• Tidak ada hasil yang ditemukan

A Case Report - perpustakaan rs mata cicendo

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "A Case Report - perpustakaan rs mata cicendo"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PUSAT MATA NASIONAL RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG

Laporan Kasus : Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Operatif pada Pasien Neurofibromatosis tipe 1

Penyaji : Nadida Nurfadhila

Pembimbing : Dr. dr. Shanti F Boesoirie, Sp.M(K)M.Kes, dr. Niluh Putu Ayu Dewi, Sp.M

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing

Dr. dr. Shanti F Boesoirie, Sp.M(K)M.Kes dr. Niluh Putu Ayu Dewi, Sp.M

Kamis, 15 Desember 2022 Pukul 07.30 WIB

(2)

2

Clinical Manifestation and Surgical Management on Neurofibromatosis-1 in 36-years old woma : A Case Report

ABSTRACT

Introduction: Neurofibromatosis is a multisystem, autosomal dominant disease that has tumor as a predispose clinical manifestation. Neurofibromatosis type-1 is the most common neurofibromatosis that has clinical manifestations such as café au lait macule, neurofibroma, and freckling. The management for neurofibromatosis is the depend on the clinical manifestations.

Purpose: This case report was made to describe the clinical manifestation of NF-1 in 36-years old women and the management for the patient.

Case report: A 36 years-old women came to the Reconstruction, Oncology and Oculoplastic unit with a bulging mass on her right upper eyelid since last 5 years.

The patient also presents with nodules and café au lait macule that distribute generalized. The patient also complained a decrease of visual acuity in her right eye that getting worse since she was in high school. There are a couple of big nodules that found on her head and her feet. The patient has a surgery before for the nodule on her right ears, but the nodule reappears 10 years later. The patient diagnosed with Neurofibromatosis type 1. The patient underwent debulking surgery for the tumor on her eyelid and reconstruction for her eyelid. Pathological examination was done for the tumor.

Conclusions: The management of NF-1 is depend on patient’s clinical manifestation and a good inform consent before surgery will give a satisfaction result for the patient.

Keywords: Neurofibromatosis type-1, neurofibroma

I. Pendahuluan

Neurofibromatosis (NF) adalah penyakit multisistem dengan tumor sebagai predisposes yang disebabkan oleh mutasi genetik. Berdasarkan mutasi genetiknya, neurofibromatosis dibagi menjadi 2 yaitu, Neurofibromatosis tipe 1 (NF1) dengan mutasi genetik di kromosom 12-12q11.2 dan Neurofibromatosis tipe 2 (NF2) dengan mutasi genetik di 22-22q12.2. NF1 atau yang dikenal sebagai penyakit Von Recklinghausen adalah tipe neurofibromatosis yang sering ditemukan tanpa adanya predileksi gender dan ras. Rasio penyakit ini sebesar 1:2600 sampai dengan 1:3000 orang. Estimasi prevalensi dari NF1 berkisar dari 1:2190 sampai 1:7800. NF2 lebih jarang ditemukan dengan rasio 1:40.000 sampai 50.000 orang. NF1 termasuk kedalam penyakit neurokutan herediter. NF1 memiliki manifestasi klinis khas berupa neurofibroma, makula café au lait dan glioma optik sedangkan NF2 memiliki manifestasi klinis berupa schwannoma vestibular dan meningioma.1–3

(3)

3

Pertumbuhan neurofibroma dapat mengganggu struktur sekitarnya. Apabila neurofibroma terjadi pada area mata dapat mengakibatkan ptosis mekanik yang dapat mengganggu fungsi penglihatan dan mengganggu penampilan pasien.

