 1. Evaluasi diri yang

positif

• ... konsep positif diri dan harga diri

(Moral-Etis)

• ... hubungan yang konsisten antara diri dan lingkungan

• ... merasakan harga diri yang tinggi (dibandingkan sosial)

2. Memaksimalkan kesenangan dan menghindari rasa sakit

• ... perasaan positif dan menghindari perasaan-perasaan negatif

(Hedonistic- Estetis)

• ... arus pengalaman

• ... pengalaman afeksi diri karena tindakan yang diambil

(10)

21 3. Mendapatkan

kontrol dan koherensi atas sistem konseptual seseorang

• ... memahami dan mengendalikan lingkungan

(Utilitarian- Instrumental

)

• ... meramalkan hubungan sebab dan akibat

• ... kemampuan untuk mengendalikan harapan sehingga dapat tercapai hasil yang diinginkan

4. Hubungan yang positif (Politik- sosial)

• ... keterkaitan dan rasa meiliki

(Politik- Sosial)

• ... lampiran, identitas kelompok

• ... keseimbangan optimal antara keintiman dan jarak

Sumber : Public Value Inside: What is Public Value Creation? (2009a).

Nilai publik yang pertama kali mencetuskan adalah Moore pada tahun 1995. Moore menyebutkan bahwa “manajemen strategis” di sektor publik secara umum mensyaratkan: “1) berfokus pada jangka panjang dalam jangka pendek; 2) menghadiri masalah besar dengan dampak besar pada kinerja, bukan masalah kecil dengan dampak pada produktivitas; dan 3) berkonsentrasi pada tujuan akhir, bukan kebutuhan.”Moore berpendapat bahwa penekanan lebih besar harus ditempatkan pada menemukan kesesuaian antara organisasi dan lingkungan eksternal di mana organisasi yang beroperasi. Oleh karena itu, mendiagnosis lingkungan eksternal dan kemudian posisi organisasi yang sesuai adalah bagian penting dari manajemen strategis yang sering kurang ditekankan dalam organisasi sektor publik. Manajer publik sering melihat manajemen kinerja sebagai teknis menantang daripada politik atau filosofis. Moore berpendapat bahwa aspek politik

(11)

22 dan filosofis dari manajemen kinerja publik setidaknya sama pentingnya dengan aspek teknis.

Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencapai sebuah hasil nilai publik, pejabat publik harus mempertimbangkan seluruh “rantai nilai.” Rantai nilai dimulai dengan input dan bergerak ke proses produksi (misalnya, kebijakan, program, kegiatan) yang digunakan untuk mengubah input menjadi output, yang kemudian mempengaruhi klien (misalnya, warga, penerima, dll), yang mengarah ke hasil sosial yang tujuan dimaksudkan kegiatan. Manajemen publik sering terfokus hanya pada satu bagian dari rantai nilai. Sebagai contoh, sistem penganggaran tradisional difokuskan hampir secara eksklusif pada “input” aspek rantai nilai. Baru-baru ini, perhatian telah ditempatkan pada “ukuran kinerja hasil,” sering dengan implikasi bahwa langkah-langkah lain (misalnya, output, produktivitas) lebih rendah.

Public value menurut Moore tertuang dalam The Strategic Triangel yang terdiri dari 1. Legitimacy and Support, 2. Public Value, 3. Operational Capacity.

Ketiganya merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Konsep tersebut hampir sama dengan apa yang di tulis oleh Spano. Dari berbagai teori yang berkembang mengenai public value. Penulis menggabungkan berbagai teori dan diambil 3 aspek lebih jelas agar nantinya tercipta nilai publik yang lebih baik.

2.3. Kartu Indonesia Sehat (KIS)

Tugas pemerintah daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 sebelum dirubah menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 adalah mengembangka program jaminan kesehatan daerah. Untuk melaksanakan program tersebut maka pemerintah Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan

(12)

23 kabupaten/kota yang ada melaksanakan program tersebut dengan dasar Perda Nomor 10 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Adanya peraturan tersebut mengharapkan Jamkesda dapat berjalan dengan berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat, dan keadilan kesehatan bagi seluruh masyarakat Jawa Tengah.

