• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep dan Pengertiannya

N/A
N/A
Trian Bhowwjogzz

Academic year: 2023

Membagikan " Konsep dan Pengertiannya"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Implementasi

Implementasi program atau kebijakan merupakan salah satu tahap yang penting dalam proses kebijakan publik suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak dan tujuan yang diinginkan.

Terdapat beberapa konsep mengenai implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Secara Etimologis, implementasi menurut kamus Webster dalam Wahab (2006:64) adalah sebagai berikut: Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar, to implement (mengimplementasikan) berate to providethe means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan To give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu).

Pengertian implementasi selain menurut webster diatas dijelaskan juga menurut Van Meter dan Van Horn bahwa Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh iindividu-individu/pejabat- pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Selanjutnya Mazmanian dan Sebastier juga menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa hakikat utama implementasi kebijakan adalah:

8

(2)

Memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah sesuatu program dinyatakkan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup usaha-usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Berdasarkan pendapat yang disampaikan para ahli diatas, disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu kejadian atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.

Untuk itu, George C. Edwards III dalam Ari Jauhari (2008:29) mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Komunikasi, yaitu yang berkaitan dengan suatu kondisi yang harus dipenuhi bahwa sebelum sebuah kebijakan dapat diimplementasikan, orang-orang terlebih dahulu harus tahu bahwa sebuah keputusan telah dibuat dan diperintah untuk melaksanakan keputusan tersebut telah dikeluarkan dan pada gilirannya orang yang akan menjalankan keputusan tersebut harus tahu apa yang seharusnya dilakukan olehnya.

Selain itu perintah untuk mengimplementasikanpun harus disampaikan

(3)

(transmitted) kepada orang yang tepat, isi perintahnya harus jelas (clear), dan konsisten.

2. Sumber daya, yaitu mencakup adanya sejumlah staf yang secara kuantitas maupun kualitas cukup memadai, adanya informasi yang relevan dan memadai tentang tata cara implementasi kebijakan, adanya kewenangan yang cukup, dan tersedianya berbagai fasilitas penunjang selain seperti bangunan, dana dan lain-lain.

3. Disposisi, yaitu seorang pelaksana kebijakan selain memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk mengimplementasikan kebijakan, juga dituntut untuk memiliki kemampuan yang kuat agar dilaksanakan.

Sikap para pelaksana kebijaan bagaimanapun akan diperoleh oleh pandangan pribadinya ihwal kebijakan tersebut bagaimana kebijakan itu akan mempengaruhi kepentingan diri dan organisasinya.

4. Struktur birokrasi, ialah bagaimanapun baiknya ke tiga faktor diatas, jika tidak dibarengi dengan sebuah struktur birokrasi yang baik, tetap akan mengalami kesulitan untuk dapat mengimplementasikan kebijakan dengan baik. Pada sebuah organisasi dengan struktur yang teragmentasi akan tumbuh kebutuhan untuk melakukan koordinasi antar bagian.

Selain itu untuk memudahkan pelaksanaan tugas-tugas rutin dalam organisasi, biasanya disusun sebuah SOP (standar operasional prosedure). Namun SOP ini seringkali tidak didesain untuk mengantisipasi berbagai perubahan yang akan muncul. Seiring dengan

(4)

timbulnya kebijakan yang baru, pada saat itulah seringkali timbul masalah seperti resistensi untuk melakukan perubahan, keterlambatan pelaksanaan keputusan, penghamburan atau bahkan akan timbul tindakan-tindakan yang tidak diinginkan/direncanakan sebelumnya.

Menurut Smith dalam Tachjan (2008:37), dalam proses implementasi ada empat variabel yang perlu diperhatikan. Keempat variabel tersebut tidak berdiri sendiri melainkan merupakan suatu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berinteraksi secara timbal balik.

Keempat variabel dalam implementasi kebijakan publik, tersebut yaitu:

1. Kebijakan yang diidealkan (idealised policy): Variabel ini merupakan pola- pola interaksi ideal yang telah didefinisikan dalam kebijakan oleh perumus kebijakan dan berusaha untuk diinduksikan.

