• Tidak ada hasil yang ditemukan

7

N/A
N/A
19.111@Novita Sari Rumahorbo

Academic year: 2023

Membagikan "7"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

23 PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN

DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU TOBA

Irwan Valentinus Sihotang

Pengendali Ekosistem Hutan Muda, Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Asahan Barumun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Email: irwanvalen.sihotang@gmail.com.

ABSTRACT

Recharge areas was instrumental in arranging water transportation system, therefore has the ability to control surface water to absorb water into the ground so that it can overcome the problem of flooding and drought. Conditions recharge areas greatly affected by the climate (rainfall), soil type, slope and land use types. The research objective was to assess the effect of environmental factors on the critical level of recharge areas and efforts to rehabilitate the recharge areas. Analysis method using valuation techniques critically recharge areas through overlaying maps of slope, soil type, rainfall and land use types in which each map beforehand transformed into map form infiltration. Classification potential criticality ratings recharge areas in the top six classes, namely good, normal naturally, potential critical, fairly critical, critical and very critical. The results show the criticality classification recharge areas in the Aek Silang sub watershed there are four classes, namely good, normal naturally, potential critical and fairly critical. Recharge areas be rehabilitated is a potential critical and fairly critical start with an area of each 7607.94 ha (38.40%) and 1384.63 ha (6.99%). Environmental factor that is possible to do the rehabilitation effort is a land use factor, since this factor is more influenced by aspects of human activity, while factors of slope, soil type and rainfall is difficult to control because it is natural. Efforts to rehabilitate both vegetatively and civil technically should be adapted to the physical condition of the land, land capability and suitability.

Keywords: recharge areas, environmental factor, critically valuation, vegetatif, civil technically

PENDAHULUAN

Salah satu hasil sumberdaya alam yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan setiap mahkluk hidup adalah air. Air termasuk jenis sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Pemanfaatan air selain untuk keperluan domestik dan keperluan usahatani, air juga dibutuhkan untuk sektor industri dan sektor energi yaitu pembangkit listrik.

Danau Toba sebagai danau terbesar di Indonesia ( 116.002,06 ha), memiliki sumberdaya air yang dimanfaatkan untuk berbagai sektor. Hal ini menggambarkan bahwa ketersediaan air Danau Toba memegang peranan penting baik bagi kelangsungan kehidupan, juga bagi kemajuan

perekonomian daerah di Sumatera Utara khususnya dan Indonesia umumnya.

Salah satu Sub DAS yang masih berfungsi sebagai penyumbang air secara permanen (sepanjang tahun) ke Danau Toba adalah Sub DAS Aek Silang (Loebis, 1999). Sub DAS Aek Silang memiliki luas 19.814,72 ha juga memiliki nilai strategis, karena air dari sungai tersebut dimanfaatkan untuk industri pembangkit listrik mini hidro dengan kapasitas produksi listrik sebesar 750 KWh.

Faktor-faktor lingkungan, seperti iklim dan karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti bentuk dan ukuran DAS, topografi, geologi, tata guna lahan dan aktivitas manusia (Asdak, 2010;

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU TOBA : Irwan Valentinus Sihotang

(2)

24 Smith, dkk., 2015) akan mempengaruhi kondisi daerah resapan suatu wilayah

. Putri dan Purwadio (2013) menyatakan bahwa perubahan daerah resapan menjadi lahan terbangun akan menyebabkan penurunan volume air tanah. Hal ini menggambarkan bahwa daerah resapan sangat berperan dalam mengatur sistem transportasi air, karena daerah resapan memiliki kemampuan mengendalikan air permukaan dengan meresapkan air ke dalam tanah sehingga dapat mengatasi masalah banjir dan kekeringan.

Pengubahan bentang alam, bentuk lahan dan pemanfaatan lahan sangat berpengaruh terhadap neraca air khususnya keajegan pengaliran, sebaran, jumlah dan kualitas air, cadangan, pemasukan ke tanah dan limpasan (Liu, 2005; Ngabekti, dkk., 2007; Ongkosongo, 2010). Dengan kata lain, perlindungan daerah resapan mampu mengatur pendistribusian air, yaitu menyimpan air saat musim hujan dan mengalirkannya kembali pada saat musim kemarau.