Jamkesda sendiri adalah program jaminan bantuan pembayaran biaya pelayanan kesehatan yang diberikan pemerintah provinsi bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota kepada masyarakat yang belum memiliki Jamkesmas atau asuransi kesehatan lainya. Adanya program ini diharapkan masyarakat kurang mampu dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai. Sehingga kebutuhan dasar masyarakat dalam segi peningkatan kesehatan dapat terwujud.Dalam pelaksanaan program Jamkesda ini, masih mempunyai beberapa kelemahan sehingga nantinya lahir program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kelemahan yang ada adalah karena sistem pendaftaran kepesertaan program Jamkesda adalah kewenangan pemerintah daerah sendiri maka timbul nepotisme, yaitu kepesertaan dari lingkup anggota keluarga yang seharusnya bukan peserta Jamkesda masuk penjadi peserta Jamkesda. Selain itu tidak adanya payung hukum yang jelas mengenai mekanisme penyelenggaraan Jamkesda di tingkat pusat, sehingga setiap daerah mendefinisikan sendiri program Jamkesda yang dijalankannya. Dengan demikian, terciptalah berbagai variasi skema penyelenggaraan mulai dari jumlah dan jenis peserta, manfaat, premi, sampai dengan mekanisme penyelenggaraan.

Penyelenggaraan Jamkesda juga belum didukung oleh sumber daya manusia yang memadai, sehingga tidak sedikit Jamkesda yang „kebobolan‟ karena tidak

(13)

24 mampu melakukan kendali biaya. Dari berbagai masalah yang timbul, maka pada tahun 2014 pemerintah berusaha mengintegrasikan program Jamkesda tersebut kedalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sistem tersebut kemudian kita kenal dengan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang pengelolaanya dilakukan oleh sebuah badan bernama Badan Pelaksana Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).

2.1.1.2 Proses integrasi dari Jamkesda menuju JKN sendiri masih menemui beberapa kendala seperti yang terdapat di laporan Bapenas mengenai Satu Tahun Pelaksanaan JKN (2015) yaitu:

a. Belum ada landasan hukum yang kuat mengenai instruksi pengintegrasian Jamkesda. Amanat integrasi Jamkesda pada 1 Januari 2016 hanya datang dari Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019 yang disepakati oleh K/L terkait namun tidak diperkuat dengan landasan hukum yang sesuai dengan peraturan perundangan. Pemda pun masih banyak yang belum mengetahui adanya ketentuan tersebut.

b. Rendahnya kemauan politik pemerintah daerah akibat kurangnya pemahaman mengenai program JKN dan janji politik untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi seluruh penduduknya.

c. Kapasitas fiskal yang masih rendah sehingga anggaran Jamkesda tidak cukup untuk pembayaran iuran PBI JKN. Selain itu, beberapa Jamkesda belum menemukan kesepakatan mengenai sharing iuran antara pemerintah provinsi dengan kab/kota dalam membiayai iuran.

(14)

25 d. Anggaran Jamkesda saat ini, yang jauh lebih kecil dari iuran PBI JKN, sudah mencukupi kebutuhan yang ada. Meskipun harus diakui cakupan manfaat yang diberikan lebih rendah dibandingkan manfaat JKN.

e. Kepesertaan JKN memerlukan identitas peserta yang lengkap berikut NIK, sedangkan kepesertaan Jamkesda banyak yang bersifat terbuka karena pemda belum mampu menentukan kriteria dan melakukan pendataan untuk masyarakat miskin. Akibatnya, integrasi Jamkesda ke JKN menjadi sulit dilakukan.

f. Mekanisme pengelolaan Jamkesda secara mandiri memungkinan adanya sisa dana pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk tahun selanjutnya.

g. Pelayanan Jamkesda dianggap lebih baik dibanding program JKN.

h. Isu perluasan kepesertaan KIS membuat Pemda mengharapkan dimasukannya PBI daerah menjadi PBI Pusat.