Tatalaksana untuk NF1 setiap pasien berbeda yaitu dilihat dari keparahan tanda dan gejala. Tatalaksana pada pasien dapat berupa konservatif, tindakan operasi dan medikamentosa. Penyakit NF1 merupakan penyakit yang diturunkan, sehingga penegakan diagnose dan pemberian edukasi kepada pasien untuk skrining penting dilakukan. Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas manifestasi klinis pada pasien dengan neurofibromatosis dan tatalaksana operatif pada pasien.4–6

II. Laporan kasus

Seorang Wanita berusia 36 tahun datang ke Rumah Sakit Mata Cicendo dengan rujukan dari rumah sakit daerah dengan diagnosa tumor palpebra dekstra. Pasien mengeluhkan benjolan di kelopak mata kanan yang dirasa membesar dan membuat kelopak mata pasien menjadi turun sehingga sulit untuk membuka kelopak mata.

Keluhan ini dirasakan sejak lima tahun terakhir. Pasien mengeluhkan adanya benjolan-benjolan kecil dan bercak kecoklatan di seluruh area tubuhnya yang dirasa muncul sejak 20 tahun yang lalu. Penglihatan mata pasien juga dirasa semakin buram sejak 20 tahun yang lalu. Pasien memiliki riwayat operasi benjolan di depan telinga kanan 16 tahun yang lalu, tetapi benjolan tersebut kembali muncul 10 tahun setelah operasi. Berdasarkan keterangan pasien, orang tua dan saudara pasien tidak memiliki keluhan yang sama, tetapi anak ke-2 pasien yang berusia lima tahun memiliki keluhan bercak kecoklatan di badanya yang muncul saat anak berusia 2 tahun.

Pada pemeriksaan fisik pasien tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan kulit pasien ditemukan nodul berwarna sama dengan kulit, permukaan mulus, dengan ukuran dari 1x1x0,5 cm sampai dengan 5x4x4 cm yang terdistribusi di seluruh area tubuh. Pada pemeriksaan kulit juga ditemukan bercak kecoklatan café au lait yang terdistribusi di seluruh area tubuh. Pada area temporal kanan ditemukan benjolan dengan ukuran 10x6x5cm, yang berwarna sama dengan kulit, benjolan lunak dan dapat digerakan. Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan

(4)

4

tajam penglihatan mata kanan 1/300 dan mata kiri 0,8 dengan koreksi pinhole 1.0.

Tekanan bola mata kanan 24 mmHg dan mata kiri 12 mmHg. Pada palpebra superior mata kanan ditemukan massa berukuran 3x2x2 cm, lunak, permukaan mulus, terfiksasi di kulit, dan tidak nyeri, palpebra tampak ptosis mekanik dengan MRD 1 = 0, MRD 2= 0 mm, fisura palpebra 0mm, fungsi levator 0 mm.

Pemeriksaan segmen anterior mata kanan ditemukan konjungtiva tenang, kornea jernih, bilik mata depan van herick grade III, tidak ditemukan flare dan sel, pupil bulat dan middilatasi, nodul Lisch, dan lensa keruh. Segmen posterior mata kanan diperiksa dengan USG dengan hasil kekeruhan vitreus yang disebabkan oleh suspek fibrosis pada vitreus. Pada pemeriksaan kelopak mata kiri dalam batas normal, segmen anterior mata kiri pada iris ditemukan nodul Lisch, pemeriksaan lainnya dalam batas normal.

Gambar 1. Pemeriksaan fisik pada pasien. Ditemukan nodul plexiform, makula café au lait dan freckling pada seluruh badan, mata kanan pasien, dan telinga kanan pasien.

Pasien didiagnosa dengan Neurofibromatosis tipe 1, katarak komplikata pada mata kanan dan glaukoma sekunder pada mata kanan. Tatalaksana yang diberikan pada pasien berupa tindakan operasi debulking pada palpebra superior, palpebra inferior dan area zygoma kemudian dilanjutkan dengan rekonstruksi palpebra superior dan palpebra inferior. Unit glaukoma memberikan terapi tetes mata timolol 0,5% 2x mata kanan. Terapi setelah tindakan operasi diberikan asam mefenamat

(5)

5

3x500mg, salep mata kloramfenikol 0,2% dengan hidrokortison 0,5% 3xOD, Amoxcilin 3x500mg, Asam traneksamat 1x500mg intravena, Methylprednisolone 1x125mg intravena. Setelah 1 hari perawatan tidak ditemukan perdarahan paska operasi sehingga pasien dipulangkan. Pasien direncanakan untuk kontrol 10 hari yang akan datang ke Poli Rekonstruksi, Onkologi dan Okuplasti.