Kondisi faktor-faktor lingkungan suatu wilayah tertentu perlu dianalisis, untuk mengetahui tingkat kekritisan daerah resapan di wilayah tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap tingkat kekritisan daerah resapan dan menentukan upaya- upaya rehabilitasi untuk mengatasi daerah resapan yang kritis.

METODE PENELITAN

Penelitian dilaksanakan selama empat bulan yaitu antara Juli-Oktober 2014. Pengumpulan data dilakukan melalui interpretasi peta kemiringan lereng, jenis tanah, curah hujan dan tipe penggunaan lahan di Sub DAS Aek Silang, DAS Danau Toba, Propinsi Sumatera Utara. Peta Sub DAS Aek Silang.

Untuk mengetahui hubungan faktor-faktor lingkungan seperti faktor iklim

(penyebaran hujan), jenis tanah, kemiringan lahan dan jenis penggunaan lahan terhadap tingkat kekritisan daerah resapan adalah dengan metode penumpang-tindihan peta (map overlay) dari masing-masing faktor lingkungan, dengan menggunakan software ARC.GIS ver.10 (Anonim, 2009; Hartono, dkk., 2013).

Adapun kriteria kekritisan daerah resapan adalah sebagai berikut, Kondisi baik, yaitu jika nilai infiltrasi aktual lebih besar dibanding nilai infiltrasi potensial, misalnya skor notasi A (5) lebih besar dari skor notasi b (4), atau skor notasi B (4) lebih besar dari notasi c (3) dan seterusnya. Kondisi normal alami, yaitu jika nilai infiltrasi aktual sama atau tetap seperti nilai infiltrasi potensialnya, misalnya skor notasi A (5) sama dengan skor notasi a (5), atau skor notasi B (4) sama dengan skor notasi b (4) dan seterusnya. Kondisi mulai kritis, yaitu jika nilai infiltrasi aktual sudah turun setingkat dari nilai infiltrasi potensialnya, misalnya skor notasi B (4) lebih kecil 1 tingkat dari notasi a (5), atau skor notasi C (3) lebih kecil 1 tingkat dari skor notasi b (4) dan seterusnya. Kondisi agak kritis, yaitu jika nilai infiltrasi aktual sudah turun dua tingkat dari nilai infiltrasi potensialnya, misalnya skor notasi C (3) lebih kecil 2 tingkat dari notasi a (5), atau skor notasi D (2) lebih kecil 2 tingkat dari skor notasi b (4) dan seterusnya. Kondisi kritis, yaitu jika nilai infiltrasi aktual sudah turun tiga tingkat dari nilai infiltrasi potensialnya, misalnya skor notasi D (2) lebih kecil 3 tingkat dari skor notasi a (5), atau skor notasi E (1) lebih kecil 3 tingkat dari skor notasi b (4). Kondisi sangat Kritis, yaitu jika nilai infiltrasi aktual sangat kecil daripada infiltrasi potensial, yaitu skor notasi E (1) lebih kecil dari skor notasi a (5).

Sp SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 17 No. 2 September 2017

(3)

24 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penjelasan mengenai kondisi kemiringan lereng (topografi), jenis tanah, curah hujan, tipe penggunaan lahan, penilaian tingkat kekritisan daerah resapan, daerah resapan mulai kritis, daerah resapan agak kritis, upaya rehabilitasi secara vegetatif, dan upaya rehabilitasi secara sipil teknis disajikan dibawah ini.

Kemiringin Lereng (Topografi)

Kemiringan lereng semakin datar, maka tingkat infiltrasinya cenderung tinggi, hal ini disebabkan laju pergerakan aliran air permukaan (runoff) lebih lambat, sehingga potensi infiltrasi semakin besar.