Karena mengingat pentingnya integrasi Jamkesda menjadi JKN, maka beberapa daerah dengan sadar melakukan proses integrasi tersebut pada tahun 2015. Upaya daerah dilakukan dengan (i) menyesuaikan jumlah peserta dan anggaran dana Jamkesda, (ii) menentukan kriteria peserta Jamkesda, (iii) melakukan pendataan penerima Jamkesda, serta (iv) menyiapkan regulasi yang dibutuhkan.

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan jaminan perlindungan kesehatan yang diperuntukan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.

Setiap penduduk Indonesia dan Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal di Indonesia minimal enam bulan harus mendaftar sebagai peserta JKN. Ketentuan

(15)

26 ini sesuai dengan prinsip pelaksanaan asuransi sosial yang diadopsi oleh JKN, yaitu kepesertaan wajib.

Pelaksaan program JKN tersebut dibagi kedalam dua kelompok kepersetaan menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Direktorat Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat dalam Laporan Satu Tahun Pelaksanaan JKN (2015), yaitu:

a. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI). Peserta PBI merupakan peserta JKN yang iurannya dibayarkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah. Sebagian besar peserta PBI adalah penduduk miskin dan tidak mampu. Peserta PBI Pusat ditetapkan oleh Menteri Sosial. Pada tahun 2014 ditetapkan 86,4 juta jiwa penduduk miskin dan tidak mampu, atau sekitar 36% penduduk termiskin, sebagai peserta PBI. Data peserta PBI bersumber dari Basis Data Terpadu (BDT) hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial Tahun 2011. Peserta PBI Daerah didaftarkan oleh pemerintah daerah melalui mekanisma Jamkesda. Peserta PBI daerah adalah penduduk yang belum dicakup oleh JKN, dan tidak semuanya miskin. Beberapa daerah menyediakan bantuan iuran bagi seluruh rakyatnya tanpa kecuali di daerahnya masing-masing.

b. Peserta Bukan PBI. Peserta bukan PBI dibagi lagi menjadi tiga kategori berdasarkan jenis pekerjaan, yaitu (1) pekerja penerima upah (PPU) dan anggota keluarganya, (2) pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan anggota keluarganya, serta (3) bukan pekerja (BP) dan anggota keluarganya.

(16)

27 Tabel 2.4: Kelompok Kepersertaan JKN PBI

Definisi Mekanisme Pendaftaran

1. Orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu

2. Kelompok masyarakat lain yang diputuskan Pemerintah Daerah untuk memperoleh bantuan iuran

1. PBI Pusat ditetapkan oleh Menteri Sosial.

2. PBI Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah.

3. Iuran dibayarkan oleh pemerintah langsung kepada BPJS Kesehatan.

Sumber: Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan

(17)

28 Tabel 2.5 : Kelompok Kepesertaan JKN - NON PBI

Jenis Definisi Mekanisme Pendaftaran

a. PPU dan

keluarganya

Setiap orang yang bekerja pada pemberi kerja dengan menerima gaji atau upah.

Contoh: PNS, TNI, Polri, Pejabat Negara, Pegawai Pemerintah Non-PNS, Pegawai Swasta, Pegawai BUMN, dll

1. Pemberi Kerja wajib mendaftarkan dirinya, pekerjanya, beserta anggota keluarganya.

2. Iuran dibayarkan sebagian oleh pemberi kerja dan sebagian lagi oleh pekerja.

b. PBPU dan keluarganya

Setiap orang yang bekerja atau berusaha atas risiko sendiri. Contoh: pekerja di luar hubungan kerja, pekerja mandiri, dll.