Gambar 2. A. Nodul Lisch pada mata kiri pasien. B. konjungtiva neurofibroma pada mata kanan pasien. C. kekeruhan pada lensa dan pupil yang dilatasi pada mata kanan.

Pemeriksaan patologi anatomi dilakukan pada massa yang didapat. Hasil pemeriksaan patologi anatomi dibagi menjadi dua berdasarkan temuan makroskopis. Sediaan pertama berupa kepingan-kepingan jaringan berwarna putih kecoklatan yang mengkilap, padat dan kenyal. Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan sel keping epitel gepeng berlapis, inti dalam batas normal. Subepitelial berupa massa tumor terdiri dari sel-sel oval, spindle tumbuh hiperplastis, memadat.

Sebagian inti membentuk gambran wavy. Inti sel dalam batas normal. Stroma jaringan ikat fibrokolagen sebagian mengalami hyalinisasi disertai dilatasi pembuluh darah. Sediaan kedua berupa massa bertangkai berwarna putih mengkilat dan padat dari regio palpebra inferior. Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan susunan sel yang sama seperti sediaan pertama, yang tersusun secara plexiform.

Stroma jaringan ikat fibrokolagen diantaranya sebagian mengalami degenerasi miksoid, sebagian mengalami hyalinisasi disertai dilatasi pembuluh darah. tidak

A

B

C

(6)

6

tampak tanda keganasan. Kesimpulan kedua massa tersebut adalah neurofibroma plexiform pada regio palpebra inferior, palpebra superior mata kanan dan zigomatik kanan.

Sepuluh hari kemudian, pasien datang ke Poli Rekonstruksi, Onkologi dan Okuplasti. Pasien dapat mengangkat kelopak mata kanannya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan jahitan yang intak tanpa perdarahan dan pus, MRD 1= 0mm, MRD 2 = 5 mm, dan fungsi levator 8 mm.

Gambar 3. Perbandingan antara foto sebelum operasi dan hari pertama setelah operasi. A. Neurofibroma plexiform yang menyebabkan ptosis mekanik sebelum operasi. B. Hasil debulking dan rekonstruksi palpebra inferior dan superior. C. Hari pertama setelah tindakan operasi. D. Satu minggu setelah operasi.

III. Diskusi

NF1 mencakup 96% dari semua kasus neurofibromatosis. Patofisiologi pada NF1 didasari oleh adanya mutasi pada gen NF1 yang berperaan sebagai gen supresan tumor yang terdapat di system saraf. Gen NF1 menkode protein neurofibromin. Protein neurofibromin adalah tumor supresan diberbagai sel, terutama di sel saraf, sel glial, sel schwann dan di sel melanosit. Protein ini berperan sebagai regulator dari pertumbuhan dan proliferasi sel. Kekurangan dari protein ini meningkatkan aktivitas rat sarcoma viral oncogene (RAS). Peningkatan dari aktivitas RAS mengakibatkan pertumbuhan sel yang tidak terkendali. Berdasarkan

A

B

C

D

(7)

7

penelitian yang dilakukan oleh Le C dan Bedocs sebanyak 50% kasus mengalami mutasi spontan dan 50% lainnya mendapat mutasi yang diturunkan. Pada pasien tidak ditemukan adanya keluarga yang memiliki tanda dan gejala yang sama dengan pasien sehingga keadaan pasien dapat disebabkan oleh adanya mutasi spontan.2,3,6,7

NF1 memilki manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada seluruh organ termasuk mata. Tanda-tanda yang khas dapat ditemukan pada kulit pasien berupa makula café au lait (CALM). Tanda ini biasanya muncul sejak pasien usia muda.

Makula berupa bercak kecoklatan datar, berukuan 0,5 sampai 12 cm. Pada kulit pasien juga dapat ditemukan freckling di area lipatan, terutama di aksila dan selangkangan yang menjadi tanda patognomonik. Tanda ini disebut juga Crowe’s sign. Neurofibroma dapat ditemukan di sepanjang saraf perifer dan saraf autonom.

Neurofibroma terbagi menjadi, discrete cutaneous, nodul plexiform subkutan, dan diffuse plexiform. Palpasi pada nodul plexiform terasa seperti kantung berisi cacing.

Nodul plexiform pada kelopak mata akan mengakibatkan ptosis mekanik yang terlihat seperti huruf S. Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan adanya neurofibroma yang terdistribusi generalisata, makula café au lait yang terdistribusi generalisata dan freckling pada area axila dan inguinal. Pada pasien juga ditemukan nodul plexiform pada palpebra superior kanan sehingga mengakibatkan ptosis mekanik.2,3,8

Manifestasi okular yang dapat ditemukan pada pasien NF1 adalah nodul Lisch, neurofibroma plexiform (PN), glioma pada saraf optik, hamartoma koroid, tumor retina, glaukoma kongenital, dan prominent corneal nerves. Pada pasien ditemukan nodul Lisch yang merupakan temuan khas dari NF1. Nodule Lisch tampak seperti kubah berwarna kuning-kecoklatan dengan ukuran pin point sampai ukuran besar.

Temuan ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Parija et al, Karaconji T, dan Alkatan HM. Keterlibatan konjungtiva palpebra disebut juga conjunctival neurofibroma. Neurofibroma plexiform di kelopak mata biasanya monolateral dan lebih banyak ditemukan di palpebra superior dan muncul saat usia lebih dari dua tahun. Berdasarkan kriteria diagnostik NF1 yang disusun oleh National Institute of Health (NIH) pasien ini memenuhi empat dari tujuh kriteria yaitu, terdapat enam atau lebih macula café au lait, terdapat dua atau lebih neurofibroma, ditemukan

(8)

8

freckling dan terdapat nodul Lisch. Apabila ditemukan lebih dari dua kriteria pada pasien maka diagnosa neurofibromatosis 1 dapat ditegakan pada pasien.1,3,9,10

Glaukoma ditemukan pada 1 dari 300 pasien NF1. Glaukoma di NF1 disebabkan karena adanya penutupan di sudut bilik mata depan yang disebabkan oleh penebalan dari badan silier yang mendorong iris perifer, dan adanya neurofibroma atau nodul Lisch yang menyebabkan hambatan aliran akuos. Hal ini serupa denga napa yang ditemukan pada pasien. Selain glaucoma, pada pasien juga ditemukan kekeruhan pada lensa. Katarak biasanya ditemukan pada NF2 dan biasanya muncul semasa anak-anak. Pada pasien, kekeruhan lensa muncul sejak 20 tahun yang lalu. Katarak dapat berupa posterior subcapsular cataract atau cortical cataract.1,10,11

Neurofibromatosis tipe 1 selain ditegakan dari kriteria diagnosis juga dapat ditegakan dengan pemeriksaan biopsi dari lesi kulit. Biopsi nodul plexiform tampak jaringan miksoid pada dasar, dengan selularitas yang rendah dan dapat ditemukan berbagai macam sel termasuk sel Schwann dengan inti yang memanjang dan sitoplasma yang memanjang, sel fibroblas multipolar yang membesar, gumpalan kolagen dan sel inflamasi yang bertebaran temasuk sel Mast. Pemeriksaan radiologi dilakukan berdasarkan gejala yang ditemukan pada pasien. Pemeriksaan Xray dapat dilakukan pada pasien dengan scoliosis atau kelainan tulang lainnya. Pemeriksaan CT-scan kepala, orbit dan pemeriksaan MRI dilakukan untuk menyingkirkan glioma dan tumor kepala. Pemeriksaan genetik dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis dengan gejala yang tidak khas. Pada pasien dikarenakan tidak ada tanda dan gejala adanya tumor intrakranial, dan sudah memenuhi kriteria NF1 tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. Diagnosis banding pada kasus ini dilihat dari manifestasi klinisnya yaitu sindrom legius. Dilihat dari manifestasi klinis hiperpigmentasi kulit, dan lipoma.2,8,9,12,13