Klasifikasi tingkat kemiringan lereng dan tingkat infiltrasinya secara terperinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan kemiringan lereng dengan tingkat infiltrasi Klas Lereng (%) Deskripsi Infiltrasi

(cm/hari) Notasi Skor Luas (Ha) %

I < 8 Datar > 0,80 a 5 16.314,46 82,34

II 8 – 15 Landai 0,70 – 0,80 b 4 2.105,75 10,63

III 15 – 25 Bergelombang 0,50 – 0,70 c 3 1.030,01 5.20

IV 25 – 40 Curam 0,20 – 0,50 d 2 338,50 1,71

V > 40 Sangat curam < 0,20 e 1 26,00 0,13

Jumlah 19.814,72 100,00

Sumber : Hasil analisis peta Sub DAS Aek Silang, 2014 Jenis Tanah

Hasil transformasi faktor jenis tanah dalam hubungannya dengan potensi infiltrasi (permiabilitas tanah),

dapat diklasifikasi sebagaimana pada Tabel 2.

Tabel 2. Potensi infiltrasi untuk setiap jenis tanah Jenis Tanah Deskripsi Permeabilitas

(cm/jam) Infiltrasi

(cm/hari) Notasi Skor Luas

(Ha) %

USDA PPT

Inceptisol Regosol Sedang 2,00 – 6,30 0,10–0,20 c 3 19.692,79 89,29 Oxisol Latosol Agak Kecil 0,50 – 2.00 0,04-0,10 d 4 2.037,40 10,28 Ultisol PMK Agak Kecil 0,50 – 2,00 0,04-0,10 d 4 84,53 0,43

Jumlah 19.814,72 100,0

Sumber : Hasil analisis peta Sub DAS Aek Silang, 2014 Curah Hujan

Periode waktu curah hujan lebih panjang maka potensi infiltrasi akan lebih besar dibandingkan dengan curah hujan yang memiliki periode waktu yang lebih pendek. Berdasarkan kondisi tersebut, maka faktor hujan dikembangkan sebagai faktor “hujan infiltrasi” atau disingkat “RD”, yaitu jumlah hujan tahunan dikali jumlah hari hujan dan dibagi 100. Curah hujan rata-rata di Sub DAS Aek Silang tahun

2003 sampai 2012 berdasarkan metode Isohiet adalah sebesar 2.312,09 mm, sementara hari hujan sebanyak 182 hari.

Hujan infiltrasi (RD) akhirnya diperoleh sebesar (2.312,09 x 182)/100 = 4.208 mm/tahun.

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU TOBA : Irwan Valentinus Sihotang

(4)

24 Tabel 3. Klasifikasi nilai “hujan infiltrasi” RD

Klas Deskripsi Nilai “RD” (mm/tahun) Notasi

III Agak besar 3500 – 4500 c

Sumber : Hasil analisis data curah hujan, 2003 – 2012 Tipe Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan berpengaruh terhadap infiltrasi lewat tiga bentuk, yaitu perakaran dan pori-pori memperbesar permeabilitas tanah, vegetasi menahan runoff dan vegetasi mengurangi jumlah air

perkolasi melalui transpirasi. Berdasarkan fungsi dari vegetasi dan/atau penggunaan lahan tersebut, maka nilai tingkat infiltrasi aktual di Sub DAS Aek Silang secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai tingkat infiltrasi aktual masing-masing penggunaan lahan

Klas Penggunaan Lahan Deskripsi Notasi Luas (Ha) % I Hutan lahan kering sekunder Besar A 2.538,11 12,81 II Hutan tanaman industri Agak besar B 6.187,48 31,23

III Semak belukar Sedang C 1.919,16 9,69

IV Pertanian lahan kering Agak kecil D 7.697,56 38,85

V Lahan terbuka Kecil E 357,03 1,80

VI Pemukiman Kecil E 62,04 0,31

VII Sawah Kecil E 1.053,35 5,32

Jumlah 19.814,72 100,0

Sumber : Hasil analisis peta penutupan lahan di Sub DAS Aek Silang, 2014 Penilaian Tingkat Kekritisan Daerah

Resapan

Hasil transformasi nilai-nilai dan pengkajian terhadap peta kemiringan lereng, jensi tanah, curah hujan dan peta tipe penggunaan lahan, selanjutnya

dilakukan penumpang-tindihan peta-peta tersebut untuk menghasilkan penilaian tingkat kekritisan daerah resapan. Hasil penilaian tingkat kekritisan daerah resapan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Penilaian kekritisan daerah resapan di sub DAS Aek Silang

Notasi Deskripsi Luas (Ha) %

cA Baik 2.460,21 12,42

cB Baik 6.174,70 31,16

cC Normal alami 1.894,10 9,56

cD Mulai kritis 7.531,47 38,01

cE Agak kritis 1.384,63 6,99

dA Baik 64,56 0,33

dB Baik 70,53 0,36

dC Baik 21,10 0,11

dD Normal alami 136,94 0,69

dE Mulai kritis 76,47 0,39

Jumlah 19.814,72 100,00

Sumber : Hasil Analisis Peta Sub DAS Aek Silang, 2014.

Tingkat kekritisan daerah resapan di Sub DAS Aek Silang dari Tabel 5.

terbagi atas 4 (empat) klasifikasi, yaitu baik, normal alami, agak kritis dan mulai kritis, sementara klasifikasi kritis dan

sangat kritis tidak ada/belum terjadi.

Rekapitulasi luas masing-masing klasifikasi tingkat kekritisan daerah resapan yang ada dapat dilihat pada Tabel 6.

SP

SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 17 No. 2 September 2017

(5)

24 Tabel 6. Luas masing-masing tingkat kekritisan daerah resapan

Deskripsi Luas (Ha) %

Baik 8.791,11 44,37

Normal alami 2.031,04 10,24

Mulai kritis 7.607,94 38,40

Agak kritis 1.384,63 6,99

Jumlah 19.814,72 100,00

Sumber : Hasil analisis peta daerah resapan Sub DAS Aek Silang, 2014.

Kondisi daerah resapan di Sub DAS Aek Silang dari Tabel 6, masih di dominasi dengan kondisi “baik” yaitu seluas 8.791,10 ha (44,37%), sedangkan kondisi daerah resapan “mulai kritis” dan “agak kritis” masing-masing seluas 7.607,94 ha (38,40%) dan 1.384,63 ha (6,99%), dan daerah resapan kategori “normal alami”

seluas 2.031,04 ha (10,24%). Apabila kondisi daerah resapan yang ada dibagi atas 2 (dua) kelompok besar, yaitu daerah resapan yang perlu dijaga kelestariannya dan daerah resapan yang perlu

direhabilitasi, maka daerah resapan kondisi baik dan normal alami termasuk kelompok daerah resapan yang perlu dijaga kelestariannya dengan luas 10.822,15 ha (54,61%), sementara daerah resapan kondisi mulai kritis dan agak kritis termasuk kelompok daerah yang perlu direhabilitasi dengan luas 8.992,57 ha (45,39%). Peta hasil penilaian tingkat kekritisan daerah resapan Sub DAS Aek Silang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta tingkat keritisan daerah resapan di Sub DAS Aek Silang Daerah resapan di Sub DAS Aek

Silang yang sudah mulai kritis yaitu seluas 7.6007,94 ha (38,40%) apabila tidak dilakukan upaya-upaya konservasi melalui kegiatan rehabilitasi akan menyebabkan

peningkatan kerusakan atau kekritisan daerah resapan menjadi agak kritis.

Daerah resapan yang termasuk ke dalam klasifikasi agak kritis adalah daerah yang berpenutupan lahan-lahan terbuka dan areal persawahan. Hal ini disebabkan

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU TOBA : Irwan Valentinus Sihotang

(6)

24 jenis tanaman yang ada di wilayah-wilayah

tersebut menyebabkan tanah tidak memiliki kemampuan untuk menyerap air secara baik. Kondisi agak kritis berarti jika nilai infiltrasi aktual (nilai kemampuan jenis tanaman untuk infiltrasi) lebih kecil dua tingkat dari nilai infiltrasi potensialnya (nilai/skor gabungan faktor kemiringan lereng, jenis tanah dan curah hujan), misalnya dari a menjadi C, atau dari b menjadi D dan dari c menjadi E.

Areal persawahan pada umumnya berada pada topografi yang cenderung datar (< 15%), tanaman padi memiliki perakaran yang serabut sehingga tidak dapat menembus tanah yang lebih dalam dan tanaman padi memerlukan air relatif banyak dalam proses pertumbuhannya, yaitu 1 L/detik/ha atau 86,4m3/ha/hari berdasarkan Neraca Sumber Air Nasional (SNI 19-6728.1-2002), sehingga bila dilihat dari ciri-ciri areal persawahan tersebut, maka areal persawahan tidak cocok dijadikan daerah resapan air.

Daerah resapan di lahan-lahan terbuka termasuk ke dalam kondisi agak kritis, terjadi dikarenakan lahan terbuka tidak terdapat tanaman yang mampu menahan air, hal ini menyebabkan air hujan yang menjadi aliran permukaan lebih besar daripada air yang tersimpan dalam tanah (Liu, 2005; Ongkosongo, 2010; Putri dan Purwadio, 2013). Apalagi lahan terbuka tersebut berada pada kemiringan lereng diatas 15%, air hujan menjadi aliran permukaan lebih cepat daripada meresap ke dalam tanah. Lahan terbuka terdapat pada areal Hutan Tanaman Industri yang sedang melakukan aktivitas pembukaan lahan (land clearing) untuk membersihkan tanaman-tanaman yang tidak produktif lagi dan pada lahan- lahan pertanian milik masyarakat yang sebelumnya semak belukar menjadi lahan terbuka, karena direncanakan untuk dibangun perumahan/pemukiman.

Daerah resapan di Sub DAS Aek Silang yang termasuk klasifikasi agak kritis

yaitu seluas 1.384,63 ha (6,99%) apabila tidak dilakukan upaya-upaya konservasi melalui kegiatan rehabilitasi akan menyebabkan peningkatan kerusakan atau kekritisan daerah resapan menjadi kritis.

Upaya Rehabilitasi Secara Vegetatif Penanaman hutan rakyat dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara yaitu tumpang sari dan tanaman tunggal (monoculture) dengan jumlah tanaman sebanyak 400 batang/ha dengan jarak tanam 5 m x 5 m. Adapun jenis tanaman yang dikembangkan adalah tanaman yang bedasarkan minat masyarakat, kesesuaian agroklimat dan permintaan pasar.

Pengembangan potensi hutan rakyat di Sub DAS Aek Silang adalah dengan segera mengaktifkan kembali kelompok tani hutan rakyat (Ethika, dkk., 2014). Peningkatan kemampuan petani melalui model pendampingan, penyuluhan, pelatihan dan kemitraan,terutama bagaimana untuk mendapatkan posisi tawar, baik dari hasil kayu maupun non kayu, sehingga pengelolaan lahan-lahan yang kurang produktif dapat lebih intensif menjadi lahan-lahan yang lebih produktif dan lahan tersebut memiliki kemampuan untuk meresapkan air hujan yang berlebih.

Upaya Rehabilitasi Secara Sipil Teknis Kegiatan sipil teknis yang sangat diperlukan sebagai upaya rehabilitasi daerah resapan adalah pembuatan teras individu (TI), dam penahan (DPn), pengendali jurang (GP). Secara umum dari 3 (ketiga) kegiatan sipil teknis tersebut bertujuan untuk menahan laju aliran permukaan sehingga memberi waktu aliran permukaan untuk meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi.

Sasaran lokasi untuk pembuatan dam penahan, teras individu maupun pengendali jurang dapat dilakukan pada

SP

SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 17 No. 2 September 2017

(7)

25 daerah-daerah resapan yang memiliki

persyaratan sebagai berikut:

a. Lokasi dam penahan : kondisi mulai kritis, erosi dan sedimentasi relatif tinggi yaitu diatas 180 ton/ha/tahun, untuk pengamanan sumber-sumber air yang perlu dilestarikan fungsinya, luas daerah tangkapan air 10 – 30 ha, kemiringan alur 15 -35% dan tinggi bendungan maksimal 4 meter.

b. Lokasi pengendali jurang : kondisi mulai kritis, kemiringan lebih besar dari 30% dan terjadi erosi parit/alur, pengelolaan lahan sangat intensif yang dapat menimbulkan lahan-lahan terbuka, sedimentasi tinggi, curah

hujan tinggi dan kemiringan alur maksimal 5%.

c. Lokasi teras individu : dilakukan pada lahan-lahan yang dimanfaatkan secara intensif/terus menerus untuk budidaya tanaman semusim dan hanya dibuat pada tempat yang akan ditanami tanaman pokok dan kemiringan 30 – 50%.

Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan

Upaya-upaya atau kegiatan yang dibutuhkan untuk meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan di Sub DAS Aek Silang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan

Jenis kegiatan Sasaran kegiatan

Penyuluhan - Penyusunan rencana kegiatan kelompok - Sosialisasi tata batas kawasan hutan

- Pengelolaan usaha budidaya pertanian dan HHBK - Teknik konservasi tanah dan air

Rehabilitasi hutan dan lahan - Penanaman lahan-lahan kritis - Pembuatan bangunan sipil teknis Konservasi sumberdaya air - Pemeliharaan Sumber-sumber Air

- Pengendalian pemanfaatan air - Perlindungan air dari pencemaran

Pemantauan dan

pengawasan - Pengendalian kerusakan kawasan hutan

- Pengendalian limbah rumah tangga dan pertanian - Perawatan bangunan sipil teknis

Sumber : Pengolahan data primer, 2014 KESIMPULAN

Faktor lingkungan tipe penggunaan lahan yang ditransformasi sebagai infiltrasi aktual sangat mempengaruhi kondisi kekritisan daerah resapan. Penggunaan lahan merupakan aspek yang dipengaruhi oleh kegiatan manusia, sehingga upaya yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi kekritisan daerah resapan lebih dimungkinkan yaitu melalui pengaturan tata guna lahan.

Daerah resapan yang memiliki tanaman yang memiliki kemampuan infiltrasi yang

rendah diganti dengan tanaman yang memiliki kemampuan infiltrasi yang tinggi.

Upaya rehabilitasi untuk memperbaiki daerah resapan yang sudah mulai kritis dan agak kritis adalah secara vegetatif dan sipil teknis. Pelaksanaan kegiatan disesuaikan fungsi kawasan (lindung, produksi atau budidaya) dan morfologi DAS. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan sangat dibutuhkan agar kelestarian sumberdaya air dapat berkelanjutan.

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU TOBA : Irwan Valentinus Sihotang

(8)

24 DAFTAR PUSTAKA

Anonim 2009. Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTk-RHL DAS), Kementerian Kehutanan, Jakarta.

Asdak, C., 2010. Hidrologi dan Pengelolaan DAS, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Ethika, D., Purwanto, R.H., Senawi, dan Masyhuri, 2014. Peranan Petani Terhadap Strategi Pembangunan Hutan Rakyat di Bagian Hulu Sub DAS Logawa di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 21(3) : 377 – 385.

Everard, M., 2015. Community-Based Groundwater and Ecosystem Restoration in Semi-arid North Rajasthan (1): Socio-Economic Progress and Lessons for Groundwater-Dependent Areas, Ecosystem Services, 16 : 125-135.

Fauzi, H., 2012. Pembangunan Hutan Berbasis Kehutanan Sosial, Penerbit Karya Putra Darwati, Bandung.

Hartono, F.F., Sudarsono, B., dan Sasmito, B., 2012. Identifikasi Daerah Resapan dengan Sistem Informasi GIS (Studi Kasus : Sub DAS Keduang), Jurnal Geodesi Undip, 1 (1) : 1 – 9.

Indra, T.L., 2013. Dampak Penggunaan Lahan Terhadap Tingkat Kekritisan Air Sub DAS Citarum Hulu, Majalah Geografi Indonesia, 27 (1) : 26 - 37.

Liu, Y., 2005. Land Use/Cover Changes, the Environment and Water Resources in Northeast China.

Environmental Management. 36 (5):

691-701.

Jonsson, A., 2005. Public Participation in Water Resources Management : Stakeholder voices on Degree, Scale, Potential and Methods in

Future Water Management, Ambio, 34 (7) : 495-500.

Loebis, J., 1999. Hidrologi Danau Toba dan Sungai Asahan, PT.Puri Fadjar Mandiri, Jakarta.

Murad, Sabani, R., dan Sukarjo, 2014.

Evaluasi Tanaman Kopi di Sub DAS Batulanteh dengan Sistem Informasi Geografi (GIS), Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian dan Biosistem, 2 (1) : 9 - 12.

Muta’ali, L., 2011. Environmental Carrying Capacity Based on Spatial Planning, Indonesian Journal of Geography, 43.(2) : 142 - 155.

Nuraeni, Sugiyanto, dan Zaenal, 2013.

Usahatani Konservasi di Hulu DAS Jeneberang (Studi Kasus Petani Sayuran di Hulu DAS Jeneberang Sulawesi Selatan), Jurnal Manusia dan Lingkungan, 20 (2) : 173 – 183.

Ngabekti, S., Setyowati, D.L., dan Sugiyanto, R., 2007. Tingkat Kerusakan Lingkungan di Dataran Tinggi Dieng Sebagai Database Guna Upaya Konservasi, Jurnal Manusia dan Lingkungan, 14 (2) : 93 – 102.

Ongkosongo, O.S.R., 2010. Kuala, Muara Sungai dan Delta, Penerbit LIPI, Jakarta.

Purnomo, D.W., Sandrawati, A., Witono, J.R., Fijridiyanto, I.A., Setiyanti, D., dan Safarinanugraha, D., 2016.

Desain Vegetasi Bernilai Konservasi dan Ekonomi pada Kawasan Penyangga Sistem Tata Air DAS Bolango, Jurnal Manusia dan Lingkungan, 23 (1) :111 – 121.

Putri, N.P., dan Purwadio, H., 2013.

Arahan Pengendalian Alih Fungsi Daerah Resapan Air Menjadi Lahan Terbangun di Kecamatan Lembang Bandung, Jurnal Teknik Pomits, 2 (1) : 1 – 6.

Sanudin, Awang, S.A., Sadono, R., dan Purwanto, R.H., 2015. Implementasi Hutan Tanaman Rakyat di

SPATIAL Wahana Komunikasi dan Informasi Geografi Vol. 17 No. 2 September 2017

(9)

25 Kabupaten Pesisir Barat-Lampung

dan Kabupaten Tebo-Jambi, Jurnal Manusia dan Lingkungan, 22 (3) : 341-349.

Simanihuruk, M., 2005. Pendekatan Partisipatif dalam Perencanaan Konservasi Lingkungan di DTA Danau Toba. Jurnal Wawasan. 11 (2): 47 - 54.

Smith, B.A., Hunt, B.B., Andrews, A.Ag., Watson, J.A., Gary, M.O., Wierman, D.A., dan Broun, A.S., 2015.

Surface Water-Groundwater Interactions Along the Blanco River of Central Texas, USA, Environmental Earth Science, 74(12): 7633 – 7642.

Soedarjanto, S., Sartohadi, J., Hadi, M.P., dan Danoedoro, P., 2011. The Role of Vegetation Cover and Catchment Characteristics on Baseflow in Bali Island, Indonesia Journal of Geography, 43 (2) : 97 – 110.

Sudarmadji, Slamet, S. dan Setiadi, 2012.

Konservasi Mata Air Berbasis Masyarakat di Kabupaten Gunung Kidul, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wilonoyudho, S., 2009. Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengendalian Banjir yang Berwawasan Lingkungan di Kota Semarang, Jurnal Manusia dan Lingkungan, 16 (2) : 81 – 90.

Wirosoedarmo, R., Widiatmo, J.B.R., dan Widyoseno, Y., 2014. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Berdasarkan Daya Dukung Lingkungan Berbasis Kemampuan Lahan, Agritech, 34 (4) : 463 – 472.

Yulianto, K., 2007. Menciptakan Generasi yang Arif Lingkungan: Sebuah Sumbangan Pemikiran Melalui Model Pendidikan Lingkungan Hidup. Jurnal Universitas Paramadina, 5 (1): 15-23.

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP TINGKAT KEKRITISAN DAERAH RESAPAN DI SUB DAS AEK SILANG DAERAH ALIRAN SUNGAI DANAU TOBA : Irwan Valentinus Sihotang

Referensi

Dokumen terkait

Keywords Lekra, priyayi, persecution, postcolonial, third space, subalternization INTERROGATING INDONESIAN NEW ORDER’S NARRATIVE OF GESTAPU The Leftist Nobles and the Indonesian