1. PBPU wajib mendaftarkan diri dan keluarganya.

2. Iuran dibayarkan sepenuhnya oleh PBPU.

c. BP dan keluarganya

Yang tergolong bukan pekerja adalah investor, pemberi kerja, penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan, dan bukan pekerja lain yang mampu membayar iuran.

1. BP wajib mendaftarkan diri dan keluarganya.

2. Iuran dibayarkan sepenuhnya oleh BP kecuali bagi penerima pensiun, veteran, perintis kemerdekaan.

Sumber: Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan

(18)

29 Penelitian ini hanya akan membahas JKN yang menjadi kelompok PBI Kabupaten. PBI daerah sendiri nantinya akan mendapat manfaat yang sama dengan PBI dari Pemerintah Pusat, kabupaten lain, maupun PBI yang dibayarkan oleh provinsi. Perbedaanya hanya pada sumber dana pembayaran iuran yang ditanggung sesuai dengan kemampuan anggaran masing-masing daerah.

Penentuan penerima bantuan sendiri adalah mereka yang sudah terdaftar di kepesertaan Jamkesda dan bisa ditambah jika anggaran masih memungkinkan.

Setiap pemilik kartu PBI dari pemerintah mendapat bantuan iuran sebesar Rp 19.225,00 perbulan yang dibayarkan langsung oleh pemerintah kepada BPJS Kesehatan. Pengelolaan dana sendiri dilakukan oleh sebuah lembaga yang bernama BPJS Kesehatan.

2.1.1.3 Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) (menurut Buku Panduan Sosialisasi JKN (2014)) berikut:

a. Prinsip Kegotongroyongan

Gotongroyong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan peserta yang sehat membantu yang sakit.

Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

(19)

30 b. Prinsip Nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented).

Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar - besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar - besarnya untuk kepentingan peserta. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

c. Prinsip Portabilitas

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifatwajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Tahapan pertama dimulai dari pekerja di sektor formal, bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

(20)

31 e. Prinsip Dana Amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan - badan penyelenggara untuk dikelola sebaik - baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

f. Prinsip Hasil

Pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.

Program Kartu Indonesia Sehat diharapkan mempermudah masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta KIS nantinya tidak lagi terpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, tetapi pelayanan kesehatan harus dilakukan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Prinsip ini akan memberlakukan pelayanan kesehatan akan difokuskan di Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)/ Fasilitas kesehatan Primer seperti di puskesmas yang akan menjadi gerbang utama peserta KIS dalam mengakses pelayanan kesehatan.6

6 Abidin. 2016. Pengaruh Kualitas Pelayanan Bpjs Kesehatan Terhadap Kepuasan Pasien Di Puskesmas Cempae Kota Parepare. Jurnal MKMI, Vol. 12 No. 2, Juni 2016. Hal 71

(21)

32 2.4. Hasil Penelitian Yang Relevan

Tabel 2.6. Penelitian yang relevan

Judul: Analysis On Influence Of E-Government Public Service Quality (Government To Citizen) Towards To The Establishment Of Public Value (Case Study: Surabaya City). Berlian Maulidya Izzati. 2017.

Proses evaluasi pada layanan e-government membuat pihak pemerintah mampu menentukan apakah layanan yang mereka berikan kepada masyarakat sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat atau tidak. Dari evaluasi tersebut akan ditemukan kekuatan, kelemahan, serta acuan baru yang digunakan sebuah organisasi sebagai strategi yang berkaitan dengan perbaikan kualitas layanan. Dengan pemanfaatan fasilitas ICT yang efektif pada berbagai layanan publik, maka potensi pemerintah dalam menciptakan sebuah public value akan semakin besar dan berkelanjutan. Public value pada e-government dapat menjadi bahan pertimbangan yang akan membantu para pembuat keputusan (pemerintah) dalam merancang peraturan atau sebagai acuan awal dalam mengambil tindakan. Penelitian ini dilakukan kepada 74 orang responden yang sudah pernah mengakses layanan publik ssw.surabaya.go.id. Dari hasil pengujian yang dilakukan terhadap model pengukuran dan model struktural, diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan antara kualitas layanan publik e- government terhadap penciptaan public value (Hipotesis 4) dengan signifikansi nilai path coefficient yang tertinggi sebesar 0.454 dan t-statistic sebesar 3.785.

