BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori New Public Management
New Public Management (NPM) adalah suatu sistem manajemen desentralisasi dengan perangkat manajemen seperti pengawasan (controlling) dan perbandingan (benchmarking) yang menerapkan praktik kerja sektor privat ke sektor publik untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas kinerja pemerintah daerah yang baik (Good Governance) sehingga akan tercipta kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari teori NPM yaitu memperbaiki efisiensi dan efektivitas, dan memperbaiki akuntabilitas kinerja (Anitasari, 2016).
New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma New Public Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah diantaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya, dan kompetensi tender. New Public Management memberikan perubahan manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat (Mardiasmo, 2009).
NPM memberikan kontribusi positif dalam perbaikan kinerja melalui mekanisme pengukuran yang diorientasikan pada pengukuran ekonomi, efisiensi, dan efektivitas meskipun penerapannya tidak bebas dari kendala dan masalah.
Masalah tersebut terutama berakar dari mental birokrat tradisional, pengetahuan dan keterampilan yang tidak memadai, dan peraturan perundang-undangan yang tidak memberikan cukup peluang fleksibilitas pembuatan keputusan ((Mardiasmo, 2009).
Prinsip New Public Management (Hood, 1991) meliputi:
a. Lebih berfokus pada manajemen, bukan kebijakan.
b. Adanya standar yang jelas dan dilakukannya pengukuran terhadap kinerja yang dicapainya.
c. Penekanan yang lebih besar pada pengendalian atas hasil (output), bukan pada prosedur.
d. Pergeseran ke arah adanya tingkat persaingan yang lebih besar didalam sektor pelayanan publik.
e. Penekanan pada pengembangan pola-pola manajemen sebagaimana yang dipraktikan pada sektor swasta untuk mendukung perbaikan kinerja pelayanan publik.
f. Adanya pergeseran ke arah pemecahan ke dalam berbagai unit organisasi yang lebih kecil dalam sektor pelayanan publik.
g. Penekanan yang lebih besar pada disiplin dan parsimony dalam penggunaan sumber daya.
Prinsip-prinsip dari NPM tersebut, meliputi:
a. Penekanan pada manajemen keahlian manajemen profesional dalam mengendalikan organisasi.
b. Standar-standar yang tegas dan terukur atas performa organisasi, termasuk klarifikasi tujuan, target, dan indikator-indikator keberhasilannya.
c. Peralihan dari pemanfaatan kendali input menjadi output, dalam prosedur- prosedur birokrasi, yang kesemuanya diukur lewat indikator-indikator performa kuantitatif.
d. Peralihan dari sistem manajemen tersentral menjadi desentralistik dari unit-unit sektor publik.
e. Pengenalan pada kompetisi yang lebih besar dalam sektor publik, seperti penghematan dana dan pencapaian standar tinggi lewat kontrak dan sejenisnya.
f. Penekanan pada praktek-praktek manajemen bergaya perusahaan swasta seperti kontrak kerja singkat, pembangunan rencana korporasi, dan pernyataan misi.
g. Penekanan pada pemangkasan, efisiensi, dan melakukan lebih banyak dengan sumber daya yang sedikit (Mardiasmo, 2009).
Pada dasarnya penerapan sistem NPM (New Public Management) yang di dasari pada desentralisasi mempunyai tujuh karakteristik meliputi:
a. Manajemen profesional di sektor publik.
b. Adanya standar kinerja dan ukuran kinerja.
c. Penekanan yang lebih besar terhadap pengendalian output dan outcome.
d. Pemecahan unit-unit kerja di sektor publik.
e. Menciptakan persaingan di sektor publik.
f. Pengadopsian gaya manajemen di sektor bisnis ke dalam sektor publik.
g. Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih besar dalam menggunakan sumber daya (Mardiasmo, 2009).
2.2. Kinerja Pegawai 2.2.1.Pengertian Kinerja
Pada dasarnya kebutuhan hidup manusia tersebut tidak hanya berupa material, tetapi juga bersifat nonmaterial, seperti kebanggaan dan kepuasan kerja.
Tiap individu cenderung akan dihadapkan pada hal-hal yang mungkin tidak diduga sebelumnya didalam proses mencapai kebutuhan yang diinginkan sehingga melalui bekerja dan pertumbuhan pengalaman, seseorang akan memperoleh kemajuan dalam hidupnya. Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil.
Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama, dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat keberhasilan instansi untuk memutuskan suatu tindakan, dan lain-lain. Dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar yang telah ditentukan. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai oleh seseorang, baik kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan (Adri, 2017).
2.2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai
Kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensi yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut terdiri atas faktor instrinsik dan ekstrinsik (Adri, 2017). Uraian faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Faktor personal, meliputi unsur pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi dan komitmen yang dimiliki oleh tiap individu karyawan.
b. Faktor kepemimpinan, meliputi aspek kualitas manajer, dan team leader dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan kerja kepada karyawan.
c. Faktor tim, meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.
d. Faktor sistem, meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi.
e. Faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
2.2.3. Penilaian Kinerja
Penilaian Kinerja adalah suatu penilaian perusahaan baik para karyawan maupun manajer yang selama ini telah melakukan pekerjaannya. Menurut Robert L.Mathis dan John H. Penilaian Kinerja merupakan proses mengevaluasi seberapa baik karyawan yang mengerjakan pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan suatu standar dan kemudian mengomunikasikan informasi tersebut. Penilaian yang dilakukan tersebut nantinya akan menjadi bahan masukan yang berarti dalam menilai kinerja yang dilakukan dan selanjutnya dapat dilkukan perbaikan,atau yang biasa disebut perbaikan yang berkelanjutan (Adri, 2017).
1. Alasan Diperlukannya Penilaian Kinerja.
Dalam rangka melakukan perbaikan dan berkesinambugan maka suatu organisasi perlu melakukan penilaian kinerja,dimana penilaian kinerja tersebut memiliki berbagai alasan. Ada beberapa alasan dan pertimbangan untuk itu,yaitu:
a. Penilaian kinerja memberikan informasi bagi pertimbangan pemberian promosi dan penetapan gaji.
b. Penilaian kinerja memberikan umpan balik bagi para manajer maupun karyawan untuk melakukan introspeksi dan meninjau kembali perilaku selama ini baik yang positif maupun negatif.
c. Penilaian kinerja diperlukan untuk pertimbangan pelatihan dan pelatihan kembali (retraining) serta pengembangan.
d. Penilaian kinerja dewasa ini dibagi setiap organisasi khususnya organisasi bisnis merupakan suatu keharusan apalagi jika dilihat tingginya persaingan antar perusahaan.
2) Manfaat Penilaian Kinerja.
Bagi pihak manajemen perusahaan ada banyak manfaat dengan dilakukannya penilaian kinerja. Penilaian kinerja dimanfaatkan oleh manajemen.
Ada beberapa manfaat penilaian kinerja adalah sebagai berikut : a. Meningkatkan prestasi kerja.
b. Memberi kesempatan kerja yang adil.
c. Kebutuhan pelatihan dan pengembangan.
d. Penyesuaian kompensasi.
e. Keputusan promosi dan demosi.
2.2.4. Indikator Kinerja
Peningkatan kinerja suatu organisasi harus didukung dengan standar atau ukuran untuk menilai apakah suatu organisasi tersebut mempunyai kinerja baik atau tidak. Menurut Marihot (2012) yaitu :
a. Kualitas merupakan tingkatan dimana hasil akhir yang dicapai mendekati sempurna dalam arti memenuhi tujuan yang diharapkan oleh perusahaan.
b. Kuantitas merupakan jumlah yang dihasilkan yang dinyatakan dalam istilah sejumlah unit kerja ataupun merupakan jumlah siklus aktivitas yang dihasilkan.
c. Pengetahuan pekerjaan merupakan pengetahuan atau informasi yang dimiliki oleh seseorang didalam bidang spesifik tertentu.
d. Kerja sama merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai satu tujuan yang dilakukan secara bersama-sama.
e. Kreativitas merupakan kemampuan seorang pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan dengan cara-cara atau inisiatif sendiri yang dianggap efektif dan efisien serta mampu menciptakan perubahan.
Pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa indikator kinerja merupakan ukuran yang wajib digunakan bagi pimpinan organisasi untuk menilai berhasil tidaknya kinerja organisasi yang dipimpinnya (Hamdi, 2016).
2.3. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik merupakan kewajiban bagi pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan dan mengungkapkan segala aktivitasnya dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (pincipal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk menerima pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo,2009). Akuntabilitas publik merupakan kewajiban agen untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik kepada pemberi mandat (principal) (Mahmudi, 2013). Dari kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban dari pemegang amanah untuk mengelola, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas.
Pengertian akuntabilitas yang diungkapkan oleh Mahmudi, sejalan dengan teori NPM. New Public Management (NPM) adalah suatu sistem manajemen desentralisasi dengan perangkat manajemen seperti pengawasan (controlling) dan perbandingan (benchmarking) yang menerapkan praktik kerja sektor privat ke sektor publik untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas kinerja pemerintah daerah yang baik (Good Governance) sehingga akan tercipta kesejahteraan masyarakat. Tujuan dari teori NPM yaitu memperbaiki efisiensi dan efektivitas, dan memperbaiki akuntabilitas kinerja. NPM memberikan kontribusi positif dalam perbaikan kinerja melalui mekanisme pengukuran yang diorientasikan pada pengukuran ekonomi, efisiensi, dan efektivitas meskipun penerapannya tidak bebas dari kendala dan masalah. Masalah tersebut terutama berakar dari mental birokrat tradisional, pengetahuan dan keterampilan yang tidak memadai, dan peraturan perundang-undangan yang tidak memberikan cukup peluang fleksibilitas pembuatan keputusan (Anitasari, 2016).
Akuntabilitas apabila dikaitkan dengan organisasi pemerintahan, dapat didefinisikan sebagai suatu pemberian informasi atas aktivitas dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pemerintah, baik pusat
maupun daerah, harus bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik. Pihak-pihak yang berkepentingan di sini yaitu para pemangku kepentingan (stakeholder). Selain itu, sebenarnya akuntabilitas publik juga berkaitan dengan kewajiban untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan mengenai aktivitas yang telah dilakukan, sedang dilakukan dan yang masih direcanakan oleh organisasi publik. Akuntabilitas dan responsibilitas (responsibility) itu berbeda, akuntabilitas merupakan salah satu elemen dalam konsep responsibilitas. Akuntabilitas merupakan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan hal yang telah dilakukan atau tidak dilakukan, sedangkan responsibilitas merupakan akuntabilitas yang berkaitan dengan kewajiban untuk menjelaskan kepada pihak lain yang memiliki kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban dan memberi penilaian.
Kunci penting dalam mewujudkan akuntabilitas yaitu adanya pemberian kapasitas untuk melaksanakan suatu aktivitas, adanya pemberian keleluasaan (diskresi) dan adanya pemberian kewenangan. Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi sektor publik. Tuntutan akuntabilitas mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal (horizontal accountability), bukan hanya pertanggungjawaban vertikal (vertical accountability) (Mahmudi, 2013). Suatu organisasi publik dapat dikatakan akuntabel apabila memenuhi empat dimensi akuntabilitas (Mardiasmo, 2009). Adapun keempat dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik yaitu:
a. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality).
Akuntabilitas kejujuran (accountability for probity) berkaitan dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal accountability) berkaitan dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
b. Akuntabilitas Proses (process accountability)
Akuntabilitas proses terkait dengan prosedur yang digunakan sudah cukup baik atau belum dalam menjalankan tugas, yang meliputi kecukupan sistem
informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi.
Akuntabilitas proses diwujudkan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan pungutan-pungutan lain di luar yang ditetapkan, serta sumber- sumber inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam pelayanan.
c. Akuntabilitas Program (program accountability)
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan sudah mempertimbangkan alternatif program yang dapat memberikan hasil optimal dengan biaya yang minimal.
d. Akuntabilitas Kebijakan (policy accountability).
2.4. Transparansi
Transparansi merupakan prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni meliputi informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan, sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik. Transparansi berarti suatu keterbukaan secara nyata, menyeluruh, dan memberi ruang kepada seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya publik. Apabila dikaitkan dengan anggaran, transparansi dapat didefinisikan sebagai keterbukaan kepada masyarakat yang meliputi fungsi dan struktur pemerintah, tujuan kebijakan fiskal, sektor keuangan publik, dan proyeksi-proyeksinya (Arens, dkk, 2015).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa transparansi adalah keterbukaan pemerintah kepada publik tentang semua informasi yang berkaitan dengan aktivitas penyelenggaraan pemerintahan. Adanya transparansi anggaran membawa dampak positif bagi kepentingan publik. Beberapa manfaat penting
adanya transparansi anggaran yaitu dapat mencegah terjadinya korupsi, mudah dalam mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan kebijakan, meningkatkan akuntabilitas pemerintah sehingga masyarakat akan lebih mampu mengukur kinerja pemerintah, meningkatkan kepercayaan terhadap komitmen pemerintah untuk memutuskan kebijakan tertentu, menguatkan kohesi sosial, karena kepercayaan publik terhadap pemerintah akan terbentuk, dan menciptakan iklim investigasi yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan kepastian usaha (Arens, dkk, 2015).
Peran media menjadi sangat penting bagi transparansi pemerintah, baik sebagai sebuah kesempatan untuk berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan berbagai informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas berbagai aksi pemerintah dan perilaku menyimpang dari para aparat birokrasi.
Namun media tidak akan dapat melakukan tugas ini tanpa adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah maupun pengaruh kepentingan bisnis.
Keterbukaan membawa konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-lebihan dari masyarakat dan bahkan oleh media masa, karena itu, kewajiban akan keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang jelas dari para aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang mereka berikan dan pada siapa informasi tersebut diberikan. Transparansi dapat diukur dengan beberapa indikator (Arens, dkk, 2015).
Indikator transparansi yaitu:
1. Informatif
Pemberian arus informasi, berita, penjelasan mekanisme, prosedur, data, fakta kepada stakeholders yang membutuhkan informasi secara jelas dan akurat.
2. Keterbukaan
Keterbukaan informasi publik memberikan hak kepada setiap orang untuk memperoleh informasi dengan mengakses data yang ada di badan publik dan menegaskan bahwa setiap informasi publik itu harus bersifat terbuka dan dapat di akses oleh pengguna informasi publik, selain dari informasi publik, selain dari informasi yang dikecualikan yang diatur oleh undang-undang.
3. Pengungkapan
Pengungkapan kepada masyarakat atau publik atas aktivitas dan kinerja finansial (Mardiasmo, 2009).
2.5. Kompetensi Sumber Daya Manusia 2.5.1. Pengertian Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia memiliki peran yang penting dalam menentukan kemajuan suatu entitas. Faktor penentu dalam hal ini bukanlah kuantitas sumber daya manusia tersebut, namun kualitasnya sebagai individu. Sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang tinggi akan dapat menunjang kinerja suatu organisasi sehingga dapat mengalami kemajuan, oleh karena itu sumber daya manusia yang bekerja baik di suatu entitas pada umumnya diterima melalui proses seleksi terlebih dahulu. Pengertian sumber daya manusia secara makro adalah penduduk atau warga di suatu negara atau wilayah tertentu yang sudah maupun belum memperoleh pekerjaan (lapangan kerja) (Triyanti, 2017).
Pengertian sumber daya manusia dalam arti mikro adalah orang yang bekerja dan berfungsi sebagai aset suatu organisasi yang dapat dihitung jumlahnya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia adalah semua orang yang terlibat dalam suatu pekerjaan di dalam sebuah lembaga/organisasi, dimana orang tersebut berfungsi sebagai aset yang dapat dihitung jumlahnya. Kompetensi dapat diartikan sebagai cerminan dari kemampuan seseorang pada bidang tertentu seperti kemampuan prestasi, komunikasi verbal, pengetahuan teknis, kemampuan mengelola tekanan pekerjaan dan kemampuan membuat perencanaan dan keputusan. Tanggung jawab dapat dilihat dari deskripsi jabatan seseorang, karena jabatan merupakan dasar untuk melaksanakan tugas dengan baik. Kompetensi dapat dilihat dari pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Kompetensi Sumber Daya Manusia di Bidang Akuntansi merupakan kemampuan seseorang untuk melaksanakan tugasnya di bidang yang berkaitan dengan akuntansi (Triyanti, 2017).
2.5.2.Indikator Kompetensi Sumber Daya Manusia
Kompetensi adalah kombinasi dari keterampilan, pengetahuan, serta perilaku yang dapat diamati dan diterapkan secara kritis untuk suksesnya sebuah
organisasi dan prestasi kerja serta kontribusi pribadi pegawai terhadap organisasinya. Setiap individu memiliki karakteristik kompetensi masing-masing meliputi pengetahuan, keterampilan, konsep diri dan nilai-nilai, karakteristik pribadi dan motif menyatakan bahwa kompetensi sumber daya manusia merupakan suatu karakteristik dari seseorang yang memiliki keterampilan (skill), pengetahuan (knowloedge), dan kemampuan (ability). Kompetensi merupakan karakteristik yang mendasari seseorang mencapai kinerja yang tinggi dalam pekerjaanya. Pegawai yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup dalam bekerja akan banyak menemui hambatan, sehingga menyebabkan pemborosan.
Selain pengetahuan, pegawai juga harus memiliki keterampilan di bidang akuntansi (Hevesi, 2014).
Keterampilan merupakan kapasitas yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu rangkaian tugas yang berkembang dari hasil pelatihan dan pengalaman.
Keterampilan seseorang tercermin dari seberapa baik seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan yang spesifik. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2013 mengenai Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Manajerial Pegawai Negeri Sipil, kompetensi adalah karakteristik dan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap sesuai tugas dan/atau fungsi jabatan. Kapasitas sumber daya manusia dapat diukur melalui pengetahuan, keterampilan dan perilaku. Ketiga hal tersebut yang harus dimiliki dan diperhatikan oleh setiap orang untuk menunjang keberhasilan dalam melaksankan tugas. Berdasarkan beberapa definisi di atas maka peneliti menggunakan tiga indikator Kompetensi Sumber Daya Manusia antara lain:
1) Pengalaman kerja suatu dasar/acuan seorang karyawan dapat menempatkan diri secara tepat kondisi, berani mengambil risiko, mampu menghadapi tantangan dengan penuh tanggung jawab serta mampu berkomunikasi dengan baik terhadap berbagai pihak untuk tetap menjaga produktivitas, kinerja dan menghasilkan individu yang kompeten dalam bidangnya.
2) Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan guna mencapai tujuan. Upaya ini dilakukan untuk memperbaiki
kontribusi produktif para karyawan dan mengembangkan sumber daya manusia menghadapai segala kemungkinan yang terjadi akibat perubahan lingkungan 3) Pengetahuan (knowledge) adalah pengetahuan atau informasi seseorang dalam
bidang spesifik tertentu.
4) Keterampilan (skills) adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas fisik tertentu atau tugas mental tertentu (Sutrisno, 2009).
2.6.Pengawasan
2.6.1.Pengertian Pengawasan
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai cara suatu organisasi mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien, serta lebih jauh mendukung terwujudnya visi dan misi organisasi. Pengawasan adalah sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai (Handoko, 2016). Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang direncanakan. Suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan.
Pengawasan juga merupakan kegiatan penilaian terhadap organisasi/
kegiatan dengan tujuan agar organisasi/ kegiatan tersebut melaksanakan fungsinya dengan baik dan dapat memenuhi tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya, dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula. Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan.
Untuk dapat merealisasikan tujuan utama tersebut, maka pengawasan pada taraf pertama bertujuan agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang telah dikeluarkan, dan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan- kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan rencana berdasarkan penemuan-
penemuan tersebut dapat diambil tindakan untuk memperbaikinya, baik pada waktu itu maupun waktu-waktu yang akan datang (Handoko, 2016).
Dua prinsip pokok yang merupakan suatu condition sine quanon bagi suatu sistem pengawasan yang efektif ialah adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi-instruksi serta wewenang kepada bawahan. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pengawasan adalah suatu proses kegiatan pimpinan yang sistematis untuk membandingkan, memastikan dan menjamin baahwa tujuan dan sasaran serta kegiatan organisasi yang akan dan telah terlaksana dengan baik dan sesuai dengan standar, rencana, intruksi dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan, serta untuk mengambil tindakan perbaikan dan pencegahan yang diperlukan sumber daya yang paling efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan (Handoko, 2016).
2.6.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengawasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengawasan, diantaranya yaitu:
1) Perubahan lingkungan
Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus menerus dan tidak dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan pesaing baru, dan sebagainya. Melalui fungsi pengawasan manajer mendeteksi perubahan- perubahan yang berpengaruh pada barang dan organisasi, sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan-perubahan yang terjadi.
2) Peningkatan kolektivitas organisasi
Semakin besar organisasi semakin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-hati.
3) Kesalahan-kesalahan
Bila para bawahan tidak pernah membuat kesalahan, manajer dapar secara sederhana melakukan pengawasan. Tetapi kebanyakan anggota organisasi- organisasi sering melakukan kesalahan.
4) Kebutuhan manajer untuk mendelegasikan wewenang
Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada karyawan, kepada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang (Handoko, 2016).
2.6.3 Indikator Pengawasan
Tujuan utama dari pengawasan ialah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan. Indikator pengawasan (Markus, 2014) adalah:
1. Proses Penentuan Standar.
Proses ini meliputi penentuan ukuran-ukuran yang dipergunakan sebagai dasar penentuan tingkat pencapaian tujuan yang telah ditentukan di dalam perencanaan. Penentuan standar ini merupakan penentuan kriteria-kriteria atas pencapaian tujuan yang telah ditentukan dalam suatu rencana kerja.
2. Proses Evaluasi atau Proses Penilaian.
Dalam tahap ini kita haruslah melakukan pengukuran terhadap realita yang telah terjadi sebagai hasil kerja dari tugas yang telah dilakukan. Setelah diukur tingginya hasil itu maka kemudian hasil pengukuran itu kita perbandingkan dengan ukuran-ukuran standar yang telah kita tentukan pada tahap pertama.
Kedua langkah tersebut yaitu pengukuran dan penilaian inilah yang merupakan proses evaluasi, atau sering juga disebut proses verifikasi. Maka akan di temukan adanya tingkat pencapaian tujuan serta terjadinya penyimpangan-penyimpangan terhadap tujuan yang telah ditentukan.
3. Proses Perbaikan.
Dalam tahap ini kita mencoba mencari jalan keluar untuk mengambil langkah-langkah tindakan korelasi terhadap terjadinya penyimpangan- penyimpangan pada tahap kedua. Setelah ketiga tahap proses pengawasan tersebut dilaksanakan maka kita perlu menyajikan hasil dari proses pengawasan itu dalam bentuk suatu laporan hasil pengawasan. Laporan ini merupakan dokumen tentang hasil yang telah dicapai serta penyimpangan yang pernah dialaminya dan kemudian dokumen ini akan menjadi informasi umpan balik bagi penyusunan rencana kerja selanjutnya.
2.7.Penelitian Terdahulu
Pada setiap penelitian tentunya memiliki penelitian terdahulu. Bagian ini dilakukan sebagai pembanding antara peneliti dengan penelitian sejenis yang sebelumnya dan sebagai referensi untuk lebih baik kedepannya. Dalam penelitian ini penulis memaparkan penelitian terdahulu yang relevan dengan permasalahan yang akan diteliti
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Dan Judul Penelitian
Variabel Peneliti Hasil Penelitian
1. Ronisimus Sanggemi (2017)
Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia Dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Instansi Pemerintahan
(Survei Pada Bpka Kota Bandung)
X1: Kompetensi Sumber Daya Manusia X2: Akuntabilitas Publik Y: Kinerja
Hasil penelitian menemukan bahwa kompetensi sumber
daya manusia dan
akuntabilitas publik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.
2. Ni Wayan Novi Budiasni, Ni Made Wulan Sari Sanjaya Dan Ni Made Sri Ayuni (2017)
Pengaruh Akuntabilitas Dan Transparansi Terhadap Kinerja Perusahaan Asuransi Jiwa Studi Kasus Di AJB Bumiputera 1912 Cabang Singaraja
X1: Akuntabilitas X2: Transparansi Y: Kinerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas dan transparansi berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan AJB Bumiputra 1912 Cabang Singaraja semakin baik.
3 Ait Novatiani, R. Wedi Rusmawan Kusumah Dan Diandra Pepi Vabiani (2019)
Pengaruh Transparansi Dan Akuntabilitas Terhadap Kinerja Instansi Pemerintah
X1: Transparansi X2: Akuntabilitas Y: Kinerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa transparansi dan akuntabilitas berpengaruh terhadap kinerja
4. Widya Martha (2014) Pengaruh Transparansi Dan Akuntabilitas Terhadap Kinerja Instansi Pemerintah Pada Dinas Di Kota Bandung
X1: Transparansi X2: Akuntabilitas Y: Kinerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa transparansi dan akuntabilitas berpengaruh terhadap kinerja
5. Shinta Turalaki, Jantje J.
Tinangon Dan Heince R.
N. Wokas (2017)
Pengaruh Akuntabilitas Dan Transparansi Publik Terhadap Kinerja Pelayanan Di Dinas Pendapatan Kabupaten Minahasa Selatan
X1: Akuntabilitas X2: Transparansi Publik Y: Kinerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja pelayanan, sedangkan transparansi publik berpengaruh signifikan terhadap kinerja pelayanan, dan secara simultan akuntablitas dan transparansi publik berpengaruh signifikan terhadap kinerja pelayanan.
6. Zulkifli Umar, Cut Fittika Syawalina, Dan Khairunnisa (2018) Pengaruh Akuntabilitas Dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja
X1: Akuntabilitas X2:Transparansi
Pengelolaan Keuangan Daerah Y: Kinerja
Hasil penelitian ini memberikan implikasi bahwa akuntabilitas dan transparansi yang dimiliki oleh auditor akan memberikan pengaruh nyata dalam meningkatkan kinerja instansi
Instansi Inspektorat Aceh 7. Ester Farida Sriyanti
(2017)
Pengaruh Transparansi Dan Akuntabilitas Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Kota Malang
X1: Transparansi X2: Akuntabilitas Y: Kinerja
Hasil dari analisis hipotesis penelitian ini menunjukkan bahwa variabel transparansi.
dan demikian juga dengan variabel akuntabilitas keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah. secara simultan variabel transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemerintah daerah kota malang.
8. Rido Agung Gigih Krisherdian
(2015)
Pengaruh Transparansi Dan Akuntabilitas Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Kabupaten Jember
X1: Transparansi X2: Akuntabilitas Y: Kinerja
Hasil pengujian hipotesis dari penelitian ini menunjukkan bahwa baik transparansi maupun akuntabilitas berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah.
9 Natak Riswanto (2015) Analisis Pengaruh Akuntabilitas Dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Jember
X1: Akuntabilitas X2:Transparansi
Pengelolaan Keuangan Daerah Y: Kinerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah daerah kabupaten jember semakin baik.
10. Angga Juliansyah Putra Dan Nila Aprila (2016) Pengaruh Akuntabilitas Dan Transparansi Pengelolaan Keuangan Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kota Bengkulu
X1: Akuntabilitas X2:Transparansi
Pengelolaan Keuangan Daerah Y: Kinerja
Hasil uji t menunjukkan bahwa variabel akuntabilitas secara parsial mempengaruhi kinerja pemerintahan daerah Bengkulu, dan transparansi secara parsial tidak mempengaruhi kinerja pemerintahan daerah Bengkulu
11. Meylan (2016)
Pengaruh Tata Kelola dan Kompetensi Sumberdaya Terhadap Kinerja organisasi
X1: Tata Kelola X2:Kompetensi Sumberdaya Y: Kinerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tata kelola tidak berpengaruh terhadap kinerja dan Kompetensi Sumberdaya berpengaruh terhadap kinerja 12. Risma Wira Bharata
(2015)
Pengaruh Akuntabilitas Dan Transparansi Terhadap Kinerja Pada Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari (RSUD) Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta
X1: Akuntabilitas X2:Transparansi Y: Kinerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa akuntabilitas dan transparansi berpengaruh terhadap kinerja pada Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari (RSUD) Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2019
2.8. Hipotesis
2.8.1.Pengaruh Akuntabilitas terhadap Kinerja Pegawai
Akuntabilitas publik merupakan kewajiban bagi pihak pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan dan mengungkapkan segala aktivitasnya dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (pincipal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk menerima pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2009). Akuntabilitas publik merupakan kewajiban agen untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik kepada pemberi mandat (principal) (Mahmudi, 2013). Dari kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban dari pemegang amanah untuk mengelola, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas.
Hal ini sejalan dengan penelitian dari Bharata (2015) dan Saputra, dkk (2014) akuntabilitas berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini juga sejalan dengan teori NPM, dimana adanya akuntabilitas yang baik akan meningkatkan kinerja.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Akuntabilitas berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai 2.8.2.Pengaruh Transparansi terhadap Kinerja Pegawai
Transparansi yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan, sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik. Transparansi berarti suatu keterbukaan secara nyata, menyeluruh, dan memberi ruang kepada seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya publik. Apabila dikaitkan dengan anggaran, transparansi dapat didefinisikan sebagai keterbukaan kepada masyarakat yang meliputi fungsi dan struktur pemerintah, tujuan kebijakan fiskal, sektor keuangan publik, dan proyeksi- proyeksinya (Andrianto, 2007).
Hal ini sejalan dengan penelitian dari Bharata (2015) dan Saputra, dkk (2014) transparansi berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini juga sejalan dengan
teori NPM, dimana adanya keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan akan meningkatkan kinerja. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Transparansi berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai
2.8.3.Pengaruh Kompetensi Sumber Daya Manusia terhadap Kinerja Pegawai.
Kompetensi sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang tinggi akan dapat menunjang kinerja suatu organisasi sehingga dapat mengalami kemajuan. Sumber daya manusia dapat diukur melalui pengetahuan, keterampilan dan perilaku. Ketiga hal tersebut yang harus dimiliki dan diperhatikan oleh setiap orang untuk menunjang keberhasilan dalam melaksankan tugas. Semakin baik sumber daya manusia di sebuah perusahaan, maka semakin baik kinerja (Triyanti, 2017).
Hal ini sejalan dengan penelitian dari dari Sanggemi (2017) menyatakan bahwa kompetensi sumber daya manusia berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini juga sejalan dengan teori NPM, dimana adanya kompetensi sumber daya manusia diharapkan akan menghasilkan kinerja yang baik pula. Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3: Kompetensi Sumber Daya Manusia berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai.
2.8.4. Pengaruh Pengawasan Terhadap Kinerja Pegawai
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai cara suatu organisasi mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien, serta lebih jauh mendukung terwujudnya visi dan misi organisasi. Pengawasan adalah sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang direncanakan. Suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan
dengan cara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan. (Handoko, 2016).
Hal ini sejalan dengan penelitian Siregar (2017) bahwa pengawasan berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini juga sejalan dengan teori NPM, dimana adanya pengawasan, kinerja dapat dikontrol dan diawasi sebagaimana mestinya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H4: Pengawasan berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai
2.8.5.Pengaruh Akuntabilitas, Transparansi, Kompetensi Sumber Daya Manusia dan Pengawasan terhadap Kinerja Pegawai.
Akuntabilitas publik merupakan kewajiban agen untuk mengelola sumber daya, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik kepada pemberi mandat (principal) (Mahmudi, 2013). Dari kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban dari pemegang amanah untuk mengelola, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Bharata (2015) dan Saputra, dkk (2014) bahwa akuntabilitas berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini juga sejalan dengan NPM, dimana adanya akuntabilitas yang baik akan meningkatkan kinerja.
Transparansi berarti suatu keterbukaan secara nyata, menyeluruh, dan memberi ruang kepada seluruh lapisan masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya publik. Apabila dikaitkan dengan anggaran, transparansi dapat didefinisikan sebagai keterbukaan kepada masyarakat yang meliputi fungsi dan struktur pemerintah, tujuan kebijakan fiskal, sektor keuangan publik, dan proyeksi-proyeksinya (Andrianto, 2007). Hal ini sejalan dengan penelitian dari Bharata (2015) dan Saputra, dkk (2014) bahwa transparansi berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini juga sejalan dengan teori NPM, dimana adanya keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan akan meningkatkan kinerja.
Kompetensi sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang tinggi akan dapat menunjang kinerja suatu organisasi sehingga dapat mengalami kemajuan.
Sumber daya manusia dapat diukur melalui pengetahuan, keterampilan dan perilaku. Ketiga hal tersebut yang harus dimiliki dan diperhatikan oleh setiap
orang untuk menunjang keberhasilan dalam melaksankan tugas. Semakin baik sumber daya manusia di sebuah perusahaan, maka semakin baik kinerja (Triyanti, 2017). Hal ini sejalan dengan penelitian dari dari Sanggemi (2017) menyatakan bahwa kompetensi sumber daya manusia berpengaruh terhadap kinerja. Hal ini juga sejalan dengan NPM, dimana adanya kompetensi sumber daya manusia diharapkan akan menghasilkan kinerja yang baik pula.
Pengawasan dapat didefinisikan sebagai cara suatu organisasi mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien, serta lebih jauh mendukung terwujudnya visi dan misi organisasi. Pengawasan adalah sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai (Handoko, 2016). Hal ini sejalan dengan penelitian Siregar (2017) bahwa pengawasan berpengaruh terhadap terhadap kinerja. Hal ini juga sejalan dengan NPM, dimana adanya pengawasan, kinerja dapat dikontrol dan diawasi sebagaimana mestinya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H5: Akuntabilitas, Transparansi, Kompetensi Sumber Daya Manusia secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja Pegawai.
2.9.Kerangka Berpikir
Gambar 1.2.Kerangka Berfikir Keterangan:
= Uji Parsial Akuntabilitas (X1)
Transparansi (X2)
Kompetensi Sumber Daya Manusia (X3)
H1 H2
H3
Pengawasan (X4)
H4
Kinerja Pegawai (Y)
F