2. Kelompok sasaran (target groups):Kelompok sasaran merupakan mereka (orang-orang) yang paling langsung dipengaruhi oleh kebijakan dan yang harus mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh perumus kebijakan.

3. Organisasi Pelaksana Implementasi (implementing organization) : Merupakan badan-badan pelaksana atau unit- unit birokrasi pemerintah yang bertanggungjawab dalam implementasi kebijakan dimaksud.

(5)

4. Faktor lingkungan (enviromental factor): Variabel ini merupakan unsur-unsur dalam lingkungan yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh implementasi kebijakan, seperti aspek budaya, sosial, ekonomi, dan politik.

B. Kebijakan

Pemerintah sebagai penyelenggara negara mempunyai tanggung jawab kepada rakyatnya. Fungsi pemerintah adalah menyelenggarakan negara berdasarkan kewenanganya. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintah merupakan dasar bagi pembuatan sampai penetapan kebijakan. Peran pemerintah sangat menentukan dalam menyelsaikan permasalahan yang ada dalam masyarakat.

Permasalahan yang terjadi dimasyarakat akan terselsaikan dengan baik melalui kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pemerintah sebagai penentu dari penyelesaian masalah yang terjadi dimasyarakat bisa dilhat dari hasil kebijakan yang ditetapkannya. Perencanaan, penyusunan sampai penetapan kebijakan akan sangat menentukan efektifitas kebijakan itu sendiri. Kebijakan harus mempunyai output yang signifikan dalam penyelsaian masalah yang sedang terjadi.

Wiliiam N. Dunn menyebut istilah kebijakan publik dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik, sebagai berikut :

(6)

“Kebijakan Publik (Public Policy) adalah Pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah” Dunn, (2003:132).

Pengertian kebijakan publik diatas menyebutkan segala tindakan dari pemerintah baik yang dilakukan maupun yang tidak dilakukan berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan. Keputusan tersebut bersumber dari pilihan kolektifitas yang mempunyai keterkaitan satu sama lainnya dan dibuat oleh lembaga yang berwenang.

Inu Kencana Syafie dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Pemerintahan mengutip pendapat Harold Laswell, kebijakan adalah :

“Tugas intelektual pembuatan keputusan meliputi penjelasan tujuan, penguraian kecenderungan, penganalisaan keadaan, proyeksi pengembangan masa depan dan penelitian, penilaian dan penelitian, serta penilaian dan pemilihan kemungkinan” (Laswell dalam Syafie, 1992:35).

Menurut pendapat Harold Laswell tersebut, kebijakan diartikannya sebagai tugas intelektual pembuatan keputusan yang meliputi berbagai hal yaitu penjelasan mengenai tujuan yang ingin dicapai dari suatu kebijakan yang telah dibuat, penguraian kecenderungan untuk memilih beberapa tujuan yang sesuai dengan keadaan, pengembangan dampak

(7)

dan kinerja kebijakan di masa depan, melakukan penelitian dan evaluasi Menurut Fredrickson dan Hart kebijakan adalah:

“Suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan/mewujudkan sasaran yang diinginkan” (dalam Tangkilisan, 2003:12).

Pengertian diatas menyatakan bahwa kebijakan bersumber dari usulan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam upaya menyelsaikan hambatan yang menjadi masalah disuatu lingkungan tertentu. Sumber pengusul sangat berperan dalam menetapkan progam-programnya dengan menetapkan tujuan dan sasaran yang diinginkannya untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah.

Menurut Anderson (1979) dalam Tangkilisan, dkk (2004; 7) menyatakan bahwa kebijakan publik merupakan pengembangan dari kebijakan yang dilakukan oleh institusi pemerintah dan aparaturnya. Dari pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa:

1) Kebijakan pemerintah selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2) Kebijakan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat- pejabat pemerintah.

(8)

3) Kebijakan itu merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang baru menjadi maksud atau pernyataan pemerintah untuk melakukan sesuatu.

4) Kebijakan pemerintah itu bersifat positif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan.

5) Kebijakan pemerintah dalam arti yang positif didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan perundang-undangan dan bersifat memaksa.

Sedangkan menurut Eulay dan Prewitt yang dikutip oleh Jones (1985) dalam Tangkilisan, dkk (2004; 8), dikatakan bahwa kebijakan adalah keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Lebih lanjut Jones (1985: 48-49) mengatakan bahwa suatu kebijakan dapat dikatakan sebagai kebijakan publik atau tidak dilihat dari komponen Public Policynya ( Jones 1985) dalam Tangkilisan, dkk (2004; 8) yang mencakup hal-hal sebagai berikut :

1) Niat dari sebuah tindakan.

2) Tujuan atau keadaan akhir yang hendak dicapai.

3) Rencana atau usulan untuk mencapai tujuan.

4) Program yang disahkan untuk mencapai tujuan kebijakan.

(9)

5) Keputusan atau pilihan atas tindakan-tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan, mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program.

6) Dampak atau pengaruh yang dapat diukur.

Dunn mengatakan kebijakan publik adalah serangkaian pilihan yang kurang lebih berhubungan ( termasuk keputusan untuk tidak berbuat) yang dibuat oleh badan-badan atau kantor-kantor pemerintah (Dunn, 2003; 22).

Untuk merumuskan dan melegitimasi kebijakan, analisis kebijakan perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi yang berhubungan dengan masalah yang bersangkutan, kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif kebijakan, membangun dukungan dan melakukan negosiasi sehingga sampai pada sebuah kebijakan yang dipilih.

Lebih lanjut Dunn (2003: 109) mengatakan: “Bahwa analisis kebijakan merupakan suatu aktivitas intelektual dan praktis yang dimaksudkan untuk menciptakan, memberi penilaian kritis, dan mengkomunikasikan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan”.

Dalam menciptakan pengetahuan tentang proses pembuatan kebijakan tersebut, analisis kebijakan meneliti sebab, akibat dan kinerja kebijakan dan program publik. Namun seringkali kebijakan publik belum dilaksanakan secara sistematis, sehingga kualitas kebijakan sangat rendah.

Analisis kebijakan seringkali tidak dapat menghasilkan informasi dan

(10)

argumen-argumen yang masuk akal sesuai harapan mengenai tiga macam pertanyaan sebagaimana yang dikatakan oleh Dunn (2003; 97), yaitu (1) nilai yang pencapaiannya merupakan tolak ukur utama untuk melihat apakah masalah telah teratasi, (2) fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkan pencapaian nilai-nilai, dan (3) tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaian nilai-nilai.

Dikatakan juga oleh Subarsono (2003; 13) bahwa analisis kebijakan merupakan proses kajian yang mencakup lima komponen, dan setiap komponen dapat berubah menjadi komponen yang lain melalui prosedur metodologi tertentu, seperti perumusan masalah, peramalan, rekomendasi, pemantauan dan evaluasi. Untuk menghasilkan kebijakan yang sesuai dengan harapan, maka diperlukan prosedur analisis kebijakan, sebagaimana dikemukan oleh Dunn (2003; 111-112) yaitu sebagai berikut : 1. Perumusan masalah (definisi) untuk menghasilkan informasi masalah

kebijakan.Tahapan ini sangat berguna untuk menghindari pemecahan masalah yang salah.

2. Peramalan (prediksi) untuk menghasilkan gambaran tentang masa depan kebijakan mengenai konsekuensi dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk konsekuensi tidak melakukan sesuatu untuk menyelesaikan masalah.

(11)

3. Rekomendasi (preskripsi) untuk menghasilkan informasi tentang tindakan kebijakan yang paling baik dimana efek positif yang ditimbulkan lebih besar dari pada efek negatifnya.

4. Pemantauan (diskripsi) untuk menghasilkan informasi hasil kebijakan (output/outcome). Untuk mengetahui akibat dari implementasi suatu keputusan kebijakan, baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.

5. Evaluasi untuk menghasilkan informasi mengenai kinerja kebijakan publik, seberapa jauh pencapaian suatu hasil telah sesuai dengan tujuan atau target yang diinginkan.

Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau defenisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy). Salah satunya dikemukakan oleh Eyeston dalam Winarno (2002:15), bahwa secara luas kebijakan publik dapat didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Menurut Dye dalam Winarno (2002:15), kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan.

Sedangkan Rose dalam Winarno (2002:15), menyarankan bahwa kebijakan publik hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan serta konsekuensi- konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan sendiri.

(12)

Sementara itu, menurut Friedrich dalam Winarno (2002:15), adalah:

“Kebijakan publik merupakan suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan dan kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu”.

Dari beberapa pandangan tentang kebijakan negara tersebut, lebih lanjut Islamy (2002:20), menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik, yaitu:

1. Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk

Peraturan Daerahnya berupa penetapan tindakan-tindakan pemerintah;

2. Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dikatakan tetapi kebijaksanaan dalam bentuk yang nyata;

3. Bahwa kebijakan publik, baik untuk melakukan sesuatu ataupun tidak

melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi maksud dan tujuan tertentu;

4. Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat.

Kenyataan menunjukkan bahwa suatu kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah tidak dapat terwujud dan ditemukan bukti-bukti yang tidak mengefektifkan keberhasilan dari kebijakan tersebut, misalnya: Peraturan

(13)

Bupati Sigi tentang Izin Belajar dan Surat Edaran Bupati Sigi tentang Tugas Belajar bagi PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sigi yang ternyata masih ada yang melanggar dan tidak mengetahui isi dari kebijakan tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa implementasinya tidak dapat berjalan dengan baik, sebagaimana dikemukakan oleh Jones (1994:293), bahwa : “Adalah cukup sulit untuk membuat sebuah program dan kebijakan umum yang kelihatannya bagus di atas kertas. Lebih sulit lagi merumuskannnya dalam kata-kata dan slogan-slogan yang kedengarannya mengenakkan telinga para pemimpin dan para pemilih yang mendengarkannya. Dan lebih sulit lagi untuk melaksanakannya dalam bentuk dan cara yang memuaskan semua orang termasuk mereka yang dianggap sebagai klien”

Selanjutnya dikemukakan oleh Jones dalam Harahap (2004:15) bahwa

“Implementasi kebijakan adalah suatu proses interaktif antara suatu perangkat tujuan dengan tindakan atau bersifat interaktif dengan kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya dengan kata lain implementasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program dengan pilar-pilar organisasi, interpretasi dan pelaksanaan”.

Menurut Jones (1994:296) ada tiga pilar dalam mengoperasikan sebuah program, yaitu sebagai berikut:

a. Organisasi: Pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit- unit serta metode untuk menjadikan program berjalan.

(14)

b. Interpretasi: Menafsirkan agar program (seringkali dalam hal status) menjadi rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta dapat dilaksanakan.

c. Penerapan:Ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran atau lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.

C. Implementasi Kebijakan

Sebelum menganalisis apakah implementasi kebijakan berjalan sesuai dengan yang digariskan atau tidak, untuk itu perlu dipahami benar apa yang dimaksud dengan implementasi kebijakan.

Menurut pendapat Wahab (2002 : 64) mengatakan bahwa implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai suatu proses melaksanakan keputusan kebijaksanaan, biasanya dalam bentuk Undang- undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit presiden). Pada sisi lain, Van Mater dan Van Horn (dalam Wahab, 2002:65), mendefinisikan implementasi sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah atau swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa implementasi kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau perumusan kebijakan dan dampak aktualnya. Sedangkan menurut pendapat Mazmanian dan

(15)

Sabatier (1983: 3) mengatakan bahwa mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan.

Pendapat lain mengenai implementasi kebijakan dikemukakan oleh William dan Elmore sebagaimana dikutip Sunggono (1994 : 139), didefinisikan sebagai “keseluruhan dari kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan”. Sedangkan Wibawa (1992 : 5), menyatakan bahwa

“implementasi kebijakan berarti pelaksanaan dari suatu kebijakan atau program”.

Pandangan tersebut di atas menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan tidak hanya menyangkut perilaku badan-badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran (target group), melainkan menyangkut lingkaran kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya membawa konsekuensi logis terhadap dampak baik yang diharapkan (intended) maupun dampak yang tidak diharapkan (spillover/negatif effects).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan pada prinsipnya tidak hanya terbatas pada proses pelaksanaan suatu kebijakan namun juga melingkupi tindakan-tindakan atau prilaku individu-individu dan kelompok pemerintah dan swasta , serta

(16)

badan-badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dalam mencapai tujuan, akan tetapi juga mencermati berbagai kekuatan politik, sosial, ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap sasaran yang ingin dicapai. Dengan demikian, implementasi kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan, serta apa dampak yang timbul dari program kebijakan itu. Disamping itu, implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan administratif, melainkan juga mengkaji faktor- faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan tersebut.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan yaitu Sebagaimana dikatakan oleh pakar, bahwa proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan administrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya berpengaruh terhadap dampak, baik yang negatif maupun yang positif, Wahab 1990 dalam Tangkilisan, dkk ( 2004; 14 ). Oleh karena itu, untuk mencapai keberhasilan impelementasi ini diperlukan kesamaan pandangan tujuan yang hendak dicapai dan komitmen semua pihak untuk memberikan dukungan. Keberhasilan implementasi kebijakan ini dapat

(17)

dilihat dari terjadinya kesesuaian antara pelaksanaan/penerapan kebijakan dengan desain, tujuan dan sasaran kebijakan itu sendiri serta memberikan dampak/hasil yang positif bagi pemecahan permasalahan yang dihadapi.

Asumsi yang dapat dibangun mengenai konsep keberhasilan implementasi adalah “semakin tinggi derajat kesesuaiannya, maka semakin tinggi pula peluang keberhasilan kinerja implementasi kebijakan untuk menghasilkan keluaran yang telah digariskan.

Dalam rangka pencapaian kesesuaian antara tujuan dan sasaran kebijakan dengan kenyataan dilapangan, maka perlu menguraikan beberapa pendapat para ahli mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan.

Selanjutnya menurut Edwards III 1980 ( dalam Subarsono, 2003 ; 53) mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi implementasi kebijakan publik, yaitu: (1) Komunikasi, (2) Sumberdaya, (3) Disposisi, dan (4) Struktur Birokrasi, faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Komunikasi

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan yang harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui

(18)

sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

b. Sumberdaya

Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi idak akan berjalan secara efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yaitu kompetensi implementor, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan yang efektif. Tanpa sumberdaya kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen.

c. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

(19)

d. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standart operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor di dalam bertindak.

Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape , yakni prosedur birokrasi yang rumit dan komplek. Hal ini menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa semuanya pendapat mempunyai kebenaran, namun apabila dilihat dari tingkat relevansinya dalam aspek yang akan dianalisis maka masing- masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk itu diperlukan seleksi terhadap variabel-variabel yang tepat dan sesuai dengan tujuan dan sasaran serta hasil yang akurat pada penelitian tentang implementasi kebijakan. Setelah dilakukan seleksi terhadap pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan menurut George C. Edwards III yang paling mempunyai relevansi terhadap kebijakan Pengelolaan keuangan. Faktor- faktor tersebut adalah faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi.

(20)

D. Pelayan Publik

1. Pengertian Pelayanan Publik

Istilah pelayanan publik diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan (Sinambela et.al. 2011:5). Selanjutnya menurut Ismail (2010:1) pelayanan publik adalah sebuah pelayanan yang diberikan kepada publik oleh pemerintah baik berupa barang atau jasa publik. Adapun berdasarkan Keputusan Menpan No. 63 tahun 2003, pelayanan publik diartikan segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun ruang lingkup pelayanan publik dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu: Kelompok pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat, kompetensi, kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang dsb., contohnya:

KTP, Akta Kelahiran, Akta Kematian, SIM, STNK, Paspor, IMB dll.

Kelompok pelayanan barang yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk atau jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, tenaga listrik, air bersih dsb. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan berbagai jasa yang dibutuhkan oleh publik,

(21)

misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan jasa transportasi dsb

Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009, pelayanan publik diartikan sebagai kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan / atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Adapun ruang lingkup pelayanan publik sebagaimana di atur pada Undang-Undang tersebut meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, yang terdiri dari pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata dan sektor lain terkait.

Dengan demikian maka pelayanan publik dapat diartikan sebagai suatu sistem yang mengatur proses dan prosedur pemberian layanan berupa barang dan atau jasa kepada masyarakat yang wajib diberikan oleh pemerintah sebagai penyelenggara layanan untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan.

Kualitas Pelayaanan Publik

(22)

Kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap penyelenggara Negara. Akan tetapi sebagaimana diketahui bahwa citra pelayanan pemerintah saat ini dinilai masih jauh dari harapan masyarakat. Berbagai keluhan dan pengaduan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik masih terus mewarnai dunia pelayanan publik. Bagi masyarakat yang memiliki uang atau dikategorikan mampu, lebih suka memanfaatkan biro jasa tertentu untuk membantu penyelesaian urusan dengan suatu unit pelayanan publik.

Kehadiran biro jasa tersebut bagi sebagian orang merupakan sumber lapangan pekerjaan, namun bagi pemerintah sebagai penyedia layanan merupakan indikator gagalnya pemerintah di dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.

Menurut Sutopo ciri atau atribut yang ada pada pelayanan berbasis kualitas adalah sebagai berikut: a. ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi ketepatan waktu tunggu dan waktu proses. b. akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari berbagai kesalahan. c. kesopanan dan keramahan dalam mendapatkan pelayanan. misalnya banyaknya petugas yang siap memberikan pelayanan dan banyaknya fasilitas pendukung untuk pelayanan seperti komputer. d. kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, misalnya ruang hemat tempat, ketersediaan informasi, dan lain- lain.

(23)

Goetsh dan Davis mengemukakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2000:51).

Sedangkan definisi kualitas menurut Kotler (2009:49) adalah “seluruh ciri serta sifat suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat”. Ini jelas merupakan definisi kualitas yang berpusat pada konsumen, seorang produsen dapat memberikan kualitas bila produk atau pelayanan yang dapat diberikan dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen.

Berdasarkan beberapa defenisi diatas, kualitas adalah suatu keseluruhan ciri dan karakteristik yang dimiliki suatu produk/jasa yang dapat memberikan kepuasan konsumen.

Kualitas pelayanan (service quality) merupakan konsepsi yang abstrak dan sukar dipahami, karena kualitas pelayanan memiliki karakteristik tidak berwujud (intagiability), bervariasi (variability), tidak tahan lama (perishabilitiy), serta produksi dan konsumsi jasa terjadi secara bersamaan (inseparitibility) (Parasuraman et. Al., Supriyatmini, 2005).

Menurut Ibrahim (2008). Kualitas pelayanan merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungnan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan

(24)

lingkungan dimana penilaian kualitasnya ditentukan pada saat terjadinya pemberian pelayanan tersebut.

Menurut Lovelock dan Wright (2005,15) ada empat fungsi inti yang harus dipahami penyedia layanan jasa, yaitu :

a) Memahami persepsi masyarakat yang senantiasa berubah tentang nilai dan kualitas jasa atau produk.

b) Memahami kemampuan sumber daya dalam menyediakan pelayanan;

c) Memahami arah pengembangan Lembaga pelayanan agar nilai dan kualitas yang diiiginkan masyarakat terwujud, dan

d) Memahami fungsi Lembaga pelayanan agar nilai dan kualitas jasa/produk tercapai dan kebutuhan setiap stakeholders terpenuhi.

Menurut Zethaml, (1990) menyatakan bahwa kualitas pelayanan dipengaruhi oleh dua factor utama, yaitu expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagi kualitas yang ideal. Demikan pula sebaliknya (Tjiptono, 2002).

(25)

Adapun metodenya yang terkenal adalah SERVQUAL yang merupakan suatu metode yang diturunkan secara empiris yang dapat digunakan oleh organisasi pelayanan untuk menigkatkan kualitas pelayanan. Model ini menegaskan bila kinerja pada suatu atribut (attribute performance) meningkat lebih besar daripada harapan (expectation) atas atribut yang bersangkutan, maka kualitas pelayanan juga akan meningkat.

A. Kerangka Pikir

Sesuai judul penelitian ini, Implementasi Kebilakan Pimpinan Terhadap Sistem Pelayanan Administrasi Kepegawaian Pada Kantor Badan Kepegawaian Dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BKPSDMD) Kabupaten Sigi, maka untuk memudahkan pembahasan, calon peneliti menitik beratkan pada variable (X) independen atau berpengaruh yaitu implementasi kebijakan sebagai landasan teori, calon peneliti mengacu pada pendapat Edwar III (2008:29), yaitu :

1. Komunikasi 2. Sumber Daya 3. Disposisi

4. Struktur Birokrasi

(26)

Sedangkan untuk variable (Y) atau dependen atau yang dipengaruhi, yaitu pelayanan administrasi kepegawaian oleh calon peneliti mengacu pada pendapat Sutopo, (1999:75) yaitu :

1. Ketepatan Waktu 2. Akurasi

3. Kesopanan 4. Kenyamanan

Agar terarahnya pembahasan laporan ini, calon peneliti menyajikan garis-garis besar secara sistematis kedalam kerangka pikir sebagai berikut :

Implementasi Kebijakan 1. Komunikasi

2. Sumber Daya 3. Disposisi

4. Struktur Birokrasi

George C. Edwards III (2008:29)

BKPSDMD KAB. SIGI Pelayanan

1. Ketepatan Waktu 2. Akurasi

3. Kesopanan 4. Kenyamanan

Sutopo, (1999:75)

Faktor Penghambat

Faktor pendukung

Feed Back

(27)

Implementasi Kebijakan 5. Komunikasi

6. Sumber Daya 7. Disposisi

8. Struktur Birokrasi

Edwar III (2008:29)

BKPSDMD KAB. SIGI Pelayanan

5. Ketepatan Waktu 6. Akurasi

7. Kesopanan 8. Kenyamanan

Sutopo, (1999:75)

Faktor Penghambat 1. Aparatur Sipil Negara sering datang terlambat 2. kurangnya personil Aparatur Sipil Negara 3. Belum optimalnya sarana dan prasarana 4. Jaringan yang sering mengalami gangguan 5. Verifikasi data yang dilakukan lambat

Faktor pendukung

1. Kebijakan pimpinan dalam memberikan arahan dan bimbingan penigkatan disiplin pegawai .

2. pelayanan prima/ maksimal,

3. Disposi yaitu dengan adanya sikap implementator yang menjalankan tugas dengan baik bagi pihak yang memberikan layanan administrasi kepegawaian

(28)

Implementasi Kebijakan Komunikasi

Sumber Daya Disposisi

Struktur Birokrasi

Edwar III (2008:29)

BKPSDMD KAB. SIGI Pelayanan

Ketepatan Waktu Akurasi Kesopanan Kenyamanan

Sutopo, (1999:75)

Faktor Penghambat Aparatur Sipil Negara sering datang terlambat kurangnya personil Aparatur Sipil Negara Belum optimalnya sarana dan prasarana Jaringan yang sering mengalami gangguan Verifikasi data yang dilakukan lambat

Faktor pendukung Meningkatkan sikap disiplin pegawai

Melakukan pelayanan ekstra dengan meningkatkan kinerja Membawa laptop pribadi untuk membantu mengelolah data

Feed Back Feed Back

(29)

Referensi

Dokumen terkait

berbagai program aksi untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan. Oleh karena itu, implementasi berkaitan dengan pe ciptaa ”policy delivery syste ”

Oleh karena itu, tujuan utama dari kebijakan instrumen dalam suatu perusahaan adalah untuk implementasi rencana program yang dibuat agar dapat mencapai return

Guna mencapai tujuan yang diinginkan, s osialisasi memiliki peran yang penting dalam pelaksanaan program CD tersebut. Dalam pelaksanaannya seringkali perusahaan

•KEBIJAKAN = Suatu tindakan upaya untuk mempengaruhi sistem mencapai suatu tujuan tertentu yang diinginkan. •ANALISIS = suatu kegiatan intelektual untuk

Adalah proses pemilihan tujuan perusahaan, penentuan kebijakan dan program yang perlu untuk mencapai sasaran tertentu dalam rangka mencapai sasaran tertentu dalam

Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter

Oleh karena itu, tujuan utama dari kebijakan instrumen dalam suatu perusahaan adalah untuk implementasi rencana program yang dibuat agar dapat mencapai return

Manajemen sebagai proses yang khas, menggerakkan organisasi mencapai tujuan yang diinginkan, Manajemen berhubungan dengan usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan jalan menggunakan