Selain itu juga terdapat hubungan signifikan antara Effective of public organization terhadap Public value (Hipotesis 5) dengan signifikansi nilai path

(22)

33 coefficient sebesar 0.267 dan t-statistic sebesar 2.303; serta Information quality terhadap Quality of public service in e-government (Hipotesis 1) dengan signifikansi nilai path coefficient yang tertinggi sebesar 0.454 dan t-statistic sebesar 3.785

Catatan: Penelitian tersebut menggunakan metode kuantitatif deskriptif perbedaan dengan penenelitian ini adalah pada penggunaan metode, dimana penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif.

Judul: Measuring the Public Value of e-Government: A Case Study From Sri Lanka – Kanishka Karunasena, Hepu Deng & Mohini Singh (2011)

Hal utama yang dibahas pada penelitian ini adalah bagaimana sebuah public value dapat tersampaikan pada layanan e-government yang disediakan oleh pemerintah. Hasil dari penelitian ini adalah sebuah framework yang dapat digunakan untuk mengevaluasi nilai publik yang ada pada layanan e- government. Dengan framework tersebut diharapkan permerintah mendapatkan gambaran dan pemahaman yang lebih baik serta mengenai kebijakan dan strategi yang perlu dilakukan dalam pengembangan e-government. Hal tersebut bertujuan agar layanan yang mereka berikan memberi dampak yang lebih baik kepada masyarakat.

Catatan: penelitian tersebut menghasilkan framework baru dalam bidang e- goverment namun tidak spesifik membahas permasalahan yang ada. Perbedaan dengan penelitian ini ada pada segi hasil dimana nantinya penelitian ini membahas sebuah program kebijakan pemerintah dari segi manajemen publik yang spesifik.

(23)

34 Judul: Public Value in Clean Water Management at the Local Water Supply Utility (PDAM) Tirta Kerta Raharja (TKR): Arsi1, Ida Widianingsih, Heru Nurasa dan Entang Adhy Muhtar (2019)

Hasil dari penelitian ini dapat dilihat bagaimana selama tiga tahun keluhan pelanggan berturut-turut terhadap penurunan pada PDAM TKR. Ini berarti bahwa pelanggan telah menaruh kepercayaan mereka di PDAM TKR, di mana keluhan dapat merespon dengan cepat sehingga mereka dapat menciptakan nilai publik yang baik untuk PDAM TKR. Namun, penelitian ini juga menemukan bahwa masih ada daerah di mana tingkat kepercayaan di PDAM TKR berkurang, seperti beberapa pelanggan yang memutuskan karena beberapa alasan, miskin menanggapi keluhan pelanggan, penanganan lambat sambungan air yang rusak.

Dari penjelasan tersebut, jasa, hasil, dan kepercayaan merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika salah satu dari mereka adalah baik, itu akan mempengaruhi orang lain. Demikian juga, sebaliknya, jika salah satu dari mereka adalah buruk, itu akan berdampak negatif di sisi lain. Jadi, nilai publik dari perusahaan (PDAM TKR) harus dilihat secara keseluruhan. Pada PDAM TKR, nilai public dibangun di mata masyarakat belum mencapai maksimal, terutama karena masih ada berbagai aspek yang perlu ditingkatkan, baik dari aspek manajemen dan layanan untuk membuat layanan yang sangat baik.

Dalam penelitian ini, nilai publik PDAM TKR belum terinternalisasi secara optimal, dan memerlukan adaptasi terhadap berbagai perubahan dalam organisasi. Selain itu, karakteristik pelanggan yang beragam dari PDAM TKR

(24)

35 membutuhkan strategi khusus untuk menanggapi kebutuhan mereka.

