• Tidak ada hasil yang ditemukan

JASA PENYELENGGARAAN ACARA (PAGELARAN KESENIAN & KEBUDAYAAN JARANAN)

N/A
N/A
kanafi imam

Academic year: 2023

Membagikan "JASA PENYELENGGARAAN ACARA (PAGELARAN KESENIAN & KEBUDAYAAN JARANAN)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

KECAMATAN MOJOROTO

JL. KDP SLAMET No. 29 KOTA KEDIRI

K E R A N G K A A C U A N K E R J A

JASA PENYELENGGARAAN ACARA (PAGELARAN KESENIAN & KEBUDAYAAN

JARANAN)

KANTOR KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI

TAHUN ANGGARAN 2023

(2)

1. Latar Belakang A. Sejarah

Jaran Kepang, Jaranan atau Kuda Lumping adalah kesenian rakyat atau tarian penunggang kuda (jaran) dengan kuda mainan yang terbuat dari bilahan anyaman bambu yang dirangkai sedemikian rupa lantas dijepit di antara dua kaki penarinya. Kuda-kudaan tersebut ditambahkan asesori serta pewarnaan sehingga bentuknya menyerupai kuda sungguhan. Iringan musiknya sederhana, didominasi kenong dan terompet.

Pada mulanya Jaran Kepang bukanlah sebuah seni pertunjukan, bukan pula dinamakan kesenian karena memang zaman dulu belum dikenal istilah kesenian. Jaran Kepang adalah bagian dari ritual menolak bala, mengatasi berbagai musibah, meminta kesuburan pada lahan pertanian, mengharap keberhasilan panen, dan juga supaya masyarakat aman dan tenteram. Pada zaman primitif terdapat kepercayaan bahwa kerusakan lingkungan, wabah penyakit, bencana alam dan sebagainya terjadi karena kekuatan roh nenek moyang. Seiring dengan perjalanan waktu, setiap musibah, bencana atau berbagai masalah dalam kehidupan dihubungkan dengan roh nenek moyang itu disusun menjadi serangkaian cerita yang berkembang menjadi mitos yang diyakini oleh masyarakat. Kemudian dilakukan upacara (ritus) dengan tujuan agar musibah tidak datang lagi. Kejadian yang berlangsung berulangkali kemudian berkembang menjadi berbagai simbol yang digunakan untuk kegiatan ritual.

Sejauh ini memang belum ditemukan data tertulis atau prasasti yang membahas soal Jaran Kepang. Yang ada baru relief candi, seperti di Candi Jawi, Pasuruan, yang memperlihatkan seorang perempuan bertapa dan pasukan berkuda yang diduga merupakan Dewi Kilisuci. Jika yang disampaikan dalam cerita lisan selama ini benar, kemungkinan Jaran Kepang sebagai tari kerakyatan kuno embrionya sudah ada pada abad ke-12 dan mulai kental pada abad ke-13 dan ke-14. Pada masa kolonial telah ada catatan soal itu. Thomas Starmford Raffles dalam buku History of Java (1817) membicarakan sebuah pertunjukan di Jawa yang menggunakan imitasi kuda.

Cerita lisan tersebut adalah anggapan umum bahwa seni Jaranan merupakan visualisasi kisah-kasih Dewi Sanggalangit ketika diperintahkan menikah oleh ayahnya, Prabu Airlangga. Sanggalangit hanya bersedia menikah kalau calon suaminya mampu menciptakan kesenian yang belum pernah ada di tanah Jawa.

Ternyata yang memenangkannya adalah Prabu Klanasewandono. Untuk mengenang sayembara yang diadakan oleh Dewi Sanggalangit dan pernikahannya dengan Klana Sewandana atau Pujangga Anom inilah masyarakat Kediri membuat kesenian jaranan yang disebut Jaranan Kediren. Sedangkan di Ponorogo muncul Reyog yang di dalamnya terdapat Jaran Kepang yang disebut Jathilan.

Versi lainnya lagi menyebutkan Jaran Kepang terkait erat dengan Cerita Panji, terutama episode upaya mencari hilangnya Raden Putera atau Panji Inukertapati.

Karena itu dalam pergelaran Jaran Kepang digambarkan sekelompok prajurit berkuda yang diikuti anjing pelacak mencari hilangnya Sang Pangeran, masuk hutan, bertemu dan berperang melawan binatang buas. Anggapan umum seperti itu sudah diamini secara umum. Kalangan pelaku Jaranan sendiri juga menyebut cerita yang sama ketika ditanya asal usul seni Jaranan.

(3)

Ada dugaan kata “kepang” berasal dari kepung. Menurut sejarawan M. Dwi Cahyono, dalam bahasa Jawa Kuna dikenal kata ‘kêpang’, yang bersinonim arti dengan ‘kêpung’, yang menunjuk pada: mengepung (Zoetmuder, 1995: 491).

Dalam arti ini, tarian yang dimainkan adalah gerak pengepungan oleh sekelompok orang prajurit berkuda. Yang mereka kepung adalah binatang buas, yaitu babi hutan (celengan), harimau (macanan atau kucingan), dan ular besar (barongan). Arti istilah ini mengingatkan kepada tradisi rampokan, misalnya pada ‘rampokan macan’, yaitu pengepungan seekor macan (harimau) oleh sekelompok prajurit.

Versi lainnya, Jaran Kepang berasal dari latihan perang pasukan Diponegoro yang disamarkan. Juga ada interpretasi yang mengaitkan dengan fakta sejarah zaman kolonial, dimana pada zaman penjajahan Belanda dulu rakyat kebanyakan memang hanya boleh memiliki dan/atau memelihara kuda. Rakyat tidak boleh menunggang kuda karena hanya Raja dan kaum bangsawan yang berhak. Kalau rakyat menunggang kuda, itu saru, karena lebih aji (terhormat) kudanya dibanding penunggangnya. Hal inilah yang kemudian menjadikan seni Jaranan diinterpretasikan sebagai bentuk perlawanan karena rakyat kecil dilarang menunggang kuda sungguhan.

Trance atau kesurupan adalah hal yang sering terjadi selama pergelaran berlangsung. Pada umumnya, kesurupan terjadi setelah formasi tarian penunggang kuda yang pada awalnya lembut lalu berubah menjadi semakin liar mengikuti irama musik pengiring, perubahan ini biasanya diawali dengan suara lecutan ‘pecut’ atau cemeti yang meledak-ledak di udara, pada saat ini biasanya pemain tidak lagi menari dalam formasi kelompok. Masing-masing akan menari dengan liar sesuai kehendak hati dengan diiringi lantunan tabuhan gending dan lagu yang semakin memberi suasana magis dengan ditambah aroma kemenyan yang menyeruak di sekitarnya.

Menurut Soenarto Timoer dalam bukunya: “Reog di Jawa Timur” bahwa pada saat itu penari Jaranan itu bukanlah menggambarkan prajurit menunggang kuda melainkan sebagai kuda itu sendiri. Maka segala ciri-ciri yang ada pada seekor kuda dicoba untuk diungkapkan serealistis mungkin, tingkah lakunya menyepak singkur, lari, nyirig, sampai-sampai harus makan rumput dan dhedak yang dilakukan oleh penari dalam kondisi tidak sadar (trance).

Dalam hal ini bisa dipahami bahwa dalam keadaan trance tersebut penari Jaranan sudah “menjelma” sebagai jaran atau kuda. Tetapi sebelum proses ndadi itu penari seakan-akan memerankan prajurit yang gagah perkasa sedang menunggang kuda dengan perlengkapan pecut (cemeti). Sehingga dalam konteks ini dapat dinilai separuh-separuh yaitu gerak kaki penari memang menirukan tingkah laku seekor kuda seperti nyirig, sepak singkur dan sebagainya, sedangkan gerak badan, tangan dan kepala masih menunjukkan seorang prajurit yang sedang menunggang kudanya.

Menyimak berbagai paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Jaranan pada masa sekarang ini berada dalam tiga genre berbeda namun dalam satu masa yang sama.

Pertama, Jaranan sebagai ritual kesuburan dan menolak balak, yang merupakan ritual Totemisme prasejarah, masih tetap ada di tempat-tempat tertentu meski sudah semakin berkurang frekuensinya.

(4)

Kedua, Jaranan sebagai pertunjukan rakyat digelar di lapangan terbuka dengan ciri khasnya berupa adegan kesurupan atau ndadi (trance) yang sangat banyak terdapat di berbagai daerah bahkan terus berkembang. Jenis Jaranan sebagai pertunjukan inilah yang diperkirakan muncul sekitar abad 12.

Ketiga, Jaranan sebagai tarian lepas yang dipertunjukkan di panggung prosenium tanpa adegan trance dan semata-mata hadir sebagai karya tari yang digarap dengan pendekatan modern

B. Fasilitasi Kegiatan Sosial, Kemasyarakatan dan Pengembangan Usaha Ekonomi Masyarakat

Jaranan adalah salah satu kesenian Rakyat yang sangat melekat keberadaannya ditengah-tengah masyarakat khusus nya masyarakat Kota Kediri.

Setiap Pementasan serta pertunjukannya selalu di nanti sebagian besar masyarakat Kota Kediri, karena Jaranan adalah salah satu kesenian yang menjadi sarana hiburan.

Serta jaranan adalah salah satu pondasi kekuatan pada roda perputaran perekomian rakyat, karena setiap kali pementasan adalah ruang bagi Seniman,Pedagang, serta Juru parkir dll.

Didalam event Pagelaran Kesenian & Kebudayaan Jaranan Selain memberikan sarana hiburan, Pemerintah Kota Kediri dalam hal ini berdiri bersama tokoh masyarakat memberikan juga edukasi agar kita menjadi masyarakat yang lebih cinta akan budaya daerah.

Serta menjadi ruang sosialisasi bagaimana pentingnya menjaga kerukunan serta kondusifitas khusus nya pada ajang pementasan kesenian tradisional.

Oleh karena itu guna mendukung pelaksanaan Pagelaran Kesenian & Kebudayaan Jaranan tersebut diperlukan program kegiatan dan Sub-Kegiatan Pembinaan Persatuan dan Kesatuan Bangsa. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Kediri menyelenggarakan program kegiatan peningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia Aparatur Negara yang diharapkan lebih berkompeten dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, serta dapat secara maksimal memberikan pelayanannya kepada masyarakat sesuai pada bidangnya.

2. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Meningkatkan atau mengenalkan dan Melestarikan Kesenian dan Kebudayaan khas asli daerah kepada masyarakat khusunya generasi muda melalui Pagelaran Kesenian & Kebudayaan Jaranan Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Tahun Anggaran 2023

b. Tujuan

- Sarana Hiburan Masyarakat

- Memacu Perpuparan roda perputaran perekomian rakyat, karena setiap kali pementasan adalah ruang bagi Seniman,Pedagang, serta Juru parkir dll.

- Edukasi agar masyarakat yang lebih cinta akan budaya daerah.

- Sosialisasi bagaimana pentingnya menjaga kerukunan serta kondusifitas masyarakat khusus nya pada ajang pementasan kesenian tradisional

3. Peserta / Sasaran Pelaksana Kegiatan

(5)

Peserta / Sasaran Pelaksana Kegiatan Pagelaran Kesenian & Kebudayaan Jaranan Kecamatan Mojoroto Kota Kediri Tahun Anggaran 2023 adalah 5 (Lima) Grup Jaranan yang tergabung/masuk dalam Paguyuban Jaranan WKB “ Wong Kota Barat”

Wilayah Kecamatan Mojoroto Kota Kediri, yaitu : 1. Grup Jaranan Tunggul Wulung Kelurahan Ngampel 2. Grup Jaranan Sentanu Kelurahan Bandar Lor

3. Grup Jaranan Putro Satriyo Joyoboyo Kelurahan Bujel 4. Grup Jaranan Satrio Putro Arum Kelurahan Pojok 5. Grup Jaranan Panji Adi Putro Kelurahan Sukorame

4. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

- Hari : Sabtu dan atau Minggu

- Tanggal : a. 29 Oktober 2023;

b. 05 November 2023;

c. 12 November 2023;

d. 19 November 2023;

e. 26 November 2023.

- Jam : 10.00 s/d 16.30 WIB

- Tempat : 1. Kelurahan Ngampel 2. Kelurahan Bandar Lor 3. Kelurahan Bujel

4. Kelurahan Pojok 5. Kelurahan Sukorame

5. Sumber Dana dan Perkiraan Biaya

a. Sumber dana untuk pembiayaan pengadaan ini berasal dari APBD Perubahan Kota Kediri Tahun Anggaran 2023 melalui DPPA Kecamatan Mojoroto Kota Kediri dengan kode rekening 7.01.05.2.01.03.5.1.02.02.01.0047

b. Perkiraan total biaya yang diperlukan untuk pengadaan ini sebesar Rp

150.000.000,00 ( Seratus Lima Puluh Juta Ribu Rupiah ) sudah termasuk profit, overhead, dan pajak-pajak.

6. Nama Organisasi Pengadaan Barang / Jasa

Pengguna Anggaran selaku Pejabat pembuat Komitmen Nama : BAMBANG TRI LASMONO, SE., MM.

NIP : 19770506 200012 1 003 Jabatan : Camat Mojoroto Kota Kediri

7. Jangka Waktu Pelaksanaan

Jangka waktu pelaksanaan kegiatan ini adalah 45 (Empat Puluh Lima) hari kalender.

(6)

8. Spesifikasi Teknis

No Uraian Quantity Satuan

1 Jasa Pertunjukan Kesenian dan Kebudayaan Jaranan 5 Paket 2 Jasa Pertunjukan Musik Kesenian dan Kebudayaan

(Elekton & Guest Star Sinden)

5 Paket

3 Backdrop Panggung Ukuran 6x3m 5 Paket

4 Konsumsi (Snack) 300 Kotak

5 Konsumsi Jamuan Tamu VIP 125 Paket

6 Sewa Panggung Rigging Uk 6x4m 5 Unit

7 Sewa Panggung Pentas Seni Uk 6x8 m 5 Unit

8 Sewa Barikade 300 Meter

9 Sewa Tenda (VIP) Ukuran 4x6m 120 Meter2

10 Sewa Tenda Rias Ukuran 4x6m 120 Meter2

11 Sewa Kursi Plastik 300 Buah

12 Sewa Kursi Lipat Bahan Besi dan Spon 125 Buah

13 Sewa Meja Tamu VIP 20 Buah

14 Sewa Meja Konsumsi Bahan Seng, Ukuran 125x90 cm 20 Buah

15 Sewa Sound System 5 Unit

16 Sewa Genset 10 KVA 5 Unit

17 Hadiah Barongan untuk Jaranan 5 Buah

Kediri, 23 Oktober 2023 PENGGUNA ANGGARAN

Selaku

Pejabat Pembuat Komitmen

[[qr_here]]

BAMBANG TRI LASMONO, SE. MM.

PembinaTk. I

NIP. 19770506 200012 1 003

Referensi

Dokumen terkait

3/21/22, 12:24 PM Latest articles from Experimental Heat Transfer https://www.tandfonline.com/action/showAxaArticles?journalCode=ueht20 11/13 Published online: 18 May 2021 157 Views

Introduction Developing inclusive education systems and schools capable of educating all learners together regardless of ability levels, disability or specific learning needs,