Manajemen pada NF1 dapat berupa tindakan operasi dan dapat berupa terapi medikamentosa. Pengambilan keputusan untuk tindakan operasi dilihat dari lokasi, persebaran tumor, laju pertumbuhan, temuan radiologis yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Indikasi untuk dilakukannya operasi yaitu apabila adanya kecenderungan mengganggu sistem saraf atau mengancam struktur vital. Indikasi relatif dilakukannya operasi yaitu apabila ditemukan adanya nyeri,

(9)

9

perubahan struktur anatomis, dan bertujuan untuk meningkatkan aktivitas sehari- hari. Pada neurofibroma di area orbital – periorbital operasi debulking dapat menjadi pertimbangan untuk tumor yang progresif yang dapat mengganggu struktur sekitarnya, yang nantinya akan menimbulkan gangguan fungsi atau perubahan struktur. Pada pasien dilakukan tindakan debulking yang bertujuan untuk perbaikan struktur kelopak mata, yang diharapkan nantinya pasien dapat mengangkat kelopak mata dan memperluas lapang pandang pasien setelah dilakukan tindakan operasi katarak nantinya. Tindakan operasi debulking juga dilakukan oleh Alkhairy dan Baig pada pasien berusia 14 tahun dengan neurofibroma plexiform di kelopak mata kanan yang mengakibatkan ptosis mekanik.4,5,10

Neurofibroma yang tidak dapat dioperasi dapat diberikan terapi Koselugo yang mengandung Selumetinib. Obat ini adalah mitogen-activated kinase inhibitor (MEKi) yang bertujuan untuk menghambat aktivitas protein RAS yang berlebihan yang diakibatkan oleh disfungsi neurofibromin pada NF1. Neurofibroma rata-rata bersifat jinak. Pada umumnya pilihan yang optimal pada neurofibromatosis yang jinak adalah tindakan operatif. Meskipun tidak ada studi prospektif yang kuat tentang hasil, studi retrospektif terbesar menunjukkan bahwa eksisi tumor lengkap hanya dapat dicapai dalam 15% kasus dengan kemungkinan tumor akan tumbuh kembali sebesar 43% pada kasus yang dilakukan reseksi parsial atau subtotal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Singhal dan kawan-kawan ditemukan rekurensi dari tumor sehingga operasi debulking dan rekonstruksi kembali dilakukan. Harapan hidup rata-rata pada pasien NF1 8 tahun lebih rendah dibandingkan individu normal. Penyebab kematian utama pada NF1 adalah keganasan dan vaskulopati.

Pemeriksaan tahunan direkomendasikan pada pasien NF1 untuk memantau perkembangan penyakit. Pada pasien quo ad vitam adalah dubia ad bonam dikarenaka kondisi NF1 pada pasien tidak mengakibatkan gangguan pada organ vital. Prognosis quo ad functionam pada pasien adalah dubia ad malam dikarenakan saat tindakan debulking neurofibroma sudah menginvasi otot levator palpebra yang mengakibatkan hambatan kerja otot, dan untuk prognosis quo ad sanationam pasien adalah dubia ad malam dikarenakan resiko munculnya neurofibroma masih dapat terjadi.2,4–6,14

(10)

10 IV. Simpulan

Tatalaksana dari NF1 bergantung pada manifestasi klinis yang ditemukan pada pasien. Pemberian informasi dan edukasi yang jelas mengenai tatalaksana, hasil yang ingin dicapai sebelum melakukan tindakan operasi, dan resiko munculnya kembali neurofibroma setelah operasi perlu dilakukan untuk meningkatkan rasa kepuasan pasien.

(11)

11

Daftar Pustaka

1. Abdolrahimzadeh B, Piraino DC, Albanese G, Cruciani F, Rahimi S.

Neurofibromatosis: An update of ophthalmic characteristics and

applications of optical coherence tomography. Clinical Ophthalmology.

2016;10:851-860.

2. Parija S, Mallik J, Resident S. Clinical and Ophthalmological Manifestations in Neurofibromatosis Type1-An Overview. Vol 2.

3. Karaconji T, Whist E, Jamieson R v., Flaherty MP, Grigg JRB.

Neurofibromatosis type 1: Review and update on emerging therapies. Asia- Pacific Journal of Ophthalmology. 2019;8(1):62-72.

4. Alkhairy S, Baig MM. Ocular neurofibromatosis. Cureus . 2021;13(9).

5. Fisher MJ, Blakeley JO, Weiss BD, et al. Management of

neurofibromatosis type 1-associated plexiform neurofibromas. Neuro Oncol. 2022;24(11):1827-1844.

6. Le C, Bedocs P. Neurofibromatosis. StatPearls Publishing, Florida.

Published online 2021.

7. Kumar V, Abbas A, Aster J. Pathology Anatomy. Vol 10th. Elvesier; 2017.

8. Syed NA, Berry JL, Heegaard S, et al. Ophthalmic Pathology and Intraocular Tumors Basic and Clinical Science Course TM.; 2021.

9. Legius E, Messiaen L, Wolkenstein P, et al. Revised diagnostic criteria for neurofibromatosis type 1 and Legius syndrome: an international consensus recommendation. Genetics in Medicine. 2021;23(8):1506-1513.

10. M. Alkatan H, S. Bakry S, A. Alabduljabbar M. Ocular Findings in Neurofibromatosis. In: Neurofibromatosis - Current Trends and Future Directions. IntechOpen; 2020.

11. Slattery WH. Neurofibromatosis Type 2. Otolaryngol Clin North Am.

2015;48(3):443-460.

12. Gutmann DH, Ferner RE, Listernick RH, Korf BR, Wolters PL, Johnson KJ. Neurofibromatosis type 1. Nat Rev Dis Primers. 2017;3.

13. Kumar F, Abbas abul k, Fausto N, Aster jon c. Pathologic Basis of Disease.; 2010.

14. Singhal D, Chen YC, Chen YR, Chen PKT, Tsai YJ. Soft tissue

management of orbitotemporal neurofibromatosis. Journal of Craniofacial Surgery. 2013;24(1):269-272.

Referensi

Dokumen terkait

Pada keadaan ini MCTR atau CTS lebih tepat digunakan dalam mengatasi kelemahan zonula.6,7,9 2.3 Teknik Operasi dengan Capsular Tension Ring Insersi CTR harus dilakukan secara

Sebagian besar pasien memiliki harapan yang tinggi untuk memiliki tajam penglihatan pasca operasi yang sempurna tanpa menggunakan kacamata dan terbebas dari keluhan yang dapat

Gambar 2.4Pemeriksaan segmen anterior 1 minggu setelah operasi pada tanggal 16 April 2019 Kasus 2 Seorang pria usia 64 tahun datang ke poli Glaukoma PMN RSM Cicendo pada tanggal 1

Pemasangan implan GDD dipertimbangkan saat level TIO membutuhkan tindakan operatif segera atau saat glaukoma neovaskular tidak memberikan respon terhadap laser PRP.3,10,13 Pada

Levandi Mulja dari Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo sedang melakukan penelitian untuk membandingkan peningkatan kualitas hidup terkait penglihatan pada pasien glaukoma

Walaupun mengakibatkan berbagai komplikasi, desain awal lensa kontak hybrid memberikan alternatif yang menjanjikan untuk pasien dengan intoleansi penggunaan lensa kontak RGP dan lensa

Kerusakan pada lensa tanpa disertai adanya ruptur akan mengakibatkan kerusakan pada bagian subkapsular dan menghasilkan katarak dengan bentuk seperti “star- shaped” Gambar 6.5.6,13,14

Penelitian Arevalo et al menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan progresifitas traksi sebesar 5,2% pada pasien yang diberikan bevacizumab pra bedah dengan interval lebih dari 7 hari,