Catatan: penelitian terebut kurang memperlihatkan peran nilai publiknya.

Sedangkan penelitian ini fokus membahas mengenai nilai publik di dalam kaitanya dengan program KIS.

Judul : Public Value (Nilai Publik) Dari Inovasi Layanan Pengaduan Darurat Command Center 112 Kota Surabaya. Muhaimina (2018).

Public value (nilai publik) dari inovasi layanan pengaduan darurat command center 112 Kota Surabaya ini dijabarkan dalam tiga aspek yaitu legitimacy and support (legitimasi dan dukungan), operational capabilities (kemampuan operasional) dan subtantively valuable (nilai subtansial). Ketiga aspek ini memiliki peran penting dalam pembentukan public value (nilai publik) dari suatu layanan. Pelayanan publik akan dikatakan bernilai publik apabila memenuhi segitiga strategis public value (nilai publik). Berdasarkan hasil temuan di lapangan layanan pengaduan darurat command center 112 Kota Surabaya telah memenuhi ketiga aspek dari nilai publik dalam segitiga strategis Mark Moore, baik itu legitimacy and support (legitimasi dan dukungan), operational capabilities (kemampuan operasional) serta subtantively valuable (nilai subtansial). Namun berdasarkan temuan di lapangan, terdapat hal-hal yang masih kurang sesuai. Misalnya, menurut petugas masih ditemui beberapa masyarakat yang menggunakan layanan 112 ini untuk melaporkan kejadian yang tidak darurat atau bahkan memberikan laporan palsu untuk sekedar mengerjai petugas, kemudian juga terdapat masyarakat yang laporannya tidak dilayani oleh petugas lapangan serta sosialisasi belum mencakup masyarakat

(25)

36 Surabaya secara keseluruhan.

Catatan: perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah pada segi program yang diteliti.

(26)

37 2.5. Kerangka Berpikir

Gambar 2.1: Kerangka berfikir Administrasi Publik

Manajemen Publik Nilai Publik (Public Value)

O‟Flynn (2002):

-Legitimasi dan Support -Kemampuan Operasional -Nilai Substansial

Morre (1995):

-Nilai umum -Legitimasi

-Kapasitas Operasional

Nilai Substansial

-Nilai yang tercipta dimana peran administrasi bukan hanya sebagai penyedia layanan namun juga menciptakan potensi nilai di masyarakat.

Public value dalam program Kartu Indonesia Sehat Legitimasi dan support

- Adanya dukungan yang sah dan berkelanjutan secara politis dan mendapat pengakuan bersama dari lingkungan.

Kapasitas Operasional - Diartikan bahwa program tersebut layak dilakukan serta tersedia organisasi sehingga mampu mengelola program tersebut.

Sumber : Diolah oleh peneliti, 2019

Referensi

Dokumen terkait

jaminan persalinan dalam BPJS adalah pelayanan atau jaminan kesehatan yang diberikan. oleh pemerintah dengan pelayanan KB, bersalin, pelayanan nifas, dan

1) Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah. 2) Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada

Latar Belakang : Jaminan kesehatan daerah merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah salah satunya Provinsi Sumatera Barat dimana tujuan dari program

Dana sebagaimana dimaksud pada angka 1 (satu) adalah dana yang diperuntukkan untuk pelayanan kesehatan rujukan peserta Jamkesda dan pembayaran selisih biaya pelayanan

Kartu Cermat Bidang Kesehatan merupakan Program Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat kepada penduduk miskin dan

Dana Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin bagi Peserta Jamkesda adalah dana jaminan dari pemerintah Kabupaten Bandung untuk membiayai pelayanan kesehatan persalinan

Berdasarkan struktur organisasi, Program Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan dengan Sistem Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Sistem Pelayanan Kedokteran Keluarga terdapat

71 Tahun 2013 penyelenggara pelayanan kesehatan pada sistem jaminan sosial nasional adalah penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi semua fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan